11
dimana: D
= beban mati E
= beban gempa L
= beban hidup Lr
= beban hidup atap R
= beban hujan W
= beban angin
2.7 Sambungan Sederhana
Berdasarkan SNI 1729:2015, sambungan sederhana mengabaikan adanya momen. Pada analisis struktur, sambungan sederhana dianggap memungkinkan
terjadinya rotasi relatif tidak terkekang antara elemen yang tersambung bercabang. Sambungan sederhana harus memiliki kapasitas rotasi yang cukup untuk
mengakomodasi rotasi perlu yang ditentukan melalui analisis struktur. Sambungan sederhana atau sambungan sendi biasanya digunakan pada
sambungan balok anak ke balok induk, sambungan breising ke balok kolom, dan sambungan pada dudukan kolom baja. Pada sambungan sederhana, momen yang
terjadi sama dengan nol, sehingga baut hanya memikul geser. Ilustrasi sambungan sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.3, pada gambar
dapat dilihat bahwa sambungan hanya menggunakan baut dan pelat siku sederhana tanpa perlu dilakukan pengelasan. Sambungan baut dilakukan di kedua elemen
struktur yang akan disambungkan, jika pada balok anak maka pada bagian web balok anak dan bagian flange balok induk yang dipasangkan bolt dengan
dihubungkan oleh pelat siku.
12
Gambar 2.3 Jenis-jenis sambungan sendi
McCormac and Csernak, 2011
13
2.8 Sambungan Momen
Pada Gambar 2.4 dapat dilihat jenis-jenis sambungan momen. Pada sambungan momen, balok kolom terhubung secara rigid yang tidak memungkinkan
terjadi rotasi. Kebutuhan akan baut lebih banyak dibandingkan pada sambungan sederhana.
Gambar 2.4 Jenis-jenis sambungan momen
McCormac and Csernak, 2011
14
Berdasarkan SNI 1729:2015, terdapat dua tipe sambungan momen yang boleh digunakan yaitu Tertahan Penuh TP dan Tertahan Sebagian TS seperti
disyaratkan di bawah ini. a Sambungan Momen Tertahan Penuh TP
Sambungan momen tertahan penuh TP menyalurkan momen dengan rotasi yang boleh diabaikan antara komponen struktur yang
tersambung. Pada analisis struktur, sambungan ini diasumsikan untuk tidak memungkinkan terjadinya rotasi relatif. Suatu sambungan TP harus
memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut antara komponen struktur yang tersambung pada kondisi batas kekuatan.
b Sambungan Momen Tertahan Sebagian TS Sambungan momen tertahan sebagian TS mampu menyalurkan
momen, tetapi rotasi antara komponen struktur yang tersambung tidak boleh diabaikan. Pada analisis struktur harus mencakup karakteristik respons
gaya-deformasi sambungan. Karakteristik respons sambungan TS harus terdokumentasi dalam literatur teknis atau ditetapkan dengan analisis atau
merupakan hasil rata-rata eksperimental. Elemen komponen sambungan TS harus memiliki kekuatan, kekakuan dan kapasitas deformasi yang cukup
pada kondisi batas kekuatan.
2.9 Perencanaan Berbasis Kinerja
Menurut Dewobroto 2006, konsep perencanaan berbasis kinerja performance based design merupakan kombinasi dari aspek tahanan dan aspek
layan, sehingga bisa diketahui kemampuan suatu struktur dalam menerima beban gempa kapasitas dan besarnya beban gempa yang akan diterima oleh struktur
tersebut demand, maka dari itu akan bisa direncanakan suatu stuktur tahan gempa yang ekonomis. Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang
ditentukan earthquake hazard, dan taraf kerusakan yang diizinkan atau level kinerja performance level dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut seperti
pada Gambar 2.5. Mengacu pada Federal Emergency Management Agency FEMA-273 1997 yang menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja,
kategori level kinerja struktur, adalah:
15
a. Bangunan dapat dihuni, namun tidak dapat digunakan sepenuhnya, perlu dilakukan perbaikan dan pembersihan IO = Immediate Occupancy,
b. Bangunan masih aman saat terjadi gempa, namun tidak setelahnya LS = Life-Safety,
c. Bangunan diambang kehancuran, kemungkinan rugi total CP = Collapse Prevention.
Analisis pushover menghasilkan kurva pushover Gambar 2.5, kurva yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar V versus perpindahan titik
acuan pada atap D. Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan
memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier.
Gambar 2. 5 Rekayasa gempa berbasis kinerja ATC 58
Sumber: FEMA 273, 1997
2.10 Metode Analisis Statik Non-Linier Pushover
Analisa statik non-linier merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku keruntuhan bangunan terhadap gempa. Analisa statik non-linier juga
dikenal sebagai analisa pushover atau analisa beban dorong statik. Analisa pushover dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang
kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target