93
5. Proses Interpretasi
Berbeda dengan proses analisis yang bersifat deskriptif dan informatif maka proses interpretasi bersifat reformatif dan transformatif yang dalam
tradisi etnografis, perbedaan ini sering juga dilukiskan sebagai proses emic dan etic. Dalam proses emic, peran peneliti adalah bersifat internal, di sini
peneliti berbicara atas dasar perspektif orang-orang maupun obyek-obyek yang diteliti. Peneliti berperan sebagai orang dalam insiders. Sedangkan dalam
proses etic, peran peneliti menjadi berubah sebagai orang luar outsiders sebab peneliti harus berbicara dalam perspektif eksternal. Di sini peneliti harus
dapat mengkomunikasikan temuan-temuan yang diperoleh dalam bahasa ilmiah. Maka dalam proses etic ini peneliti dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam menafsirkan, mengadakan keterkaitan konteks, referensi konsep teori, dan membangun pemahaman-pemahaman baru.
Dengan demikian, tergambar bahwa dalam proses interpretasi diperlukan analisis dan sintesis interdisipliner, yakni menghubungkan atau
mengkomunikasikan hasil-hasil
penelitian dengan
landasan teori
konseptualisasi yang menjadi kerangka acuan frame of reference peneliti dan keterkaitannya dengan temuan-temuan dari penelitian lainnya yang
relevan.
I. Keabsahan Data
Keabsahan dan keajegan reliability penelitian ini diuji dengan sequential qualitative triangulations, dengan cara melakukan proses triangulasi secara terus
94
menerus sejak data dideskripsikan, dianalisis, ditafsirkan hingga data tersebut disimpulkan sebagai upaya menjawab masalah penelitian.
Triangulasi menurut Wiersma 1986 adalah “qualitative cross validation” atau pengecekan data dari pelbagai sumber dengan pelbagai cara dan pelbagai
waktu Sugiyono, 2010:273. Setiap data yang diperoleh dari Gubernur di-cross-check pada anggota
DPRD dan stakeholder lainnya Guru, Komite Sekolah, masyarakat, begitupun sebaliknya. Triangulasi seperti ini dinamakan triangulasi sumber. Sedangkan
dalam triangulasi teknik, data dari hasil observasi di-cross-check dengan data dari hasil wawancara dan dokumen, demikian pula sebaliknya. Tidak cukup dengan itu
dilakukan pula triangulasi waktu. Data yang diperoleh pada tahun 2009 dicek dengan data pada tahun 2010 dan tahun 2011 agar penelitian teruji keabsahan dan
keajegannya.
247
BAB V MODEL ALTERNATIF IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI
ANGGARAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Model
Model merupakan kerangka kerja formal yang mewakili ciri-ciri pokok dari suatu sistem yang kompleks dengan mengambil beberapa hubungan sentral.
Model merupakan suatu konstruksi dari suatu konsep yang digunakan sebagai pendekatan untuk memahami suatu realitas. Model merupakan penyederhanaan
dari elemen-elemen dasar realitas yang begitu kompleks atau abstraksi terhadap elemen tersebut terhadap apa yang akan diterapkan Syafioeddin, 2010:549.
Menurut Sanusi dalam Damin 1998:251, model bukanlah suatu realitas kehidupan karena realitas kehidupan ini tidaklah linear, sementara model
merupakan suatu pendekatan untuk memahami atau mendekati realitas. Model dengan demikian merupakan abstrasi RLS real life system dan bukanlah RLS
yang sebenarnya. Winardi 2005:147 berpandangan bahwa model atau teori sesungguhnya
tidak lain dari suatu kerangka, atau kerangka kerja yang membantu menyederhanakan kompleksitas yang sangat berbelit-belit yang diupayakan untuk
dipahami dan diprediksi oleh pihak yang mengontruksinya 2005:147. Tujuan mengonstruksi model adalah untuk memahami kenyataan atau realita dengan jalan
mengorganisasi dan menyederhanakan. Model mewakili realita tetapi bukanlah realita itu sendiri. Adanya suatu model akan memudahkan bagi suatu individu