Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Studi Empiris Di Kabupaten/ Kota Provinsi Aceh

(1)

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/

KOTA PROVINSI ACEH

TESIS

Oleh

HASRINA HUSNI

087017098/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/

KOTA PROVINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HASRINA HUSNI

087017098/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH

Nama Mahasiswa : Hasrina Husni

Nomor Pokok : 087017098

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Januari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak 2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, M.Si, Ak 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak 4. Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS

TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/

KOTA PROVINSI ACEH

Hasrina Husni; Dr. Murni Daulay, M.Si dan Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening pada lag satu, lag dua dan lag tiga tahun.

Populasi penelitian ini sejumlah 23 pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh, dan yang memenuhi kriteria disertakan sebagai anggota sampel

sejumlah 20 pemerintah daerah kabupaten/kota. Data pengamatan selama 4 tahun (2004 – 2007) sehingga analisis amatan menjadi 80. Sumber data penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik tentang Laporan Tahunan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis jalur model Trimming.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus berkontribusi signifikan sedangkan Dana Alokasi Umum tidak terhadap belanja modal. Pada lag satu tahun, Dana Alokasi Umum, belanja modal berkontribusi signifikan sedangkan Dana Alokasi Khusus tidak terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pada lag dua tahun Dana Alokasi Umum, belanja modal berkontribusi signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah sedangkan Dana Alokasi Khusus tidak. Pada lag tiga tahun, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan belanja modal berkontribusi signifikan terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Kata Kunci: Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.


(7)

THE INFLUENCE OF BLOCK GRANT, SPECIPIC GRANT TO REGIONAL INCOME IMPROVEMENT WITH CAPITAL EXPENDITURES AS AN

INTERVENING VARIABLE EMPIRICAL STUDY IN THE DISTRICT/ CITY OF PROVINCI ACEH

Hasrina Husni; Dr. Murni Daulay, M.Si and Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

ABSTRACT

The purpose of this research is conducted to obtain empirical evidence and analyze the influence of Block Grant (DAU), Specific Grant (DAK) of Regional Income Improvement through Capital Expenditure as an intervening variable in lag one, lag two and lag three years.

The research population of 23 local government districts and cities in Provinci Aceh, which fulfill the criteria included as a member of a sample of 20 local government districts. Observation data for 4 years (2004-2007) so that analysis of observations to 80. Sources of research data is derived from Statistics Indonesia on Annual Reports of A Realization of Budgeting the Local Government Receipt and Expenditure (APBD). Hypothesis examination is performed with path analysis model of Trimming.

Research results show that the specific grant contribute significantly while the block grant is not against capital expenditure. At the lag one year, the block grant, capital expenditure contribute significantly but the specific grant does not to improve in regional income. In the two-year lag of block grant, capital expenditure increase to contribute significantly to the regional income while the specific grant is not. In the three-year, the block grant, specific grant, capital expenditure contribute significantly to improve regional income.

Keywords: Block Grant, Specific Grant, Capital Expenditure, Regional Income Improvement.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah azza wa jalla rabb semesta alam, serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah keharibaan Rasulullah S.A.W, keluarga dan para sahabatnya. Berkat rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening Studi Empiris di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh”. Penyusunan tesis ini merupakan tugas akhir untuk mencapai derajat

Strata Dua (S2) pada Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis mengalami berbagai macam kesulitan dan kendala, namun penulis menyadari tugas ini dapat diselesaikan atas bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. MSc, (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus


(9)

sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

6. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

7. Bapak Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

8. Bapak Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh, Ibu Kepala Bidang Akuntansi serta teman-teman staf bidang Akuntansi DPKKA.

9. Pimpinan dan Staf Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, yang telah menyediakan dan memberikan data maupun informasi yang diperlukan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10.Bapak dan Ibu para dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.


(10)

11.Rekan-rekan pengelola Sekretariat Program Studi Magister Akuntansi, Bang Ari, Mbak Yusna, Mbak Dori dkk yang telah banyak membantu administrasi penelitian ini.

12.Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Drs. H. Husni H. Benseh (alm) dan Ibunda Hj. Nuraini Hamzah, Pakwa Ir. Joesbenz, MT, Ibu Mertua Dra. Hj. Nurdjani yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana ini.

13.Suami tersayang Mohd. Rizal Mahdi, S.Ag, SP, M.Si, ananda yang selalu setia berjuang bersama ummi Siti Hafidzah Almahdi serta adinda Hasnita Husni, SE dan Muzakkir, S.PdI, M.Ed, Hidayatna Husni, S.ST dan dr. Suprinardi, Diana Fitri Husni, Rahadatul ’Aisy Husni, Ziyad Rizqullah Husni. Kakanda dr. Surya

Nola & Kel serta Suhartini, yang telah memberikan dukungan dengan penuh kasih sayang kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Sekolah Pascasarjana ini.

14.Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan saran-saran yang berarti bagi penulis serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan saran maupun perhatiannya sehingga penulisan tesis ini terselesaikan.

Jasa mereka semua tidak dapat dinilai, penulis tidak dapat membalasnya, dan dengan ketulusan serta keikhlasan do’a yang penulis panjatkan semoga Allah


(11)

perhatian dan bantuan yang telah diberikan. Akhirnya penulis menyadari dengan kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta berbagai pihak yang memerlukannya.

Medan, Januari 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : HASRINA HUSNI

2. Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 29 April 1981

3. Alamat : Jl. Teuladan No. 16 Kp. Keuramat Banda Aceh

4. Agama : Islam

5. Jenis Kelamin : Perempuan 6. Pekerjaan : Pegawai DPKKA

7. Status : Menikah

8. No. Hp : 081360088069

9. E-mail : asri_nad@yahoo.co.id 10.Pendidikan :

a. Lulus SD Negeri No. 67 Banda Aceh tahun 1993. b. Lulus SMP Negeri 6 Banda Aceh tahun 1996. c. Lulus SMU Negeri 3 Banda Aceh tahun 1999.

d. Lulus Sarjana (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2004. 11.Riwayat Pekerjaan :

a. 2005 – sekarang : Staf Bagian Akuntansi Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Kekayaan Aceh


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Originalitas ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori ... 10

2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 10

2.1.2. Laporan Realisasi Anggaran ... 11

2.1.3. Pendapatan Daerah ... 12

2.1.3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 13

2.1.3.1.1. Sumber-sumber pendapatan asli daerah ... 15

2.1.3.1.1.1. Pajak daerah ... 15

2.1.3.1.1.2. Retribusi daerah ... 17

2.1.3.1.1.3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ... 20

2.1.3.1.1.4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah... 21

2.1.3.1.2. Potensi peningkatan PAD ... 22

2.1.3.2. Dana perimbangan ... 25

2.1.3.2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) ... 25

2.1.3.2.2. Dana Alokasi Khusus (DAK)... 27

2.1.4. Belanja Daerah ... 28

2.1.4.1. Belanja modal... 29


(14)

2.1.4.1.1.1. Klasifikasi aset tetap ... 31

2.1.5. Peranan Pendapatan Asli Daerah Melalui Belanja Modal ... 33

2.1.6. Hubungan DAU dengan Belanja Modal ... 34

2.1.7. Hubungan DAK dengan Belanja Modal ... 35

2.1.8. Hubungan Belanja Modal dengan PAD ... 35

2.1.9. Hubungan DAU dan DAK terhadap Peningkatan PAD . 36 2.2. Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping) ... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 39

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 39

3.2. Hipotesis ... 41

BAB IV METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Jenis Penelitian ... 42

4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 42

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 45

4.5.1. Peningkatan PAD ... 45

4.5.2. Dana Alokasi Umum ... 45

4.5.3. Dana Alokasi Khusus ... 46

4.5.4. Belanja Modal ... 46

4.6. Model dan Teknik Analisis Data... 47

4.6.1. Teknik Analisis Data ... 47

4.6.2. Uji Asumsi Klasik ... 49

4.6.2.1. Uji normalitas ... 49

4.6.2.2. Uji multikolinieritas ... 49

4.6.2.3. Uji autokorelasi ... 50

4.6.2.4. Uji heterokedastisitas ... 50

4.7. Pengujian Hipotesis ... 50

4.7.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)... 51

4.7.2. Analisis Jalur Model Trimming ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1. Hasil Penelitian ... 53

5.1.1. Deskriptif Sampel Penelitian... 53

5.1.2. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 53

5.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 56

5.2.1. Uji Normalitas ... 56

5.2.2. Uji Multikolinieritas ... 58

5.2.3. Uji Autokorelasi ... 62

5.2.4. Uji Heterokedastisitas ... 64


(15)

5.4. Pembahasan ... 84

5.4.1. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal ... 85

5.4.2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal 85 5.4.3. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal ... 87

5.4.4. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ... 88

5.4.5. Pengaruh Langsung Dana Alokasi Umum terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ... 89

5.4.6. Pengaruh Langsung Dana Alokasi Khusus terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ... 91

5.4.7. Pengaruh Belanja Modal terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ... 92

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1. Kesimpulan ... 94

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 95

6.3. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Review Peneliti Terdahulu……….. 38

4.1. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 44

4.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……….. 47

5.1. Statistik Deskriptif………... 54

5.2. Nilai Tolerance dan VIF Model pada Lag Satu Tahun………... 59

5.3. Nilai Koefisien Korelasi Model pada n Lag Satu Tahun... 59

5.4. Nilai Tolerance dan VIF Model pada Lag Dua Tahun………... 60

5.5. Nilai Koefisien Korelasi Model pada Lag Dua Tahun... 60

5.6. Nilai Tolerance dan VIF Model pada Lag Tiga Tahun………... 61

5.7. Nilai Koefisien Korelasi Model pada Lag Tiga Tahun... 62

5.8. Uji Statistik Durbin Watson Model pada Lag Satu Tahun... 63

5.9. Uji Statistik Durbin Watson Model pada Lag Dua Tahun... 63

5.10. Uji Statistik Durbin Watson Model pada Lag Tiga Tahun... 64

5.11. Uji Park Model pada Lag Satu Tahun... 65

5.12. Uji Park Model pada Lag Dua Tahun... 66

5.13. Uji Park Model pada Lag Tiga Tahun... 66

5.14. Nilai F-hitung Sub-Struktur 1... 67

5.15. Nilai Koefisien Model 1 Sub-Struktur 1... 68

5.16. Nilai Koefisien Model 2 Sub-Struktur 1... 69

5.17. Model Summary Model 2 Sub-Struktur 1... 70

5.18. Nilai F-Hitung Sub-Struktur 2 pada Lag Satu Tahun... 70

5.19 Nilai Koefisien Model 1 Sub-Struktur 2 pada Lag Satu Tahun... 71

5.20. Nilai Koefisien Model 2 Sub-Struktur 2 pada Lag Satu Tahun ... 72

5.21. Model Summary Model 2 Sub-Struktur 2 pada Lag Satu Tahun.... 73


(17)

5.23. Nilai F-hitung Sub-Struktur 2 Lag Dua Tahun... 75 5.24. Nilai Koefisien Model 1 Sub-Struktur 2 pada Lag Dua Tahun... 76 5.25. Nilai Koefisien Model 2 Sub-Struktur 2 pada Lag Dua Tahun... 77 5.26. Model Summary Model 2 Sub-Struktur 2 pada Lag Dua Tahun... 78 5.27. Ringkasan Hasil Koefisien Jalur pada Lag Dua Tahun... 80 5.28. Nilai F-Hitung Sub-Struktur 2 Lag pada lag Tiga Tahun... 80 5.29 Nilai Koefisien Model 1 Sub-Struktur 2 pada Lag Tiga Tahun... 81 5.30. Model Summary Model 2 Sub-Struktur 2 pada Lag Tiga Tahun... 82 5.31. Ringkasan Hasil Koefisien Jalur pada Lag Tiga Tahun... 84


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

3.1. Kerangka Konsep……… 39

5.1. Histogram Uji Normalitas Data Model pada Lag Satu Tahun…… 57

5.2. Normal P-P Plot Model Regresi dengan Lag Satu Tahun……….. 57

5.3. Scatterplot... 64

5.4. Kerangka Koefisien Jalur pada Lag Satu Tahun... 74

5.5. Kerangka Koefisien Jalur pada Lag Dua Tahun... 79

5.6. Kerangka Koefisien Jalur pada Lag Tiga Tahun... 83 .


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Aceh……. 102

2. Data Dana Alokasi Umum Kabupaten/Kota Provinsi Aceh……….. 103

3. Data Dana Alokasi Khusus Kabupaten/Kota Provinsi Aceh... 104

4. Data Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi Aceh... 105

5. Deskriptif Statistik... 106

6. Koefisien………. 107

7. Koefisien Korelasi……….. 108

8. Regresi Sub-Struktur 1 Model 1... 109

9. Chart DAU, DAK terhadap BM... 110

10. Regresi Sub-Struktur 1 Model 2……… 112

11. Regresi Sub-Struktur 2 Model 1 pada Lag Satu Tahun... 113

12. Chart Lag Satu Tahun…………... 114

13. Regresi Sub-Struktur 2 Model 2 pada Lag Satu Tahun... 116

14. Regresi Sub-Struktur 2 Model 1 pada Lag Dua Tahun... 118

15. Chart Lag Dua Tahun…………... 119

16. Regresi Sub-Struktur 2 Model 2 pada Lag Dua Tahun... 121

17. Regresi Sub-Struktur 2 pada Lag Tiga Tahun... 123

18. Chart Lag Tiga Tahun…………... 125

19. Nilai-Nilai untuk Distribusi F... 127


(20)

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/

KOTA PROVINSI ACEH

Hasrina Husni; Dr. Murni Daulay, M.Si dan Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening pada lag satu, lag dua dan lag tiga tahun.

Populasi penelitian ini sejumlah 23 pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh, dan yang memenuhi kriteria disertakan sebagai anggota sampel

sejumlah 20 pemerintah daerah kabupaten/kota. Data pengamatan selama 4 tahun (2004 – 2007) sehingga analisis amatan menjadi 80. Sumber data penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik tentang Laporan Tahunan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis jalur model Trimming.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus berkontribusi signifikan sedangkan Dana Alokasi Umum tidak terhadap belanja modal. Pada lag satu tahun, Dana Alokasi Umum, belanja modal berkontribusi signifikan sedangkan Dana Alokasi Khusus tidak terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pada lag dua tahun Dana Alokasi Umum, belanja modal berkontribusi signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah sedangkan Dana Alokasi Khusus tidak. Pada lag tiga tahun, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan belanja modal berkontribusi signifikan terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Kata Kunci: Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.


(21)

THE INFLUENCE OF BLOCK GRANT, SPECIPIC GRANT TO REGIONAL INCOME IMPROVEMENT WITH CAPITAL EXPENDITURES AS AN

INTERVENING VARIABLE EMPIRICAL STUDY IN THE DISTRICT/ CITY OF PROVINCI ACEH

Hasrina Husni; Dr. Murni Daulay, M.Si and Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

ABSTRACT

The purpose of this research is conducted to obtain empirical evidence and analyze the influence of Block Grant (DAU), Specific Grant (DAK) of Regional Income Improvement through Capital Expenditure as an intervening variable in lag one, lag two and lag three years.

The research population of 23 local government districts and cities in Provinci Aceh, which fulfill the criteria included as a member of a sample of 20 local government districts. Observation data for 4 years (2004-2007) so that analysis of observations to 80. Sources of research data is derived from Statistics Indonesia on Annual Reports of A Realization of Budgeting the Local Government Receipt and Expenditure (APBD). Hypothesis examination is performed with path analysis model of Trimming.

Research results show that the specific grant contribute significantly while the block grant is not against capital expenditure. At the lag one year, the block grant, capital expenditure contribute significantly but the specific grant does not to improve in regional income. In the two-year lag of block grant, capital expenditure increase to contribute significantly to the regional income while the specific grant is not. In the three-year, the block grant, specific grant, capital expenditure contribute significantly to improve regional income.

Keywords: Block Grant, Specific Grant, Capital Expenditure, Regional Income Improvement.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memacu pemerintah daerah untuk menggali potensi daerahnya masing-masing.

Daerah dituntut untuk mengoptimalkan potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 79 UU Nomor 22 Tahun 2009 dijelaskan bahwa, PAD adalah sesuatu yang diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan (otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Faktor utama yang dapat meningkatkan jumlah PAD adalah kemampuan dan keinginan daerah melalui kepala daerah untuk dapat menggali sumber-sumber PAD yang baru dengan memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam


(23)

wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah (Haryanto, 2001). Dari data penerimaan Aceh, jumlah PAD Aceh tahun 2005 adalah 141.556.533.242 rupiah, kemudian meningkat di tahun 2006 menjadi 234.854.370.000. Meningkat di tahun 2007 menjadi 317.912.247.000. Tahun 2008 meningkat menjadi 414.164.453.513. Tahun 2009 meningkat sebesar 501.062.000.000 rupiah.

Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya kebijakan desentralisasi daerah diarahkan untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah, kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas maka sumber-sumber keuangan telah banyak bergeser ke daerah baik melalui perluasan basis pajak (taxing power) maupun dana perimbangan. Hal ini sejalan dengan makna desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan (1) kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah dengan tetap mendasarkan batas kewajaran, (2) didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Dana perimbangan diberikan untuk mengatasi adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar. Dana tersebut bersumber dari penerimaan Anggaran


(24)

Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Alokasi yang cukup besar berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Proporsi DAU dan DAK yang dialokasikan oleh pemerintah pusat relatif masih besar bila dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain. Artinya pemerintah daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat. Dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Meskipun demikian, menurut Ndandari et.al (2008) yang dikutip dalam Bangun (2009) bahwa dapat juga terjadi keganjilan di mana terjadi flypaper effect yaitu saat pemda mendapat transfer dari pemerintah pusat, justru pendapatan masyarakat tidak meningkat karena transfer tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan belanja pemerintah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Menurut Maimunah (2006) dalam Bangun seharusnya dana transfer dari pemerintah pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, selain itu kebijakan penggunaan dana tersebut harus transparan dan akuntabel.

Untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah harus mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik. Oleh karenanya pemerintah daerah setiap tahun mengadakan pengadaan aset tetap sesuai dengan prioritas anggaran dan


(25)

pelayanan publik yang akan memberikan dampak jangka panjang secara finansial bagi pemerintah daerah.

Salah satu usaha pemerintah daerah adalah dengan meningkatkan investasi yang besar pada belanja modal, yang diharapkan dapat meningkatkan pembangunan pada sektor-sektor produktif. Menurut Mardiasmo (2004), semakin tinggi tingkat investasi modal, maka semakin tinggi kualitas pelayanan publik. Dengan demikian tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan juga dapat meningkat yang dapat mendorong meningkatnya PAD. Semakin masyarakat nyaman dengan fasilitas yang ada, maka semakin efektif dan efisien usaha yang dijalankan. Keseimbangan pembangunan daerah lebih dapat tercapai ketika masyarakat memberikan dukungan yang tinggi.

Agar penyerapan dana menjadi besar untuk belanja modal, maka proses tender untuk proyek-proyek yang dibiayai dari anggaran belanja modal harus dipercepat. Dengan demikian, proyek-proyek itu pun cepat bergulir dan roda ekonomi bergerak (Abdullah, 2008).

Terlepas dari perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan keuangan daerah yaitu diamandemennya Undang-Undang No. 22/1999 dengan UU No. 32/2004 dan Kepmendagri No. 29/2002 juga diamandemen dengan Permendagri N0. 13/2006, pengalokasian sumberdaya ke dalam anggaran belanja modal (capital expenditure) merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun,


(26)

adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat (Keefer et.al, 2003 dalam Abdullah, 2006).

Provinsi Aceh merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam yang produktif untuk dikembangkan seperti minyak dan gas alam. Sebagai salah satu daerah yang diberikan otonomi khusus oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001, proporsi pendapatan untuk sumberdaya minyak dan gas adalah 70%. Ketetapan itu melebihi otonomi biasa yang mengatur pembagian pendapatan provinsi hanya 15% dari minyak dan 35% dari gas.

Namun demikian sumber lain harus digali untuk menambah pendapatan daerah seperti penerimaan yang bersumber dari pajak. Menurut Reksohadiprodjo (1999), Pajak merupakan bagian terpenting dari penerimaan pemerintah di samping penerimaan dari minyak bumi dan gas alam serta penerimaan negara bukan pajak. Apabila suatu daerah ingin mandiri, maka penerimaan dari pajak haruslah ditingkatkan.

Setelah gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 26 Desember 2004, hampir sebagian sarana prasarana publik seperti gedung, jalan, jembatan rusak dan bahkan hilang. Hal ini menyebabkan berkurangnya aset daerah. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut, dibentuklah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BRR Aceh). Melalui BRR, segala bantuan dari luar negeri diterima berupa hibah sehingga tidak ada persyaratan atau konsesi apapun di balik


(27)

bantuan tersebut. Seperti dijelaskan dalam Qanun Nomor 8 Tahun 2002 tentang Bantuan Luar Negeri dan Pinjaman Provinsi Pasal 1, bahwa bantuan luar negeri adalah hibah yang diberi oleh pemerintah luar negeri atau lembaga keuangan internasional atau lembaga lainnya di luar negeri kepada Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dari data BRR-Aceh dalam Waspada (2009), total dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh mencapai 25 triliun rupiah dan sejumlah US$7,1 miliar dollar AS bantuan luar negeri untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh telah direalisasikan ditambah bantuan-bantuan dari negara lainnya. Bantuan tersebut digunakan untuk membangun rumah, jalan, jembatan, mesjid, rumah sakit dan rumah yatim piatu. Dengan adanya bantuan tersebut maka pengeluaran untuk belanja modal yang seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah menjadi berkurang.

Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa, dana transfer dalam jangka panjang berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer akan

mengurangi belanja modal. Pengaruhnya kembali akan menaikkan jumlah PAD di masa yang akan datang melalui pajak dan retribusi. Prakoso (2004) dalam

Fitriyanti (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa jumlah belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum yang diterima dari pemerintah pusat. Hal ini menunjukkan bahwa belanja modal sangat dipengaruhi oleh DAU.

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi


(28)

Khusus terhadap Peningkatan PAD dengan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah dana alokasi umum, dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja modal sebagai variabel intervening di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh?

2. Apakah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal berpengaruh

langsung terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag satu tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh?

3. Apakah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal berpengaruh

langsung terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag dua tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh?

4. Apakah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal berpengaruh

langsung terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag tiga tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh?.


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis:

1. Pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap belanja modal sebagai variabel intervening di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.

2. Pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag satu tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.

3. Pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag dua tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.

4. Pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal terhadap peningkatan pendapatan asli daerah pada lag tiga tahun di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan manfaat berarti yaitu:

1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah; 2. Bagi pemerintah kabupaten/kota khususnya di Provinsi Aceh diharapkan

dapat memberikan sumbangan pikiran untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah.


(30)

3. Bagi peneliti berikutnya dapat berguna sebagai bahan masukan, referensi dan perbandingan dalam penelitian lebih lanjut.

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Adi (2006) yang meneliti Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah dan Harianto (2007) yang meneliti Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:

1. Variabel penelitian terdahulu adalah Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Sedangkan pada penelitian ini, variabel independennya adalah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Variabel dependennya adalah Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dengan penambahan variabel intervening Belanja Modal.

2. Sampel penelitian terdahulu adalah Kabupaten dan Kota se-Jawa dan Bali dalam kurun waktu tahun 1998-2003 dan tahun 2001-2004. Namun dalam penelitian saat ini pengambilan sampel adalah 20 Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh dalam kurun waktu 2004-2007.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mempengaruhi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PPAD) melalui Belanja Modal (BM) sebagai variabel intervening. Menjabarkan teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.

2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam Darwanto (2007), anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah di Indonesia disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses penyusunan anggaran melibatkan dua pihak yaitu eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Fungsi eksekutif (pemerintah daerah) adalah melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif (perwakilan rakyat) berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD


(32)

sesuai dengan kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang mana pemerintah daerah sebagai agen yang menerima pendelegasian otoritas dari prinsipal dan DPRD sebagai prinsipal yang memiliki otoritas untuk melakukan tindakan-tindakan.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 21 dijelaskan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.

2.1.2. Laporan Realisasi Anggaran

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran (LRA), LRA menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:


(33)

(a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

(b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. LRA dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:

(a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;

(b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan (c) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.3. Pendapatan Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 20, Pendapatan adalah semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.


(34)

Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.

Menurut Kadjatmiko dalam Halim (2004: 194), dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer). Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

2.1.3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Mardiasmo (2004: 132), PAD adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil


(35)

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Terdapat dua unsur penting dari konsep PAD yaitu potensi asli daerah dan pengelolaannya sepenuhnya oleh daerah. Dalam konteks pembiayaan pembangunan daerah, potensi asli daerah adalah seluruh sumber daya daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga memberi nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. Sedangkan pengelolaan sepenuhnya oleh daerah adalah penyerahan seluruh hasil pengelolaan sumber daya tersebut kepada daerah yang bersangkutan (Suhanda, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 79 disebutkan bahwa PAD terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan. Pasal 3 UU Nomor 33 Tahun 2004 PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Kemampuan melaksanakan otonomi daerah diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh PAD terhadap total APBD. PAD idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal. Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung di luar kontrol pemerintah daerah.


(36)

2.1.3.1.1. Sumber-sumber pendapatan asli daerah

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 disebutkan bahwa kelompok PAD dibagi menurut jenis pendapatan terdiri atas:

2.1.3.1.1.1. Pajak daerah

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pasal 1: pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Menurut Halim (2004: 67), pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jadi pajak dapat diartikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan disuatu negara, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak tersebut. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak.

Menurut Adriani, pajak objektif dilihat pada objeknya (benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak. Golongan pajak objektif diantaranya: (a) Pajak yang dipungut karena keadaan


(37)

diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak; (b) Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pemakaian; (c) Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.

Pajak daerah terdiri dari pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Dalam UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2, jenis pajak provinsi terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Air Permukaan.

e. Pajak Rokok.

Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari: a. Pajak Hotel.

b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame.

e. Pajak Penerangan Jalan.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. g. Pajak Parkir.


(38)

i. Pajak Sarang Burung Walet.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 menyebutkan bahwa, daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak di atas. Jenis pajak tersebut dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

2.1.3.1.1.2. Retribusi daerah

Pengertian retribusi daerah dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Halim (2004: 67), retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Menurut Kaho dalam Syahputra (2010), secara umum keunggulan utama sektor retribusi atas sektor pajak adalah karena pemungutan retribusi berdasarkan kontraprestasi, di mana tidak ditentukan secara limitatif seperti halnya sektor pajak. Pembatas utama bagi sektor retribusi adalah terletak pada ada tidaknya jasa yang disediakan pemerintah daerah. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.


(39)

Pasal 108 UU Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan objek retribusi terdiri dari: a. Jasa Umum

Kriteria retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum, jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya, dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial dan pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis retribusi jasa umum dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 110 adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan tera/tera ulang, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.


(40)

Jenis Retribusi tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.

b. Jasa Usaha

Pada Pasal 126 UU Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan bahwa objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan/atau pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

Jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/villa, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan kepelabuhanan, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air dan retribusi penjualan produksi usaha daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum dan biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak


(41)

negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

2.1.3.1.1.3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Menurut Halim (2004: 68), hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut obyek pendapatan mencakup:

a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN. c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

kelompok usaha masyarakat.

Menurut Halim (2004: 68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) bagian laba perusahaan milik daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan bank, 3) bagian laba lembaga keuangan non bank, 4) bagaian laba atas penyertaan modal/investasi. Dalam Mardiasmo (2004: 154), pemerintah daerah juga dapat melakukan upaya peningkatan PAD melalui optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sidik et.al (2004: 85) mengatakan BUMD sebenarnya juga merupakan salah satu potensi sumber keuangan daerah yang perlu terus ditingkatkan guna mendukung otonomi daerah. Besarnya


(42)

kontribusi laba BUMD pada PAD dapat menjadi indikator kuat atau lemahnya BUMD dalam suatu daerah.

2.1.3.1.1.4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Menurut Halim (2004: 69), pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut, 1) hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, 2) penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposito, 4) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 5) penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah.

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. b. Jasa giro.

c. Pendapatan bunga.

d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

e. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.


(43)

h. Pendapatan denda pajak. i. Pendapatan denda retribusi.

j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. k. Pendapatan dari pengembalian.

l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum.

m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.3.1.2. Potensi peningkatan PAD

Dari sisi perundang-undangan, peluang ke arah peningkatan PAD terbuka melalui peningkatan tarif maupun perluasan pajak daerah sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Pada Pasal 2 undang-undang ini memberi keleluasaan untuk menambah jenis-jenis pajak baru dengan kriteria:

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi.

b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah, serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum.

d. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi dan/atau obyek pajak pusat.

e. Potensinya memadai.


(44)

g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, dan h. Menjaga kelestarian lingkungan.

Menurut Mardiasmo (2004: 148), otonomi daerah tidak berarti eksploitasi daerah untuk menghasilkan PAD setinggi-tingginya. Jika otonomi diartikan sebagai eksploitasi PAD, maka justru masyarakat daerahlah yang akan terbebani. Maksimalisasi PAD akan berimplikasi pada peningkatan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah, karena penyumbang terbesar PAD adalah dua komponen tersebut. Pemerintah daerah sebaiknya tidak menambah pungutan yang bersifat pajak, jika mau menambah hendaknya yang bersifat retribusi, sedangkan pajak justru diupayakan sebagai the last effort saja.

Menurut Widayat (1995) dalam Calangona (2009), upaya untuk meningkatkan penerimaan PAD agar penerimaannya mendekati atau bahkan sama dengan potensinya, secara umum ada dua cara, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi.

a. Cara intensifikasi adalah mengefektifkan pemungutan pajak atau retribusi dan mengefisienkan cara pemungutannya pada obyek dan subyek yang sudah ada misalnya melakukan perhitungan potensi, penyuluhan, meningkatkan pengawasan dan pelayanan.

b. Cara ekstensifikasi adalah melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan PAD dengan cara menjaring wajib pajak baru melalui pendataan dan pendaftaran atau menggali pajak baru.


(45)

Dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 7 disebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang:

a. menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

b. menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PPAD) adalah kenaikan pendapatan yang diperoleh pada tahun berikutnya dari sumber-sumber pendapatan daerah. PPAD dilihat pada tahun kesatu (lag satu tahun), tahun kedua (lag dua tahun) dan tahun ketiga (lak tiga tahun). Dalam Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, agar tidak menetapkan kebijakan pemerintahan daerah yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah serta peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektivitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah.


(46)

2.1.3.2. Dana perimbangan

Dalam PP Nomor 55 Tahun 2005, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Menurut Bastian (2006: 338), perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Pada Pasal 23 PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK. Sidik et al. (2004: 152), dalam konteks Indonesia dewasa ini, transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah adalah dalam wujud DAU dan DAK.

2.1.3.2.1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 Pasal 1 DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DAU merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka


(47)

pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi, kabupaten dan kota yang besarannya ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat block Grand yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Dalam Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2007 bahwa DAU diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat.

Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Kepres). Dalam Pasal 36 PP 25/2005, Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan.


(48)

2.1.3.2.2. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pengertian DAK menurut PP 55/2005, Pasal 1 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Menurut Sidik et.al. (2004) DAK merupakan transfer dana yang bersifat spesifik, yaitu untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan (specific grant).

Dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 38 bahwa besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Pada Pasal 39, DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah.

Dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, menerangkan bahwa penggunaan dana perimbangan untuk DAK agar dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program kegiatan pendidikan dan kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Kriteria


(49)

teknis ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis. Dalam Kuncoro (2004), DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Kebutuhan khusus dalam DAK meliputi:

1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain

2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.

3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/ kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai.

Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK yang dianggarkan dalam APBD. Namun daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping.

2.1.4. Belanja Daerah

Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 20, belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pada Pasal 26, belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri


(50)

dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Sesuai dengan Teori Keynes (Keynesian Consumption Model) bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel (Sudiana, 2010).

Belanja dapat diklasifikasikan menurut jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

2.1.4.1. Belanja modal

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) mendefinisikan belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.


(51)

Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja, bukan untuk dijual.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila:

(a) Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas.

(b) Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.

(c) Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Pada Pasal 53 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset.

2.1.4.1.1. Aset tetap

Dalam PSAP 07 menyebutkan Aset tetap merupakan salah satu pos di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap mempunyai peranan yang sangat penting karena mempunyai nilai yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan komponen neraca lainnya. Pengertian


(52)

Aset Tetap dalam PSAP adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dengan batasan pengertian tersebut maka pemerintah harus mencatat suatu aset tetap yang dimilikinya meskipun aset tetap tersebut digunakan oleh pihak lain. Pemerintah juga harus mencatat hak atas tanah sebagai aset tetap. Dalam kasus lain, aset tetap yang dikuasai oleh pemerintah tetapi tujuan penggunaannya untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah tidak termasuk dalam pengertian aset tetap karena tidak memenuhi definisi aset tetap di atas, misalnya aset tetap yang dibeli pemerintah untuk diserahkan kepada masyarakat.

2.1.4.1.1.1. Klasifikasi aset tetap

Dalam PSAP 07, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.

b. Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi


(53)

siap digunakan. Aset tetap yang dapat diklasifikasikan dalam peralatan dan mesin ini mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi.

c. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Termasuk dalam jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen, bangunan menara, dan rambu-rambu.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan.

e. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap. Aset tetap


(54)

lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/ budaya/olahraga.

f. Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.

2.1.5. Peranan Pendapatan Asli Daerah Melalui Belanja Modal

Optimalisasi penerimaan PAD harus didukung dengan upaya peningkatan kualitas layanan publik. Berbagai belanja yang dialokasikan pemerintah hendaknya yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan retribusi. Masyarakat lebih mudah membayar retribusi daripada membayar pajak. Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik tidak mengalami peningkatan (Mardiasmo, 2004).

Pemerintah daerah harus mampu menjalankan rumah tangganya sendiri secara mandiri. Dalam rangka meningkatkan kemandiriannya, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik. Anggaran belanja daerah tidak akan logis jika pengalokasiannya cukup besar untuk belanja rutin. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik dapat mendorong terciptanya efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan meningkat.

Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan


(55)

pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Dengan tersedianya fasilitas pelayanan publik membuat masyarakat akan lebih aktif dan bergairah dalam bekerja dan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor di daerah, akan berdampak pada peningkatan PAD. Menurut Wong dalam Adi (2006), pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Pajak dan retribusi yang merupakan komponen PAD merupakan nilai tambah yang diperoleh dari sektor industri yang berkembang optimal. Sektor industri tersebut adalah berasal dari belanja modal.

Strategi alokasi pada belanja modal akan mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Belanja modal diantaranya adalah belanja modal tanah, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan dan jembatan, belanja modal alat-alat angkutan, belanja modal alat-alat berat dan belanja modal lainnya.

2.1.6. Hubungan DAU dengan Belanja Modal

Menurut Saragih dalam Solikin (2007), PAD sebenarnya merupakan andalan utama daerah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah dan pembiayaan pembangunan. Tetapi pemerintah daerah dari unsur PAD saja belum mampu memenuhi kebutuhan daerah apalagi dengan penambahan wewenang daerah, jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah sehingga daerah masih tetap membutuhkan bantuan dana atau dana yang berasal dari pusat yang disebut DAU.


(56)

Berdasarkan hasil penelitian empiris yang dilakukan Holtz-Eakin et.al dalam Darwanto, 2007 menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat yaitu DAU dan DAK dengan belanja modal.

2.1.7. Hubungan DAK dengan Belanja Modal

Tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi inter-jurisdictional spillovers, dan meningkatkan penyediaan barang publik di daerah (Waluyo, 2007). Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat penting untuk mempercepat konvergensi antardaerah, karena dana diberikan sesuai dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 108, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah secara bertahap dialihkan menjadi DAK.

2.1.8. Hubungan Belanja Modal dengan PAD

Pajak dan retribusi sebagai komponen PAD sangat terkait dengan sektor industri. Maka sektor-sektor industri khususnya jasa perlu dioptimalkan. Pajak dan retribusi merupakan nilai tambah yang diperoleh dari sektor industri yang berkembang optimal. Artinya, pertumbuhan domestik dari sektor industri dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya PAD khususnya pajak dan retribusi yang akan diterima pemerintah daerah.


(57)

2.1.9. Hubungan DAU dan DAK terhadap Peningkatan PAD

Transfer merupakan sarana edukasi bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya pengumpulan PAD (Sidik, 2001 dalam Kuncoro, 2007). Untuk mengukur pengaruh transfer terhadap aktivitas fiskal sisi penerimaan pemerintah daerah, metode yang ditempuh adalah dengan menghubungkan antara perolehan transfer dengan upaya pengumpulan PAD.

2.2. Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)

Penelitian yang berkaitan dengan Pengaruh DAU, DAK terhadap PPAD dengan BM sebagai variabel intervening sebelumnya telah diteliti oleh peneliti sebelumnya.

Adi (2006) meneliti tentang Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Belanja pembangunan memberikan dampak positif dan signifikan terhadap PAD dan pertumbuhan ekonomi.

Harianto (2007) meneliti tentang Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap belanja modal. Belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap pendapatan perkapita dalam hubungan langsung tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui PAD. PAD berpengaruh terhadap


(1)

3. Penelitian ini hanya menguji variabel DAU, DAK, BM terhadap Peningkatan PAD tanpa menjelaskan secara rinci pengaruh penggunaan DAU, DAK dan Belanja Modal tiap-tiap kabupaten/kota pada setiap lag. Maka perlu melihat variabel lain yang lebih berpengaruh.

6.3. Saran

Dari hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka disarankan:

1. Kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh diharapkan dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini, agar dapat meningkatkan potensi daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah.

- Melalui peningkatan belanja modal. Salah satu usaha pemerintah daerah adalah meningkatkan investasi yang besar pada belanja modal baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta dengan mempercepat proses tender untuk proyek-proyek belanja modal, melakukan pengadaan aset tetap sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang akan memberikan dampak jangka panjang secara finansial bagi pemerintah daerah.

- Menggunakan dana transfer DAU dan DAK secara efektif dan efisien serta transparan dan akuntabel dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat. 2. Kepada peneliti selanjutnya dapat menambah dan memperluas sampel penelitian

seperti sampel provinsi-provinsi lain dengan periode pengamatan yang lebih panjang. Menambah variabel lain misalkan menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil dan menjadikan variabel PAD sebagai variabel


(2)

intervening. Melakukan pengolahan data menggunakan program eviews agar terlihat besarnya pengaruh DAU, DAK dan BM tiap kabupaten dan kota pada setiap lag.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy, Abdul Halim, 2006, Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan, Jurnal Akuntansi Pemerintah, Volume 2 No. 2, November.

_______, 2008, Menggenjot Belanja Modal, Media Indonesia 25 Agustus 2010. Adi, Priyo Hari, 2006, Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Adriani, 2010, Pengertian Hukum Pajak, http://kangtoshi.wordpress.com.

Bangun, Ricky Andra Levi, 2009, Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita, Tesis, Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bastian, Indra. 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

_______, 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah

di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Calangona, 2009, Analisis Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lembata-NTT, Skripsi, http://calangona.wordpress.com/skripsiku.

Darwanto dan Yulia, 2007, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.

Fitriyanti, Ismi dan Suryo Pratolo, 2009, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan

Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi, Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik II, Balitbang


(4)

Ghozali, Imam. 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Halim, Abdul. 2004, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri Bunga Rampai

Manajemen Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Harianto, David dan Adi, Priyo Hari, 2007, Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita,

Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.

Haryanto, Joko Tri. 2001, Potret PAD dan Relevansinya terhadap Kemandirian

Daerah, Jakarta.

Kuncoro, Haryo. 2007, Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.

Kuncoro, Mudrajad. 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana

Meneliti dan Menulis Tesis?, Penerbit Erlangga. Jakarta.

_______, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perekonomian,

Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lubis, Ade Fatma dan Adi Syahputra, 2008, Pedoman Penulisan Proposal dan Tesis.

Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana USU, Penerbit Waty

Grafika, Medan.

Maimunah, Mutiara, 2006, Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Mardiasmo, 2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Nachrowi, Nachrowi D dan Usman, Hardius, 2006, Pendekatan Populer dan Praktis

Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Perdirjen),


(5)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2007.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman

Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06 Tahun 2007 tentang Bagan Akun

Standar (BAS).

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Qanun Nomor 8 Tahun 2002 tentang Bantuan Luar Negeri dan Pinjaman Provinsi. Reksohadiprojo, 1999, Referensi Contoh Judul Tesis-Skripsi Ekonomi Akuntansi

Keuangan, http://ilmiahekonomi.blogspot.com/

Riduwan dan Kuncoro, Engkos Achmad, 2008, Cara Menggunakan dan Memaknai

Analisis Jalur (Path Analysis), Penerbit Alfabeta, Bandung.

Santoso, Singgih & Fandy Tjiptono, 2002, Riset Pemasaran, Konsep dan Aplikasi

dengan SPSS, Penerbit PT. Alex Media Komputindo Stewart, Mitchell, Ailen,

Jakarta.

Sidik, Machfud; Hidayanto, Djoko; Ismail, Tjip; Kadjatmiko; Pakpahan, Arlen Tobana; Adriansyah, 2004, Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal, Direktorat Jenderal Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta.

Solikin, Ikin. 2007, Hubungan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum

dengan Belanja Modal di Jawa Barat, http://file.upi.edu/Direktori.


(6)

Sugiyono, 2007, Statistik untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Suhanda, 2007, Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah, Penerbit Andalas Lima Sisi, Padang.

Sularso, Sri, 2003, Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Syahputra, Indra, 2010, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan

Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tesis, Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tampubolon, Jongkers, 2002, Desentralisasi Fiskal di Indonesia: Studi Kasus

Potensi Peningkatan PAD Kabupaten Tapanuli Utara, Lembaga Penelitian

Universitas HKBP Nommensen, Jakarta.

TAP MPR Nomor. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam

Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Walidi, 2009, Pengaruh DAU terhadap Pendapatan Per Kapita, Belanja Modal

sebagai Variabel Intervening di Propinsi Sumatera Utara, Tesis, Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Waluyo, Joko. 2007, Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

dan Ketimpangan Pendapatan antardaerah di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta.

Waspada, Online, 2009, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias (Meniti


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Aceh

5 75 107

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jambi

6 89 104

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Riau

7 67 103

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Studi Empiris Di Kabupaten/ Kota Provinsi Aceh

1 53 124

Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pendapatan Perkapita

0 52 113

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jambi

0 0 12