keadaan yang sepenuhnya berbeda dengan realitas natural, tak ubahnya sebagai debu dan arang.
21
Sri Mulyono, dalam bukunya yang berjuduk
Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang
mengungkapkan, bahwa perbedaan ilmu filsafat dengan mistik, ilmu filsafat sifatnya terbuka dan dapat berkomunikasi, sedang
ilmu mistik sering bersifat rahasia “sinengker” atau esoteris, kesadaran yang
didapat dari filsafat adalah “kesadaran intelek” berada di dalam lingkup “ratio”; sedangkan kesadaran yang didapat dari mistik
adalah “kesadaran rasa” mistik” berada di luar atau di atas lingkup “ratio”.
22
Buku ini sangat relevan sebagai acuan dalam menganalisis struktur simbolisme dan mistikisme pertunjukan Wayang
Calonarang lakon
Kautus Rarung
oleh dalang Ida Bagus Sudiksa di
P emuwunan Setra
Pura Dalem Desa Kerobokan.
2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian yang berjudul Struktur Nilai Simbolisme dan Mistikisme Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon
Kautus Rarung
oleh dalan Ida Bagus Sudiksa mempergunakan teori
kawi dalang
, teori estetika, dan teori semiotik.
2.2.1 Teori Kawi Dalang
Sedana dalam disertasinya yang berjudul
Kawi Dalang: Creativity in Wayang Theatre
menjelaskan, bahwa pakem dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
pakem balungan
,
pakem gancaran
, dan
pakem jangkep
.
P akem balungan
merupakan tuntunan pembelajaran Pedalangan Bali atau
playskrip
yang hanya memaparkan cerita secara ilustratif atau garis besarnya saja, tanpa diikuti oleh
susunan pementasan atau dialog yang jelas.
P akem gancaran
merupakan naskah
21
M ircea Elliade,
The Sacr ed and The Pr ofane
. The Significance of Religious Myth, Symbolism and Ritual Within Life and Cultur. 1959, p. 9.
22
Sri M ulyono,
op. cit
1979, p. 17.
18
cerita yang berbentuk prosa atau sinopsis, bentuknya lebih jelas dibandingkan dengan pakem balungan.
P akem jangkep
yaitu sebuah naskah pertunjukan wayang yang lengkap berisi struktur atau satu alur cerita pementasan pewayangan, narasi
kawi dalang
, beserta dialog setiap tokoh dramatisnya
antawecana
retorikanya.
23
Bandem dalam bukunya yang berjudul
Mengembangkan Lingkungan Sosial yang Mendukung Wayang
menjelaskan, bahwa pakem tersebut sifatnya masih sangat subyektif, seperti pengalaman yang mereka peroleh secara turun tumurun dari
guru guru-guru mereka. Struktur pementasan beserta dialog-dialog yang dipentaskan masih konvensional seperti yang diwarisi dari generasi sebelumnya.
24
2.2.2 Teori Estetika
Djelantik dalam bukunya yang berjudul
F ilsafat Keindahan dan Kesenian
mengatakan, bahwa Ilmu Estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, dan semua aspek dari apa yang kita sebut
keindah. Benda atau peristiwa kesenian yang menjadi sasaran analisis estetika setidak-
tidaknya mempunyai tiga aspek dasar, yakni “wujud atau rupa” yang menyangkut bentuk
form
atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur
structure
, “bobot” yang menyangkut suasana
mood
, gagasan
idea
dan pesan
massage
, dan “penampilan” yang meliputi bakat
talent
, keterampilan
skill
, dan sarana atau media.
25
Dharsono dalam bukunya yang berjudul
P engantar Estetika
mengatakan, bahwa untuk menggambarkan seni dengan tepat adalah pertama-tama harus berhenti mempertimbangkan keindahan sebagai makna dari
kesenangan.
26
23 24
25 26
I Nyoman Sedana,
lo c. cit
. 2002, p. 71 - 77. I M ade Bandem,
op. cit
. 1994, p. 39; I Nyoman Sedana,
op. cit
, P. 42 – 46.
A.A.M . Djelantik.
op. cit.
Darsono,
op. cit.
2004, p.129.
19
2.2.3 Teori Se miotik