Tragedi sakit hati perempuan dalam legenda urban kuntilanak

(1)

(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Achmad Deptian Djenuari Rizky

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 6 November 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat di Bandung : Jl.Tamansari Bawah No. 42 Bandung No.Telp / Handphone : (022) 4263873 / 085721385257

Riwayat Pendidikan :

TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT

1997-2003 SDN Mathla’ul Khoeriyah Bandung

2003-2006 SMPN 22 Bandung

2006-2009 SMA Pasundan 2 Bandung


(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

TRAGEDI SAKIT HATI PEREMPUAN DALAM

LEGENDA URBAN KUNTILANAK

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2013/2014

Oleh:

Achmad Deptian Djenuari Rizky 51909216

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(6)

iv KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan judul “TRAGEDI SAKIT HATI PEREMPUAN DALAM LEGENDA URBAN KUNTILANAK”. Adapun tujuan dari penulis laporan penulisan ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada pendidikan Program Studi Desain Komunikasi Visual UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA Bandung. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, dengan terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini penulis merasa patut menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala dorongan, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas kepada penulis, akan dibalas dengan pahala dan rejeki yang berlimpah oleh Allah SWT. Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna sebagai referensi untuk generasi berikutnya di Program Studi Desain Komunikasi Visual dalam penggunaan konsep pemikiran yang serupa.

Bandung, Juni 2013


(7)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT KETERANGAN HAK EKSLUSIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.4 Batasan Masalah ... 4

I.5 Tujuan Perancangan ... 4

BAB II LEGENDA KUNTILANAK II.1 Pengertian Legenda ... 5

II.2 Makhluk Halus / Hantu ... 6

II.2.1 Makhluk Fisik dan Non-fisik... 6

II.2.2 Definisi Hantu ... 7

II.3 Kuntilanak ... 8

II.3.1 Kisah tentang Kuntilanak ... 8

II.3.2 Sosok Kuntilanak dalam Sejarah Kota Pontianak ... 9

II.3.3 Wujud Kuntilanak ... 10

II.4 Konsep Pembentukan Wujud dalam Studi Kasus Kuntilanak ... 11

II.4.1 Perempuan Beserta Sifatnya ... 11

II.4.2 Keterpurukan atas Kedudukan Perempuan ... 13

II.4.3 Kelemahan Wanita ... 14

II.4.4 Tragedi ... 15


(8)

viii

II.4.5.1 Kehidupan Setelah Kematian ... 16

II.4.6 Pengertian Buku Ilustrasi ... 19

II.4.7 Pengertian Gothic ... 20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ... 21

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 21

III.1.2 Pendekatan Verbal ... 22

III.1.3 Strategi Verbal ... 22

III.1.4 Strategi Kreatif ... 24

III.1.5 Strategi Media ... 27

III.2 Konsep Visual ... 28

III.2.1 Gaya Visual ... 28

III.2.2 Format Desain... 31

III.2.3 Tata Letak (Layout) ... 31

III.2.4 Tipografi ... 32

III.2.5 Warna ... 33

III.2.6 Storyboard ... 34

III.2.7 Karakter ... 36

III.2.8 Properti ... 42

III.2.9 Setting ... 43

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama ... 45

IV.2 Pra Produksi Media ... 45

IV.3 Teknis Cetak ... 48

IV.3.1 Buku Ilustrasi ... 48

IV.3.2 Jacket Cover... 49

IV.3.3 Hard Cover ... 50

IV.3.4 Isi Buku ... 51

IV.4 Media Promosi ... 62


(9)

ix

IV.4.2 Mini X Banner ... 63

IV.4.3 Gimmick dan Merchandise ... 64

IV.4.4 Pembatas Buku ... 64

IV.4.5 Amplop ... 65

IV.4.6 Sticker ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(10)

67 DAFTAR PUSTAKA

Buku

Danandjadja, J. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafiti.

Endarmoko, E. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia. Cet. I; Jakarta: PT Gramedia. Hamilton, E. 1942. Mythology: Timeless Tales of Gods and Heroes. New York:

Little, Brown and Company.

Iskak, A. 2006. Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.

Kalish, R.A. 1985. Death, Grief and Caring Relationships, 2nd Ed, United States: Brooks/Cole Publishing Company.

Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: ANDI Rustan, S. 2009. Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka

Utama

Shihab, M.Q. 2007. Wawasan Al-Qur'an. Jakarta: Mizan.

Shihab, M.Q. 2010. Yang Halus Dan Tak Terlihat. Jakarta: Lentera Hati.

Skeat, W.W. 2006. Malay Magic: Being An Introduction To The Folklore And Popular Religion Of The Malay Peninsula. England: Kessinger Publishing, LLC.

Suyono. 1990. Pragmatik : Dasar-dasar dan Pengajarannya. Malang : YA3

Žižek, S.1989. The Sublime Object of Ideology, London: Verso.

Media dan Jurnal Online

Anneahira. (2013, 20 April). Kelemahan Wanita. http://www.anneahira.com/kelemahan-wanita.htm.


(11)

68

Muda.kompasiana. (2013, 20 April). Perempuan Meragu, Wajar atau Tidak?. http://muda.kompasiana.com/2013/04/10/perempuan-meragu-wajar-atau-tidak-550084.html.

Portalpurba. (2013, 15 April). Seri Kisah Bunian: Hikayat Kuntilanak. http://portalpurba.blogspot.com/2012/05/seri-kisah-bunian-hikayat-kuntilanak.html.

Sejuta-jalan. (2013, 14 April). Asal Usul Legenda Hantu Kuntilanak. http://sejuta-jalan.blogspot.com/2013/05/asal-usul-legenda-hantu-kuntilanak.html.

Singapore Paranormal Investigators.(2013, 14 April). Pontianak. /www.spi.com.sg/spi/spi_files/pontianak.

Spiritualresearchfoundation. (2013, 18 April). Afterdeath.

http://www.spiritualresearchfoundation.org/indonesian/spiritualresearch/spirituals cience/afterdeath.

Wikipedia. (2013, 14 April). Kuntilanak. /id.wikipedia.org/wiki/Kuntilanak. Wikipedia. (2013, 18 November). Mistisme.

http://id.wikipedia.org/wiki/Mistisisme

Wikipedia. (2013, 14 April). Abdurrahmad Alkadrie dari Pontianak. http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Alkadrie_dari_Pontianak. Wikipedia. (2013, 15 April). Kota Pontianak.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pontianak.

Film dan Videografi

Mantovani, Rizal (Director). 2006. Kuntilanak. MultiVision Plus. Jakarta, Indonesia, 95 min.

Mantovani, Rizal (Director). 2007. Kuntilanak 2. MultiVision Plus. Jakarta, Indonesia, 116 min.

Mantovani, Rizal (Director). 2008. Kuntilanak 3. MultiVision Plus. Jakarta, Indonesia, 90 min.


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun temurun, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, folklore adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Cerita rakyat atau dalam pengertian besar folklore yang dijelaskan William R. Bascom (dalam Danandjaja, 1984) dibagi dalam 3 golongan besar yaitu; mitos, legenda, dan dongeng. Sejak dahulu hingga saat ini cerita rakyat yang ada dan berkembang di masyarakat adalah cerita yang secara turun temurun dari generasi sebelumnya, maka tidak menutup kemungkinan apabila suatu kejadian ataupun kisah yang dialami pada saat ini, diceritakan kembali secara berulang-ulang telah menjadi bagian yang tak bisa terpisah dari sekelompok masyarakat sehingga menjadi cerita rakyat di masa mendatang. Di setiap daerah, negara atau kebudayaan sekalipun memiliki suatu cerita rakyat yang tersendiri dan masing-masing berbeda, contohnya dalam legenda rakyat makhluk supranatural yang ada di setiap negara seperti: Banshee, Dracula, Werewolf, Zombie, dan di Indonesia sendiri terdapat cerita legenda seperti Kuntilanak, Pocong, Genderuwo, dan sebagainya.

Salah satu legenda yang terkenal di Indonesia adalah cerita mengenai makhluk-makhluk gaib atau hantu. Hantu secara umum lebih diberatkan kepada roh atau arwah yang meninggalkan raga atau badan karena kematian. Beberapa masyarakat dan kalangan tertentu ada yang menceritakan asal-usul munculnya hantu-hantu tersebut dalam beberapa versi yang berbeda. Bahkan dalam beberapa tahun ini, deretan film bergenre horror menampilkan cerita tentang makhluk-makhluk tersebut, dan didalamnya terdapat pula asal-usul sejarahnya. Makhluk halus atau hantu yang terkenal di Indonesia diantaranya ialah Kuntilanak, Genderuwo, Pocong, Tuyul dan Suster Ngesot, marak diperbincangkan baik di kota maupun di desa. Namun sosok


(13)

2

makhluk-makhluk tersebut masih diragukan bentuk aslinya, contohnya kuntilanak, keberadaan misteri hantu kuntilanak tak lepas dari pengaruh kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hal-hal gaib.

Cerita misteri hantu kuntilanak merupakan salah satu budaya lisan Indonesia yang keberadaanya masih sulit terbukti hingga kini. Ceritanya yang dianggap fiktif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki posisi yang sama dengan cerita rakyat lain. Kuntilanak merupakan hantu yang popular dibicarakan masyarakat Indonesia sebagai hantu wanita yang mengerikan. Dibalik sosoknya terdapat suatu misteri yang menarik, namun masyarakat di Indonesia hanya sekedar tahu akan nama kuntilanaknya saja, tidak tahu asal sejarahnya dan suatu konsep dibalik karakteristiknya. Masyarakat di Indonesia seringkali beranggapan bahwa kuntilanak itu adalah ruh perempuan yang mati penasaran, walapun tidak mengetahui akan latar belakang dan konsepnya, yang terpatri dalam benak masyarakat Indonesia dan fenomena yang sudah terlanjur tersebar ialah jika ada suatu kejadian perempuan hamil yang meninggal, baik disengaja atau tidak maka wanita tersebut sudah bisa dipastikan kelak akan menjadi kuntilanak. Pemikiran yang seperti itu merupakan hal yang tidak bisa dipaksakan karena semua manusia mempunyai persepsi yang berbeda, terutama dalam konteks legenda, selain itu bentuk dan karakteristik menarik dari hantu salah satunya kuntilanak yang aneh juga unik, menimbulkan rasa keingintahuan lebih untuk meneliti keberadaan makhluk tersebut.

Kuntilanak dizaman sekarang banyak ditampilkan sosoknya, keunikan dari karakteristik kuntilanak diminati berbagai media, meskipun kuntilanak adalah legenda urban akan tetapi demi menampilkan hiburan bagi publik, para kreatif muda menampilkan karyanya dalam beberapa media dalam bentuk yang unik, kuntilanak divisualisasikan dalam beberapa karya dalam beberapa media dengan ciri khasnya yang menampilkan kesan keseraman, namun ada pula citra kuntilanak yang diselewengkan dari sifat inti yaitu kesan horrornya yang mencolok menjadi komedi yang kocak dan namun tidak menghilangkan intisari dari kesan kuntilanak yang seram.


(14)

3

Melihat uraian diatas, bisa dikatakan bahwa legenda urban hantu kuntilanak termasuk produk budaya negara Indonesia yang ramai diperbincangkan dan menjadi keunikan tersendiri apabila membahasnya, dan juga sosok hantu kuntilanak sendiri sudah menjadi sosok utama dunia mistis di Indonesia. Namun dibalik itu sejarah dan konsep yang terkandung di dalam sosok tersebut belum sampai di benak masyarakat, berangkat dari itu, timbul ketertarikan akan menginformasikan kembali misteri sosok tersebut dengan berupa media baik itu berupa buku ilustrasi, komik, multimedia interaktif, dan sebagainya agar masyarakat bisa melihat suatu sisi atau pandangan berbeda didalam legenda hantu kuntilanak ini.

I.2 Identifikasi Masalah

Ada beberapa masalah yang ditemukan berdasarkan uraian diatas yaitu:

1. Cerita misteri hantu kuntilanak merupakan salah satu budaya lisan Indonesia yang keberadaanya masih sulit terbukti hingga kini, sehingga asal-usul kuntilanak yang sudah ada masih belum terperinci kejelasannya.

2. Terdapat suatu misteri dibalik sosok hantu kuntilanak yang belum ditampilkan, dimana masyarakat belum banyak mengetahui.

3. Pembentukan wujud, sosok dan rupa hantu kuntilanak belum jelas. 4. Persoalan citra visual berkaitan dengan keberadaan hantu perempuan.

5. Belum ada media yang menerangkan secara rinci mengenai legenda urban kuntilanak ini.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan permasalahan yaitu:

Bagaimana menyajikan suatu paparan hal-hal spesifik berhubungan dengan kuntilanak berdasarkan cerita asal-usul atau legenda, konsep pemikiran logis serta solusi permasalahan yang akan dibuat, yang diangkat dari studi mengenai kehidupan perjalanan manusia, serta sifat yang terkandung didalamnya secara menarik dari segi konten serta materi pembawaannya, serta dapat menjadi sumber referensi dan informasi yang berguna bagi masyarakat kedepannya.


(15)

4 I.4 Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka permasalahan dibatasi pada:

 Pengetahuan akan asal-usul mengenai kisah kuntilanak.

 Pembentukan wujud, sosok dan rupa hantu kuntilanak.

 Pemaparan masing – masing konsep pemikiran perwujudan kuntilanak.

 Bagaimana merancang serta memaparkan kisah dan juga konsep perwujudan kuntilanak secara menarik dari segi konten serta materi pembawaannya agar diharapkan dapat diterima dengan mudah oleh target audiens.

I.5 Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan ini adalah untuk memaparkan salah satu legenda urban di Indonesia yaitu legenda hantu kuntilanak, dengan konsep pemikiran logis yang didalamnya terdapat cerita asal-usul mengenai kuntilanak, dikemas dalam sebuah media yang menarik, cocok untuk kalangan tertentu maupun semua kalangan serta dapat menyentuh benak masyarakat. Sebagai bentuk media informasi yang berguna dan selain itu dapat digunakan serta dapat dieksplorasi secara luas sebagai bentuk pengolahan kreativitas serta emosionalitas pribadi masing-masing.


(16)

5 BAB II

LEGENDA KUNTILANAK

II.1 Pengertian Legenda

Legenda adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat dan diwariskan secara lisan, sedangkan menurut Endarmoko (2006, 370) legenda adalah cerita atau kisah sejarah, dongeng, hikayat, atau tambo.

Jan Harold Brunvard (Danandjaja, 1984, 67) mengemukakan penggolongan legenda sebagai berikut:

a) Legenda Keagamaan (Religious Legends) meliputi legenda orang-orang suci, misalnya legenda suci Nasrani, legenda Wali Sanga di Pulau Jawa, legenda Syeh Siti Jenar, legenda Makam Pangeran Panggung, Hagiography (legends of Saints) merupakan legenda suci Nasrani yang telah diakui dan disyahkan oleh Gereja Katholik Roma. Hagiography sendiri berarti tulisan karangan, atau buku mengenai kehidupan orang-orang yang saleh. Ia merupakan bagian kesusastraan agama dan masih berupa folklor karena versi asalnya masih tetap hidup diantara rakyat.

b) Legenda Alam Gaib (Supernatural Legends) CW. Von Sydow (Sulastin Sutrisno, Daru Suprapto, dan Sudaryanti, 1991, 469) memberikan nama legenda alam gaib dengan sebutan memorate, yaitu kisah pengalaman seorang pribadi mengenai pengalaman dengan makhluk dari dunia gaib, seperti hantu, roh halus, siluman, dan sebagainya. Legenda ini berfungsi untuk membenarkan suatu kepercayaan (takhayul). Yang termasuk legenda alam gaib adalah mengenai tempat-tempat angker, orang sering mendapat larangan-larangan untuk melewatinya dan harus mengadakan ritual tertentu agar tidak terkena akibat dari tempat angker tersebut.

c) Legenda Perseorangan ialah suatu kisah mengenai orang-orang tertentu yang dianggap pengarangnya memang ada dan pernah terjadi, yang termasuk dalam


(17)

6

legenda perseorangan antara lain: Pahlawan-pahlawan termasuk juga raja, pangeran, dan orang dari kalangan rakyat biasa yang gagah berani.

d) Legenda Setempat ialah suatu kisah yang ada kaitan eratnya dengan suatu kisah tertentu yang termasuk legenda setempat antara lain: Mengenai nama suatu tempat, asal bentuk aneh dari suatu daerah, dan lain-lain.

Legenda Urban merupakan mitos atau legenda kontemporer yang seringkali dipercaya secara luas sebagai sebuah kebenaran. Kebanyakan berkaitan dengan misteri, horror, ketakutan, humor, atau bahkan kisah moral.

II.2 Makhluk Halus / Hantu

II.2.1 Makhluk Fisik dan Non-fisik

Seperti yang diketahui manusia dan makhluk lain hidup berdampingan, menurut dalamdiri.com manusia hidup di dunia fisik, dan banyak mahkluk lain yang tidak tampak yang juga ada disekeliling manusia serta memiliki alam yang berbeda. Makhluk-makhluk non-fisik ini sebagaimana halnya manusia juga bisa marah jika kita bertingkah laku tidak sopan atau tidak berkenan dalam pandangan mereka (anonim, 2011, para 5).

Sebelum manusia lahir ke dalam tubuh fisik seperti saat ini, manusia ada atau berada dalam bentuk non-fisik atau energi, yang kemudian disempurnakan bentuknya dengan dibungkus oleh jasad dan disertai dengan ruh Allah, yang ketiganya terbentuk didalam rahim seorang ibu. Untuk datang ke dunia dalam bentuk fisik yang juga membawa bagian dari batin yang kemudian dikenal sebagai sumber energi atau soul diproyeksikan ke dalam kesadaran fisik manusia, menjadi dua aspek yang berbeda yakni makhluk fisik dan makhluk non-fisik. meskipun secara kasat mata manusia hidup, bernapas, berpikir dan sebagainya menggunakan media fisik atau jasad, terdapat sesuatu yang lain dalam diri manusia yang juga membutuhkan hal yang sama dengan cara yang berbeda.

"Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah


(18)

7

menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Al Insaan: 1 -3.

Seperti kehidupan fisik mengembang melalui pengalaman, batin juga mengalami ekspansi dengan berbagai kegiatan yang telah manusia lakukan baik ketika sadar atau tidak sadar dan memutuskan apa yang manusia inginkan, batin memberikan perhatian penuh untuk versi tersebut yang kemudian diperluas kedalam kehidupan fisik manusia dan menjadi setara dengan getaran itu.

II.2.2 Definisi Hantu

Makhluk halus dipercaya keberadaannya oleh hampir semua umat manusia yang mempercayai adanya Tuhan, meskipun hanya sebagian kecil yang mengaku pernah melihat makhluk halus secara langsung. Beberapa urban legend atau legenda urban juga mengenal berbagai macam bentuk makhluk halus yang biasanya terkait dengan riwayat sebab-akibat kematian orang yang menjadi makhluk halus. Meskipun bukan merupakan hantu, beberapa bentuk makhluk supranatural dikenal pula dalam mitos masyarakat, yang dianggap sebagai cara seseorang dalam menempuh ilmu tertentu atau mencari kemuliaan. Makhluk halus secara umum bisa dihubungkan pada kehidupan setelah kematian. Makhluk halus juga dikaitkan dengan roh atau arwah yang meninggalkan badan karena kematian. Tidak mempunyai tubuh kasar seperti manusia, hanya bayangan badan dan biasanya digambarkan berkilauan, berbayang, seperti kabut, atau bayangan. Definisi dari makhluk halus pada umumnya berbeda untuk setiap agama, peradaban, maupun adat istiadat.

Pada agama monotheisme seperti Islam, pemahaman tentang misteri hantu ini sudah demikian gamblang dijelaskan. Dalam situs anneahira.com menerangkan bawa hantu merupakan salah satu ciptaan Tuhan yang tergolong sebagai bangsa jin. Mereka ini akan mengganggu kehidupan manusia dalam proses menyembah Tuhan. Umat Islam, bahkan mayoritas beragama mengakui adanya sesuatu yang bernama jin. Namun pemahaman para pakar, baik Muslim maupun non-Muslim, menyangkut


(19)

8

hakikat jin tidak sepenuhnya sama. Pakar-pakar Islam yang rasional tidak mengingkari bahwa ayat-ayat al-Qur‟an berbicara tentang jin.

II.3 Kuntilanak

Tidak ada sumber konkrit yang jelas tentang kuntilanak secara luas namun terdapat media sumber pendukung yang mengarah dan menjelaskan secara ringkas akan sejarah dan penjelasan sosok kuntilanak tesebut. Situs sejuta-jalan.blogspot.com menerangkan bahwa kuntilanak dipercaya masyarakat sebagai hantu yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, atau wanita yang meninggal karena melakhirkan dan anak tersebut belum sempat lahir (anonim, 2013, para 1). Berdasarkan kepercayaan dan tradisi masyarakat Jawa, kuntilanak tidak akan mengganggu wanita hamil bila wanita tersebut selalu membawa paku, pisau, dan gunting bila bepergian kemana saja. Hal ini menyebabkan seringnya ditemui kebiasaan meletakkan gunting, jarum dan pisau di dekat tempat tidur bayi.

Menurut kepercayaan masyarakat Melayu, benda tajam seperti paku bisa menangkal serangan kuntilanak. Ketika kuntilanak menyerang, paku ditancapkan di lubang yang ada di belakang leher kuntilanak. Sementara dalam kepercayaan masyarakat Indonesia lainnya, lokasi untuk menancapkan paku bisa bergeser ke bagian atas ubun-ubun kuntilanak.

II.3.1 Kisah tentang Kuntilanak

Seorang paranormal bernama Abu, dalam blognya portalpurba.blogspot.com, menerangkan tentang asal-usul kuntilanak, berikut ringkasan kisahnya:

Dahulu kala, di suatu kerajaan di Kalimantan Barat daerah pantai utara, ada kejadian yang sangat memalukan, yang dilakukan oleh salah seorang putri dari kerabat keluarga kerajaan itu. Sang putri hamil diluar nikah, tindakan yang dilakukannya itu merupakan aib besar bagi keluarga kerajaan yang menjunjung tinggi etika kehormatan. Pendek cerita, karena khawatir mencemarkan nama baik keluarga dan saat itu si putri pun memutuskan sikap diam-diam ia berangkat menuju arah


(20)

9

Pontianak. Sesampainya di daerah air hitam, di sebuah pulau di tengah-tengah sungai Kapuas disanalah ia mengasingkan diri hidup sebatang kara, menanggung derita seorang diri hingga sampailah ia sekarang ditempat yang jauh dari kehidupannya dahulu. Bulan demi bulan terlewati, tubuh cantiknya semakin tertutupi oleh rambut panjangnya yang kini tak teratur sementara perutnya semakin lama semakin membesar tetapi juga ia semakin kurus. Kadang kala jika teringat kesalahannya si puteri sering menangis, kadang tertawa dan berteriak-teriak. Akhirnya, pada suatu saat karena tidak mampu menanggung derita si puteri itu meninggal dunia karena sakit dan merana. Tak ada tempat kuburnya, meninggal begitu saja tanpa ada yang tahu. Si puteri meninggal dalam keadaan tidak wajar kondisinya pun sedang hamil besar dan siap melahirkan, tetapi karena tidak tenang dalam meninggalnya, pada malam hari setelah siang ia meninggal, si puteri tiba-tiba bangkit dari kematiannya.

Dia bangkit dari kematian yang tak wajar, pertama yang ditujunya adalah sebuah pohon besar dekat pondok rumahnya. Pohon itu paling tua di pulau tersebut dan ditengah batang pohon terdapat lubang yang cukup besar, entah pohon apa namanya dan tinggalah ia disana. Karena sudah siap melahirkan, hantu si puteri itupun akhirnya melahirkan di lubang pohon itu. Kadangkala hantu si puteri ini sering terlihat oleh nelayan yang kadang singgah di pinggir pulau tersebut sambil menggendong bayi, sehingga orang kampung setempat menyebutnya “Kunti Anak”atau perempuan yang menggendong anak atau dalam bahasa Malaysia “Puan Anak” hingga menjadi kalimat “Kuntilanak” atau “Puntianak”. Itulah asal mula penyebutan “kuntilanak”atau”Hantu Puntianak”.

II.3.2 Sosok Kuntilanak dalam Sejarah Kota Pontianak

Di lihat dari sejarah kota Pontianak, kota tersebut mendapat namanya karena konon Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak, diganggu hantu ini ketika akan menentukan tempat pendirian istana. Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan empat belas perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu


(21)

10

dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.

Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan shalat dzuhur itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.

Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung Dalam Bugis Pontianak Timur atau kota Pontianak. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.

II.3.3 Wujud Kuntilanak

Gambar II.1 Sosok Kuntilanak

Sumber : http://malesbanget.com/2011/11/asal-inspirasi-film-kuntilanak-duyung (15 April 2013)


(22)

11

Agak bebeda dengan gambaran menurut tradisi Melayu, kuntilanak menurut tradisi Sunda tidak memiliki lubang di punggung dan hanya mengganggu dengan penampakan saja. Jenis yang memiliki lubang di punggung disebut Sundel Bolong. Kuntilanak konon juga menyukai pohon tertentu sebagai tempat bersemayam, misalnya waru yang tumbuh condong ke samping (populer disebut “waru doyong”). Ciri – ciri spesifik yang terdapat pada Kuntilanak:

1. Tertawa melengking

2. Rambut terurai panjang dan acak 3. Menangis

4. Berwajah pucat

5. Sering hinggap dan menghuni pada pepohonan

6. Menyukai puing-puing bangunan atau bangunan kosong

7. Sering bertempat di muara sungai atau pinggiran danau atau kolam 8. Terdapat bau kamboja yang menyengat ketika datang

9. Terdengar suara anak ayam ketika sosok tersebut datang

10.Jika suara ayam tersebut terdengar dekat maka sosok kuntilanak tersebut jauh 11.Sebaliknya, jika suara anak ayam terdengar jauh maka sosok tersebut dekat 12.Memakai gaun putih kusut

II.4 Konsep Pembentukan Wujud dalam Studi Kasus Kuntilanak

Dibalik sosok kuntilanak yang diketahui masyarakat bahwa makhluk tersebut masih simpang siur asal muasalnya serta bagaimana ia terwujud, namun secara antropologis di dalam pembentukan wujud kuntilanak terdapat paparan logis yang mendukung pembentukan wujudnya. Hal ini terkait dengan keberadaan wujud hantu-hantu perempuan.

II.4.1 Perempuan Beserta Sifatnya

Konsep penciptaan perempuan merupakan hal yang sangat mendasar untuk dibahas. Berangkat dari hal ini, maka dapat ditarik benang merah konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Al-Quran tidak menyebutkan secara rinci tentang


(23)

12

asal-usul penciptaan perempuan, tetapi Al-Quran menolak berbagai persepsi yang membedakan diantaranya. Al-Quran surat An-Nisa’ ayat pertama menyebutkan: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki dan perempuan yang banyak.”. Ada hadits shahih nabi yang menyebutkan bahwa “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah). Melalui hadits tersebut, banyak yang memahami bahwa perempuan dipandang remeh derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan laki-laki.

Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian kiasan, dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, bila tidak disadari akan dapat kemungkinan mengantarkan kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Walaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok (Quraish, 2013, para 21).

Menurut laman muda.kompasiana.com perempuan dianugrahi Tuhan dengan sikap dan kelembutannya, parasnya yang mampu meneduhkan hati kaum lelaki, harga diri yang terbungkus erat dengan norma agama dan prinsip hidupnya. Tidak dipungkiri perempuan adalah makhluk yang sering menempatkan segi emosional dibanding logika. Perempuan adalah penyeimbang dunia dan akhirat (RIS, 2013, para 1). Pergumulan batin lama, pemahaman masalah, menimbang rasa sering membuatnya terlihat meragu dalam memutuskan. Banyaknya perempuan dewasa sering mengalami masa keraguan itu. Jodoh, karier, ataupun sosial menjadi hal yang riskan untuk mereka bertahan lama disana. Pendidikan tinggi, luasnya pergaulan, pengalaman hidup (sendiri/orang lain) adalah hal-hal yang mendorong mereka berdiam diri lama dalam proses pengambilan keputusan itu.


(24)

13

Perempuan dewasa memandang penuh segi-segi yang terlibat dalam suatu masalah. Secara kronologis, mereka mampu mencari pembanding dari suatu hipotesa (RIS, 2013, para 3). Perempuan sekarang berbeda dari zaman ke zaman. Mereka belajar menjadi logis dalam emosional yang dominan. Memutuskan menikah dengan orang yang mereka anggap tepat sering membolak-balikan logisnya dan mendorong emosionalnya untuk maju. Bahwasanya, perempuan adalah manusia yang aktif bukan pasif, mereka berhak menerima apalagi menolak.

Hidupnya kompleks, memaksanya untuk mampu menyelaraskan logika dan emosional dalam satu waktu. Mereka berpikir keras dan dalam saat mereka berpikir mencari solusi atas fakta dan hipotesa, melibatkan argumentasi hebat di buah pikir berdasarkan nilai-nilai. Mereka bukanlah perempuan biasa. Bekerja, mengurus anak, menjalani bagian dari masyarakat, istri ataupun peran lainnya, perempuan layak diapresiasikan tinggi.

II.4.2 Keterpurukan atas Kedudukan Perempuan

Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Al-Quran terdapat sekian banyak peradaban besar, seperti Yunani, Romawi, India, dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, Buddha, Zoroaster, dan sebagainya. Masyarakat Yunani yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan hak dan kewajiban wanita. Di kalangan elite mereka, wanita-wanita ditempatkan (disekap) dalam istana-istana. Dan di kalangan bawah, nasib wanita sangat menyedihkan. Mereka diperjualbelikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun tidak ada. Pada puncak peradaban Yunani, wanita diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera lelaki (Quraish, 2013, 391).

Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan


(25)

14

membunuh. Keadaan tersebut berlangsung terus sampai abad ke-6 Masehi. Segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki.

Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari peradaban-peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ini baru berakhir pada abad ke-17 Masehi. Wanita pada masyarakat Hindu ketika itu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa. Petuah sejarah kuno mereka me ngatakan bahwa "Racun, ular dan api tidak lebih jahat daripada wanita." Sementara itu dalam petuah Cina kuno diajarkan "Anda boleh mendengar pembicaraan wanita tetapi sama sekali jangan mempercayai kebenarannya."

Dalam ajaran Yahudi, martabat wanita sama dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam terusir dari surga.

II.4.3 Kelemahan Wanita

Di dalam situs anneahira.com menerangkan bahwa faktor lain yang selama ini dianggap menjadi kelemahan wanita sehingga menjadikan wanita kerap menduduki posisi nomor dua diantaranya masalah perasaan. Kodrat wanita yang memiliki perasaan lebih halus menjadikan wanita lebih sering mengedepankan masalah perasaan daripada logika dan rasionalitas dalam mengambil keputusan. Tentu saja dengan memiliki perasaan yang lebih halus, selayaknya wanita bersyukur. Masalahnya adalah bagaimana mengelola perasaan itu sehingga menjadi keunggulan dan bukan sebaliknya menjadi kelemahan.

Sosok perempuan yang lekat pada wujud kuntilanak hingga kini menjadi pernyataan yang sering dipertanyakan, wujudnya yang seram bersimpangan dengan karakteristik pada sosok perempuan itu sendiri, peran perempuan yang biasa diagungkan dan dipuja sebagai pusat, sumber kehidupan, awal dari kehidupan, hingga kesuburan menjadi simbol tersendiri bagi kaum perempuan, namun jika dilihat


(26)

15

kembali pada sosok kuntilanak yang dibilang bergender perempuan, kesan simbolis yang dimiliki perempuan tidak tampak bahkan hilang, justru kesan yang ditimbulkan menjadi kebalikannya, berlawanan dari kesan positif pada perempuan, sosok ini lebih menonjolkan aura negatif seperti depresi, dendam, sakit hati, kelam dan sifat lemah lainnya, hal ini dapat disimpulkan menjadi suatu konsep perwujudan sosok kuntilanak yang terkesan seram, di satu sisi mereka mempunyai kelemahan pada jasmani dan rohani, salah satunya adalah hati mereka yang rapuh serta rentan, maka dari itu mereka mudah sekali untuk merasa sakit hati atau merasa tidak enak terhadap perasaan atau kelakuan seseorang.

II.4.4 Tragedi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tragedi adalah sandiwara sedih (pelaku utamanya menderita kesengsaraan lahir dan batin yang luar biasa atau sampai meninggal). Dalam tragedi, si pelaku biasanya memiliki kualitas-kualitas yang baik namun mengalami nasib yang buruk dan menyebabkan dirinya, atau kerabat dan sahabatnya, mengalami masalah. Tragedi adalah peristiwa menyedihkan. Namun tragedi seringkali muncul secara alamiah, disebut alamiah karena tragedi adalah bagian integral dari realitas itu sendiri. Menurut Zizek, tragedi itu adalah the real, yakni situasi yang tak terkatakan, yang melepaskan manusia dari jaring-jaring rutinitas yang menghanyutkan. Dalam arti ini setiap orang mengalami tragedi dalam keseharian hidupnya (Žižek, 1989).

II.4.5 Kematian

Secara biologis, kematian didefinisikan sebagai berhentinya semua fungsi vital tubuh meliputi detak jantung, aktifitas otak, serta pernapasan (Singh, 2005). Terdapat banyak cara untuk memandang kematian. Empat pandangan yang dapat dimiliki oleh individu terhadap kematian menurut Kalish (1985) adalah:


(27)

16

1) Kematian sebagai pengatur waktu

Kesadaran individu bahwa waktu yang dimilikinya terbatas memengaruhi caranya menguunakan waktu. Jika waktu itu terbatas, individu akan cenderung untuk melakukan banyak hal yang tidak perlu membuat prioritas atau melepaskan beberapa pilihannya.

2) Kematian sebagai sebuah ganjaran

Melalui sudut pandang ini, kematian secara bersamaan dinilai sebagai hukuman yang diterima terhadap dosa-dosa, terlepasnya individu dari rasa sakit, juga sebagai hadiah karena dapat mengalami transisi menuju eksistensi yang baik.

3) Kematian sebagai sebuah transisi

Kematian dipandang sebagai sebuah transisi menuju kehidupan yang lain, suatu kehidupan setelah kematian. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, orang yang berusia lanjut cenderung untuk mempercayai adanya kehidupan setelah kematian.

4) Kematian sebagai sebuah kehilangan

Kematian dipandang sebagai momen yang yang mengakibatkan kehilangan bagi individu; kehilangan pengalaman, kehilangan orang, tempat, dan benda-benda, kehilangan kontrol dan kompetensi, kapasitas untuk melanjutkan karya dan rencana-rencana yang dimiliki, serta tubuh dan fisiknya.

II.4.5.1 Kehidupan Setelah Kematian

Sosok seram kuntilanak menunjukan bahwa wujud tersebut melambangkan hal negatif yang terdapat di dalam dirinya, hal ini diperkuat oleh poin-poin yang sebelumnya dipaparkan, serta dalam proses kematian sifat negatif tersebut terbawa mati menuju alam setelah kematian sehingga terwujud menjadi sosok seram tersebut.


(28)

17

Menurut Spiritual Science Research Foundation, dalam pengetahuan agama Buddha, pada saat kematian, sewaktu tubuh fisik menjadi tidak aktif, energi vital yang digunakan untuk fungsi tubuh fisik dibebaskan ke Alam Semesta. Energi vital ini mendorong tubuh halus menjauh dari wilayah Bumi pada saat kematian.

Spiritual Science Research Foundation juga menambahkan dalam laman blognya www.spiritualresearchfoundation.org menerangkan bahwa „Berat' dari tubuh halus itu terutama merupakan fungsi dari jumlah komponen dasar halus tama dalam diri seseorang.

Ketiga komponen dasar halus pada manusia masing-masing terdiri dari tiga komponen dasar halus atau non-fisik (tak kasat mata) atau gunas. Komponen ini bersifat spiritual dan tidak dapat dilihat, tetapi mereka menentukan kepribadian-kepribadian pada seseorang. Ketiga komponen itu adalah:

Sattva: Kemurnian dan pengetahuan

Raja: Aksi dan gairah

Tama: Ketidaktahuan dan inersia. Di dalam rata-rata orang di era saat ini, komponen halus dasar tama mereka mencapai 50%.

Gambar II.2 Diagram komponen halus

Sumber:http://www.spiritualresearchfoundation.org/indonesian/spiritualresearch/spiritualsci ence/afterdeath(15 April 2013)

Ketika manusia semakin dipenuhi dengan banyak komponen-komponen raja dan tama, semakin pula menampilkan karakteristik-karakteristik


(29)

18

berikut yang menambah ke dalam 'berat' manusia dan berdampak pada alam eksistensi dimana manusia tersebut pergi dalam kehidupan setelah kematian:

 Lebih melekat pada hal-hal duniawi dan keegoisan

 Lebih banyak hasrat keinginan yang tak terpenuhi

 Perasaan-perasaan balas dendam

 Lebih tingginya jumlah kekurangan atau perbuatan-perbuatan salah

 Lebih tingginya jumlah gangguan kepribadian seperti marah, takut, keserakahan, dan lain-lain.

 Jumlah ego yang lebih tinggi: Ego yang maksud adalah berapa banyak seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh, pikiran dan intelek (kecerdasan) dan bukan dengan jiwa (roh/ atma) di dalam

 Menghasilkan tingkat spiritual yang lebih rendah

Penurunan permanen dalam proporsi komponen dasar halus tama dan karakteristik-karakteristik terkaitnya seperti yang disebutkan di atas, dapat terjadi hanya dengan melakukan praktik spiritual terus-menerus yang sesuai dengan enam hukum dasar dari praktik spiritual. Perbaikan psikologis melalui buku-buku perbaikan diri atau mencoba bersikap baik hanyalah bersifat dangkal dan sementara.

Ada dua jenis kematian yang berkaitan dengan waktunya.

Kematian akhir yang ditakdirkan: Ini adalah saat kematian tidak bisa dihindari oleh seseorang.

Kematian yang 'mungkin' terjadi: Ini adalah keadaan dimana seseorang 'kemungkinan' dapat meninggal. Setiap orang dapat mengalami 'kemungkinan' meninggal ketika orang itu hampir meninggal, tetapi dapat diselamatkan akibat dari jasa-jasa/ kebaikan-kebaikannya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa sosok kuntilanak sebelum berubah wujud menjadi sosok seram yang diketahui masyarakat, sosok kuntilanak telah melalui beberapa tahap yang mendukung perwujudan, dimulai dari bagaimana sosok tersebut hidup sebagai manusia, mendapat nasib buruk yang akhirnya berujung kematian, dan saat


(30)

19

kematian terjadi, sifat alamiah manusia terbawa, sehingga mendukung perwujudan itu berlangsung dan setelah kematian perwujudan sosok itu dimulai, bisa bermacam-macam bentuk wujudnya, tidak hanya terpaku pada kuntilanak saja.

II.4.6 Pengertian Buku Ilustrasi

Buku (seperti dikutip W.J.S Peorwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2003) dapat didefinisikan sebagai bendel kertas, lembar kertas yang berjilid, bendel kertas yang bertuliskan yang berisi disiplin ilmu tertentu.

Buku ilustrasi merupakan buku yang didalamnya terdapat lukisan yang mendukung daya khayal dalam cerita. Buku banyak macamnya, dan salah satu diantaranya adalah buku ilustrasi, didalam buku ilustrasi terdapat banyak gabungan mulai dari isi buku yang berupa teks tulisan (kumpulan huruf-huruf) dengan ilustrasi.

Istilah ilustrasi berasal dari bahasa latin yaitu „ilustrare’ yang artinya menerangkan sesuatu. Ilustrasi sendiri (seperti dikutip W.J.S Peorwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2003) adalah lukisan (gambar, foto) yang dimaksudkan untuk membantu memperkuat daya khayal atau memperjelas maksud uraian. Dari kedua gabungan tersebut, yang membuat isi dari buku terlihat lebih hidup adalah ilustrasi yang ada didalam buku tersebut.

Melalui gambar ilustrasi, diharapkan isi bacaan mudah dipahami. Seperti yang dikutip http://www.scribd.com/doc/28681139/Kartun-Dan-Seni-Ilustrasi. Gambar ilustrasi yaitu gambar yang dipakai untuk menjelaskan atau menerangkan sesuatu berupa teks, cerita, keadaan, adegan dan peristiwa.. Sebagai contoh, untuk menjelaskan lokasi daerah lebih mudah jika ditunjukan dengan peta, begitu pula untuk mengetahui bagian-bagian pada organ tubuh akan lebih jelas jika menggunakan gambar ilustrasi.

Ilustrasi juga dalam pembuatannya dapat menggunakan berbagai macam cara, diantaranya:

 Teknik gambar tangan (drawing), yaitu ilustrasi yang digambar dengan tangan.


(31)

20

 Teknik gabungan antara gambar teknik dan fotografi.

Dalam http://bukansholeh.wordpress.com/2011/02/20/ dijelaskan jenis-jenis ilustrasi pada media cetak, seperti pada buku, majalah, tabloid dan media cetak lainnya yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :

 Ilustrasi untuk karya ilmiah, seperti buku pelajaran, ilmu pengetahuan dan tabloid.

 Ilustrasi untuk karya ilmiah umumnya berupa bentuk realis, bentuk simbolis dan ada juga yang berupa bagan, skema, table dan peta.

 Ilustrasi untuk karya sastra, seperti puisi, cerpen dan novel.

II.4.7 Pengertian Gothic

Sekarang-sekarang ini banyak yang menyebutkan istilah Gothic, khususnya dalam segi seni dan musik, namun gothic disini bukan Gothic Style yang muncul pada abad XVII, melainkan sebuah subkultur yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Subkultur Gothic lahir di Inggris tahun 80-an setelah kematian post-punk. Diambil abunya, lahirlah Gothic.

Menurut situs http://asiaaudiovisualexc09hermawansaputra.wordpress.com itulah kenapa baju hitam dan lain-lain masih dipengaruhi Post-Punk. Subkultur Goth diawali lagu Bauhaus, Bela Lugosis Dead, yang dicirikan atmosfer kelam dan efek reverb gitar.

Mula-mula istilah goth hanyalah olok-olok media terhadap Bauhaus dan band-band sejenisnya yang saat itu lagi populer, tapi malah dari istilah itu lahirlah subkultur baru yang menggantikan Post-Punk, yaitu Gothic.

Gothic sendiri mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu lekat dengan nuansa hitam, baik itu dalam segi seni atau pun gaya dalam berbusana, baik laki-laki maupun perempuan, dan juga disangkutpautkan dengan hal-hal yang bersifat seram seperti misteri, setan, dan lain-lain.


(32)

21 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang dibuat adalah mengangkat cerita mengenai legenda urban hantu Kuntilanak, serta menemukan konsep dibalik keseraman wujud, transisi perwujudan, serta bentuk karakteristiknya.

Untuk itu, penulis membuat solusi dengan membuat media penjangkau informasi yang didalamnya terdapat informasi beserta penggambaran model yang dirangkum dan dituangkan kedalam karya berbentuk buku ilustrasi, berisikan asal-usul, pengenalan sosok, konsep, serta karakteristik, dibuat relevan dengan zaman, fungsi media ini sebagai pengenalan lebih dalam akan informasi mengenai Legenda Kuntilanak yang sudah ada.

Menentukan segmentasi ditujukan agar pesan yang disampaikan tepat dan mudah dipahami masyarakat.

Demografis remaja hingga dewasa dengan rentang umur antara 18 tahun hingga 40 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, latar belakang setidaknya mengenyam bangku SMA, dan jenis pekerjaan dan pendapatan yang beragam.

Geografis daerah perkotaan besar di Indonesia yang mempunyai jalur distribusi luas akan perdagangan buku.

Psikografis personal atau pribadi yang memiliki rasa keingintahuanyang lebih terhadap fenomena dan informasi yang ada, yang terbiasa akan pemikiran-pemikiran sumber yang logis serta bagi pembaca buku yang bertema fiksi dan sebagainya.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi baik berupa tulisan, visual atupun verbal. Dalam penyampaian sebuah pesan, perlu sebuah


(33)

22

pendekatan komunikasi tentang target audiensnya, dimana dalam pemilihan bahasa verbal yang akan dikomunikasikan mudah dimengerti oleh target, begitu pula dengan visualisasinya.

Pendekatan komunikasi yang dilakukan dalam media informasi mengenai Legenda Kuntilanak dengan komunikasi naratif didampingi oleh visual, menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari namun tetap baku. Menggunakan pendekatan komunikasi naratif dengan menggunakan gaya bahasa kesusastraan yang hiperbolik dan juga kelam, bahasa yang informatif memberi kesan edukasi pada si pembaca, seperti halnya buku ilmiah.

III.1.2 Pendekatan Verbal

Karena target audiensnya adalah remaja hingga dewasa, maka bahasa yang akan digunakan adalah dengan menggunakan kombinasi bahasa yaitu Bahasa Indonesia yang sering digunakan dalam lingkungan pergaulan sehari-hari dan bahasa Inggris. Dengan tujuan agar pesan yang ingin disampaikan dapat mudah diterima khususnya remaja yang menjadi target audiensnya karena remaja saat ini lebih berkembang dalam segi bahasa serta ketertarikannya hal ini berkesinambungan dengan perkembangan zaman serta globalisasi.

Maksud dari pendekatan verbal ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat khususnya personal atau pribadi yang memiliki rasa keingintahuan yang lebih terhadap fenomena dan informasi yang ada, yang terbiasa akan pemikiran-pemikiran sumber pemaparan yang logis.

Tujuan dari komunikasi ini agar seluruh masyarakat yang dijadikan segmentasi dapat memahami pemaparan-pemaparan materi yang ada secara spesifik dan bertahap mengenai kuntilanak, dari mulai asal-usul, konsep pemikiran hingga pemikiran logis yang terdapat dalam legenda urban kuntilanak.


(34)

23 III.1.3 Strategi Verbal

Teknik penulisan cerita menjadi salah satu titik penting yang dapat menentukan kesuksesan buku ini. Dimana konsep penceritaan buku ini adalah dengan membuat buku yang kemudian dikemas seolah-olah menjadi sebuah jurnal investigasi misteri dari seorang jurnalis yang menuliskan penelitian berdasarkan survey serta hasil penelitian dari fenomena misteri kuntilanak serta perbandingan studi penelitian yang diambil dari kasus lain yang sama kisahnya.

Oleh karena itu sudut pandang yang digunakan dalam buku ini adalah “sudut pandang orang ketiga sebagai pelaku tambahan/sampingan”, pengarang dalam hal ini menempatkan dirinya sebagai peneliti dalam cerita, yang memaparkan hasil studi dan penelitiannya menjadi cerita. Keberadaan „Aku‟ didalam cerita hanyalah sebagai saksi. Dengan demikian tokoh „Aku‟ bukanlah pusat dari cerita. Hanya bertindak sebagai peneliti yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami oleh tokoh lain yang menjadi tokoh utama sesuai jurnalnya serta hasil penelitiannya, misalnya seperti:

“Kuntilanak .. ya, hantu kuntilanak yang biasa diceritakan masyarakat sebagai hantu wanita yang mati dalam keadaan hamil, dan tentu saja wajah serta sosok seramnya yang terkenal diyakini masyarakat sebagai hantu yang menyeramkan.

Namun setelah mendengar sejarah yang tersebar akan asal-usul makhluk tersebut, aku merasa kisahnya tidak masuk akal, yang aku tidak habis pikir akan sosoknya tersebut, hal apa yang menyebabkan ia seperti itu, dan juga pasti terjadi sesuatu sehingga ia menjadi seperti itu, aku mulai penasaran, karena asal-usul cerita kuntilanak yang sudah tersebar kurasa itu belum sempurna juga kurang rinci pembahasannya“.


(35)

24 III.1.4 Strategi Kreatif

Melanjutkan informasi yang sudah ada sehingga lebih lengkap dan menarik bagi khalayak, begitu juga kalangan remaja sekarang sudah mampu menentukan pemilihan media yang tepat dan bebas untuk kepentingan pribadinya, namun jika sekedar data saja itu belum cukup menarik untuk dinikmati, maka diambilah media berbentuk atau buku ilustrasi. Book Illustration sendiri merupakan sebuah bentuk ilustrasi yang muncul dalam buku-buku. media berbentuk buku yang kerap digunakan sebagai bentuk dokumentasi dari karya-karya seni oleh seorang artis maupun industri lainnya. Dalam media ini konten cerita serta visual dibuat semenarik mungkin sesuai tema dengan informasi materi yang faktual dan informatif, serta bisa berfungsi lain bentuknya serta konten yang jarang dibahas menjadi nilai tambah tersendiri, serta dalam bentuk dari segi fisik yaitu buku dapat pula dijadikan salah satu benda koleksi sebagai kepuasan pribadi.

Didalam buku terdapat berbagai perbedaan cara memvisualisasikan ilustrasi, dalam cerita-cerita pertama ilustrasi dibuat bercerita, sementara dalam bab atau chapter berikutnya ilustrasi dibuat seakan-akan mewakili materi yang dibawakan dengan ilustrasi berupa simbol.

Dari strategi kreatif ini kemudian penulis mengembangkan isi buku informasi dari sebuah sinopsis yang kemudian berkembang kembali menjadi storyline dan siap untuk disusun.

a. Sinopsis

Legenda urban kuntilanak adalah salah satu legenda yang terdapat di Indonesia, hal itu dikarenakan terdapatnya sejarah akan legenda tersebut, sosok kuntilanak yang menyeramkan menjadi misteri tersendiri bagi masyarakat umum akan sejarah atau asal-usul mengenai bagaimana ia terwujud serta peristiwa apa yang terjadi sehingga menjadi alasan ia terwujud.

Alkadrie Kataru, seorang jurnalis muda berhasil menguak rahasia dibalik sosok seram kuntilanak, lewat investigasi misteri akan legenda urban tersebut, ia dokumentasikan paparan misteri yang telah terkuak dan ia


(36)

25

temukan lewat jurnalnya. Dimana didalamnya berisikan sejarah, cerita asal-usul atau legenda, serta konsep pemikiran logis yang sebelumnya belum pernah terungkap.

b. Storyline

Storyline merupakan pengembangan dari sinopsis yang dibuat, storyline ini terdiri dari deskripsi dan berita informasi. Berikut storyline mengenai penjabaran besar alur cerita buku ilustrasi kuntilanak:

Pendahuluan Chapter I

- Legenda Urban (definisi serta contoh) a) Hantu (definisi dan contoh)

b) Makhluk Fisik dan Non-fisik (Definisi) c) Fenomena (fenomena yang terjadi saat ini)

d) Ciri-ciri (menjelaskan ciri-ciri mengenai kuntilanak)

Chapter II

Wujud (pemaparan konsep pemikiran logis) - Asal-usul, Perempuan dan Tragedi

a) Asal-usul mengenai kuntilanak

b) Peran penting kuntilanak pada pembentukan kota Pontianak

Chapter III

Kematian (definisi)

a) Perempuan (definisi dan sejarah)

b) Sifat Perempuan (penjabaran mengenai sifat dasar perempuan) c) Sisi Negatif Perempuan (penjelasan mengenai sisi negatif

perempuan)

d) Cerita Pahit (Sejarah kelam perempuan)

e) Kelemahan (menjelaskan Kelemahan apa saja yang terdapat pada perempuan)


(37)

26

f) Hubungan Kausal (hubungan sebab-akibat)

g) Berbagai macam bentuk tragedi (pemaparan bentuk tragedi) h) Transisi Hidup – Mati (penjabaran)

i) Perwujudan (berbagai macam perwujudan)

Chapter IV

Kesimpulan serta skema perwujudan

c. Alur Cerita

Alur cerita atau sering disebut plot adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung-menyambung dalam suatu cerita. Peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita, tidak hanya berupa tindakan-tindakan fisik tetapi juga yang bersifat nonfisik. Tindakan fisik, misalnya: ucapan, gerak-gerik, sedangkan tindakan nonfisik, misalnya: sikap, kepribadian, cara berpikir.

a) Alur dapat dibagi berdasarkan kategori kausal dan kondisinya. A.Berdasarkan Kausal:

1. Alur Urutan (Episodik). 2. Alur Mundur (Flashback). 3. Alur Campuran (Eklektik). b) Berdasarkan Kondisi:

1. Alur Buka. 2. Alur Tengah. 3. Alur Puncak. 4. Alur Tutup.

Perancangan buku ilustrasi kuntilanak sendiri memakai alur campuran, hal ini karena materi yang disampaikan mempunyai dua alur, dimulai dari alur mundur (flashback) lalu dilanjutkan dengan alur urutan (Episodik).


(38)

27 III.1.5 Strategi Media

Untuk mendukung kesan dari tema yang mistik dan sebagai sebuah objek penelitian keilmuan, maka bentuk buku ilustrasi yang digunakan akan merujuk pada bentuk sebuah buku ilustrasi yang dikemas secara berbeda, dan lebih modern, dengan gaya penggambaran gothic sehingga menambah kesan seram pada tema buku ilustrasi ini, kesan campuran antara kesan indah dan kelam dikemas layaknya buku jurnal investigasi mistis, dalam pemilihan bahan dan bentuk pada cover buku serta isi buku.

Dalam perancangan buku ilustrasi Legenda urban Kuntilanak ini, akan digunakan media utama dan beberapa media pendukung diantaranya.

a. Media Utama - Buku Ilustrasi

Media buku dipilih dengan dasar pemikiran bahwa buku adalah media informasi yang fleksibel dan dapat menjangkau berbagai segmentasi ekonomi. Fleksibel disini dimaksudkan pada proses mendapatkannya yang tidak membutuhkan sistem dan prosedur yang rumit.

b. Media Pendukung

Untuk menunjang media utama tadi, dibutuhkan beberapa media promosi yang berfungsi sebagai media pengingat yang dapat menarik minat audiens akan buku illustrasi Legenda Urban: Kuntilanak. Beberapa media penunjang yang akan dibuat diantaranya.

- Poster - Flyer

- Pembatas Buku - X-Banner - Sticker


(39)

28 III.2 Konsep Visual

III.2.1 Gaya Visual

Unsur ilustrasi goth dan horror dipadukan, menjadikan sisi artistik buku ilustrasi yang dikemas pembawaannya seperti buku jurnal ini jauh berbeda dan berbanding terbalik dengan tipikal buku ilustrasi lainnya. Illustrasi sendiri dibuat sedemikian rupa dengan menggunakan sketsa pulpen yang masih terlihat jelas kemudian diselesaikan dengan pewarnaan dan editing yang menggunakan teknik digital painting.

Gambar III.1 Don Kenn


(40)

29

Gambar III.2 Alice Madness Returns – Artbook Sumber: Berg (2011)

Gambar III.3 Alice Madness Returns – Artbook Sumber: Berg (2011)


(41)

30

Gambar III.4Tim Burton’s Erdward Scissorhands

Sumber : http://www.fanpop.com/clubs/tim-burton/images/9175489/title/edward-scissorhands-photo (17 Mei 2013)

Gambar III.5 Don't Starve Game


(42)

31 III.2.2 Format Desain

Book Illustration yang dibuat sebagai media utama disini berukuran A5 14,8 cm x 21 cm. Ukuran tersebut telah disesuaikan dengan konsep visual yang sebelumnya. Dan untuk isi buku, digunakan kertas Akasia. Dan dengan demikian diharapkan rancangan ini cukup untuk dapat menyampaikan paparan logis akan legenda urban kuntilanak.

III.2.3 Tata Letak (Layout)

Layout yang digunakan dalam buku ilustrasi Legenda Urban Kuntilanak ini dibuat sedemikian ekspresif, namun tetap mengindahkan standar layout sebuah buku cerita, terutama dalam hal penempatan teks dan tingkat keterbacaan.

Gambar III.6 Contoh layout 1

Sumber: Frankie (2013)

Gambar III.7 Contoh penerapan layout 2


(43)

32

Gambar III.8 Contoh penerapan layout pada karya

III.2.4 Tipografi

Tipografi yang digunakan adalah tipografi yang dipilih sesuai tema yang sudah ditentukan. Oleh karena itu penggunaan font yang digunakan adalah Blackletter yang dimodifikasi untuk judul serta Times New Roman untuk isi teksnya. Blackletter dan Times New Roman disini merupakan font yang mencerminkan sebuah jurnal layaknya arsip-arsip investigasi jaman dahulu, serta bodytext yang tergolong serius cocok dengan tema yang diusungkan.

Times New Roman

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 ! @ # $ % ^ & * ( )


(44)

33

Gambar III.9 Contoh penerapan font Blackletter pada logotype

III.2.5 Warna

Penggunaan warna merupakan salah satu titik yang menggambarkan atau mendeskripsikan isi dari buku yang akan ditampilkan. Penggunaan warna menjadi titik penting untuk mendeskripsikan isi buku. Sehingga konsep warna yang dipilih merupakan konsep warna yang menggambarkan paduan nuansa seram, sendu, gelap sehingga memiliki kesan goth serta horor. Oleh karena itu warna yang dipilih adalah warna monokromatis dari warna gelap menandakan kesan sendu dan horor pada layout buku. juga digunakan dengan tujuan untuk menampilkan kesan kuno, klasik dan menambah kesan horor pada buku yang akan dibuat.


(45)

34

Gambar III.11 Contoh penerapan kosep warna pada karya

Sumber: Pribadi

III.2.6 Storyboard

Dimulai dari cerita awal dimana dibahas mengenai penjabaran makhluk halus serta legenda urban. Serta informasi mengenai kuntilanak diselingi ciri-cirinya yang dilanjut dengan asal-usul, kontribusi serta perwujudan.


(46)

35

Gambar III.12 Beberapa contoh penggalan cerita dan gambar


(47)

36 III.2.7 Karakter

1. Sang Putri

Putri yang mengalami kejadian pahit dalam hidupnya sehingga ia harus menggunakan beban penderitaannya sendiri dan akhirnya berubah menjadi sosok Kuntilanak

Gambar III.13 Contoh studi karakter sangputri serta wajah wanita Kalimantan dan contoh baju putri Kalimantan


(48)

37

2. Kuntilanak

Karakter sosok kuntilanak dibuat berbeda dengan tipikal kuntilanak yang sudah ada dan biasa ditampilkan kepada masyarakat, karakter kuntilanak dalam buku ini khususnya dalam segi pakaian dibuat mirip seperti sang putri semasa hidupnya, juga dipasangkan kesan kelam, robek dan kusut menambah kesan horror terhadap karakter tersebut.

Gambar III.14 Studi karakterkuntilanak dalam buku


(49)

38 3. Alkadrie Kataru

Alkadrie Kataru seorang jurnalis mdia berhasil menguak rahasia dibalik sosok seram kuntilanak, lewat investigasi misteri akan legenda urban. Alkadrie diambil dari penemu kota Pontianak yaitu Syarif Abdurrahman Alkadrie, 'Kataru' diambil. dari bahasa Dayak yang artinya 'Tahu'.

Tokoh Alkadrie berasal dari penggabungan 2 tokoh film misteri yaitu Harry Potter dan Victor van Dort (Corpse Bride), Harry Potter Dengan sifatnya yang selalu penasaran akan sesuatu dan juga berani menguak misteri, serta Victor van Dort yang sifatnya kelam dan pemalu.

Pada tokoh Alkadri Kataru, secara fisik dibuat tidak proporsional dan tidak sempurna, seperti kepala yang lebih besar dari tubuhnya, tetapi hidung berupa titik dua dan bibir yang tipis. Hal ini bertujuan memberi kesan kecerdasan dan rasa ingin tahu yang besar. Gaya visual yang diterapkan berupa gambar sketsa yang kasar dengan penekanan arsir pada bagian rambut, wajah dan bajunya hal ini demi menimbulkan kesan kelam tersebut.

Gambar III.15 Studi karakter tokoh Alkadri Kataru

Sumber:


(50)

39 4. Drakula

Tokoh drakula mendapat perlakuan yang berbeda, bagian kepala dan tubuh lebih proporsional, dan juga ada sedikit perubahan pada mulutnya yaitu ditonjolkannya gigi taring pada bagian mulutnya hal ini agar memperlihatkan lebih akan sosok drakula, dimana drakula mempunyai gigi taring untuk menghisap darah korbannya.

Gambar III.16 Studikarakter tokohDracula

Sumber:http://www.childrensbooksireland.ie/blog/dracula-lives-on/

5. Pocong

Terdapat perubahan yang ditampilkan dalam sosok pocong yaitu ditambahkannya mata pada wajah pocong tersebut, hal ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa sosok tersebut manusia.


(51)

40

Gambar III.17 Studi karakter pocong

Sumber:http://spotmistik.blogspot.com/2010/09/urband-legend-pocong.html

6. Genderuwo

Penggambaran sosok genderuwo berbeda dengan yang lain, sosok genderuwo lebih diperlihatkan bagian wajahnya, bertujuan untuk lebih rinci memperlihatkan wajahnya, juga diberi taring yang lebih menonjol.

Gambar III.18 Studi karakter Genderuwo


(52)

41 7. Banshee

Sosok banshee dibuat berbeda dengan referensi, dibuat menjadi lebih jahat dengan senyum jahatnya yang lebar, bertujuan untuk memperlihatkan kesan seram sosok banshee tersebut.

Gambar III.18 Studi karakter Banshee

Sumber:http://www.newgrounds.com/art/view/axlys/banshee

8. Tuyul

Sosok tuyul merupakan hantu yang sering mencuri uang manusia hal ini menjadi suatu kerugian bagi manusia, dengan hal tersebut sosok tuyul disini sengaja ditampilkan kesan licik. Pada bagian wajah serta tubuhnya dibuat ramping hal ini memperlihatkan bahwa sosok tuyul sangat cepat dalam bergerak.

Gambar III.19 Studi karakter Tuyul


(53)

42 III.2.8 Properti

Properti yang digunakan ialah ornamen motif khas Kalimantan Barat yang diaplikasikan kedalam elemen visual, agar, memperkuat identitas, namun dibedakan pada gaya visual.

Gambar III.20 Motif Batik Kalimantan Barat Sumber:http://galeri-batik-kalimantan.blogspot.com/

Gambar III.21 Beberapa potongan gambar yang diadaptasi dari motif Kalimantan Barat Sumber: pribadi


(54)

43 III.2.9 Setting

Lokasi yang digunakan dalam cerita ini ialah hutan-hutan yang terdapat di Kalimantan Barat.

Gambar III.22 Hutan Kalimantan

Sumber:http://www.thecrowdvoice.com/post/menjadi-sahabat-bagi-hutan-kalimantan-1050054.html

Gambar III.23 Potongan hutan


(55)

44

Gambar III.24 Kesultanan Pontianak

Sumber:http://harjo.wordpress.com/tag/pontianak/

Kota Pontianak dijadikan latar kota dimana asal-usul kuntilanak terdapat, ilustrasi sendiri adalah gabungan dua ikon kota Pontianak yaitu tugu khatulisiwa dan kesultanan Pontianak.


(56)

45 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1. Media Utama

Media utama dalam perancangan tugas akhir ini adalah buku ilustrasi berjudul The Origin of Tears: Asal Mula Tangisan. Media utama ini berukuran 14,8 cm x 21 cmatau sebanding kertas ukuran A5 berdasarkan international ISO standard. Dicetak massal menggunakan teknik cetak offset sparasi dengan media kertas yang digunakan Akasia.

IV.2. Pra Produksi Media

Sebelum memasuki pada tahap produksi pada media informasi, tahap yang harus dilalui dalam pembuatan sebuah perancangan visualnya meliputi:

- Konsep

Proses pra-produksi dimulai dengan menentukan ilustrasi sesuai dengan gagasan visual serta tema literatur yang akan dibuat, yang menjadi salah satu fokus utama adalah memfokuskan gaya visual gothic dan horror yang menjadi style utama yang dipilih. Selain itu karena gaya gothic lebih dekat dekat kebudayaan Eropa daripada Asia menjadi pertimbangan tersendiri, karena ilustrasi yang ditampilkan nantinya diharapkan tidak terlalu bergaya Eropa, namun dapat memberikan kesan tersendiri yang lebih lokal dan juga tidak luput ditempelkannya elemen visual budaya lokal yang nantinya berkesan seperti pencampuran budaya antara Eropa dan Asia.

Karakterisasi visual tokoh Kuntilanak khususnya, juga menjadi salah satu fokus penting, yang jadi pertimbangan utama adalah rupa, deformasi rupa diputuskan minimal dilakukan pada karakter Kuntilanak, tokoh sentral ini dibuat berbeda dengan wujud kuntilanak yang sudah ada, dikarenakan


(57)

46

prediksi serta presepsi masing-masing manusia berbeda akan wujud Kuntilanak, maka dari itu dalam penelitian ini tokoh Kuntilanak dibuat tidak jauh dari asal usul Kuntilanak sendiri yaitu sang Putri.

- Story Writing

Setelah sinopsis dan garis besar cerita dibuat tahap selanjutnya masuk ke bagian penulisan cerita, kemudian dipecah ke dalam bab-bab yang lebih spesifik. Pengetikan cerita dilakukan dengan menggunakan Microsoft Word untuk memudahkan dan merapihkan format ketikan.

Gambar IV.1 Printscreen Screenplay yang dibuat dengan aplikasi MS Word

- Produksi

Proses produksi dimulai dengan manual hand drawing dimana proses sketsa, outlining, line art, dan rendering sepenuhnya dilakukan pada media tradisional, menggunakan kertas A4 70 gram dan pensil mekanik serta Drawing Pen. Mula-mula proses sketching awal dibuat dengan menggunakan pensil mekanik, setelah sketsa selesai Drawing Pen Merk Snowman beberapa macam ketebalan 0,05. 0,1. 0,4. Yang berguna untuk gradasi ketebalan


(58)

47

outline. Untuk satu halaman biasanya hanya dibutuhkan satu atau dua ilustrasi manual, tergantung kebutuhan.

Setelah tahap outline pada manual selesai, hasil ilustrasi sudah dapat dipindai dengan alat pemindai Canon Lide100 guna dipindahkan pada komputer untuk selanjutnya ilustrasi diproses secara digital dengan aplikasi desain Photoshop CS3 Extended. Pada proses digital yang dilakukan adalah menaikkan saturasi serta brightness pada ilustrasi guna mengejar warna gelap yaitu warna hitam.

Gambar IV.2 Ilustrasi manual


(59)

48

Gambar IV.4 Hasil akhir ilustrasi pada digital

Mode warna yang digunakan adalah CMYK, untuk menjaga warna tidak berubah ketika memasuki proses cetak. Isi buku yang telah selesai dibuat kemudian dicetak menggunakan kertas Akasia dengan teknis cetak offset sparasi.

IV.3. Teknis Cetak

IV.3.1. Buku Illustrasi (media utama)

Buku illustrasi sebagai media penyampaian informasi perihal Legenda Urban: Kuntilanak. Cara penyampaian informasi menggunakan illustrasi dan konsep visual yang menarik agar menimbulkan kesan imajinatif pada pembaca. Buku ialah salah satu bentuk media informasi yang berguna dan selain itu dapat digunakan serta dapat dieksplorasi secara luas sebagai bentuk pengolahan kreativitas serta emosionalitas pribadi masing-masing.

Isi buku sendiri berisikan mengenai ciri-ciri kuntilanak beserta asal-usulnya yang belum terungkap media, serta tidak lupa point penting dari buku ini yaitu


(60)

49

mengenai perwujudan sosok kuntilanak itu sendiri. Alur cerita sendiri dibuat mengalun rapi namun disertai flashback mengenai asal-usul kuntilanak, dan juga menerangkan mengenai point-point penting yang mendukung perwujudan sosok kuntilanak, dengan hasil akhir berupa kesimpulan berupa alur kehidupan sampai dengan kehidupan setelah kematian dimana sosok kuntilanak itu mengalami perubahan wujud yang signifikan karena hal yang dialami sejak hidup.

Langkah awal pembuatan desain media utama ini ialah dengan tahapan sketsa dilanjut dengan penebalan garis dengan tinta, proses scan, editing, serta mengatur layout halaman lalu diakhiri dengan proses cetak.

IV.3.2. JacketCover

Jacket cover dicetak menggunakan kertas art paper 210 gram lalu di laminasi doff panas agar jacket cover tidak tergores dan membuatnya rusak.

Gambar IV.5 Jacket Cover buku Sumber : Pribadi


(61)

50

Ukuran : A3+ : 40,5 cm x 29,7 cm

Bahan : Art Paper 210 gram, laminasi doff panas Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.3.3. HardCover

Sampul buku dibuat dan dijilid dengan hard cover yang dicetak dengan bahan dasar duplex yang dilapisi dengan kertas concord yang dicetak dengan warna hitam, proses pembuatan hard cover ini dimaksudkan agar buku dapat terjaga dan tahan lebih lama. Sedangkan tampilan visualnya sendiri dibuat dengan sederhana dengan hanya menampilkan logotype dan teks pendukung lainnya.

Gambar IV.6 Cover buku Sumber : Pribadi Ukuran : A4 : 21 cm x 29,7 cm

Bahan : Art Paper 210 gram, laminasi doff Teknis produksi : cetak offset sparasi


(62)

51 IV.3.4. Isi Buku

Isi buku dicetak dengan menggunakan kertas Akasia 150 gram dengan teknis cetak offset sparasi. Konten isi buku ini akan lebih banyak memuat cerita dalam bentuk verbal namun diimbangi pula dengan ilustrasi sesuai dengan konsep yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Secara keseluruhan isi buku ini terbagi atas beberapa bagian utama, diantaranya:

1. Pembuka

Bagian pembuka buku didesain dari pecahan elemen visual dari hard cover, yaitu logo dan logotype, dan juga diselingi lembar hitam hal ini dibuat sengaja agar menuntun alur buku terhadap pembaca untuk memasuki isi buku.

Gambar IV.7 Pembuka buku Sumber : Pribadi

 Lembar Hak cipta, berisi hukum-hukum yang menerangkan hak cipta dengan ilustrasibingkai panah, panah tajam yang bermakna peringatan keras.


(63)

52

Gambar IV.8 Lembar hak cipta Sumber : Pribadi

 Identitas penulis, nama buku, illustrator dan penerbit dibuat pada satu halaman ini.

Gambar IV.9 Identitas Sumber : Pribadi

 Lembar kepemilikan buku, dilembar ini pemilik buku bisa mengisi sendiri nama pemilik buku sebagai penanda bahwa buku ni dimiliki oleh pembaca ditambah dengan puisi yang menambah alur pembuka


(64)

53

agar lebih menarik lagi pembaca untuk meneruskan perjalanan membaca untuk memasuki isi buku.

Gambar IV.10 Lembar kepemilikan buku Sumber : Pribadi

Introduction, kata-kata pembuka dari penulis, berisi tentang kata-kata pengantar menuju isi cerita, ditambah dengan ilustrasi motif batik Kalimantan Barat, karena latar cerita berasal dari Kalimantan Barat maka penulis mengambil motif tersebut sebagai perwakilan budaya, dan juga motif bunga hitam dengan latar abu-abu menandakan suasana kelam dan menambah kesan gothic sekaligus didesain seperti gerbang masuk menuju isi buku.

Gambar IV.11 Introduction


(65)

54 2. Isi Cerita

Isi cerita buku menceritakan mengenai pengenalan makhluk gaib, legenda urban, asal-usul sosok kuntilanak, skema perwujudan sosok kuntilanak, dan kesimpulan. Maka, dengan adanya hal tersebut penulis membagi potongan cerita menjadi beberapa chapter, terdiri dari 4 chapter cerita, agar tidak terlalu fokus dalam satu bacaan, dan juga menjadi jeda membaca dari berbagai chapter yang telah ada.

 Chapter dilengkapi dengan judul pembuka chapter, judul yang mewakili keseluruhan cerita dari berbagai chapter, dengan background hitam serta warna font putih agar pembaca fokus terhadap judul tersebut, berisikan judul keterangan chapter dan keterangan isi chapter tersebut.

Gambar IV.12 Contoh lembar chapter Sumber : Pribadi


(66)

55

Layout buku didesain berbeda-beda, hal ini bertujuan agar menarik perhatian pembaca dalam membaca tiap lembar buku.

Layout dengan tulisan penuh, pada tiap lembar ini penulis mendesain lembar dengan tulisan dengan layout paragraf yang berbeda-beda, selain menambah daya tarik juga berfungsi menjadikan pembaca fokus terhadap tulisan, hal ini mengimbangi dengan layout pada lembar lain yang terdapat banyak ilustrasi.

Gambar IV.13 Tampilan layout dengan tulisan penuh Sumber : Pribadi

Layout dengan ilustrasi, dalam tiap lembar ini terdapat pembahasan cerita disertai dengan ilustrasi yang ditampilkan sesuai pembahasan yang diceritakan, layout ilustrasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu: layout dengan ilustrasi setengah halaman, dan layout dengan ilustrasi seperempat halaman, hal ini berfungsi sebagai variasi layout.

Gambar IV.14 Tampilan layout dengan ilustrasi Sumber : Pribadi


(67)

56

Layout dengan ilustrasi penuh, dibuat sebagai penjeda, agar pembaca tidak lelah saat membaca, layout halaman ini dibuat hanya ilustrasi saja tanpa tambahan pembahasan atau cerita.

Gambar IV.15 Tampilan layout dengan ilustrasi penuh Sumber : Pribadi

 Lembar spread page, pada lembar ini dua halaman bersatu menyambung menjadi sebuah bentang halaman merangkap dua halaman dengan ilustrasi yang bersambung dari satu halaman kehalaman berikutnya.

Gambar IV.16 Tampilan spread page layout Sumber : Pribadi


(68)

57

Layout dengan ilustrasi simbolis, ilustrasi yang terdapat pada halaman ini dibuat sebagai perwakilan dari pembahasan yang terdapat pada halaman ini, dalam halaman ini pula pembaca diajak berpikir dan memahami antara pembahasan dengan ilustrasi simbolis yang ditampilkan, hal ini bertujuan agar pembaca mengerti sebelum bisa melanjutkan membuka dan membaca menuju chapter berikutnya. Dan juga simbol yang ditampilkan dibuat sederhana dan bermakna, sebagian ikon mudah dikenali sebagai symbol, tetapi tetap diolah agar tidak menjadi pengulangan symbol.

Gambar IV.17 Tampilan layout dengan ilustrasi simbolis Sumber : Pribadi

Chapter I: Menceritakan penjelasan mengenai legenda urban serta pengenalan makhluk gaib, dan juga ciri-ciri yang terdapat dalam sosok kuntilanak, sebelum melanjutkan kepada pembahasan asal-usul kuntilanak.


(69)

58

Gambar IV.18 Isi Chapter I Sumber : Pribadi


(70)

59

Chapter II: Menceritakan asal-usul mengenai kisah kuntilanak pada saat masih berwujud manusia dalam chapter ini diceritakan bagaimana sang putri menerima nasib buruk yang akhirnya berujung pada kematian dan berubah menjadi sosok kuntilanak.

Gambar IV.19 Isi Chapter II Sumber : Pribadi

Chapter III: Berisikan penjelasan mengenai perwujudan, dan alasan kuat apa saja yang mendukung perwujudan dalam sosok kuntilanak, berisikan pembahasan beserta ilustrasi simbolis sebagai pendukung cerita.


(71)

(72)

61

Gambar IV.20 Isi Chapter III Sumber : Pribadi

Chapter VI: Berisikan kesimpulan mengenai perwujudan, dan paparan skema perwujudan, juga catatan akhir dimana berisikan tanggapan juga perlakuan penulis terhadap sosok kuntilanak juga ajakan pelestarian budaya.


(73)

62

Gambar IV.21 Isi Chapter VI Sumber : Pribadi

IV.4 Media Promosi

Selain media utama, dibutuhkan juga media penunjang yang berfungsi sebagai media promosi produk dan media pengingat. Beberapa media promosi dan media pengingat yang dibuat diantaranya sebagai berikut.

IV.4.1. Poster

Poster dicetak menggunakan teknik cetak offset sparasi menggunakan bahan kertas Akasia berukuran A3, poster berguna sebagai media promosi dan kampanye promosi atau alat marketing, yang bisa dipajang di saat peluncuran buku atau di toko buku maupun sebagai bonus yang disertakan pada pembelian produk.


(74)

63

Ukuran : 29,7 x 42,0cm Bahan : Akasia 150 gram

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.2 Mini X Banner

Mini X Banner dicetak menggunakan media kertas Synthetic Paper dengan teknik cetak offset, dibuat sebagai media promosi dipasang bersamaan dengan display tempat dimana produk dipromosikan.

Gambar IV.23 Mini X Banner

Ukuran : 40 X 25

Bahan : Synthetic Paper 150 Gram Teknis produksi : cetak offset


(75)

64

IV.4.3 Gimmick dan Merchandise

Selain media utama dan media promosi, Gimmick atau Merchandise juga dibuat sebagai bonus dan bentuk apresiasi pada konsumen yang telah membeli, juga berguna sebagai media pengingat untuk pembeli akan buku, oleh karena itu, Gimmick dan Merchandise yang diberikan sebisa mungkin adalah item yang bisa atau akan sering digunakan oleh pembeli.

IV.4.4 Pembatas Buku

Pembatas dicetak buku menggunakan bahan Akasia. Desain dibuat unik agar pembaca tidak bosan, pembatas buku sengaja didesain sedemikian rupa, bagian atas berupa ilustrasi dan bagian bawah tampilan judul, jika pembatas buku dimunculkan bagian atasnya, maka ilustrasi dari pembatas buku seolah-olah muncul dari buku tersebt, dan jika bagian bawah yang dimunculkan maka bagian judul yang terlihat bisa mewakili dari judul buku tersebut, hal ini tidak keluar dari fungsi pembatas buku yaitu menandai halaman yang hendak dibaca kemudian, selain itu desain tersebut dibuat agar bisa dieksplorasi sedemikian rupa oleh pembaca, perihal penempatan pembatas buku.


(76)

65

Ukuran : 10 X 15

Bahan : Akasia 210 gram

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.5 Amplop

Amplop dicetak menggunakan bahan HVS, fungsinya selain untuk sharing mengenai isi buku juga bisa sebagai alat sosial yang didalamnya bisa promosi, ataupun sebagai media koleksi bagi target audiens.

Gambar IV.56 Amplop

Ukuran : 18.5 X 17.5 Bahan : HVSA3

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.6 Sticker

Sticker disini difungsikan untuk media bonus dari pembelian media utama yaitu buku ilustrasi, dengan ini target audiens tidak hanya mendapat bukunya saja melainkan sticker yang juga bisa dijadikan media promosi juga.


(77)

66

Gambar IV.57 Stiker

Ukuran : 29,7 x 42,0cm Bahan : Chromo A3


(1)

61

Gambar IV.20 Isi Chapter III Sumber : Pribadi

Chapter VI: Berisikan kesimpulan mengenai perwujudan, dan paparan skema perwujudan, juga catatan akhir dimana berisikan tanggapan juga perlakuan penulis terhadap sosok kuntilanak juga ajakan pelestarian budaya.


(2)

62

Gambar IV.21 Isi Chapter VI Sumber : Pribadi

IV.4 Media Promosi

Selain media utama, dibutuhkan juga media penunjang yang berfungsi sebagai media promosi produk dan media pengingat. Beberapa media promosi dan media pengingat yang dibuat diantaranya sebagai berikut.

IV.4.1. Poster

Poster dicetak menggunakan teknik cetak offset sparasi menggunakan bahan kertas Akasia berukuran A3, poster berguna sebagai media promosi dan kampanye promosi atau alat marketing, yang bisa dipajang di saat peluncuran buku atau di toko buku maupun sebagai bonus yang disertakan pada pembelian produk.


(3)

63 Ukuran : 29,7 x 42,0cm

Bahan : Akasia 150 gram

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.2 Mini X Banner

Mini X Banner dicetak menggunakan media kertas Synthetic Paper dengan teknik cetak offset, dibuat sebagai media promosi dipasang bersamaan dengan display tempat dimana produk dipromosikan.

Gambar IV.23 Mini X Banner

Ukuran : 40 X 25

Bahan : Synthetic Paper 150 Gram Teknis produksi : cetak offset


(4)

64 IV.4.3 Gimmick dan Merchandise

Selain media utama dan media promosi, Gimmick atau Merchandise juga dibuat sebagai bonus dan bentuk apresiasi pada konsumen yang telah membeli, juga berguna sebagai media pengingat untuk pembeli akan buku, oleh karena itu, Gimmick dan Merchandise yang diberikan sebisa mungkin adalah item yang bisa atau akan sering digunakan oleh pembeli.

IV.4.4 Pembatas Buku

Pembatas dicetak buku menggunakan bahan Akasia. Desain dibuat unik agar pembaca tidak bosan, pembatas buku sengaja didesain sedemikian rupa, bagian atas berupa ilustrasi dan bagian bawah tampilan judul, jika pembatas buku dimunculkan bagian atasnya, maka ilustrasi dari pembatas buku seolah-olah muncul dari buku tersebt, dan jika bagian bawah yang dimunculkan maka bagian judul yang terlihat bisa mewakili dari judul buku tersebut, hal ini tidak keluar dari fungsi pembatas buku yaitu menandai halaman yang hendak dibaca kemudian, selain itu desain tersebut dibuat agar bisa dieksplorasi sedemikian rupa oleh pembaca, perihal penempatan pembatas buku.


(5)

65 Ukuran : 10 X 15

Bahan : Akasia 210 gram

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.5 Amplop

Amplop dicetak menggunakan bahan HVS, fungsinya selain untuk sharing mengenai isi buku juga bisa sebagai alat sosial yang didalamnya bisa promosi, ataupun sebagai media koleksi bagi target audiens.

Gambar IV.56 Amplop

Ukuran : 18.5 X 17.5 Bahan : HVSA3

Teknis produksi : cetak offset sparasi

IV.4.6 Sticker

Sticker disini difungsikan untuk media bonus dari pembelian media utama yaitu buku ilustrasi, dengan ini target audiens tidak hanya mendapat bukunya saja melainkan sticker yang juga bisa dijadikan media promosi juga.


(6)

66

Gambar IV.57 Stiker

Ukuran : 29,7 x 42,0cm Bahan : Chromo A3