Latar Belakang Microsoft Word BAB 1 3 25Okt 2010

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perbankan Indonesia terlihat dari perjalanan sistem politik dan ekonomi Indonesia. Ketika era pemerintahan Orde Baru Orba, otoritas moneter dibawah kendali langsung presiden, sehingga kebijakan moneter dapat menjadi instrumen presiden untuk kepentingan pembiayaan dunia usaha sesuai dengan keinginannnya. Sampai akhir tahun 1970-an, sistem moneter Indonesia adalah fully under-controlled dengan rezim fixed interest rate . Pembiayaan dunia usaha, usaha skala besar milik pemerintah dan swasta dan Usaha Kecil dengan mudah dapat diterapkan melalui perbankan dengan berbagai fasilitas moneter. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI dan Kredit Usaha Menengah Kecil dan Mikro UMKM, seperti Bimas dan Kredit Usaha Tani KUT, berjalan dengan suku bunga yang rendah adalah bentuk implementasi kebijakan moneter pemerintah pada waktu itu yang pada umumnya disambut baik oleh berbagai kalangan. Pemerintah Indonesia dengan sangat antusias bergerak untuk mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari krisis tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam menghadapi krisis sehingga kasus pemutusan hubungan kerja PHK menjadi hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi Indonesia, tetapi usaha 1 2 kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah yang mendorong pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan ditetapkannya regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan lebih ekspansif dari sebelumnya, khususnya pada alokasi Kredit Usaha Kecil KUK. Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan tentang Kredit Usaha Kecil KUK melalui peraturan Bank Indonesia PBI Nomor 32PBI2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang pokok-pokonya meliputi i bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK, ii bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan RKAT, iii bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan keuangan publikasi, iv plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per nasabah, v bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank Indonesia, dan vi pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK dihapuskan Kasmir, 2004. Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan perbankan memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai regulasi guna meningkatkan kredit usaha kecil KUK. KUK menjadi andalan bagi keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa tumbuh berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan, pengangguran tidak bisa teratasi. Hal ini merupakan terobosan baru dan menyenangkan bagi pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka kekurangan modal untuk usaha. Kesulitan dalam mengakses modal dari 3 berbagai sumber keuangan yang ada baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank menjadi masalah utamanya. Berlakunya UU No.231999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT Permodalan Nasional Madani PNM. Dalam hal ini, tersedia alternatif pendanaan berupa Surat Utang Pemerintah SUP. SUP yang penerbitannya dimaksudkan untuk mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan 2001, akan dicairkan secara bertahap sejalan dengan pengembalian KLBI pada saat jatuh tempo, dengan tetap memperhatikan program moneter. BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu 1 meningkatkan hubungan bank dengan lembaga keuangan linkage program dan 2 dalam rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit kepada usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage program antara BPR dan bank umumlembaga keuangan. Sinergi bank umum dan BPR dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama tersebut telah : 1 Melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan 28 bank umum dan PT PNM, dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331 miliar. 4 2 Membentuk Unit Layanan Mikro ULM. Beberapa bank umum seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit layanan mikro ULM untuk melayani KUK. 3 Pembentukan UKM Centre. Beberapa bank umum seperti Bank Niaga dan Bank Danamon telah membentuk UKM Centre yang berlokasi di daerah-daerah tertentu yang Pengusaha yang menggunakan dana tersebut diatas diharapkan mampu untuk menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan mempengaruhi kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan selanjutnya akan berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga menyebabkan PDB ikut naik. Jika kondisi demikian berjalan terus sampai beberapa tahun kedepan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sehingga pendapatan perkapitapun akan semakin tinggi, serta memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengangguran juga akan mengalami penurunan. Efek multiplayer seperti inilah yang berasal dari suntikan atau investasi diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia. Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang notabene memiliki aset paling besar menjadi sangat berarti bagi berkembangya UKM. KUK adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang diharapkan menjadi sebuah solusi bagi masalah perekonomian kini. Tanpa KUK maka UKM akan kehilangan potensi untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan support utama berdirinya UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak 5 bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta penentu dari alokasi KUK oleh bank- bank umum di Indonesia harus selalu diperhatikan. Perhatian kepadanya membutuhkan cara-cara khusus dan intensif sehingga selalu terpantau yaitu faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang menciptakan pengaruh hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan sektor riil ekonomi UKM. Bagaimana perkembangan suku bunga, inflasi dan penghimpuna dana masyarakat serta kredit terhadap UMKM selama ini, terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, sangat menarik untuk diketahui. Independensi Bank Sentral Indonesia menjadikan lembaga itu sebagai satu-satunya pengendali pasar uang. Berdasarkan hasil pengamatan lembaga perbankan, permintaan kredit selalu berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh perubahan suku bunga dari tahun ke tahun sebagai indikasi perubahan konnsumtif, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Perubahan pola konsumtif ini akan berdampak pada perubahan harga.

B. Perumusan Masalah