29
Variabel dependen dari penelitian tersebut adalah alokasi KUK di bank BPD Yogyakarta, sedangkan variabel independennya adalah jumlah dana
jumlah dana yang terhimpun pada bank BPD Yogyakarta, tingkat suku bunga kredit dan PDRB.
Penelitian tersebut menganalisis hubungan antara variabel dependen dengan independennya menggunakan analisis regresi model
OLS. Dengan memperoleh beberapa kesimpulan penting didalamnya sebagaiberikut ini:
1 Variabel independen jumlah dana yang terhimpun di bank BPD
Yogyakarta ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
2 Variabel independen Tingkat suku bunga ternyata tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
3 Variabel independen PDRB ternyata berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
C. Kerangka Pemikiran
Kedua penelitian diatas tidak semua variabel yang dipakai menggunakan variabel dari sektor perbankan karena kedua penelitian diatas
memasukkan variabel PDRB, data yang diambil dari sektor regional untuk penelitian yang kedua. Perbedaan dengan kedua penelitian diatas antara laian
periode waktu yang berbeda dan wilayah operasional perbankan yang berbeda
30
pula. Penelitian ini tentang kredit yang pada area yang sama dengan analisis terfokus kepada sisi kebijakan perbankan. Sisi kebijakan perbankan seperti
jumlah penghimpunan dana, laju tingkat inflasi dan suku bunga kredit sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran pengucuran
dana kredit usaha kecil lebih daripada sisi intern pengusaha kecil itu sendiri. Manajemen yang merupakan salah satu sisi intern pengusaha kecil,
kelebihan dan kekurangannya serta kondisi eksternal seperti halnya PDRB memang juga memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi alokasi KUK,
namun karena KUK merupakan kewajiban moral bagi sektor perbankan terhadap sektor riil maka layak untuk medapatkan perhatian yang serius.
Sejalan dengan perubahan tatanan perekonomian dunia, khususnya trend globalisasi, Pemerintah Orba sejak awal tahun 1980-an, pada saat
Soemarlin menjabat sebagai menteri keuangan, pemerintah menyatakan deregulasi perbankan dan melepas kontrol suku bunga meskipun otoritas
moneter masih di bawah presiden. Deregulasi perbankan berdampak sangat luas terhadap perekonomian yang terlihat dari kehadiran lembaga bank swasta
yang banyak. Pasar perbankan pada satu sisi sangat bebas dengan suku bunga mengambang. Krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak 1997
bermula dari krisis perbankan dan keuangan yang pada akhirnya mengubah segalagalanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontrol perbankan
sepenuhnya di bawah Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter tanpa bisa dicampuri oleh pemerintah sebagai bagian dari reformasi moneter dan
politik Indonesia yang menjatuhkan sistem pemerintahan dan politik
31
sentralistik presiden. Ketika itu, pasar uang menjadi sangat liberal. Tidak ada satu kekuatanpun yang dapat menentukan tingkat suku bunga, kecuali
permintaan dan penawaran uang. Bank Sentral hanya dapat mengeluarkan kebijakan sisi moneter, khususnya penawaran uang, untuk mempengaruhi
tingkat suku bunga. Akibatnya, dunia usaha harus mampu mengakses kredit perbankan
melalui mekanisme pasar. Perkembangan suku bunga Indonesia sangat menarik dianalisis, terutama sejak Indonesia mengalami krisis pada tahun
1997. Untuk menahan laju inflasi yang melambung sangat tinggi pada tahun 1998-1999, otoritas moneter menggunakan instrumen suku bunga sebagai
pengendali inflasi. Dengan kebijakan moneter yang sangat konstruktif, suku bunga pada waktu itu melebihi 50 per tahun. Kebijakan konstruksi moneter
tersebut sangat berhasil dan juga sekaligus dapat mengembalikan pamor pemerintah dan otoritas bank sentral dalam pengelolaan ekonomi makro. Bank
sentral menggunakan instrumen suku bunga untuk mendukung stabilitas ekonomi makro, khususnya pengendalian inflasi dan kurs. Sejak 2001, sektor
perbankan telah mulai pulih dari krisis, sebagai akibat dari program penyehatan perbankan, walaupun suku bunga masih cukup tinggi, mencapai
15 per tahun Nasution, 2004. Bank adalah sebagai organisasi Lembaga Keuangan yang berfungsi
untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat. Jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat sudah tentu
berupa simpanan tabungan, deposito dan giro. Semakin tinggi besar dana
32
yang dihimpun bank dari masyarakat maka jumlah penghimpunan dana bank pun akan meningkat. Seiring dengan hal itu bank harus menyalurkan dananya
kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian semakin tinggi penghimpunan dana bank maka jumlah alokasi kredit, khususnya kredit
modal kerja akan mengalami peningkatan. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pemerintah BI menaikkan suku bunga simpanan sebagai
pengendali laju inflasi. Seiring dengan meningkatnya suku bunga simpanan maka bank-bank harus menaikkan suku bunga kredit agar tidak mengalami
negatif spread. Negatif spread adalah suatu kondisi dimana bank-bank mengalami margin keuntungan yang disebabkan suku bunga kredit lebih
rendah dari suku bunga tabungan seperti yang dialami indonesia disaat krisis. Meningkatnya suku bunga kredit kredit modal kerja maka
menyebabkan bank mengalami kesulitan dalam mengalokasikan menyalurkan kredit modal kerja, karena masyaraka mempunyai anggapan
bahwa mereka mendapatkan beban yang berat dalam melunasi pinjaman kreditnya ditambah suku bunga yang besar. Dengan demikian jumlah
alokasi kredit modal kerja akan menurun. Suku bunga kredit mempunyai andil yang besar terhadap jumlah
alokasi kredit. Semakin tinggi suku bunga kredit maka akan menyebabkan beban masyarakat dalam melunasi pinjaman kreditnya semakin berat, dan
cendrung untuk mengurangi pinjaman kredit sehingga jumlah alokasi kredit menurun
33
Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut memperlihatkan pengaruh dana
yang dihimpun, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap alokasi penyaluran kredit.
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Penelitian