Diameter Tunas Hasil Okulasi.

commit to user 35 polybag yang menyebabkan ditengah polybag berongga atau patah sehigga menyebabkan tanaman akan layu bahkan sampai mati. Pada umur 45 sampai dengan 73 hari setelah tanam dari kempat klon karet ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, pada masa ini benih karet cenderung melakukan pembesaran daun dan proses penuaan daun maupun batang serta menyimpan energi yang pada umur 73 sampai dengan 87 hari setelah tanam akan mulai membentuk pertumbuhan kedua pada pertumbuhan yang optimal.

B. Diameter Tunas Hasil Okulasi.

Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi penggunaan jenis mata entres dengan klon berbeda nyata terhadap diameter tunas hasil okulasi pada akhir penelitian, perbedaan masing – masing perlakuan pada umur 87 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2. Pengaruh penggunaan jenis mata dan jenis klon terhadap diameter tunas umur 87 hari setelah tanam mm. Jenis mata entres Jenis Klon Rata-rata K1 K2 K3 K4 E1 2,49abc 2,38abc 2,24a 2,64 c 2,44 E2 2,32ab 2,54abc 2,44abc 2,30ab 2,40 E3 2,37abc 2,60 bc 2,49abc 2,36abc 2,46 Rata-rata 2,39 2,51 2,39 2,43 Keterangan: Angka - angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 . E1: Mata sisik E2: Mata rapat E3: Mata jarang K1: Klon PB 260 K2: Klon PR 261 K3: Klon IRR 39 K4: Klon RRIC 100 commit to user 36 Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter tertinggi pada umur 87 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres sisik pada klon RRIC 100 yaitu 2,64 mm dan terendah jenis mata entres sisik pada klon IRR 39 yaitu 2,24 mm. Hal ini diduga dipengaruhi oleh sifat genitik dari batang atas dan adanya kesesuaian dengan batang bawah. Hasil analisis ragam lampiran 15 – 16 interaksi pengunaan entres dan klon terjadi pada umur 59 – 87 hari setelah tanam. Gambar 4. Perkembangan diameter tunas jenis mata sisik umur 31 – 97 hari setelah tanam pada beberapa klon. Dari gambar grafik 4 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter rata – rata tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada klon PB 260 yaitu 1,96 mm dan terendah terjadi pada klon PR 261 sebesar 1,55 mm. Perkembangan rata – rata 1.96 2.10 2.23 2.28 2.49 1.55 2.10 2.17 2.20 2.38 1.67 1.90 1.93 2.01 2.24 1.77 2.13 2.27 2.32 2.64 0.5 1 1.5 2 2.5 3 31 HST 45 HST 59 HST 73 HST 97 HST Mata sisik PB 260 PR 261 IRR 39 RRIC 100 mm commit to user 37 tertinggi dari umur 31 – 97 hari setelah tanam terjadi pada klon RRIC 100 yaitu 2,23 mm dan terendah terjadi pada klon IRR 39 sebesar 1,95 mm. Gambar 5. Perkembangan diameter tunas jenis mata rapat umur 31 – 97 hari setelah tanam pada beberapa klon. Dari gambar grafik 5 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter rata – rata tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada klon IRR 39 yaitu 1,9 mm dan terendah terjadi pada klon PB 260 sebesar 1,57 mm. Namun perkembangan diameter rata – rata tertinggi dari umur 31 – 97 hari setelah tanam terjadi pada klon PR 261 yaitu 2,19 mm dan terendah terjadi pada klon PB 260 sebesar 2,0 mm. Berdasarkan penggunaan jenis mata rapat klon PR 261 mempuyai perkembangan lebih menonjol dari klon – klon lainnya. 1.57 1.97 2.1 2.08 2.32 1.77 2.10 2.20 2.32 2.54 1.90 1.96 2.17 2.25 2.44 1.85 1.89 2.03 2.10 2.30 0.5 1 1.5 2 2.5 3 31 HST 45 HST 59 HST 73 HST 97 HST Mata rapat PB 260 PR 261 IRR 39 RRIC 100 commit to user 38 Gambar 6. Perkembangan diameter tunas jenis mata rapat umur 31 – 97 hari setelah tanam pada beberapa klon Dari gambar grafik 6 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter rata – rata tertinggi berdasarkan penggunaan jenis mata jarang terjadi pada klon IRR 39 yaitu 1,9 mm dan terendah pada klon RRIC 100 sebesar 1,7 mm. Perkembangan diameter rata – rata tertinggi dari umur 31 – 87 hari setelah tanam terjadi pada klon PR 261 yaitu 2,23 mm sedangkan terendah terjadi pada klon RRIC 100 sebesar 2,07 mm. Berdasarkan penggunaan jenis mata jarang perkembangan diameter batang yang paling dominan terjadi pada klon PR 261. 1.80 2.07 2.13 2.19 2.37 1.73 2.10 2.27 2.47 2.60 1.90 2.10 2.23 2.24 2.49 1.70 2.00 2.10 2.20 2.36 0.5 1 1.5 2 2.5 3 31 HST 45 HST 59 HST 73 HST 97 HST Mata jarang PB 260 PR 261 IRR 39 RRIC 100 commit to user 39

C. Kecepatan Pemecahan Mata Tunas

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 44 74

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Respon Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemotongan Akar Tunggang Dan Pemberian Air Kelapa

2 37 54

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

PENGARUH MACAM ENTRES DAN KONSENTRASI BAP PADA PERTUMBUHAN OKULASI KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg)

0 2 49