IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh : Sepa Gustaria

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA

BANDAR LAMPUNG

By : Sepa Gustaria

In line with the current globalization is happening all over the world at the moment information needs more important and urgent. According to Robert Murdick, the Sutabri (2005: 114) information analogous to the blood for the organization. Furthermore He argued that information is one of a very important resource for public organizations.

To meet the need for more efficient information systems and can be relied upon in making decisions management, omputerized technology is a main element or influential . The computer concept has helped the development of information system management ( SIM ) Because it is hardware and software has opened a new dimension used in the conceptualization of an organization's information system. And the Office of the city of Bandar Lampung Land was one of the organizations that use SIM In information systems and national land management (SIMTANAS), A presidential decree issued in the year 2003 number 34 about the national land policy, Who commissioned national land agency for establishing and developing SIMTANAS. Thus researchers want to know how the implementation of policies of SIMTANAS in the Office of land the city of Bandar Lampung. Source data obtained from the primary data and secondary data. And qualitative research methods.

Investigation results of the research it is known that the standard policy that exists in the implementation of the policy SIMTANAS in the Office of the city of Bandar Lampung Land adequate. This can be seen with Presidential Decree number 34 of 2003 on the national policy of land, Who commissioned national land agency for establishing and developing SIMTANAS and the decision of the head of the national land Agency number 1 of 2005 on standard operating procedure and Service Settings (SPOPP). Characteristics of the implementors is set up in the standard norms and mechanisms of Government Authority in the field of management Land. But based on the observations there are several Land clerk city of Bandar Lampung the characterisitics of the agent implementers does not reflect a good SIMTANAS. Human resources are adequate. And communication and coordination which is interwoven has been running well. Either an existing employees in the Office environment of land between the city of Bandar Lampung and other agencies. However, communication with the public could not were said to be doing well, especially in terms of socialization. This is


(3)

(4)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh : Sepa Gustaria

Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi diseluruh dunia pada saat ini kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Menurut Robert Murdick dalam Sutabri, (2005:114) informasi dianalogikan sebagai darah bagi organisasi. Selanjutnya Ia mengemukakan bahwa informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk organisasi publik.

Untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer telah membantu perkembangan konsep Sistem Informasi Manajemen (SIM) karena perangkat keras dan perangkat lunak telah membuka dimensi baru yang digunakan dalam konseptualisasi sistem informasi bagi sebuah organisasi. dan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung adalah salah organisasi yang menggunakan SIM dalam Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS), yang dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Presiden nomor 34 tahun 2003 tentang kebijakan nasional pertanahan, yang menugaskan Badan Pertanahan Nasional untuk membangun dan mengembangkan SIMTANAS. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana Implementasi kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Berdasarakan hasil penelitian diketahui bahwa standar kebijakan yang ada dalam Implementasi kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung sudah cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dengan di berlakukannya keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang kebijakan nasional pertanahan, yang menugaskan Badan Pertanahan Nasional untuk membangun dan mengembangkan SIMTANAS dan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP). Karakteristik dari para implementor sudah diatur dalam Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di bidang Pertanahan. Namun berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa pegawai Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yang tidak mencerminkan karakterisitik agen implementor SIMTANAS yang baik. Sumber daya manusia yang ada sudah cukup memadai. Serta komunikasi dan koordinasi yang terjalin sudah berjalan dengan baik. Baik antar pegawai yang ada dalam


(5)

memahami tentang kebijakan SIMTANAS.


(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik ... 11

B. Implementasi Kebijakan ... 15

1. Pengertian Implementasi Kebijakan... 15

2. Model Implementasi Kebijakan... 18

C. Sistem Informasi Manajemen ... 27

D. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) ... 31


(10)

E. Kerangka Pikir... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 42

B. Fokus Penelitian ... 43

C. Lokasi Penelitian ... 45

D. Sumber Data ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Teknik Keabsahan Data... 48

G. Analisis Data... 51

H. Identitas Informan... 52

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan ... 54

B. Agenda Kebijakan ... 55

C. Struktur Organisasi ... 56

D. Sumber Daya Manusia ... 62

E. Kegiatan Pelayanan Bidang Pertanahan... 63

F. Mekanisme Pelayanan ... 64

G. Basis Data ... 71

H. Komputerisasi ... 73

I. Larasita ... 75

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian dan Pembahasan... 78

1. Standar Dan Sasaran Kebijakan... 80

2. Sumber Daya... 87

3. Komunikasi Antar Organisasi & Penguatan Aktivitas... 90

4. Karakteristik Agen Pelaksana... 92


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 104


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan jasa yang diperlukan masyarakat. Pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sangat menentukan bagi kelangsungan dan tegaknya sistem pemerintahan. Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem manajemen pemerintahan yang belum efisien dan lemah yang antara lain menghasilkan kualitas pelayanan publik yang rendah dan terjadi berbagai praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta mengakibatkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja aparatur, diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah, mudah, berkeadilan, berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat.

Pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Paradigma yang


(13)

dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya saja. Masyarakat sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun wujud berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolahnya. Seharusnya, pelayanan publik dikelolah dengan paradigma yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya, pengelolah pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani. (Larasati, 2007:36)

Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi diseluruh dunia pada saat ini kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Bahkan menurut Robert Murdick informasi dianalogikan sebagai darah bagi organisasi. Selanjutnya Ia mengemukakan bahwa informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk organisasi publik (Sutabri, 2005:114). Informasi pada dasarnya adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para pemakainya. Agar dapat mencapai tujuannya maka dibentuklah suatu sistem informasi. Dengan demikian pada dasarnya sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang diperlukan oleh suatu organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen dan proses pengambilan keputusan. (Jogiyanto, 2003:36)

Pesatnya perkembangan organisasi publik yang ada saat ini, jika ditinjau dari segi administrasi negara, membuat usaha untuk merumuskan kerangka kerja (framework) Sistem Informasi Manajemen (SIM) pada organisasi publik merupakan kebutuhan yang mendesak (Sutabri, 2005:117).


(14)

3

Lebih lanjut Sutabri mengatakan bahwa pentingnya SIM dalam konteks organisasi publik ini salah satu penyebabnya adalah bahwa organisasi sekarang sudah cenderung mendasarkan pengambilan keputusannya pada sistem informasi, dan bukan pada struktur hierarkhi wewenang/tanggung jawab yang statis. Pemimpin-pemimpin strategik dalam sektor publik modern memberdayakan para manager dan karyawan mereka untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan peningkaan kinerja pelayanan publik. Terkait dengan hal ini para pemimpin dalam sektor publik membutuhkan desain sistem perencanaan strategik yang tepat (Garsperz, 2004:2). disamping itu, dalam ilmu manajemen, para manajer/pimpinan umumnya diwajibkan menyatakan masalah dan asumsi secara teliti, biasanya dalam bentuk kuantitas atau suatu ukuran agar mereka dapat memperoleh uraian lebih baik tentang masalahnya.

Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer telah membantu perkembangan konsep SIM karena perangkat keras dan perangkat lunak telah membuka dimensi baru yang digunakan dalam konseptualisasi sistem informasi bagi sebuah organisasi. Penggunaan komputer di dalam SIM sangat banyak membantu para manajer dalam proses pengambilan keputusan.

Tugas terpenting dari setiap instansi pemerintah adalah memberikan pelayanan. Bahkan pada dasarnya pembentukan instansi-instansi Pemerintah ditujukan sebagai perangkat utama dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu sebagai organisasi yang melaksanakan tugas pelayanan, tugas pokok dan fungsinya


(15)

dipengaruhi dan ditentukan oleh prosedur dan kebijakan tertentu, untuk kemudian di pertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat sebagai pemberi mandat.

Berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, maka penyediaan pelayanan pemerintah harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai upaya pemberian kepuasan masyarakat penggunanya. Perhatian akan pemberian kepuasan masyarakat ini sangatlah penting, mengingat kepuasan masyarakat merupakan tolok ukur dan keberhasilan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Kepuasan masyarakat/pelanggan adalah terpenuhinya keinginan dan kebutuhan pelanggan. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.

Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan informasi bagi manajemen dalam semua tingkatan, supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat digunakan bagi manajemen, maka analisis untuk perancangan sistem haruslah memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan oleh manajemen. Pengembangan dan analisis sistem informasi (SI) pada suatu organisasi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas informasi yang akan dihasilkan, meningkatkan kontrol pada organisasi dan penghematan biaya perolehan informasi. Begitu pentingnya perkembangan sistem informasi


(16)

5

membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi baik tidaknya kinerja sistem informasi tersebut.

Pada sebagian besar organisasi, pusat informasi secara fisik memberikan fasilitas pada para pemakai (user) agar dapat mengakses perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), meminta dukungan pengembangan aplikasi dan memperoleh pelatihan. Unit organisasi yang ingin berhasil baik, perlu adanya identitas atas informasi yang diperlukan oleh manajemen yang lebih memfokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dengan baik. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman sistem informasi dalam melaksanakan tugas.

Sebagai komponen dari sistem informasi, teknologi informasi memainkan peranan dalam banyak aspek dalam organisasi, mulai dari pengembangan produk baru sampai dengan mendukung penjualan dan pelayanan kepada pelanggan, sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Keberadaan teknologi informasi dengan perencanaan dan implementasi strategi yang tepat akan memungkinkan organisasi berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan sebuah organisasi akan mampu mendapatkan dan mengetahui informasi kondisi internal organisasi, posisi perusahaan dalam persaingan, serta perubahan lingkungan eksternal lainnya.

Menghadapi dunia bisnis yang semakin kompetitif, organisasi yang ingin bertahan harus dapat membangun daya saing secara berkelanjutan. Daya saing organisasi lahir dari keunggulan dalam efisiensi, keunggulan dalam mutu, keunggulan dalam inovasi (proses dan produk), serta keunggulan dalam pelayanan konsumen. Peluang untuk menciptakan nilai keunggulan telah bergeser dari


(17)

pengelolaan asset berwujud/fisikal (tangible assets) ke pengelolaan strategi berbasis pengetahuan yang menampilkan asset tak-berwujud/intelektual (intangible assets) organisasi terutama kapabilitas, ketrampilan, dan motivasi karyawan (Kaplan & Norton, 2001:2).

Dengan demikian nilai keunggulan bersaing organisasi dapat diciptakan melalui manajemen SDM (sumber daya manusia) yang efektif. Sumber daya manusia merupakan asset perusahaan (human capital) yang paling dapat diandalkan dalam penciptaan nilai keunggulan bersaing yang berkelanjutan karena memiliki semua ciri-ciri dari suatu faktor keunggulan bersaing organisasi yaitu: sulit ditiru oleh para pesaing, berdurasi panjang, dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu tenaga kerja diantaranya adalah kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, kepuasan kerja dan komitmen organisasi, serta hubungan mereka dengan organisasi. Komitmen organisasi bisa diukur dengan dua indikator, yaitu kedisiplinan dan keluar-masuk (turn over) pegawai, sedangkan hubungan dengan organisasi bisa diukur dengan indikator kontrak psikologis (kesetiaan, perlakuan adil, keamanan kerja dan lain-lain).

Hal yang sangat mendasar dalam keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh tindakan sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi tersebut (Arthur, 1994:110). Pada dasarnya untuk mendapatkan suatu sumber daya sesuai dengan kebutuhan diperlukan suatu strategi dalam mengelola sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan memberikan kemajuan bagi perusahaan terutama dalam menghadapi situasi dan kondisi yang selalu berubah


(18)

7

dan berkembang. Strategi fungsional sumber daya manusia haruslah berpedoman pemanfaatan efektif terhadap sumber daya manusia untuk mencapai sasaran tahunan organisasi maupun kepuasan dan pengembangan karyawan.

Kinerja BPN dalam fungsinya untuk penyelenggaraan pelayanan pertanahan juga tidak luput dari perhatian berbagai pihak, karena dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan, masih banyak terdapat permasalahan yang di keluhkan oleh masyarakat, diantaranya prosedur yang rumit, berbelit belit, mahal, tidak ada kepastian waktu penyelesaian, dan sebagainya. Hal ini seperti yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

Peningkatan volume pekerjaan dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin meningkat, menimbulkan permasalahan baru pada pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, yaitu proses pelayanan menjadi lama. Kualitas dan kuantitas petugas yang cukup baik, diperlukan untuk menciptakan kondisi kerja yang efektif dan efesien. Baik dalam pengumpulan, penelitian, pengolahan data maupun dalam penyajian informasi pertanahan. Kondisi itu menimbulkan kebutuhan akan suatu sistem kerja yang mampu membentuk suatu tata kerja yang efektif dan efesien khususnya dalam bidang administrasi, yaitu mengenai pelayanan pertanahan (www.bpn.go.id/berita.aspx. diakses 15 Maret 2013).

Sebelumnya pelayanan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dilakukan secara manual menggunakan mesin ketik dan beberapa peralatan manual yang sederhana lainnya. Pelayanan yang dilaksanakan secara manual tersebut banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien, karena


(19)

data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi, sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data.

Guna mengatasi masalah pelayanan yang tidak efisien tersebut, aparatur pemerintah di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai bidang tugasnya. Setelah berkembangnya teknologi komputer, pelayanan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung memanfaatkan aplikasi komputer seperti aplikasi micrsoft word dan microsoft excel untuk pengolahan data tekstual dan software autocad untuk pengolahan data grafisnya, dalam pemograman yang sederhana. (http://www.bpn.go.id/berita.aspx, diakses 15 Maret 2013).

Sehubungan dengan permasalahn tersebut, Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung untuk mengatasi permasalahan di atas berupaya meningkatkan pelayanannya dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi dan manajemen modern melalui kebijakan Sistem Informasi dan Manajeman Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti kinerja aparat pelayanan pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam mengatasi permasalahan yang ada melalui program SIMTANAS.

Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan program SIMTANAS meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungakan dengan goverment, commerce, e-payment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi


(20)

9

operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayanan kepada mayarakat. (www.bpn.go.id/.layanan-pertanahan.aspx, diakses 15 Maret 2013).

Sehubungan dengan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul : “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Dan Manajemen Pertanahan Nasional Di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas,maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajeman Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini :

Untuk mengetahui dan memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya adalah :


(21)

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang konsep Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS).

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) agar lebih baik.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Publik

Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan.

Kebijakan menurut James E. Anderson, yaitu : serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan pemerintah (Islamy 2001:17).

Pendapat George C. Edwads III dan Ira Sharkansky yang menyatakan bahwa “Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah”, sehingga suatu kebijakan tidak hanya suatu tindakan yang diusulkan


(23)

tetapi juga yang tidak dilaksanakan (Islamy, 2001:18). Demikian pula pendapat Thomas Dye yang mengatakan kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, definisi tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah (Subarsono, 2005:2).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat (Islamy 2001:20) menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.” Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program-program dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan publik di atas, maka disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur dalam rangka merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat. Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik


(24)

13

yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah yang dalam pelaksanaanya terdapat unsur pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan agar dipatuhi, hal ini sejalan dengan pendapat Easton (Islamy, 2001:19) bahwa kebijakan mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam (Islamy 2001:17) mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu : a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Mengidentifikasi dari tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan, dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan, setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama masyarakat.


(25)

Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat (Riant Nugroho 2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh (Kismartini 2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu :

a. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tertentu adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public).

b. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan ke dalam bentuk program dan proyek. c. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam

ataupun luar pemerintahan,

d. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia.

e. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.


(26)

15

B. Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, mengenai Implementasi Kebijakan. Menurut Mazmanian dan Sabatier yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya dalam (Wahab, 2004:68).

Pengertian tentang implementasi kebijakan yang sangat sederhana menurut (Nyimas 2004:9) : Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Instruksi Presiden. Sedangkan menurut (Wibawa 1994:42), implementasi kebijakan merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi


(27)

kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

Implementasi kebijakan yang merupakan major strategis dari proses kegiatan perumusan kebijakan perlu untuk dikupas dalam penelitian ini. Dipandang perlu, karena implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji secara jelas menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Wahab, 1997:59).

Implementasi Kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa implementasi kebijaksanaan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan. Grindle (1980:51)

Dalam kaitannya dengan konsep implementasi (Wahab 1997:64) secara jelas menyimpulkan “Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden)”.

Bahkan Daniel A Mazmanian dan Paul A Sabatier di dalam buku yang sama (Wahab 1997:65) menyatakan bahwa : memahami apa yang senyatanya terjadi


(28)

17

sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian Implementasi kebijakan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Menurut Anderson dalam (Islamy, 1992:79), dampak kebijakan memiliki beberapa dimensi yaitu:

1) Dampak kebijakan yang diharapkan (intended consequences) atau tidak diharapkan (Unintended Consequences) baik pada problemnya maupun pada masyarakat.

2) Limbah kebijakan terhadap situasi atau orang-orang (kelompok) yang bukan menjadi sasaran/tujuan utama dari kebijakan tersebut, biasanya disebut “externalities”.

3) Dampak kebijakan dapat terjadi atau berpengaruh pada kondisi sekarang atau kondisi yang akan datang.

4) Dampak kebijakan terhadap “biaya” langsung atau direct cost dari kebijakan terhadap“biaya”tidak langsung (indirect cost) sebagaimana yang dialami oleh anggota-anggota masyarakat.

Berdasarkan pandangan yang diuraikan oleh para ahli tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administrative yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut pula jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi


(29)

dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua yang terlibat dan akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

2. Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Sekalipun benyak dikembamgkan model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli : 1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.

Beberapa kendala atau hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu


(30)

19

memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik. adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima atau tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.


(31)

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.

d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono atau asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.


(32)

21

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan Badan-badan atau Instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci


(33)

dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat.

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.

2. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III

Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain (Winarno, 2002:125) :


(34)

23

a. Komunikasi

Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif.

b. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif.

c. Kecenderungan

Yaitu dimana para pelaksana memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak sesuai pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif.


(35)

d. Struktur Birokrasi

Menurut Edward, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar unitunit birokrasi, seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.

3. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn

Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.

Van Meter dan Van Horn dalam (Subarsono 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:


(36)

25

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

c. Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompokkelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan


(37)

f. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kebijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan ( Subarsono, 2005:99).

Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis proses implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Alasan penulis menggunakan model ini karena variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.


(38)

27

C. Sistem Informasi Manajemen

Keberadaan sistem informasi sangat penting untuk mendukung para pemakai dalam melaksanakan tugasnya. Pada sebagian besar organisasi, pusat informasi secara fisik memberikan fasilitas pada para pemakai (user) agar dapat mengakses perangkat keras (hardware)dan perangkat lunak (software), meminta dukungan pengembangan aplikasi dan memperoleh pelatihan.Unit organisasi yang ingin berhasil baik, perlu adanya identitas atas informasi yang diperlukan oleh manajemen yang lebih memfokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dengan baik . Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman sistem informasi dalam melaksanakan tugas. Kriteria tugas yang pasti akan mendorong pencapaian tugas secara tepat, sehingga berfungsi dalam pengambilan keputusan.

Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan informasi bagi manajemen dalam semua tingkatan, supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat digunakan bagi manajemen, maka analisis untuk perancangan sistem haruslah memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan oleh manajemen . Pengembangan dan analisis sistem informasi (SI) pada suatu organisasi bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas informasi yang akan dihasilkan, meningkatkan kontrol pada organisasi dan penghematan biaya perolehan informasi. Begitu pentingnya perkembangan sistem informasi membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja sistem informasi tersebut.

Sistem Informasi memberikan nilai tambah terhadap proses, produksi, kualitas, manajemen, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah serta keunggulan


(39)

kompetitif yang tentu saja sangat berguna bagi kegiatan bisnis .Hal-hal yang bisa dikerjakan oleh sistem informasi tentu saja terkait dengan kemampuan yang dapat dilakukannya, antara lain menyediakan komunikasi dalam organisasi atau antar organisasi yang murah, akurat dan cepat, mempercepat pengetikan, penyuntingan, dan pembiayaan yang jauh lebih murah daripada pengerjaan secara manual.

Kesempatan untuk mengembangkan suatu organisasi akan lebih besar jika ditunjang dengan adanya sistem informasi yang memadai dan dikelola dengan baik, mengingat sistem informasi pada saat ini telah ditunjang oleh sistem komputer dimana telah kita ketahui bahwa kecepatan dan keakuratan perangkat komputer lebih bisa diandalkan dibanding dengan cara manual. Demikian juga dengan Kebijakan Sistem Informasi dan Mananjemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Dalam menerima suatu kebijakan pemerintah, sikap para pelaksana memegang peranan yang sangat penting. Sikap pelaksanan dalam hal ini para pegawai yang mendukung atau tidak mendukung kebijakan tersebut akan berpengaruh pada efektivitas kebijakan itu sendiri. Jika pelaksana berpandangan positif terhadap suatu kebijakan, maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan apa yang dikendaki oleh pembuat kebijakan. Tetapi bila sikap atau perspektifnya berbeda, maka proses implementasi menjadi terancam kesuksesannya.

Sistem dalam lingkup informasi didefinisikan sebagai sekumpulan komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan atau sasaran. Komponen-komponen yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses dan menyimpan informasi untuk tujuan membantu perencanaan, pengendalian,


(40)

29

koordinasi dan pengambilan keputusan organisasi. Sistem informasi merupakan suatu kerangka kerja di mana sumber daya (manusia dan komputer) dikoordinasikan untuk mengubah masukan (data) menjadi keluaran (informasi) guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Fungsi sistem yang utama adalah menerima masukan, mengolah masukan, dan menghasilkan keluaran. Agar dapat menjalankan fungsi ini , sistem akan memiliki komponen-komponen input, proses, keluaran dan kontrol untuk menjamin bahwa semua fungsi dapat berjalan dengan baik. Informasi adalah data yang sudah diolah sehingga dapat untuk pembuatan keputusan. Data adalah representasi suatu obyek. Data yang belum diolah belum dapat dipergunakan untuk pengambilan suatu keputusan.

Apabila masing-masing pengertian di atas digabung, akan diperoleh pengertian sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling bekerja sama, yang digunakan untuk mencatat data, mengolah data dan menyajikan informasi untuk para pembuat keputusan agar dapat diperoleh suatu keputusan yang terbaik. Menurut OBrien dalam (Husein dan Wibowo 2002:8) di dalam sistem informasi terdapat 4 (empat) komponen utama. Keempat komponen utama tersebut adalah: 1. Sumber daya manusia

Yang termasuk dalam sumber daya manusia dalam sistem informasi adalah end user dan IT specialist. End user adalah orang-orang yang menggunakan sistem informasi, sedangkan IT specialist adalah orang-orang yang mengembangkan dan mengoperasikan. Yang termasuk dalam kalangan ini adalah system analyst, programer, operator komputer dan staf sistem informasi yang lainnya. Secara singkat, system analyst merancang system informasi berdasar permintaan informasi dari end user. Programer menyiapkan program komputer berdasarkan


(41)

spesifikasi dari system analyst, sedangkan operator komputer mengoperasikan sistem informasi.

2. Sumber daya perangkat keras

Perangkat keras meliputi semua perangkat fisik dan material yang digunakan dalam pemrosesan informasi. Secara khusus, perangkat keras tidak hanya meliputi mesin-mesin seperti komputer, tetapi juga semua media penyimpanan data. Contoh dari perangkat keras dalam sebuah sistem informasi yang berbasis komputer adalah:

a. Sistem komputer. Misalnya komputer personal,mainframedanserver.

b. Periperal komputer. Misalnya alat input seperti mouse dan keyboard serta perangkat output seperti monitor, printer dan media penyimpanan data seperti disket danharddisk.

c. Jaringan telekomunikasi. Jaringan telekomunikasi meliputi komputer, kartu jaringan dan perangkat lain yang saling terhubung oleh berbagai media telekomunikasi dalam sebuah organisasi.

3. Sumber daya perangkat lunak

Sumber daya perangkat lunak meliputi semua kumpulan perintah-perintah pemrosesan informasi. Konsep ini tidak hanya meliputi suatu kumpulan perintah bernama program yang mengatur dan mengontrol perangkat keras komputer, tetapi juga kumpulan perintah pemrosesan informasi untuk sumber daya manusianya. Hal tersebut disebut dengan prosedur. Contoh dari perangkat lunak antara lain:


(42)

31

a. Perangkat lunak sistem. Berfungsi untuk mengontrol dan mendukung operasi dari sebuah system komputer. Misalnya sistem operasi (Linux, Windows dan lain-lain).

b. Perangkat lunak aplikasi. Hal ini meliputi program-program yang secara langsung mengatur penggunaan komputer untuk keperluan tertentu oleh end users. Contohnya antara lain software pengolah data, ,spreadsheet, dan pengolah gambar.

c. Prosedur. Adalah instruksi-instruksi kepada pengguna sistem informasi. Contohnya petunjuk penggunaan sebuah perangkat lunak.

4. Data.

Data lebih dari sekedar bahan mentah dari sebuah sistem informasi. Konsep dari data telah menjadi luas bagi manajer dan profesional sistem informasi. Mereka menyadari bahwa sumber daya berharga bagi organisasinya. Sumber daya data dari sebuah sistem informasi biasanya dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Database.Memproses dan mengorganisasi data

b. Knowledge bases. Terdiri dari berbagai macam bentuk seperti fakta dan aturan tentang sebuah subyek tertentu.

D. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk pertanahan. Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang sangat penting, akan tetapi adopsi teknologi informasi relative tertinggal. Sebagai contoh, dari sebagian banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum seluruhnya mengadopsi sistem komputerisasi. Masih banyak kantor pertanahan di


(43)

tanah air yang masih menggunakan sistem analog. Dan kebanyakan masih bersifat paper oriented. Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi marupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi sebagian masalah derasnya arus manajemen informasi.

Teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang pertanahan mutlak diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini. Seperti diketahui bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum memiliki sertifikat. Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan pihak yang paling berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari masalah tersebut adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya seperti memiliki kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih besar berkali-kali lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki konektivitas antardaerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat.

Disamping itu hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertanahan dan keamanan dan sosial budaya. (http://eleveners.wordpress.com). Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman dan sosial budaya.


(44)

33

Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang akhirnya akan berkaitan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah ( http://suyuswindayana.blogspot.com/).

Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban SIMTANAS.Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan e-goverment,e-commerce,epayment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan bidang-bidang tanah dan pelayanan kepada mayarakat.

1. Basis Data Pertanahan

Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil, sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan. Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja dan terhimpun dalam suatu organisasi yang meliputi data entitas (masuk dalam divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dan seterusnya) dan nilai


(45)

atau value data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dan seterusnya). Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas – tugas pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang diemban oleh BPN RI dalam mengelola sumber daya alam, khususnya bidang-bidang tanah dan masalah-masalah pertanahan, seperti yang yang dimanatkan dalam UUD 1945, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Indonesia.

Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan :

a. survei, pengukuran dan pemetaan, b. pelayanan administrasi pertanahan, c. pendaftaran tanah,

d. penetapan hak-hak atas tanah,

e. penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus, f. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah,

g. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, h. penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor Pertanahan sebagai perwakilan Pemerintah dalam tingkat Kabupaten atau Kota dan sebagian dihasilkan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Provinsi dan pada tingkat Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama pertanahan yaitu:


(46)

35

a. Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

b. Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

c. Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut,ataupun sudut jurusan.

d. Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

e. Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang menyajikan tema tertentu.

f. Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut.

g. Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas Hak Pengelolaan.

Data pertanahan di simpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta – peta (paper base). Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, (mirror principle) pemilik tanah memiliki copy bukti yang aslinya tersimpan di Kantor Pertanahan. Konsep basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam pengelolaan data. Keterbatasan manusia untuk mengolah data-data tersebut secara


(47)

konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu ciri nya adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan, penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas, komponen basis data meliputi unsur-unsur yang berperan dalam membangun suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), (sistem operasi, aplikasi, database / DBMS) dan pengguna (user).

2. Komputerisasi Kantor Pertanahan

Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas tanah. Karena sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai tingkat pengambilan ( retrievel ) dan pembaruan ( up dated ) yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan persyaratan dalam penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses pengambilan data tersebut.


(48)

37

Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi informasi dengan mudah dan cepat. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi informasi atau database, sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan aplikasi perangkat lunak, semua proses pelayanan data pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data dalam upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik ( e-Gov). Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan pertanahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah pembangunan dan pengembangan komputerisasi kantor pertanahan (KKP). Kantor Pertanahan merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan. Dikembangkan model pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan pelayanan on-line, membangun database elektronik, pembangunan infrastruktur perangkat keras dan jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam kemampuan penguasaan Informasi Teknologi (IT) serta sosialisasi kegiatan di kalangan intern dan ekstren merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada kantor-kantor yang sedang dan sudah menerapakan KKP.

Beberapa keuntungan dalam pelaksanaan KKP antara lain :

a. Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian penyelesaian.


(49)

b. Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik.

c. Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor Daftar Isian dilakukan oleh sistem secara otomatis.

d. Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan informasi yang terintegrasi.

e. Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan berbasis data spasial (spatial planning).

Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara on-line system,tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data pertanahan (Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah) yang mencakup bidang tanah sejumlah ± 15 juta bidang (25% dari bidang tanah terdaftar.

3. Larasita

Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akan menjamin keakuratannya. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan dengan kemudahan dalam mengakses informasi secara on-line melalui fasilitas


(50)

39

yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan adanya kekurangan terhadap segmen „pelanggan' tertentu, yaitu pemohon atau pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak bisa atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara langsung di Kantor Pertanahan.

Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat diberikan kepada pelanggan seperti ini, Dalam kenyataannya segmen „pelanggan' seperti disebutkan di atas adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada jauh dari lokasi kantor pelayanan. Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi yang sangat sangat membantu bagi pengguna. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi jaringan, merupakan kata kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang dikembangkan dalam Larasita. Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan akan menjadi lebih dekat dengan „pelanggan' yang tidak berada di Kantor Pertanahan. Karena karakteristik penggunaan teknologi informasi dalam bentuk pelayanan yang diberikan, program Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor pertanahan yang sudah menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik (KKP). Pada awalnya Larasita teknologi komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan komunikasi gelombang radio yang bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4 MHz.

Kemajuan teknologi yang terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini digunakan teknologi koneksi yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu internet (interconnected network). Operator selular berlomba-lomba untuk


(51)

memberikan penawaran dalam percepatan pelayanan data antar pengguna semakin memperkuat penggunaan internet dalam koneksi data. Larasita adalah Kantor Pertanahan yang bergerak. Dengan adanya pelayanan ini akan terwujud bentuk persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang rendah aksesibilitas untuk datang ke Kantor Pertanahan. Percepatan pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk pelayanan Larasita dapat menjangkau semua wilayah tanah air.

Tujuan kegiatan pelayanan Larasita antara lain :

a. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agrarian).

b. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan.

c. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar.

d. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah.

e. memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan.

f. menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat.


(52)

41

Gambar 1. Kerangka Pikir Pengolahan Data Pertanahan

Perkembangan Teknologi Informasi

Pasal 1 huruf b Kepeutusan Presiden

no. 34 Tahun 2003

Implementasi kebijakan ( SIMTANAS)

• Standar kebijakan

• Sumber daya

• Disposisi

• Komunikasi

• Kondisi


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi artinya pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objek studi ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain metodologi itu menjelaskan tata cara dan langkah yang akan ditempuh utuk mencapai tujuan dari penelitian.

A. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Krik and Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Moleong, 2002 : 3). Oleh karena itu, strategi penelitian ini terarah pada penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Bogdan dan taylor mengatakan metodelogi kualitatif sebagai prosedur-prosedur penelitian yang digunakan untuk menghasilkan data deskriptif, yang ditulis atau yang diucapkan orang dan perilaku-perilaku yang dapat diamati (Pawito, 2007 : 84). Studi deskriptif kualitatif adalah suatu metode untuk menggambarkan suatu gejala-gejala sosial atau berusaha mendiskripsikan fenomena sosial tertentu secara terperinci.


(54)

43

B. Fokus Penelitian

Menurut (Sugiyono 2011:207), batasan masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi studi dan mengarahkan pelaksanaan atau pengamatan. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajeman Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut Van Meter dan Van Horn dalam (Subarsono 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

a. Standar dan Sasaran Kebijakan .

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.


(55)

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan

f. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.


(56)

45

Variabel-variabel kebijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan ( Subarsono, 2005:99).

C. Lokasi Penelitian

Penetapan penelitian ditentukan secara purposive atau berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan penelitian. Menurut Sugiyono (2011:216) Purposive adalah lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan diambil berdasarkan tujuan penelitian.

Penelitian ini dilakukan di dalam Lingkungan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung dipilih menjadi lokasi penelitian dengan alasan Kota Bandar Lampung merupakan kota administratif yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Lampung. Selain itu Kota Bandar Lampung juga merupakan daerah domisili peneliti dalam menjalani proses perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(57)

D. Sumber Data

Menurut Loftland (Moleong, 2002:157) sumber data utama pada penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti sumber data tertulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer yang digunakan adalah berasal dari hasil wawancara. Sumber data ditulis atau direkam. Wawancara dilakukan kepada informan yang telah ditentukan dengan menggunakan panduan wawancara mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan nasional di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung (SIMTANAS). Teknik pemilihan orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive. Alasan pemakaian teknik purposive dikarenakan oleh bentuk dan ciri penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan penelitian ini. Penentuan orang yang diwawancaraai atau responden dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dikarenakan orang tersebut menduduki posisi terbaik yang dapat memberikan informasi-informasi yang akurat terkait dengan topik penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada. Data sekunder ini digunakan sebagai pendukung guna mencari fakta yang sebenarnya. Data sekunder juga diperlukan untuk melengkapi informasi dalam rangka mencocokkan data yang diperoleh. Sumber data sekunder yang digunakan antara lain berupa berita surat kabar, website, artikel, dan referensi-referensi yang


(58)

47

menjadi panduan penyusunan pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung..

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi dan ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Seperti diungkap Esterberg yaitu wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiyono 2011:231). Wawancara mendalam dilakukan dengan informan di Lingkungan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

2. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. (Sugiyono 2011:240), Teknik dokumentasi pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data melalui


(59)

peninggalan tertulis yang diperoleh dari institusi yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

3. Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan pengamatan secara sistematis pada obyek penelitian. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi dan lokasi penelitian. Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. (Sugiyono 2011:226). Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, yaitu di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung dan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Penelitian di lapangan dilakukan dengan mewawancarai informan yang benar-benar mengetahui dan melakoni proses interaksi antar institusi pembuat kebijakan yaitu Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung dan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam implementasi kebijakan serta mengamati kondisi dan lokasi penelitian secara langsung.

F. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh peneliti. untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dalam pemeriksaan data dan menggunakan kriteria: (Moleong 2002:327)


(60)

49

Dalam penelitian ini, kriteria keabsahan data yang digunakan adalah kriteria derajad kepercayaan (credibility), penerapan derajad kepercayaan (credibility) pada dasarnya menggantikan konsep validiats internal dari nonkualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan (credibility) hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Adapun untuk memeriksa derajat kepercayaan (credibility) ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu. Triangulasi dianggap sebagi cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dalam penelitian ini triangulasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan memeriksa temuan di lapangan dengan membandingkannya berbagai sumber, metode, dan teori yang berhubungan dengan pembahasan.

2. Teknik memeriksa Keteralihan Data

Teknik ini dilakukan dengan menggunakan “uraian rinci“, yaitu dengan melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Derajat keteralihan dapat dicapai lewat uraian yang cermat, rinci, tebal, atau mendalam serta adanya kesamaan konteks antara pengirim dan penerima.


(61)

Upaya untuk memenuhi hal tersebut, peneliti melakukannya melalui tabulasi data (terlampir) serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan. 3. Teknik Memeriksa Kebergantungan

Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan penelitian di lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya, dan untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar atau tidak, maka peneliti mendiskusikannya dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta penafsirannya. Untuk itu peneliti perlu menyediakan data mentah, hasil analisis data dan hasil sintesis data serta catatan mengenai proses yang digunakan.

4. Kepastian Data (comfirmability)

Kepastian Data (comfirmability) berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pembimbing menyangkut kepastian asal-usul data, logika penarikan kesimpulan dari data dan penilaian derajat ketelitian serta telaah terhadap kegiatan peneliti tentang keabsahan data.


(62)

51

G. Analisis Data

Dalam proses pelaksanaannya, tahap pengolahan data tidak cukup hanya terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi saja, akan tetapi mencakup banyak tahap. Di antaranya adalah tahap reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Lebih dari sekedar itu, pengolahan data, yang tidak lain merupakan tahap analisis dan interpretasi data mencakup langkah-langkah reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Penelitian ini menggunakan proses analisis data model interaktif (Pawito 2007:104), yaitu analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan secara bersamaan, yang terdiri :

a. Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang.

b. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan.

c. Penarikan kesimpulan merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan mudah


(63)

difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.

H. Identitas Informan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data berikut ini dengan menggunakan metode wawancara secara terbuka kepada pihak yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yakni kepada Kepala Seksi Survei Dan Pemetaan, Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran, dan Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung sebagai informan kunci. Selain itu informan biasa yaitu masyarakat yang ditentukan berjumlah 5 orang dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan penelitian dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan informan berjumlah 3 orang informan kunci, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Identitas Informan

No. Informan Umur Pendidikan Jabatan

1. Informan 1 :

Bapak H Sugiarto,S.Sos

47 tahun S1 Kepala Seksi

Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah


(64)

53

Seto Apriyadi, ST Pengendalian

Dan

Pemberdayaan 3. Informan 3 :

Winarto, ST.

48 tahun S1 Kepala Seksi

Survei Dan Pemetaan


(1)

103

Pertanahan Nasional.Dan untuk Sumber daya pendukung seperti peralatan yang dipergunakanterlihat jumlahnya terbatas.

3. Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas

Dilihatdari komunikasi dan koordinasi yang terjalin di dalam Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung saat ini sudah berjalan dengan baik. BaikdalamlingkunganKantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, maupunantarinstansi lain.

4. Karakteristik agen pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn,karakteristik utama dari struktur organisasi adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP) dan fragmentasi.

Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung memiliki SPOPP yang sudahjelasberdasarkanKeputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005tentangStandar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) telah dilaksanakan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan mengoptimalkan fungsi loket dan sistem komputerisasi yang ada.Dan terdapatNorma-normayang berlaku berdasarkanKeputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003Tentang Norma Dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan.


(2)

104

Diketahuidariinformanmasyarakat yang pendidikanformalnyacukuptinggi, bahwakomunikasi yang terjalinantara Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung denganmasyarakatbelumberjalan dengan baik terutama dalam hal sosialisasi.

6. Disposisi Implementor

Sikap para karyawansangat mendukung

danmemahamisertamemilikikeahliankhusus di bidangteknologi informasi sehingga mereka dapat menjawab tantangan dari programSIMTANAS yang dilaksanakan di KantorPertanahan Kota Bandar Lampung.

B. Saran

1. StandardanSasarankebijakan yang sudahada,

diharapkandapatlebihdisesuaikandenganpelayanan yang ada di KantorPertanahan Kota Bandar Lampung.

2. Sumber daya manusia dan sumber daya pendukung, diharapkan dapat memenuhi standar. Dengan cara meningkatkan keahlian dan profesionalisme para implementor di bidang Informasi Teknologiyang ada di dalam lingkungan kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung,dan menambah jumlah peralatan yang dibutuhkan dalam kebijakan SIMTANAS.

3. Sebagai Karakteristik agen pelaksana kebijakan SIMTANAS yang baik, diharapkan semua implementor dapat lebih disiplin dalam kegiatan di lingkungan kantor pertanhan Kota Bandar Lampung.


(3)

105

4. Komunikasi yang terjalin kepada masyarakat khususnya dalamhalsosialisasi kepada masyarakat diharapakan mampu berjalan dengan optimal, agar masyarakat lebih memahami tentang kebijakan SIMTANAS.

5. Disposisi Implementor. Respon, danpemahamanyang dimilikiimplementor, diharapkanlebihditingkatkan agar dalamImplementasi SIMTANAS dapatberjalanlebihbaiklagi. Serta tingkatkannilaiataupengetahuanparaImplementordalammengoperasikan SIMTANAS.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul,Wahab. 2004. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijahanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Pustaka Belajar, Yogyakarta. Gaspersz, Vincent, 2004, Total Quality Management, Gramedia, Jakarta.

Husein, Muhammad Fakhri dan Wibowo, Amin, 2002, Sistem Informasi Manajemen,UP AMP YKPN, Yogyakarta

Islamy,M.Irfan,2001,Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara,Bumi Aksara, Jakarta.

Kismartini,dkk,2005,Analisis Kebijakan Publik,Universitas Terbuka, Jakarta. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ketujuhbelas.

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nyimas Dwi Koryati;dkk. 2004. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Wilayah. YPAPI. Yogyakarta.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKIS, Pelangi Aksara, Yogyakarta.

Riant, Nugroho. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Kebijakan. Gramedia. Jakarta.


(5)

Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Jakarta.

Soenarko, 2003. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah, Cetakan Kedua. Airlangga University Press. Jakarta.

Sugiyono, 2011. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta. Bandung.

Sutabri, Tata, 2005, Sistem Informasi Manajemen, Andi, Yogyakarta.

Wibawa Samodra, Yuyun Purbokusumo, Agus Pramusinto, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik , Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Winarno Budi, 2002, Kebijakan Publik teori dan proses, cetakan kedua, Media Pressindo, Yogyakarta.

Sumber Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nmor 6 Tahun 2008 Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.


(6)

Sumber website :

www. bpn.go.id/berita.aspx. diakses 15 Maret 2013 http://suyuswindayana.blogspot.com