Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN LABUHANBATU

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu sosial dan Ilmu Politik

OLEH

MARISI SIMANGUNSONG 110903091

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu Nama : Marisi Simangunsong

Nim : 110903091

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

Pelayanan pendaftaran tanah yang dilaksanakan secara manual banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data sehingga tumpang tindih kepemilikan tanah sering terjadi. Dengan program ini akan memudahkan pelayanan pertanahan kepada masayrakat dalam pengurusan legalitas hak tanahnya.

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Badan Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai BPN Kabupaten Labuhanbatu, dan juga kepada masyarakat, selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala/keadaan/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.

Dari penelitian yang penulis lakukan, pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik dalam membantu masyarakat untuk membuat legalitas tanahnya berdasarkan dimensi atau pun tolak ukur atas teori yang penulis gunakan. Dari ke-enam variable tersebut ada variabel yang masih belum terpenuhi dengan baik sehingga perlu diperhatikan agar program ini semakin baik, yakni sumber daya. Dari variable sumber daya yang menjadi masalah adalah dari pihak pelaksana berdasarkan kualitas sumber daya manusia masih dikatan kurang. Dengan kekurangan sumber daya yang menguasai secara maksimal program SIMTANAS ini akan mempengaruhi kelancaran pekerjaan dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masayrakat. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti alat pembuatan peta digital di dalam pelaksanaan program SIMTANAS ini juga ikut menjadi penghambat di dalam pelaksanaan program.

Kata Kunci : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)


(3)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan Batu”.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan bagi mahasiswa program S1 pada program studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terims kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusun skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Bapak Prof. Sublihar, Ph.D selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(4)

4. Ibu Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku dosen Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan kritik dan saran bimbingan maupun arahan yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak/ Ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya jurusan ilmu administrasi negara yang telah banyak membantu penulis untuk dapat melaksanakan penulisan dalam skripsi ini. 7. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Sahat Simangunsong dan

Rukia Sinaga yang selalu mendoakan, memberi motivasi dan pengorbanan baik dari segi moril dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaian skripsi ini,

8. Buat adik-adikku terkasih Yoshua Harisman Simangunsong dan Sinar Yobelni Simangunsong serta semua keluarga besar penulis, yang selalu memberikan doa dan dukungan.

9. Kepada kakak dan abang PKK (Norasina Lestari Pandia & Windo Harjoin Sidabutar) dan saudara-saudariku Zebaoth Gearlic (Nova, K‟Della, Santo, Yudita, Siska,dan Meria Blonde), Syema Elohim (Sutrisno dan Clara) yang sudah memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis, dan tidak bosan-bosannya mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini. 10.Terimakasih untuk The Diamond of Christ (Novita, Irma, Sandova, dan

Grace) adik-adik yang luar biasa memberikan dukungan semangat dan doa kepada penulis.


(5)

11.Buat keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP, terima kasih untuk pelayanan dan persekutuan kita selama ini. Semoga kita tetap semangat melayani Dia.

12.Kepada sahabat-sahabat DMK (Fannyku, Kak Lia, Cika, Ranita „Dewa‟, Meria Blonde, Yuni Cute, Gio Sweet, Uci Unyu, Morina, Susi, Bang Obed, Sabam) yang sudah menghabiskan waktu bersama selama perkuliahan dengan kegilaan masing-masing. Terimakasih untuk dukungan kalian semua.

13.Kepada Try Hermanto Siahaan, SST yang sudah membantu penulis, memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih untuk pinjaman laptopnya, sumbangan tenaga dan sudah menjadi pendengar dan penasehat yang baik.

14.Terima kasih kepada semua anggota kelompok II magang, Andre Kepok, Kansrida, Ranyta, Yudita, K‟Della Marinka, Yuniarti, Morina, Hosianna, Sabam, Jimmy Jimbo, Utomo Jayen, yang memberikan dukungannya masing masing pada penulis selama penyusunan skripsi ini.

15.Terima kasih kepada semua teman teman Ilmu Administrasi negara, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang memberikan masukan untuk penyusunan skripsi ini.

16.Kepada Bapak Kepala BPN yang mengizinkan penulis untuk penelitian dan juga kepada Bapak/Ibu Pegawai BPN Kabupaten Labuhan Batu yang membantu penulis untuk mendapatkan data data dan informasi tentang Kebijakan SIMTANAS.


(6)

17.Kepada informan informan penulis yang mau berbagi informasi dan banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan. Dan penulis hanya bisa membalas semua kebaikan kalian semua lewat doa, agar hari ini hingga kelak kuasa-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua.

Medan, Desember 2015 Penulis

Marisi Simangunsong NIM. 110903028


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 8

C. TUJUAN PENELITIAN ... 8

D. MANFAAT PENELITIAN ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK ... 9

1. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ... 13

2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK ... 15

3. MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ... 17

B. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM) ... 28

C. SIMTANAS ... 32

D. PENELITIAN TERDAHULU ... 43

E. DEFENISI KONSEP ... 44

F. SISTEMATIKA LAPORAN ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

1. LOKASI PENELITIAN ... 47

2. JENIS PENELITIAN ... 47

3. INFORMAN PENELITIAN ... 48

4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 48

5. TEKNIK ANALISIS DATA ... 49

BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN ... 52

A. GAMBARAN UMUM KAB.LABUHANBATU ... 52


(8)

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 93

A. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SIMTANASI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LABUHANBATU ... 93

1. STANDAR DAN SASARAN KEBIJAKAN ... 95

2. SUMBER DAYA ... 97

3. KOMUNIKASI ANTAR BADAN PELAKSANA... 103

4. KARAKTERISTIK AGEN PELAKSANA ... 109

5. KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK ... 111

6. DISPOSISI IMPLEMENTOR ... 112

BAB V ANALISIS DATA ... 116

A. STANDAR DAN SASARAN KEBIJAKAN ... 116

B. SUMBER DAYA ... 117

C. KOMUNIKASI ANTAR BADAN PELAKSANA... 119

D. KARAKTERISTIK AGEN PELAKSANA ... 121

E. KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK ... 122

F. DISPOSISI IMPLEMENTOR ... 122

BAB VI PENUTUP ... 125

A. KESIMPULAN ... 125

B. SARAN ... 126 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Luas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Per Kecamatan ... ... 52

Table.2 Jumlah Desa/Kelurahan/Dusun/lingkungan Per kecamatan ... ... 52

Tabel.3 jumlah Pegawai pada Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan Jenis Kelamin ... ... 75

Table.4 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat pendidikan ... ... 76


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Model implementasi Edward III ... ... 20

Gambar.2 Model Implementasi Van Meter Van Horn... ... 22

Gambar.3 Peta kabupaten Labuhanbatu ... ... 51


(11)

ABSTRAK

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu Nama : Marisi Simangunsong

Nim : 110903091

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

Pelayanan pendaftaran tanah yang dilaksanakan secara manual banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data sehingga tumpang tindih kepemilikan tanah sering terjadi. Dengan program ini akan memudahkan pelayanan pertanahan kepada masayrakat dalam pengurusan legalitas hak tanahnya.

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Badan Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai BPN Kabupaten Labuhanbatu, dan juga kepada masyarakat, selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala/keadaan/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.

Dari penelitian yang penulis lakukan, pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik dalam membantu masyarakat untuk membuat legalitas tanahnya berdasarkan dimensi atau pun tolak ukur atas teori yang penulis gunakan. Dari ke-enam variable tersebut ada variabel yang masih belum terpenuhi dengan baik sehingga perlu diperhatikan agar program ini semakin baik, yakni sumber daya. Dari variable sumber daya yang menjadi masalah adalah dari pihak pelaksana berdasarkan kualitas sumber daya manusia masih dikatan kurang. Dengan kekurangan sumber daya yang menguasai secara maksimal program SIMTANAS ini akan mempengaruhi kelancaran pekerjaan dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masayrakat. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti alat pembuatan peta digital di dalam pelaksanaan program SIMTANAS ini juga ikut menjadi penghambat di dalam pelaksanaan program.

Kata Kunci : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara mempunyai kewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kewajiban pelayanan publik merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu perlu kiranya dibangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Demikian diungkapkan dalam pertimbangan penyusunan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik (http://endanglarasati.blogspot.com/).

Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah merupakan perekat NKRI oleh karena itu tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini, kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Untuk membantu kesejahteraan rakyat dalam bidang pertanahan maka dibentuk Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) diawali dengan adanya pengesahan undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal UUPA pada


(13)

33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat‟. Selain Pancasila dan UUD 1945, nilai-nilai dasar di bidang pertanahan juga dinyatakan oleh TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. (Sesuai dengan Perpres No. 20 Tahun 2015). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun Semboyan BPN-RI adalah: “Lihat ke depan, lakukan sesuatu yang dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan rakyat”. Dengan melihat Visi BPN-RI, yaitu menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia, maka dengan semboyan tersebut BPN-RI bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai kesejahteraan rakyat dalam bidang pertanahan dan diharapkan mampu utuk melihat kebutuhan masyarakat dalam pelayanan bidang pertanahan.

Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem manajemen pemerintahan yang belum efisien dan lemah. Kondisi ini menghasilkan kualitas pelayanan publik yang rendah dan terjadi berbagai praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta mengakibatkan inefisiensi dalam


(14)

penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja aparatur, diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah, mudah, berkeadilan, berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat.

Pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Paradigma yang dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya saja. Masyarakat sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya. Pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani (Larasati, 2007:36).

Sejalan dengan arus globalisasi yang terjadi di seluruh dunia pada saat ini kebutuhan informasi semakin penting dan mendesak. Bahkan menurut Robert Murdick (dalam Sutabri, 2005:114) informasi dianalogikan sebagai darah bagi organisasi. Selanjutnya Sutabri (2005:114) mengemukakan bahwa informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk organisasi publik. Informasi pada dasarnya adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para pemakainya (Jogiyanto, 2003:36). Agar dapat mencapai tujuannya maka dibentuklah suatu sistem informasi.


(15)

Pada dasarnya sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang diperlukan oleh suatu organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Pesatnya perkembangan organisasi publik yang ada saat ini, jika ditinjau dari segi administrasi negara, membuat usaha untuk merumuskan kerangka kerja (framework). Sistem Informasi Manajemen (SIM) pada organisasi publik merupakan kebutuhan yang mendesak (Sutabri, 2005:117). Lebih lanjut Sutabri (2005:54) mengatakan bahwa pentingnya SIM dalam konteks organisasi publik salah satu penyebabnya adalah bahwa organisasi sekarang sudah cenderung mendasarkan pengambilan keputusannya pada sistem informasi, dan bukan pada struktur hirarkhi wewenang/tanggung jawab yang statis.

Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan sistem informasi yang lebih efisien dan dapat diandalkan dalam membuat keputusan manajemen, teknologi atau komputerisasi adalah unsur utama yang berpengaruh. Kemampuan komputer telah membantu perkembangan konsep Sistem Informasi Manajemen karena perangkat keras dan perangkat lunak telah membuka dimensi baru yang digunakan dalam konseptualisasi sistem informasi bagi sebuah organisasi. Penggunaan komputer di dalam SIM sangat banyak membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan.

Berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, maka penyediaan pelayanan pemerintah harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai upaya pemberian kepuasan


(16)

masyarakat penggunanya. Perhatian akan pemberian kepuasan masyarakat ini sangatlah penting, mengingat kepuasan masyarakat merupakan tolok ukur dari keberhasilan pelayanan yang efektif dan efisien yang diberikan oleh pemerintah.

Badan Pertanahan Nasional adalah salah satu instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Disadari bahwa sistem informasi dan manajamen yang baik dalam sistem pemerintahan dapat membantu meningkatkan pelayanan publik yang memadai dan menciptakan kenyamanan kepada masyarakat sehingga pemerintah juga mendapat kepercayaan dari masyarakat. Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintah yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan pelayanan publik secara efektif dan efesien, hal ini sesuai dengan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia dan Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government.

Proses transformasi menuju e-government di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) dimulai dengan dibangunnya Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Sejak tahun 1997 BPN telah menyelenggarakan kegiatan SIMTANAS melalui kegiatan Land Office Computerization (LOC) atau Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) di Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama Pemerintah Repulik Indonesia dengan Pemerintahan Kerajaan Spanyol di bidang teknologi informatika.


(17)

Dalam meningkatkan pelayanan pertanahan maka pemerintah membentuk satu kementerian dan menetapkan peraturan-peraturan bidang pertanahan. Salah satu peraturan tersebut adalah SIMTANAS (Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertananahan Bab I pasal 3 huruf e dan Bab II pasal 53 huruf i. Sebelum SIMTANAS di kantor pertanahan dikembangkan, setiap Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi informasi yang mereka miliki.

Secara external SIMTANAS bertujuan untuk membantu memudahkan masyarakat dalam proses mendapatkan informasi dari sisi waktu, biaya, tenaga, dan prosedur. Secara internal tujuan SIMTANAS adalah membantu pejabat struktural dalam memperoleh informasi tentang kinerja kantor berupa laporan secara cepat, akurat, dan aktual karena dikerjakan oleh sistem (bukan SDM) dan membangun kedisiplinan seluruh pegawai untuk memelihara dan konsisten terhadap aplikasi KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan) yang sudah dibangun BPN-RI sehingga kualitas informasi pada SIMTANAS terjaga tetap cepat, akurat, dan aktual.

Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, adalah salah satu kantor pertanahan yang telah menerapkan komputerisasi sistem informasi manajemen untuk pelayanan pertanahan. Kinerja BPN dalam penyelenggaraan pelayanan


(18)

pertanahan tidak luput dari perhatian berbagai pihak karena dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan masih banyak terdapat permasalahan yang terjadi dilapangan, diantaranya prosedur yang rumit dan mahal, adanya keluhan dari masyarakat karena kurang cepatnya dalam pelayanan, lambatnya penyelesaian pensertifikasian tanah, dan sebagainya. Hal ini seperti yang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu.

Sebelumnya pelayanan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu dilakukan secara manual menggunakan mesin ketik dan beberapa peralatan manual yang sederhana lainnya. Setelah berkembangnya teknologi komputer, pelayanan pertanahan memanfaatkan aplikasi komputer seperti aplikasi

micrsoft word dan microsoft excel untuk pengolahan data tekstual dan software autocad untuk pengolahan data grafis dalam pemograman yang sederhana. Pelayanan yang dilaksanakan secara manual tersebut banyak mengalami kendala dan dirasakan tidak efesien karena data tekstual dan data grafisnya tidak terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang berbasis komputerisasi sehingga terdapat kesulitan dalam pencarian data maupun pemeliharaan data. Guna memenuhi tuntutan masyarakat dan arus globalisasi, aparatur pemerintah di lingkungan Kantor Pertanahan Kabubapen Labuhanbatu perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai bidang tugasnya dengan rasa tanggung jawab.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI DAN


(19)

MANAJEMEN (SIMTANAS) DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN

LABUHANBATU”

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan demikian permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhanbatu?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Sebuah kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana penerapan Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu.

D. MAFAAT PENELITIAN

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

3. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Dye, 1992:2-4). Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2009:2) mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah; (3) kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya tidak menaikkan pajak adalah suatu kebijakan publik.

Kebijakan menurut James E. Anderson (dalam Islamy 2001:17), yaitu : “ A purposive course of action followed by an actor or set of factor in dealing with a

problem or matter of concern” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan


(21)

pemerintah. Anderson (dalam Tangkilisan 2003:32) lebih rinci menjelaskan bahwa defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunya tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang dimaksdukan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Tidak jauh berbeda,menurut Chandler dan Plano (dalam Tangkilisan, 2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun politisi untuk memecahkan masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.


(22)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat Islamy (2001:20) menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.” Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundang -undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Namun demikian tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam Islamy (2001:17) mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu : 1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Dengan mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut


(23)

banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan, dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan, setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan Batu mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho (2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh Kismartini (2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu :

1. Tujuan tertentu yang ingin dicapai adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat ( interest public ).

2. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan kedalam bentuk program dan proyek.


(24)

3. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan,

4. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia.

5. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

1. Implementasi

Implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan melaksanakan kebijakan tergantung pada tingkat kemampuan pemerintah dalam melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Jones dalam Tangkilisan (2003:17-18) mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan menfocuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.


(25)

Jadi implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu progran ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah :

1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan ( Wahab, 2004:59). Implemetasi merupakan rangkaian kegiatan setelah kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi suatu kebijakan yang dirumuskan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi mempunyai kedudukan penting dalam kebijakan publik. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan, walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai


(26)

persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya.

2. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah unsang-undang yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupan masyarakat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah.

Kebijakan publik timbul karena adanya gejala yang muncul atau dirasakan dalam masyarkat. Jadi dapat disimpulkan kebijakan sifatnya dinamis oleh karena bersumber dari kehidupan masyarakat. Sistem birokrasi yang hanya menekankan pada formalitas saja, tanpa mengindahkan dan menghargai unsur manusia yang secara utuh akan mengakibatkan kebijakan publik relatif tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, sementara para ahli berpendapat bahwa hal yang paling esensial dalam kebijakan publik adalah usaha untuk melaksanakan kebijakan itu sendiri. Jika suatu kebijakan telah diputuskan, kebijakan tersebut tidak berhasil dan tidak terwujud jika tidak diimplementasikan.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur , dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (James P. Lester dan Joseph Steewart, 2000: 104).


(27)

Sedangkan menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003:20) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

Berikut ini merupakan bagan yang menggambarkan kerangka proses kebijakan publik:

1. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.

3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan tersebut.

4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapakan dimana akan memberikan tujuan kebijakan positif kepada pemerintrah dan masyarakat sebagai penerima manfaat.

Sebagaimana penjelsan tersebut berbagai teori yang berkaitan dengan implementasi suatu kebijakan publik William Dunn dalam Tangkilisan (2003:21) mengatakan kebijakan adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan outcomes Output

Proses Input


(28)

(termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah. Faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja implementasi yaitu :

a) Standar dan sasaran kebijakan

b) Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktivitas c) Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi d) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

e) Sumber daya f) Sikap pelaksana.

Selain itu Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003:21) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan prorgam dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu: a) Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari

kepatuhan strate level burcancrats terhadap atasan mereka

b) Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan

c) Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.

3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik

Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli : a. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward

III (Indiahono, 2009:31-33).

Model implementasi kebijakan publik yang dikemukankan oleh Edward menunjuk empat variabel yang berperan penting dalam pencapai keberhasilan


(29)

implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

1) Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dikerjakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antar pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Komunikasi menjadi sangat penting dalam implementasi kebijakan karena kesalahan dalam penyampaian kebijakan akan berakibat pada kegagalan pelaksanaan kebijakan. 2) Sumber daya, yaitu menunujuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah progaram/kebijakan. Kedua sumber daya tersebut harus diperhatikan ketersediaannya dalam implementasi kebijakan. Keseimbangan antara sumber daya manusia dan sumber daya finansial menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan akan berjalan lambat. Sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program/kebijakan tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.


(30)

3) Disposisi, yaitu merupakan karakteristik implementor kebijakan. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Komitmen tinggi dan kejujuran merupakan sikap yang sangat perlu untuk dimiliki oleh implementor, sebab implementor yang memiliki sikap ini akan bertahan ketika dihadapkan pada hambatan yang ditemui dalam program kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah ditetapkan. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.

4) Struktur birokrasi, menunjukkan bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standar

Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline

program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami karena akan menjadi acuan dalam berkerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sebisa menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan


(31)

atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel untuk menghindari birokrasi yang kaku.

Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan.

Gambar1. Model Implemetasi Edward III

Sumber: Edward III, 1980:48

b. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (Indiahono, 2009:38-40).

Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan bebrapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Bebrapa variabel yang terdapat dalam model Meter dan Horn adalah sebagai berikut:

1) Standar dan sasaran kebijkan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang

Komunikasi

Sumberdaya

Implementasi Disposisi


(32)

berwujud maupun tidak, jangka pendek, mengengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

2) Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan diawal.

3) Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal tersulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja yang baik.

4) Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjukkan adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.

5) Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

6) Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam rana implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.


(33)

7) Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias, dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan yang ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini. Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber : Van Meter and Horn.

Model Implementasi Meter dan Horn ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian implementasi kebijakan seharusnya tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana. Penelitian implementasi kebijakn menjadi menarik jika dapat menggambarkan yang terjadi antar variabel.

Komunikasi antara organisasi dan

pelaksanaan kegiatan

Standar dan sasaran

Sikap pelaksana

Kinerja kebijakan Karakteristik

badan pelaksana

Sumber daya

Lingkungan sosial, ekonomi, dan


(34)

c. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan

kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.

2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan


(35)

politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber sumber yang tidak memadai.

3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan antara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.

4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan kebijakan tersebut diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.

5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kenyataannya program pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya


(36)

sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.

6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada badan lain walaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badan-badan/instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.

7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan


(37)

tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor.

8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat.

9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.

10)Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama


(38)

sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah tersebut maka harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem iformasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.

d. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Merilee S. Grindle (Grindle, 1980:9).

Menurut Grindle keberhasilan implementasi dipengaruhi beberapa variabel yaitu:

Isi Kebijakan (content of policy) 1) Variabel isi kebijakan ini mencakup :

a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan; b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;

c) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan

f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. 2) Lingkungan Implementasi (context of implementation)

Variabel kebijakan ini mencakup :

a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; c) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran


(39)

B. SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN (SIM)

Istilah Sistem Informasi Manajemen sudah dikenal sejak tahun 1960-an. Konsep Sistem Informasi Manajemen saat itu berkembang seiring perkembangan fokus pengguna teknologi komputer. Perkembangan teknologi komputer saat itu telah memberikan kesadaran baru bahwa aplikasi komputer harus diterapkan untuk tujuan utama menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan manajemen.

Secara umum, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan hal atau kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu tujuan.

Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Sedangkan manajemen dapat diartikan sebagai proses pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen merupakan sekumpulan subsistem yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama dan membentuk satu kesatuan, saling berinteraksi dan bekerja sama antara bagian satu dengan bagian lainnya dengan cara-cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan (input) berupa data , kemudian mengolahnya (processing), dengan menghasilkan


(40)

keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang berguna dan mempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya, mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan stategis organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan tersedia bagi fungsi tersebut guna mencapai tujuan.

Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:8) sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel-variabel yang terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu. Teori sistem pertama kali diutarakan oleh Kenneth Boulding terutama menekankan pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang membentuk sebuah sistem. Teori sistem mengatakan bahwa setiap unsur pembentuk organisasi adalah penting dan harus mendapat perhatian yang utuh supaya manajer dapat bertindak lebih efekif.Unsur-unsur yang mewakili sistem adalah masukan (input), proses (processing) dan keluaran (output). Disamping itu sistem senantiasa tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed back) dapat berasal dari output tetapi dapat juga berasal dari lingkungan sistem yang dimaksud.

Konsep lain yang terkandung di dalam defenisi tentang sistem adalah konsep sinergi. Konsep ini mengandaikan bahwa di dalam suatu sistem, output

dari suatu organisasi diharapkan lebih besar dari pada output individual atau

output dari masing-masing bagian. Kegiatan bersama dari bagian yang terpisah tetapi saling berhubungan secara bersama-sama akan menghasilkan efek total yang lebih besar dari pada jumlah bagian individual yang terpisah menurut Murdick et al dalam Kumorotomo (1994:9). Karena itulah sistem organisasi


(41)

mengutamakan pekerjaan-pekerjaan di dalam tim. Keberhasilan sebuah sistem tidak dapat dilepaskan dari tingkat keterikatan dan kerjasama dalam setiap bagian organisasi.

Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan data dan informasi., namun dalam kenyataannya kedua hal tersebut sangat berbeda. Murdick et al dalam Kumorotomo (1994:11) mengatakan bahwa data adalah fakta yang tidak sedang digunakan dalam proses keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan tanpa maksud untuk segera diambil kembali untuk pengambilan keputusan. Sedangkan informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan menggunakannya untuk membuat keputusan. Informasi yang memiliki kualitas tinggi akan menentukan sekali efektivitas keputusan manajer. Burch & Grudinitski dalam Kumorotomo (1994:11) menyebutkan adanya tiga pilar utama yang menentukan kualitas informasi, yaitu akuransi, ketepatan waktu dan relevansi. Syarat informasi yang baik juga diutarakan oleh Parker dalam Kumorotomo (1994:11), yaitu ketersediaan (availability), mudah dipahami (comprehensibility) dan relevan.

Manajemen merupakan proses antar yang dilakukan oleh seorang manajer/pemimpin dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Lebih ringkas, kegiatan manajemen tercakup dalam tiga jenis kegiatan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising) dan pengendalian (controling). Dalam perencanaan seorang pemimpin menyusun dengan rinci rencana yang akan dilakukan oleh setiap bagian dalam sistem untuk mencapai


(42)

tujuan organisasi sehingga arah kegiatan organisasi jelas. Manajemen membantu seorang manajer dalam pengorganisasian dalam suatu organisasi sehingga memudahkan dalam pengendalian seluruh aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi.

Akhirnya setelah dibahas pengertian masing-masing unsur pembentuk istilah, yaitu sistem, informasi dan manajemen, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari dibentuknya Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah supaya organisasi memiliki suatu sistem yang dapat diandalkan dalam pengolahan data menjadi informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan strategis. Dengan demikian Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola organisasi datamaupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. SIM diharapkan diharapkan akan menunjang tugas-tugas para pegawai di suatu organisasi, para manajer, atau pengguna jasa organisasi tersebut beserta semua unsur-unsur pokok yang terdapat dalam lingkungan otoritas organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga sistem terkait yaitu: 1) sistem sosial yang disebut organisasi; 2) sistem manajemen atau tata laksana yang dimnaksud untuk meningkatkan tata kerja, produkivitas, efektivitas dan efisiensi organisasi serta satuan-satuan yang terdapat di dalamnya; 3) sistem informasi sendiri yang berupa manajemen pengelolaan data beserta semua kegiatan penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan.

Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:14) Sistem Informasi Manajemen adalah sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan


(43)

memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dan/atau untuk mengendalikan organisasi. Defenisi ini pada dasarnya menekankan bahwa informasi merupakan alat untuk mengurangi ketidak pastian yang akan senantiasa dihadapi oleh seorang pemimpin organisasi.

1. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) Sering terdengar ungkapan bahwa dunia dewasa ini berada dalam era informasi dan masyarakat modern dikenal sebagai masyarakat informasional. Teknologi informasi berlangsung dengan kepesatan yang sangat tinggi yang berakibat pada perkembangan dan berbagai terobosan dibidang teknologi informasi. Aplikasinya dalam “dunia kenyataan” pun sudah sangat beragam sehingga dapat dikatakan bahwa ragam penggunaan teknologi mengakibatkan seluruh bidang kehidupan berubah, tidak terkecuali bidang pemerintahan.

Pemerintah saat ini dan dimasa mendatang dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi guna memudahkan pemerintah dalam mengetahui informasi yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah bagaimana cara meningkatkan pelayanan publik melalui informasi yang ada didalam sendi kehidupan masayarakat. Penggunaan informasi dalam bidang pemerintahan yaitu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) Badan Pertanahan merupakan salah satu instansi pemerintah yang harus menyadari betapa pentingnya teknologi informasi dalam peningkatan pelayanan publik.

Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang sangat penting, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, dari sebagian


(44)

banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum seluruhnya mengadopsi sistem komputerisasi. Masih banyak kantor pertanahan di tanah air yang masih menggunakan sistem analog, dan kebanyakan masih bersifat paper oriented. Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi marupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi sebagian masalah derasnya arus manajemen informasi. Teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi.

Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang pertanahan mutlak diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini. Seperti diketahui bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum memiliki sertifikat. Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan pihak yang paling berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari masalah tersebut adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya seperti memiliki kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih besar berkali-kali lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki konektivitas antar daerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat. Disamping itu hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertanahan dan keamanan serta sosial budaya

Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait


(45)

dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman serta sosial budaya. Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasidan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah.

Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban SIMTANAS. Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan goverment, commerce, e-payment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayana kepada mayarakat.

a. Basis Data Pertanahan

Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil, sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan. Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja dan terhimpun dalam suatu organisasi yang meliputi data entitas (masuk dalam


(46)

divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dst) dan nilai/value

data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dst).

Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas - tugas pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang diemban oleh BPN RI dalam mengelola sumber daya alam, khususnya bidang-bidang tanah dan masalah-masalah pertanahan, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, yaitu untuk sebesar-sebarnya kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan :

1) Survei, pengukuran dan pemetaan, 2) Pelayanan administrasi pertanahan, 3) Pendaftaran tanah,

4) Penetapan hak-hak atas tanah,

5) Penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus, 6) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah,

7) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, 8) Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor Pertanahan sebagai perwakilan pemerintah dalam tingkat Kabupaten / Kota dan sebagian dihasilkan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Propinsi dan pada tingkat


(47)

Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama pertanahan yaitu:

1) Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

2) Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

3) Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan.

4) Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

5) Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang menyajikan tema tertentu.

6) Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut.

7) Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas Hak Pengelolaan.

Data pertanahan di simpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta-peta (paper base). Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, mirror principle, pemilik tanah memiliki copy bukti yang aslinya tersimpan di Kantor Pertanahan. Konsep


(48)

basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam pengelolaan data. Keterbatasan manusia untuk mengolah data-data tersebut secara konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu cirinya adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan, penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas, komponen basis data meliputi unsur- unsur yang berperan dalam membangun suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak (sistem operasi, aplikasi, database / DBMS) dan pengguna (user).

b. Komputerisasi Kantor Pertanahan

Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas tanah. Karena yang sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai tingkat pengambilan (retrievel) dan pembaruan (up dated) yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan persyaratan dalam penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses


(49)

pengambilan data tersebut. Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi informasi dengan mudah dan cepat. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi informasi/database, sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan aplikasi perangkat lunak, semua proses pelayanan data pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data dalam upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik (e-Gov). Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan pertanahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah pembangunan dan pengembangan komputerisasi kantor pertanahan (KKP). Kantor Pertanahan merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan. Dikembangkan model pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan pelayanan on-line, membangun database elektronik, pembangunan infrastruktur perangkat keras dan jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam kemampuan penguasaan IT serta sosialisasi kegiatan di kalangan intern dan ekstren merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada kantor-kantor yang sedang dan sudah menerapakan KKP. Beberapa keuntungan dalam pelaksanaan KKP antara lain :

1) Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian penyelesaian.


(50)

2) Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik.

3) Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor daftar isian dilakukan oleh sistem secara otomatis.

4) Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan informasi yang terintegrasi.

5) Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan berbasis data spasial (spatial planning).

Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara

online system, tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data pertanahan (Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah) yang mencakup bidang tanah sejumlah ± 15 juta bidang (25% dari bidang tanah terdaftar).

c. Larasita

Larasita adalah akronim Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah. Layanan ini mulai diujicobakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, dan diuji coba lebih lanjut di 13 kabupaten/kota pada tahun 2007, baik di Jawa maupun luar jawa untuk memudahkan pelayanan pertanahan dan sertipikasi tanah.


(51)

Program Larasita dijalankan oleh satuan tugas bermotor dari Kantor Pertanahan setempat untuk melaksanakan semua tugas kantor pertanahan dalam wilayah administratif Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, secara online dengan pemanfaatkan teknologi mutakhir di bidang pendaftaran tanah, dengan teknologi informasi yang dihubungkan melalui satelit dengan memanfaatkan fasilitas internet dan “wireless commmunication system”.

Program ini sepenuhnya hasil karya nasional dan sepenuhnya menggunakan anggaran APBN BPN-RI. Meski sepenuhnya program nasional, program ini telah memperoleh pengakuan Bank Dunia dalam memberikan akses masyarakat, terutama masyarakat pedesaan terhadap informasi dan pelayanan pertanahan dan disebutnya dengan “pioneering mobile land information service”.

Larasita adalah Kantor Pertanahan yang bergerak, dengan adanya pelayanan ini akan terwujud bentuk persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang rendah aksesbilitas untuk datang ke Kantor Pertanahan. Percepatan pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk pelayanan Larasita dapat menjangkau semua wilayah tanah air.

Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akan menjamin keakuratannya. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan dengan kemudahan dalam mengakses informasi secara on-line melalui fasilitas kiosk yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan adanya kekurangan terhadap segmen „pelanggan' tertentu, yaitu pemohon atau


(52)

pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak bisa atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara langsung di Kantor Pertanahan. Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat diberikan kepada pelanggan seperti ini, dalam kenyataannya segmen pelanggan seperti disebutkan di atas adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada jauhdari lokasi kantor pelayanan.

Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi yang sangat membantu bagi pengguna. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi jaringan, merupakan kata kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang dikembangkan dalam Larasita. Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan akan menjadi lebih dekat ke „pelanggan' yang tidak berada di Kantor Pertanahan. Karena karakteristik penggunaan teknologi informasi dalam bentuk pelayanan yang diberikan, program Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor pertanahan yang sudah menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik (KKP). Pada awalnya Larasita teknologi komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan komunikasi gelombang radio yang bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4 MHz. Kemajuan teknologi yang terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini digunakan teknologi koneksi yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu internet (interconnected network). Operator selular berlomba-lomba untuk memberikan penawaran dalam percepatan pelayanan data antar pengguna semakin memperkuat penggunaan internet dalam koneksi data.


(53)

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agrarian)

2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan .

3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar.

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah.

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan.

6) Menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat.

7) Meningkatkan legalisasi aset tanah masyaraka.

C. PENELITIAN TERDAHULU

Ada beberapa Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan rujukan dari penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh :

1. Djati Harsono (2009) yang meneliti dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Jepara” . Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi SIMTANAS belum maksimal karena masih diperlukannya pensertifikasi tanah secara terartur, tertib, atau procedural sesuai dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan, hal ini didasari masalah kemampuan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kabupaten Jepara.


(1)

Labuhanbatu menyesuaikan dengan SPOPP yang ada sehingga pelayanan dapat memuaskan baik penerima pelayanan maupun pemberi pelayanan.

E. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik

Hal yang perlu diperhatikan juga guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

SIMTANAS dalam implementasinya sudah diatur oleh sistem yang sudah ada dan sifatnya terukur dan tranparan, sehingga tidak ada satu pihak pun yang dapat mempengaruhinya. Selain itu semua pihak mendukung kebijakan ini baik masyarakat maupun pemerintah atau pelaksana kebijakan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang memanfaatkan program SIMTANAS ini yakni lebih memudahkan masyarakat dalam proses pengurusan sertipikasi tanah

F. Disposisi atau Sikap Para Pelaksana

Disposisi merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan. Kecenderungan yang dimaksud di sini adalah watak dan karakteristik implementor. Menurut pendapat Van Meter dan Van Horn, sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi, kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para


(2)

pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

Sikap mereka itu mungkin dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Meter dan Van Horn menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan diawali penyaringan lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari :

1. Respon implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik

2. Kondisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan 3. Intens disposisi implementor, yakni prefensi nilai yang dimiliki tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa respon dan pemahaman akan kebijakan oleh implementor dapat dikatakan sudah sangat baik. Hal ini dilihat dari sikap mereka yang mendukung SIMTANAS dan keseriusan dalam memperbaiki dan meningkatkan pelayanan SIMTANAS melalui pelatihan-pelatihan staff yang terlibat langsung dengan SIMTANAS.

Demikian juga dengan intensitas dari disposisi oleh implementor dapat dikatakan sudah cukup baik, hal ini dilihat dapat dari bagaimana para implementor yang selalu melakukan proses pengontrolan terhadap program SIMTANAS.


(3)

BAB VII

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, maka penulis akan menarik kesimpulan dan saran berdasarkan uraian uraian yang telah penulis utarakan pada bab bab yang sebelumnya, adapun kesimpulan dan saran yang penulis utarakan merupakan langkah terakhir pada penulisan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional(SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu, bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik dalam membantu masyarakat untuk membuat legalitas tanahnya berdasarkan dimensi atau pun tolak ukur atas teori yang penulis gunakan. Hal ini dapat dilihat dari wawancara yang penulis lakukan berdasarkan variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik agen pelaksana, kondisi social, ekonomi dan politik, dan disposisi implementor.

Dari ke-enam variable tersebut ada variabel yang masih belum terpenuhi dengan baik sehingga perlu diperhatikan agar program ini semakin baik, yakni sumber daya. Dari variable sumber daya yang menjadi masalah adalah dari pihak pelaksana berdasarkan kualitas sumber daya manusia masih dikatan kurang. Dengan kekurangan sumber daya yang menguasai secara maksimal program SIMTANAS ini akan mempengaruhi kelancaran pekerjaan dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masayrakat. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana seperti alat pembuatan peta digital di dalam pelaksanaan program SIMTANAS ini juga ikut menjadi penghambat di dalam pelaksanaan program.


(4)

B. SARAN

Adapun saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut:

1. Dengan kurangnya jumlah pegawai yang menguasai program SIMTANAS ini maka Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu perlu meningkatkan pelatihan terhadap para pegawai yang mengangani langsung kegiatan SIMTANAS tersebut. Dengan pelatihan para pegawai , dapat mengurangi keterlambatan proses pengerjaan dalam pelaksanaan SIMTANAS dan para pegawai dapat menjalankan perannya dengan maksimal.

2. Sebaiknya Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu melengkapi sarana dan prasara guna menunjang pelaksanaan program ini, mengingat bahwa sistem pelayanan pertanahan secara on-line ini sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan karena mampu memberikan transparansi kepada masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku :

Islamy, M.Irfan. 200. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: BumiAksara.

Jogiyanto, HM. 2003. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi.

Kismartini, dkk. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Universitas Terbuka Kumorotomo, dkk. 1994. Sistem Informasi Manajemen dalam

Organisasi-organisasi Publik.Yogyakarta:Gajah Mada University Press Larasati S, Endang. 2007. Regulasi Pelayanan Publik di Indonesia.

Semarang:Universitas Diponegoro.

Moleong, Lexi J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Samodra, dkk. 1994. EvaluasiKebijakan Publik. Raja Grafindo Persada Singarimbun, Masri. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Solichin, H Abdul Wahab. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM Press.Sutabri, Tata. 2005. Sistem

Informasi Manajemen.Yogyakarta: Andi.

Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Riant, Nugroho. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi

danKebijakan. Jakarta: Gramedia

Tangkilisan,Hessel Nogis. 2003. Kebijakan dan Manajemen Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lukman Offset.

... Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset. Sumber internet:

(http://endanglarasati.blogspot.com/) diakses pada 1 Agustus 2015 pukul 19.00 WIB.


(6)

Harsono, Djati. 2009. Tesis. Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan

Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan

Kabupaten Jepara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. Semarang.

Novian, Rahmat. 2012. Skripsi.Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan

Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan

Kota Pekan Baru. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas SumateraUtara. Medan

Sumber Perundang-undangan:

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 Pasal 1 Huruf B Tentang Pembangunan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan. Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia.

Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP).

TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengolahan Sumberdaya Alam.