PENDAHULUAN SEROEPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS PADA SAPI BALI DI NUSA TENGGARA BARAT SEBAGAI UPAYA DETEKSI DINI KEJADIAN PENYAKIT.

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015 936 | Kuta, 29-30 Oktober 2015 SEROEPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS PADA SAPI BALI DI NUSA TENGGARA BARAT SEBAGAI UPAYA DETEKSI DINI KEJADIAN PENYAKIT I Nengah Kerta Besung 1 , Ni Ketut Suwiti 1 , I Gusti Ketut Suarjana 1 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar Email: kerta_besungunud.ac.id ABSTRACT This study aimed to determine the incidence of brucellosis distribution maps along with the level of events in West Nusa Tenggara, especially in Dompu, Bima and West Sumbawa regency. A total of 300 serum samples derived from 3 districts in West Nusa Tenggara used sample. Serum was tested with Rose Bengal Test, which was con rmed by Complement xation Test CFT. Data obtained in the form of serum samples positive and negative brucellosis on testing with CFT, presented descriptively to explain the results seropositip and seronegatip of each sample. The results showed that all the samples came from the district of Sumbawa, Bima and Dompu reacted negatively to the RBT. The conclusion was that cattle on the island of Sumbawa not infected by brucellosis. Keywords : Brucellosis, Complement Fixation Test, Bali cattle, West Nusa Tenggara ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta sebaran kejadian brucellosis beserta tingkat kejadiannya di Nusa Tenggara Barat khususnya di Kabupaten Dompu, Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat. Sebanyak 300 sampel serum yang berasal dari 3 kabupaten di Nusa Tenggara Barat dipakai sampel penelitian. Serum diuji dengan Tes Rose Bengal, yang dikon rmasi dengan uji ksasi komplement. Data yang diperoleh berupa serum sampel yang positif dan negatif brucellosis pada pengujian dengan CFT, disajikan secara deskriptif dengan menjelaskan terhadap hasil seropositip dan seronegatip dari masing-masing asal sampel. Hasil penelitian menunjukkan semua sampel yang berasal dari Sumbawa, Bima dan Dompu bereaksi negatif pada uji RBT. Dengan demikian sapi yang ada Pulau Sumbawa tidak terinfeksi Brucellosis. Keywords : Brucellosis, Uji Fiksasi Complemen, Sapi bali, Nusa Tenggara Barat.

1. PENDAHULUAN

Penyakit brucella atau yang dikenal dengan nama brucellosis dikatagorikan oleh Food and Agriculture Organisation FAO, the World Health Organisation WHO dan the Of ce International des Epizooties OIE sebagai salah satu penyakit zoonosis yang tersebar secara meluas di dunia [1]. Di Indonesia Brucellosis merupakan penyakit yang termasuk dalam Penyakit Hewan Karantina Golongan II berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 3238KptsPD.63092009, dan oleh Direktorat Jenderal Peternakan melalui SK No. 59 Tahun 2007, ditetapkan sebagai penyakit hewan menular strategis. Penyakit ini terutama menyerang sapi, disamping itu juga dapat menyerang domba, kambing, babi, anjing dan berbagai hewan lain. Kebanyakan dari kasus penyakit ini tidak menunjukkan gejala klinis atau sub klinis, namun hewan yang terserang dapat berperan sebagai agen penularan. Gejala yang timbul akibat infeksi brucella adalah keguguran pada fase akhir kebuntingan, keluarnya cairan keluron, dan menimbulkan gangguan pertumbuhan. Manusia dapat terinfeksi brucellosis akibat kontak langsung atau mengkonsumsi produk hewan terinfeksi dengan menimbulkan gejala demam seperti in uenza, berkeringat, sakit kepala, sakit pada bagian punggung, bahkan pada beberapa kasus mampu menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat, dan pada kasus kronis menimbulkan gangguan jantung [2]. Kejadian Brucellosis di Tanzania berkisar antara 12 – 20 [3]. Sedangkan di negara tetangga seperti Malaysia, menurut [4], keberadaan Brucellosis pada ruminansia besar dan babi di Malaysia, mulai SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015 tahun 1979 telah telah menurun dan telah berhasil mendeklarasikan eradikasi brucellosis. Namun tahun 1996 kasus penyakit kembali meledak dengan angka kejadian sekitar 13. Namun pada tahun 2005 dengan program vaksinasi dan eradikasi kasus dapat ditekan menjadi 1,8. Brucellosis di Indonesia bersifat endemis dan kadang-kadang muncul sebagai epidemi pada sapi perah di Jakarta, Bandung, dan Jawa Tengah. Prevalensi kejadian Brucellosis di Pulau Madura tahun 2011 adalah sebesar 0.04 [5]. Pulau Bali, Pulau Lombok, Kalimantan dan Pulau Sumatra bagian tengah dinyatakan bebas brucellosis. Nusa Tenggara Timur termasuk pulau Timor dan Sumba, penyakit ini masih bersifat endemis. Kejadian penyakit di Pulau Sumbawa masih belum jelas. Hal ini karena wilayahnya berdekatan dengan Pulau Sumba dan lalu lintas ternak dari Sumba ke Sumbawa atau sebaliknya sering terjadi. Pulau Sumbawa yang dikenal sebagai bumi sejuta sapi, mendapat ancaman yang serius terhadap kasus brucellosis [6]. Hal ini karena sistem pemeliharaan sapi masih bersifat tradisional, dan wilayah Sumbawa berdekatan dengan daerah endemis brucellosis. Lalu lintas sapi dari daerah endemis brucellosis ke daerah sumbawa begitu juga sebaliknya sangat sulit dibendung. Secara geogra s letak Pulau Sumbawa sangat berdekatan dengan daerah endemis brucellosis yaitu Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Alor. Adanya lalu lintas ternak yang tidak terkontrol akan membuka peluang terjadinya perpindahan penyakit dari daerah tertular ke daerah bebas. Informasi peternak di Kabupaten Sumbawa mengungkapkan bahwa ada beberapa ternak sapi yang mengalami keguguran dan majir. Keguguran biasanya terjadi pada umur kebuntingan di atas 5 bulan. Kadang-kadang juga diikuti gejala klinis berupa keluron yang keluar dari vagina. Penyakit yang ditandai dengan keguguran dan diikuti dengan keluarnya keluron, patut dicurigai sebagai brucellosis. Namun sampai saat ini belum ada data tentang kejadian brucellosis di Nusa Tenggara Barat.

2. METODE DAN METODE