7
BAB II Metode Pengumpulan Data
2.1 Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara interviewer yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara interviewee yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pewawancara
Moleong, 2014. 2.1.1 Teknik Wawancara
Terdapat beberapa macam wawancara yang disebutkan Esterberg dalam Sugiyono, 2014, yaitu:
a. Wawancara terstuktur, yaitu wawancara yang memiliki seperangkat instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan.
b. Wawancara semi tersetruktur, yaitu wawancara yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara terbuka di mana responden penelitian diminta untuk
memberikan pandangan atau ide-idenya pada suatu pembahasan. c. Wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang tidak menggunakan
pedoman berupa instrumen berupa pertanyaan yang terstruktur, melainkan menggunakan garis besar dari permasalahan yang ditanyakan.
Pada studi kasus ini, peneliti menggunakan wawancara tidak berstruktur dan hanya menggunakan garis besar dari permasalahan yang digali tanpa mempersiapkan pedoman
wawancara yang sistematis Sugiyono, 2014. 2.1.2 Proses Wawancara
Proses wawancara dilakukan secara bertatap muka dan terbuka, KA mengetahui bahwa sedang dilakukan proses wawancara dan mengetahui maksud dari proses
wawancara. Pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. Peneliti juga menggunakan probing agar dapat menggali data lebih mendalam. Wawancara
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu opening, body, dan closing. Tahap opening merupakan tahap membangun rapport dengan KA, di mana rapport yang terbentuk antara peneliti dan
KA terbentuk dengan baik. Pada tahap rapport, KA sudah mulai menceritakan mengenai gambaran keluarga dan dirinya. Tahap body merupakan tahap saat peneliti menyiapkan
garis besar permasalahan dan mulai melakukan proses wawancara. Wawancara tidak
8 hanya dilakukan secara verbal, melainkan memberikan respon beruba nonverbal.
Perekaman audio digunakan untuk mencatat proses wawancara dan memudahkan peneliti untuk menginput data. Perekaman audio dilakukan dengan sepengetahuan KA. Pencatatan
dengan menggunakan fieldnote juga digunakan dalam proses wawancara. Tahap terakhir closing merupakan tahap penutup dari proses wawancara.
2.1.3 Subyek Wawancara KA wawancara adalah seorang wanita berinisial KA berusia 21 tahun yang
dikategorikan dalam fase remaja.
2.2 Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan sebanyak tiga kali dan pencatatan digunakan fieldnote dan verbatim.
2.2.1 Hasil Wawancara 1 Wawancara pertama pada KA dilakukan di kampus tempat KA kuliah. Wawacara
dilakukan di lobby sebuah gedung di tempat KA kuliah. Saat itu KA sedang menunggu orang yang menjemputnya dan di tempat tersebut terdapat beberapa teman KA. Pada wawancara
pertama, pencatatan dilakukan dengan menggunakan fieldnote. KA menyebutkan bahwa keluarganya memiliki agama yang berbeda. Hal tersebut tercermin dari fieldnote berikut:
“KA memiliki ayah yang beragama Hindu dan ibu yang beragama Islam.” “Kakak KA mengikuti agama calon suami, yaitu Hindu.”
“KA memiliki adik laki-laki yang menurutnya lebih paham tentang agama Islam.” Memiliki keluarga dengan agama yang berbeda membuat keluarga KA memiliki
toleransi dalam beribadah, namun perbedaan tersebut membuatnya bingung dan merasakan konflik karena sejak kecil, ia diajarkan agama Islam oleh ibunya dan tidak paham
mengenai agama Hindu. “Ada toleransi dalam keluarga KA.”
“KA mengatakan bahwa saat menjalankan ibadah, ia bisa untuk mengikuti ibadah umat Hindu dan Islam.
” “Walaupun KA dapat menjalankan ibadah kedua agama tersebut, ia mengakui bahwa tidak
begitu mendalami agama Hindu. Hal tersebut dirasakan karena KA kurang memahami. ”
9 “Ibu KA mengajarkan KA mengenai agama Islam dan turut mengingatkan untuk
sembahyang. ”
“Ibu KA pernah mengatakan bahwa beliau ingin anaknya mengikuti agama Islam karena kakak KA sudah memeluk agama Hindu agar dapat mendoakannya, namun KA mengatakan
pada saat itu ia tidak memberikan respon. ”
2.2.2 Hasil Wawancara 2 Wawancara dilakukan disiang hari seusai subyek mengikuti perkuliahan pada
Selasa, 13 Oktober 2015. Saat wawancara berlangsung, KA bercerita sambil mengerjakan tugas kuliahnya. Wawancara kedua didapatkan informasi mengenai latar belakang
perbedaan keluarga yang terlihat dalam verbatim berikut. “Katanya sih dulu, papaku yang pindah agama Islam soalnya dulu katanya mamaku ga mau
menikah kalau beda agama. Jadi, papaku pindah agama Islam tapi ga tau kenapa, pas aku masih kecil-kecil lima tahun gitu, dia pindah ke Hindu gitu. Nah dari situ juga aku bingung
karena dari kecil aku taunya Islam aja kan, terus tiba- tiba ada ini.”
Perbedaan agama dalam keluarga KA, membuat KA merasakan dilema dan konflik yang mulai dirasakan sejak kecil. Merasakan dilema dan konflik, KA tetap dapat merasakan
toleransi yang terbentuk dalam keluarganya. “Semenjak SD kan aku udah Islam tuh, udah belajar segala macam, belajar sholat, belajar
puasa, belajar semuanya loh, tapi kalau semisalnya ada acara Hindu gitu aku harus dah ikut juga. Disitu dah aku bingung jadinya. Aku bingung karena aku ga ngerti soalnya pakai
kebaya, dipakaikan, terus ada hari raya Galungan, Kuningan, aku sembahyang. Aku itu ga ngerti. Maksudnya kalo sholat gitu kan aku ngerti harus pakai mukenah, baca ini dulu, itu
dulu kan aku belajar di XX. Pas sembahyang itu aku ga ngerti. Ada gerak-gerakkannya cuma aku ga ngerti.”
“Papaku ngasi taunya juga bukan benar-benar Hindu, gitu. Misalkan… kan ada tiga kali kan gini-gini ritual sembahyang, doa pertama untuk alam, doa kedua untuk ibu pertiwi, kayak
gitu-gitu. Bukan kayak Tuhannya siapa. Papaku juga ga pernah sih bilang kayak doa untuk Tuhan ini karena dia tau Tuhaku itu kan Allah, gitu
.” “Ada sih pasti yang nanya, kan, ‘gimana sih Islam tapi kok ke Pura, gitu’. Trus aku
jawabnya… Aku bingung, sih, jawabnya apa. Ya… Aku, sih, Islam tapi aku jawabnya buat menghormati aja karena misalnya aku tanya, ee papa-
mamaku kan… Kamu Islam, ngapain kayak gini? Iya menghormati aja gitu
”
10 “Aku pribadi sih sebenernya ga bagus gitu loh, Rim. Ga bagusnya itu karena…Ya karena
gitu dah… Sembahyang juga… Sholat juga gitu loh. Karena sebenarnya tekanan juga lho.” “Tekanan karena mmm… ‘KA, ngebanten… ‘ aku ga bisa dong, ngapain ngebanten aku aja
ga bisa, aku ga tau apa gitu kan. ‘Iya ga apa ngebanten aja’, jadi mamaku sendiri lho yang
maksa malahan. Padahal mamaku sendiri Islam. ”
“Kayak menurutku mereka sendiri sih yang salah… Menurutku ya. Bukan aku nyalahin mereka, tapi mereka yang sal
ah kok ngedidiknya. Ngedidik anaknya itu, gimana sih… Ga konsisten jadinya.
” “Misalnya papaku nuntut, mamaku nuntut. Kan… Aku itu lho ga tau apa-apa, kecuali mereka
itu ngajarin kayak gini- gini. Gimana… Sembahyang itu lho kayak gini caranya… Aku ga
pernah … Papaku ga pernah ngasi tau sama sekali. Cara apa pun dia ga pernah ngasi tau.”
“Berarti kalau semisalnya ada upacara besar gitu, ibu kamu ikut juga gitu? dah yang ga konsistennya. Ibuku itu yang ga konsisten sebenarnya
.” “Jadi kalau di depan bapakku, ibuku bisa bilang “jangan dulu”, tapi kalau didepanku aku itu
harus. Ibuku juga ikutan sibuk kalau semisalnya ada odalan atau apa itu dia ikut sibuk. Dia
emang ngerti emang gitu-gitu .”
Wawancara kedua mendapatkan gambaran keputusan yang dipilih KA saat ini terkait dengan agama yang akan dipilihnya nanti. Menurutnya, pasangannya nanti mempengaruhi
agama yang akan dipilihnya nanti. “Sekarang sih intinya siapa aku dapat pasangan, itu lah yang ikutin.”
“Kalau dia jodohku dan dia bisa buat aku lebih baik, aku ga apa kok kalau harus pindah ke Hindu, kayak gitu
” “Tapi aku udah punya prinsip karena lihat keluargaku. Aku ga mau, lho, beda agama. Kalau
semisalnya aku sama pacarku yang sekarang ini, aku ga mau beda agama …”
“Intinya aku harus satu agama, entah itu Islam atau Hindu, gitu. Cuma kalau dilihat dari sejarah segala macamnya, mau ga mau, mungkin kalau aku sama dia, aku yang terpaksa
pindah, karena dia itu… Dia itu yang Anak Agung, puri segala macem gitu.”
11 2.2.3 Hasil Wawancara 3
Wawancara ketiga dilakukan pada Selasa, 17 November 2015. Saat itu KA sedang mengerjakan tugasnya bersama beberapa teman. Wawancara dilakukan di lobby sebuah
gedung perkuliahan.Proses wawancara membahas mengenai konflik-konflik yang mengarahakan KA pada keputusan mengenai pemilihan agamanya kelak. Gambaran konflik
yang didapatkan dalam wawancara ketiga terlihat dari verbatim berikut ini. “Dia pernah nyuruh aku. Aku kan ga ngerti, kan. Jadi papaku bilang, ‘Iya, kamu, sih ga
tau…’ gitu. Kayak… Maksudnya itu kayak harusnya tau, dong, gitu, tapi aku mikirnya gimana aku tau, aku aja ga diajarin kan
.” “Jadi kadang-kadang mamaku itu suka nyuruh aku ngebanten, aku ga ngerti, terus mamaku
itu bilang yang kayak ‘kamu itu orang Bali, jadi harus ngerti’. Pas mamaku bilang gitu… Dia itu ga nyadar ya orang aku itu Islam… Mamaku gitu lho yang ngajarin aku di Islam.
Bingungnya aku ya gitu lho malahan. ”
“Negatifnya itu paling yang papaku. Papaku ngerasa yang kayak dia kan cowok, tapi kok anak-anaknya ga milih agama bapaknya, malah ibunya. Soalnya di luar sana kan
kebanyakan keluarga yang beda agama itu… Milih agama bapaknya kan tetep, tapi kok ini milih ibunya. Negatifnya sih disitu aja sih
” Konflik tersebut mengarahkan KA untuk mengambil keputusan atau berprinsip untuk
memiliki agama yang sama dengan pasangannya nanti jika membangun keluarga agar tidak merasakan seperti yang keluarganya rasakan.
“Cuma kalau buatku sekarang, sih, ga menutup kemungkinan aku bakal pindah atau gimana, tapi asalkan… Aku selalu mikir, apa pun agama yang aku pilih itu, misalnya aku
pindah gitu aku harus ngelakuinnya dengan cara yang benar, gitu sih. Tapi kalau sekarang belum mau
.” “Tapi ga menutup kemungkinan kalau nanti misalnya… Misalnya ya aku dapat jodoh yang
beda agama gitu kan, aku pasti bakal ikutin dia, asalkan dia bisa ajarin aku, asalkan aku bisa jadi lebih baik gitu, soalnya aku ga mau yang sekedar pindah yang pindah aja, tapi
bukan maksud aku yang mau gitu. Kalau emang harus gitu. Kalau semisalnya aku dapat jodoh yang Islam, ayo, aku seneng malahan, tapi kalau semisalnya ga ada, ya aku harus
ikutin karena aku ga mau kalau aku itu bakal beda agama lagi. aku ga mau ngulangin orangtuaku, gitu lho.
”
12 “Misalnya nih aku sama dia sampai nanti atau gimana, aku mau ikutin dia asalkan dia bisa
ajarin aku semuanya, asalkan dia bisa bikin aku ngerti, gitu. Pokoknya aku mau asalkan aku ngerti aja. Aku tau apa yang harus aku lakuin, apa yang ngga harus aku lakuin.
” “Aku harus bisa lebih baik. Sama juga kalau semisalnya aku dapat yang Islam. Gimana
caranya dia bisa ngasi tau aku .”
13
BAB III ANALISA TEORI DAN DISKUSI