Sejarah Museum Radya Pustaka

commit to user 15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Museum Radya Pustaka

Museum Radya pustaka merupakan salah satu museum tertua di Kota Surakarta. Pendirinya adalah Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, pepatih dalem Kraton Surakarta Hadiningrat, pada jaman pemerintahan Sri Paduka Paku Buwono IX. Didirikan pada hari Selasa Kliwon, tanggal 15 Mulud Ehe 1820 bertepatan anggal 28 Oktober 1890. di dalam riwayat R. T. H. Djojohadiningrat II yang nama kecilnya Walidi yang memprakarsai pendirian sebuah museumnya. Semula museum berlokasi di salah satu ruang kediamannya di Kepatihan, yakni Panti Wibowo. Atas prakarsa Pakubuwono X lantas dipindahkan lokasinya pada tanggal 1 Januari 1913 ke Loji Kadipolo. Loji ini khusus dibeli oleh Pakubuwono X untuk museum dari seorang Belanda bernama Johanes Busselaar. Ceritanya gedung museum dari tanah yang dibeli oleh Sri Susuhunan Pakubuwono X senilai 65 ribu Gulden Belanda dari Johanes Busselaar dengan akta notaries 13VII tahun 1877 Nomor 10 tanahigendan. Babad Solo, 1984 Paheman Radya Pustaka dapat langsung terus menunaikan tugasnya, bergerak di bidang pengeahuan dan kebudayaan sampai dapat memperinagti nama-windunya ini. Tenu saja karena restu pendiri pertamanya yang memang tidak pernah dilupakan oleh radya pustaka. Bahkan untuk memperingati jasa beliau, patung mendiang K.R.A Sosro dibningrat IV dengan upacara resmi telah menempatkan di tengah-tengah Museum Radya Pustaka pada hari Jum’at 8 Rejeb commit to user 16 Alip 1989 atau pada tanggal 21 Desember 1928. patung itu adalah hasil karya Almarhumah juru pahat Ng. Wignjosuwarno. Kecuali patung tersebut, juga Radya Pustaka tak merupakan jasa ketua pertama kali, adalah R.T.H Djojodiningrat II. Ruang yang letaknya di sebelah timur gedung museum, semula dibangun untuk keperluan ruang pembacaan dan pertemuan, diberi nama Walidyasana, dari kata Walidi dan asana; asana berarti; tempat dan Walidi, dari nama Almarhum R.T.H Djojodiningrat semasa kecilnya. Nama ini diambil untuk menghomrati beliau Almarhum. Museum Radya Pustaka dikelola oleh badan pengurus, sampai kini telah mengalami pergantian ketua pengurus, ketua pengurus yang terakhir, yakni mulai tahun 1926 dipegang oleh Gusti Pangeran Harya Hadiwijojo. Beliau adalah putra dalem Paku Buwono X. yang pernah belajar di Universitas Leiden di negeri Belanda. GPH. Hadiwijojo adalah pendiri Universitas Saraswati di Surakarta, yang nantinya menjadi Universitas Sebelas Maret di Surakarta. GPH. Hadiwijojo rnenjabat ketua museum sampai wafatnya tahun 1978. setelah wafatnya GPH. Hadiwijojo jabatan ketua museum Radya Pustaka dipegang oleh K.R.H Soehadi Darmodipuro. Sejarah mencatat sebagai pimpinan pengurus Radya Pustaka terdiri dari: 1. R.T.H Djojodiningrat II 1899-1905 2. R.T.H Djojonagoro 1905-1914 3. R.T Wuryaningrat 1914-1926 4. G.P.H Hadiwidjojo 1926-1978 5. K.R.H Soehadi Darmodipuro 1978 sampai sekarang commit to user 17 Menjelang mencapai usia yang ke-100 tahun yakni tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1990. Museum Radya Pustaka diperbaiki, gedungnya direnovasi, barangbarang koleksinya ditata supaya lebih baik dari keadaan semula. Pembangunan ini mendapat bantuan dari berbagai departemen, seperti Depdikbud, Deparpostel, Depsos dan lainnya. termasuk Universitas Sebelas Maret. Museum Radya Pustaka terkenal baik di dalam maupun di luar negeri, seperti New York, World air di USA, di Brussel Belgia, turut pameran KIAS di Amerika Serikat dan dilanjutkan ke negeri Belanda Namun pada waktu ini, ketika negara sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan, keadaan Museum Radya Pustaka sangat memprihatinkan. Sesudah Gusti Hadiwidjojo wafat pengurusnya semakin habis, 90 persen sudah almarhum. Begitu juga karyawannva juga mengalami hal yang sama, semakin habis karena meninggal dunia. Sampai Maret 2007 karyawan Museum Radya Pustaka hanya 6 orang, terdiri atas 6 bagian, yakni kepaia Museum, bagian kedua adalah karyawan perpustakaan, bagian keempat ticketing dan bagian keenam adalah satpam. Satu- satunya pcngurus yang sampai sekarang masih tetap berdiri adalah K.R.T Harjonagoro. Tanpa beiau kemungkinan Museum Radya Pustaka sudah ditutup, tapi untuk sekarang, K.R.T Harjonagoro tidak mengurus atau sudah lepas tangan dari yayasan. Dan sekarang segala hal tentang yayasan dan Museum Radya Pustaka dipegang oleh h.R.H Soehadi Darmodipuro. Semenjak lahirnya Paheman Radya Pustaka memang telah berbentuk lembaga swatantra autonom 100, dengan perpustakaan dan museumnya. Pengurus dipilih oleh anggota. Ketua pertama adalah R. T.H Djojodiningrat commit to user 18 tersebut Anggota-anggota terdiri dari para guru dan para karyawan yang dipandang mempunyai keahlian di dalam pekerjaan yang ada sangkut pautnya dengan ilrnu dan kebudayaan. Para anggota tidak diwajibkan membayar membayar uang iuran, hanya diminta kesanggupannya ikut bersama-sama memelihara kelangsungan lembaga. Pada setiap Rabu malam Radya Pustaka mengadakan musyawarah tentang beraneka warna ilmu dan kasustreraan Jawa, bertempat di balai Antisana sebelah utara,: perpustakaan dan museumnya ditempatkan di balai sebelah utara, terbuka untuk umum, tetapi karena letaknya di dalam rumah sampai halarnan Pepatih Dalem itu, jarang yang, mengunjunginya, banyak orang pada waktu itu merasa takut-takut segan. Perlu diketahu bahwa pada waktu itu Pabeman Radya Pustaka telah mempelopori menerbitkan majalah bulanan bahasa Jawa, berisi artikel-artikel tentang pengetahuan dan kebudayaan, bernama : Sasadara dan Tiandrakanta. Juga beberapa kitab kesusasteraan Jawa telah dapat diterbitkan pula. Bentuk gedung dan rumah-rumah sisinya sampai sekarang ini belum berubah, hanya bekas rumah keretalah yang oleh Radya Pustaka dibangun menjadi Walidyasana.. Dan bekas kamar mandi di dalam nimah dijadikan kantor untuk Ketua, sedang rumah sisi sebelah barat dipinjam oleh Sriwedari pada waktu K.R.M.T.H. Purwodiningrat menjadi pembesarnya termuat dalam surat tertanggal 12 November 1931 No. 130S. Pada waktu Paheman Radya Pustaka dipindah tempatnya, menempati gedungnya tersebut Ketua Pertama telah wafat, diganti oleh RT. Djojonegoro. commit to user 19 Status lembaga tidak berubah, masiih juga tetap swatantra. Sesuai dengan kcdudukan Radya Pustaka sebagai badan swatantra itu, maka sisa uang subsidi beserta hasil pemungutan biaya biaya masuk pengunjung museum tidak harus disetorkan ke kas negara, tetapi masuk di dalam kasnya sendsiri. Semenjak tanggal 1 Nopember 1951 Palieman Radya Pustaka berbentuk yayasan, nama dan tujuannya masih tetap, mendapat bantuan Pemerintah Republik Indonesia berupa uang subsidi dan tenaga pegawai. Bantuan moril dan materiil pemerintah kota itulah seakan-akan rnenyebabkan Radya Pustaka seperti disiram air amerta yang dapat menambah kekuatan untuk hidup terus melakukan tugasnya dalam ilmu dan kebudavaan guna kemuliaan Nusa dan Bangsa Babad Solo Di umur 116 tahun, Paheman Radya Pustaka telah melintasi berbagai zaman dengan sejarahnya selama empat belas setengah windu itu, semakin tambah hasrat untuk bekerja keras di dalam bidang kewajibannya, semuanya untuk keagungan Ibu Pertiwi commit to user 20

B. Pengelolaan Museum Radya Pustaka