Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu tersebut dan juga dari luar diri
individu.
3. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial,
Lebih lanjut disebutkan bahwa ada beberapa aspek penting yang menjadi penentu
keberhasilan individu dalam penyesuaian sosial di lingkungannya, yaitu :
1.
Recognition
yaitu menghormati dan menerima hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya, untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Schneiders
mengatakan bahwa ketika kita menghargai dan menghormati orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama pada kita sehingga, hubungan sosial
antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis. 2.
Participation
yaitu melibatkan diri dalam berelasi. Setiap individu harus dapat mengembangkan dan memelihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu
membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial, akan menghasilkan penyesuaian sosial yang buruk. Individu tersebut tidak
memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri
. 3.
Social approval
yaitu minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain. Individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya
serta bersedia membantu meringankan masalahnya. 4.
Altruisme
yaitu memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Rasa saling membantu dan mementingkan oranglain. Bentuk dari sifat-sifat tersebut
memiliki rasa kemanusiaan, rendah hati dan kejujuran. 5.
Conformity
yaitu menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati
peeraturan serta tradisi yang berlaku di lingkungan, maka individu tersebut dapat diterima di lingkungannya.
Menurut uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian sosial dapat dikatakan baik apabila individu mampu menciptakan relasi yang sehat dengan
orang lain, memperhatikan kesejahteraan dengan oranglain, mengembangkan
persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial serta menghargai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Stuart dan Sundeen dalam Keliat, 1992 menyatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan
orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya.
Hal ini sejalan dengan istilah
looking glass self
yang dikemukakan oleh Cooley Baumeister, 1999, yaitu ketika individu memandang dirinya berdasarkan
interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungannya akan menjadi cermin bagi individu
tersebut untuk menginterpretasikan dirinya sendiri. Beberapa hal yang menjadi sumber konsep diri seseorang antara lain adalah orang tua, teman sebaya,
masyarakat serta proses pembelajaran Calhoun dan Accocela, 1990. Informasi yang diperoleh individu dari sumber tersebut adalah berupa penilaian atas dirinya,
baik penilaian positif maupun pernilaian negatif. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hurlock mengenai pengertian
konsep diri. Hurlock 1990 menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan
yang dimiliki orang tentang diri mereka, antara lain karakter fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan
psikologis diri. Dalam teori Rogers Burn, 1993 menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi
dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri menjadi penentu
determinant
yang paling penting dari respons terhadap lingkungannya.
Konsep diri
merupakan kesadaran
seseorang mengenai
siapa dirinya.Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman dalam Sarwono dan Meinarno,
2011, konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya.Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat,
kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Orang pun kemudian memiliki perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif
atau negatif, bangga atau tidak bangga, dan senang atau tidak senang dengan dirinya.
Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang terorganisasi mengenai sesuatu yang digunakan untuk menginterpretasikan
pengalaman. Dengan demikian, konsep diri adalah skema diri
self-schema
, yaitu pengetahuan tentang diri yang memengaruhi cara seseorang mengolah informasi
dan mengambil tindakan Vaughan Hogg, 2002 dalam Sarwono dan Meinarno, 2011.
Menurut Santrock, konsep diri merupakan evaluasi terhadap domain yang spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain
dalam hidupnya, antara lain akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya.Dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri merupakan evaluasi diri
yang menyeluruh, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik 2003.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan, keyakinan, dan perasaan individu mengenai dirinya pada segi psikologis, sosial dan
emosional, dan fisik.
2. Konsep Diri Positif
Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, 1986 mengungkapkan tanda-tanda orang yang memiliki konsep diri positif. Berikut ini ciri-ciri orang yang memiliki
konsep diri positif:
a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
b. Merasa setara dengan orang lain
c. Menerima pujian tanpa rasa malu
d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat