Kinerja Ditcher Dengan Pengeruk Tanah Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering

(1)

KINERJA

DITCHER

DENGAN PENGERUK TANAH

UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

Oleh :

ARI SEMBODO

F14101098

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : ARI SEMBODO

F14101098

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : ARI SEMBODO

F14101098

Dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1983 Di Pemalang

Tanggal Lulus : 1 September 2006 Disetujui,

Bogor, September 2006

Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian


(4)

ARI SEMBODO. F14101098. Kinerja Ditcher Dengan Pengeruk Tanah Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Di bawah bimbingan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc dan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS.

RINGKASAN

Tanaman tebu pada lahan kering akan tumbuh baik apabila mempunyai sistem irigasi dan drainase yang baik. Air dapat dengan segera dialirkan ke lahan bila dibutuhkan dan juga dapat segera dikeluarkan dari lahan bila berlebih. Sistem drainase yang kurang baik akan menurunkan kualitas tumbuh tanaman dan memperburuk kondisi lahan untuk pengoperasian peralatan.

Ditcher adalah suatu alat/implemen yang berfungsi untuk membuat saluran

drainase. Saluran drainase dibuat untuk dapat menyalurkan air irigasi dan air hujan ke seluruh juring tanaman. Pembuatan saluran drainase ini meliputi : got mujur (sejajar arah juring tanam) dan got malang (melintang juring tanam). Pembuatan got malang seringkali menimbulkan masalah, yaitu tertutupnya bagian cekungan guludan oleh tanah hasil pembuatan got. Penutupan cekungan guludan dapat menimbulkan pembusukkan bibit tebu, terutama saat musim penghujan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Ditcher dengan mekanisme pengeruk untuk budidaya tanaman tebu lahan kering. Rancang bangun dan perbaikan ditcher dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dan struktural dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, Darmaga – Bogor dan pengujian lapangannya dilakukan di PT. PG. Jatitujuh, Majalengka.

Alat ukur yang digunakan pada pengujian ditcher adalah reliefmeter, pengukur sudut, penggaris, patok, stopwatch, dan alat ukur lainnya. Lahan uji dibuat agar memenuhi batasan kondisi lahan tebu aktual di PG. Jatitujuh. Lahan uji yang digunakan, sebelumnya diadakan pengukuran kadar air, kerapatan isi tanah (bulk density), tahanan penetrasi tanah, kohesi, dan sudut gesekan dalam. Pengukuran yang dilakukan pada pengujian ditcher antara lain: (a) pengukuran tahanan tarik, (b) perubahan kondisi guludan (c) kecepatan maju pembuatan saluran, (d) kedalaman saluran, dan (e) pengukuran kapasitas lapang dan slip roda traksi.

Lahan uji Leuwikopo mempunyai kadar air rata-rata sebesar 29.58% dan kerapatan isi tanah rata-rata sebesar 0.97 g/cm3. Pengukuran tahanan tarik dilakukan dalam 30 kali pembacaan dalam jarak 25 m. Tahanan tarik (draft) rata-rata yang dihasilkan sebesar 289.17 kgf. Kecepatan maju traktor rata-rata-rata-rata 0.31 m/s. Kedalaman saluran yang dibuat oleh ditcher rata-rata sebesar 11 cm dari cekungan guludan. Kadar air rata-rata di lahan uji B PG. Jatitujuh sebesar 15.03% dengan kerapatan isi tanah sebesar 1.01 g/cm3. Tahanan tarik ditcher rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 660.78 kgf dengan kecepatan maju traktor rata-rata sebesar 0.57 m/s. Kedalaman saluran rata-rata-rata-rata sebesar 8 cm dari cekungan guludan.

Pengujian ditcher di lahan Leuwikopo menggunakan roda pengeruk yang berdiameter 32.4 cm dan panjang lengan 27.5 cm. Pada saat pengoperasian

ditcher terjadi slip roda traksi yang cukup tinggi sehingga mengurangi ketinggian


(5)

hasil pengerukan oleh pengeruk. Modifikasi dilakukan pada roda pengeruk dengan membesarkan diameter dan lengan pemegang.

Slip roda traksi yang terjadi pada pengoperasian ditcher di lahan percobaan Leuwikopo dengan menggunakan roda pengeruk besar dan lengan panjang untuk roda kiri sebesar 39.43% dan untuk roda kanan sebesar 35.73%. Slip roda traksi di lahan uji B PG. Jatitujuh, untuk roda kiri 62.87% dan roda kanan 63.38%. Kapasitas lapang teoritis (KLT) pada lahan uji Leuwikopo didapatkan sebesar 3.72 ha/jam, dan pada lahan pengujian PG. Jatitujuh didapatkan KLT 6.85 ha/jam.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Ari Sembodo, dilahirkan di Pemalang pada tanggal 18 Maret 1983. Merupakan anak ketiga dari pasangan Kamsi dan Tirokhmi.

Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Sokawangi 1, kemudian lulus dari SLTP N 2 Taman pada tahun 1998 dan pada tahun 2001 lulus dari SMU N 1 Pemalang. Pada tahun itu juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Mesin Budidaya Pertanian pada tahun 2003.

Selama masa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian) tahun 2003/2004 dan 2004/2005 dan ikut dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan lainnya. Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapang di PT. Rajawali II, Unit PG. Tersana Baru, Cirebon dengan judul ”Aspek Keteknikan Pertanian di PT. Rajawali II, Unit PG. Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah untuk Budidaya Tebu Lahan Kering”.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah untuk Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai uji kinerja ditcher dengan pengeruk tanah.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis selama kurang lebih lima bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2006 hingga Juli 2006. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari pihak-pihak yang senantiasa membantu penulis selama penelitian. Kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc., selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian, arahan dan nasehatnya selama penulis melakukan penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS., selaku dosen pembimbing kedua atas arahan dan bantuan pemikiran dalam penyempurnaan penulisan skripsi. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, selaku dosen penguji atas segala kritik dan

saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

4. Bapak Abbas Mustofa, Bapak Parma dan Bapak Bandi atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

5. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT. RNI), atas kesempatan dan bantuan finansial selama penelitian.

6. Ayah, ibu dan kakak penulis atas doa restu dan dukungan moral maupun materi selama penulis melakukan studi di IPB.

7. Bang Samsoel, Alam, Azmi, dan Keket (DILA Crew), Wildan, Tatang dan Komenk (APIC Crew), Wahyu dan Herlin (SIGAP Crew).

8. Cici Retno Wijayanti yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

9. Kawan-kawan TEP’38 dan TEP’39 (Karim, P_ri, Ateu, DeNies, Ukie, dkk) atas segala bantuannya selama penulis belajar di IPB.

Bogor, September 2006 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... . v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Budidaya Tebu ... 3

B. Drainase ... 3

C. Furrower ... 5

D. Kinematika dan Mekanisme Batang Hubung (Pengeruk) ... 7

E. Traktor Roda-4 ... 8

F. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah ... 9

G. Tahanan Tarik (Draft) ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

B. Alat dan Bahan ... 12

C. Tahapan Penelitian ... 14

D. Prosedur Penelitian ... 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Kalibrasi Load Cell ... 30

B. Kondisi Tanah ... 30

C. Profil Hasil Pengoperasian Ditcher dengan Pengeruk Tanah ... 34

D. Tahanan Tarik (Draft) Ditcher dengan Pengeruk Tanah ... 41

E. Slip Roda Traksi dan Kapasitas Lapang ... 42

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Spesifikasi traktor roda 4 yang digunakan dalam

pengujian di lahan uji Leuwikopo ... 13 Tabel 2. Pengukuran yang dilakukan pada tiap lahan uji ... 15 Tabel 3. Kadar air dan bulk density ... 31 Tabel 4. Kohesi dan sudut gesekan dalam pada Lahan

Percobaan Jatitujuh dan Leuwikopo ... 33 Tabel 5. Hasil pengukuran penampang potongan ditcher

dengan pengeruk tanah ... 35 Tabel 6. Slip roda traksi dan kecepatan maju ... 43


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pembuatan saluran drainase dengan menggunakan ditcher ... 2

Gambar 2. Tanaman Tebu ... 3

Gambar 3. Saluran drainase ... . 5

Gambar 4. Penampang ditcher ... 6

Gambar 5. Tipe Ditcher yang sudah ada ... 7

Gambar 6. Ditcher tipe lengan ayun ... 7

Gambar 7. Traktor yang digunakan dalam pengujian lapang ... 13

Gambar 8. Ukuran guludan dan alur baris tanaman ... 14

Gambar 9. Skema tahapan penelitian ... 15

Gambar 10. Ditcher dengan pengeruk tanah yang diuji ... 16

Gambar 11. Peralatan pengukur profil guludan dan sudut pemotongan ditcher dengan pengeruk tanah ... 16

Gambar 12. Cara mengkalibrasi Loadcell ... 17

Gambar 13. (a) Load cell dan (b) Handy strain meter ... 18

Gambar 14. Cara memperoleh bentuk guludan agar sesuai dengan yang diharapkan ... 19

Gambar 15. Peralatan Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah ... 20

Gambar 16. Pengukuran tahanan penetrasi tanah ... 21

Gambar 17. Penetrometer dengan ujung cone ... 21

Gambar 18. Pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja ... 22

Gambar 19. Peralatan pengukuran tahanan geser tanah dan gesek tanah-baja ... 22

Gambar 20. Posisi loadcell dalam pengujian di lapangan ... 23

Gambar 21. Kondisi awal guludan ... 25

Gambar 22. Pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan ... 25

Gambar 23. Pengukuran kedalaman saluran ... 26

Gambar 24. Pengukuran profil guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah dengan reliefmeter ... 27


(11)

Gambar 26. Pengukuran jarak tempuh 5 putaran roda traksi ... 28

Gambar 27. Grafik hubungan beban terhadap regangan loadcell ... 30

Gambar 28. Grafik hubungan penetrasi tanah dengan kedalaman tanah ... 32

Gambar 29. Kondisi kelengketan tanah pada ditcher ... 33

Gambar 30. Profil saluran trapesium yang telah dihasilkan oleh ditcher dengan pengeruk tanah ... 34

Gambar 31. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanahdi lahan uji A Jatitujuh (roda besar, lengan panjang) ... 36

Gambar 32. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan uji A Jatitujuh ... 36

Gambar 33. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanahdi Leuwikopo (roda kecil, lengan pendek) ... 37

Gambar 34. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan Leuwikopo (roda kecil, lengan pendek) ... 38

Gambar 35. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah di Leuwikopo (roda besar, lengan panjang) ... 38

Gambar 36. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan Leuwikopo (roda besar, lengan panjang) ... 39

Gambar 37. Longsoran tanah hasil ditcher dengan pengeruk tanah ... 40

Gambar 38. Profil melintang pada lahan pengujian Jatitujuh ... 40

Gambar 39. Profil melintang pada lahan pengujian Leuwikopo dengan roda pengeruk berdiameter kecil dan lengan roda pendek ... 40

Gambar 40. Profil melintang pada lahan pengujian Leuwikopo dengan roda pengeruk berdiameter besar dan lengan roda panjang ... 41

Gambar 41. Pengukuran tahanan tarik (draft) ... 42

Gambar 42. Pengukuran kecepatan maju, slip roda traksi, dan kapasitas lapang ... 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi

tanah ... 47

Lampiran 2. Cara perhitungan kohesi tanah dan sudut gesekan dalam ... 48

Lampiran 3. Cara perhitungan adhesi tanah dan sudut gesekan tanah-baja ... 49

Lampiran 4 Kalibrasi loadcell ... 50

Lampiran 5. Data penguuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) Lahan pengujian Leuwikopo ... 51

Lampiran 6. Data pengukuran penetrasi small cone pada lahan uji Leuwikopo . 54 Lampiran 7. Data Pengukuran Tahanan Tarik dengan roda pengeruk besar dan berlengan panjang ... 56

Lampiran 8. Tinggi profil guludan pada lahan pengujian A PG. Jatitujuh (Roda besar, lengan panjang) ... 57

Lampiran 9. Data pengukuran slip roda traksi dan kecepatan maju ... 66

Lampiran 10. Data hasil pemotongan tanah oleh ditcher pada lahan Leuwikopo 67 Lampiran 11. Perhitungan Kapasitas Lapang ... 69


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman tebu pada lahan kering akan tumbuh dengan baik apabila memiliki sistem irigasi dan drinase yang baik. Air dapat dengan segera dialirkan ke lahan bila dibutuhkan dan juga dapat dikeluarkan dari lahan bila berlebih. Sistem drainasi yang kurang baik akan menurunkan kualitas tumbuh tanaman dan memperburuk kondisi lahan untuk pengoperasian peralatan.

Ditcher adalah suatu alat/implemen yang berfungsi untuk membuat

saluran drainase. Saluran drainase dibuat untuk dapat menyalurkan air irigasi dan air hujan ke seluruh juring tanaman. Saluran drainase atau got yang biasa dibuat pada lahan tebu meliputi : got mujur (sejajar arah juring tanam) dan got malang (melintang juring tanam). Pada budidaya tebu, got malang dimaksudkan untuk mendapatkan seluruh jalur juring tanam dan tidak memakan banyak lahan karena posisinya yang melintang terhadap juring tanam dan arahnya mengikuti lebar lahan bukan panjang lahan, sehigga pembuatan got malang lebih sering dilakukan daripada got mujur. Seringkali pada pembuatan got malang, masalah yang timbul selanjutnya adalah tertutupnya bagian terendah guludan yang akan mengalirkan air. Kondisi tertutupnya bagian ini, akan menyebabkan tergenangnya bibit tebu dan sangat dimungkinkan terjadinya pembusukan bibit tebu terutama saat terjadi hujan.

Ditcher dengan pengeruk dibuat untuk dapat mengurangi penumpukan tanah

pada bagian terendah guludan (Gambar 1).

PT. PG. Jatitujuh adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam budidaya tebu yang telah menerapkan sistem drainase dengan alur sehingga mempermudah proses drainase dan irigasi. Pembuatan saluran drainase ini biasanya menggunakan ditcher atau rotary ditcher. Pada pengoperasian dan perawatannya, ditcher lebih mudah daripada rotary ditcher. Dari hasil kerjanya, rotary ditcher lebih unggul dari pada ditcher.


(14)

Gambar 1. Pembuatan saluran drainase dengan menggunakan ditcher.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja ditcher dengan pengeruk tanah untuk membuat saluran drainase pada budidaya tanaman tebu lahan kering.

tanah yang menghalangi alur

antar guludan guludan


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon,

ordo Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus

Saccharum (Sudiatso, 1982). Menurut Barnes dalam Sudiatso (1982) iklim

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas di tropika dan subtropika di sekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20 oC, yakni kurang lebih diantara 39o LU sampai 35o LS. Muller dalam Sudiatso (1982), menyatakan bahwa data rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu antara 1800- 2500 mm. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk di panen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Buruknya drainase tanah mengakibatkan berlimpahnya kation tereduksi dan gas metan dapat merupakan racun bagi tanaman tebu (Notojoewono, 1970). Gambar 2 menunjukkan contoh tanaman tebu.

Gambar 2. Tanaman tebu B. Drainase

Drainase merupakan usaha membuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman untuk meningkatkan hasil atau produktivitas pertanian. Sumber kelebihan air dapat berasal dari air hujan, air susupan, irigasi yang kurang efisien, pengaruh artesis, dan banjir. Faktor-faktor yang mempengaruhi drainase meliputi faktor tanah, jenis tanaman, iklim, topografi dan kedalaman muka air tanah (Wijanto, 1988). Air yang berlebihan akan


(16)

mengakibatkan tanah tanaman dan tanah yang diolah akan tergenang, yang dapat menyebabkan kerusakan. Jadi di daerah-daerah yang demikian, air berlebih harus dibuang ke daerah-daerah yang lebih rendah yang memerlukan pengairan (Sosrodarsono, 1980).

Menurut Schwab et al. (1981) metode yang dipakai untuk mengeringkan lahan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: drainase permukaan (surface

drainage) dan drainase bawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase

permukaan (surface drainage) mengalirkan kelebihan air yang tergenang di atas permukaan tanah.

Schwab et al. (1981), menyatakan bahwa pemilihan sistem didasarkan pada keadaan topografi lahan dan jenis pengelolaan tanaman. Dimana sistem yang digunakan tersebut harus :

1. Layak untuk suatu sistem pertanian

2. Mempunyai kapasitas pengaliran yang cukup

3. Arah aliran kelebihan air mulai dari lahan menuju saluran tanpa bahaya erosi dan pengendapan

4. Tidak menggangu operasi peralatan.

Penggunaan drainase permukaan tanah sebagai sistem drainase memberikan keuntungan sebagai berikut :

1. Mempunyai kapasitas menyalurkan air yang cukup 2. Mudah dikerjakan dengan biaya yang relatif murah 3. Dapat dibuat dengan cara mekanis atau tenaga manusia

Di samping memberikan keuntungan, drainase permukaan juga memberikan beberapa kerugian antara lain: luas lahan akan berkurang, operasi traktor dan alat-alat pertanian akan terganggu serta diperlukan pemeliharaan yang teratur.

Tanaman tebu menghendaki drainase perakaran yang baik. Bagi daerah-daerah yang bertanah poros dan mempunyai muka air tanah dalam (≥ 1m), biasanya tidak dijumpai masalah drainase. Masalah ini timbul terutama di daerah tanah berat, muka air tanah yang dangkal dan daerah yang datar dimana pembuangan air selalu jadi masalah.


(17)

Menurut Wardojo (1996) pembuatan saluran drainase dimulai dari pembuatan got keliling berukuran 60 – 90 cm dengan kedalaman 100 – 120 cm. Kemudian got mujur yang berukuran 60 – 80 cm dengan kedalaman 50 – 75 cm. Jarak antar got mujur ini 50 – 125 m. Tegak lurus dengan got mujur dibuat got malang dengan ukuran 40 – 50 cm dengan kedalaman 30 – 40 cm. Jarak antar got malang ini adalah 10 m. Gambar 3 menunjukkan contoh saluran drainase yang biasa dibuat pada lahan plant cane PG. Jatitujuh, Majalengka.

Gambar 3. saluran drainase.

C. Furrower

Menurut Boers (2003), fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, kentang, tebu dan sayuran, dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan furrower antara lain : a) dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris, b) dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, c) dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain, dan d) dapat digunakan sebagai alat penyiang.

Bagian-bagian furrower adalah sebagai berikut: mata bajak yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah, pisau bajak yang berfungsi untuk membelah, singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanah ke kanan dan ke kiri, rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan kerangka utama.


(18)

Gill dan Berg (1968), menyatakan bahwa mekanisme pengolahan tanah merupakan sebab dan akibat dari aksi dan reaksi antara alat dan tanah yang diolah. Pada dasarnya mekanisme pengolahan tanah adalah memotong, mengangkat, menggeser, membalik dan menghancurkan tanah. Sedangkan akibat yang timbul sebagai reaksi dari tanah berupa gerakan meluncur, menggeser, memberi beban, terbalik, pecah dan hancur serta dalam kondisi tertentu terjadi kelengketan antara tanah dan bajaknya.

Daywin et al. (1985), menyatakan bahwa terdapat empat perilaku yang menggambarkan proses pengolahan tanah yaitu gesekan antara tanah dan metal, keruntuhan geser tanah, gaya percepatan gerak tanah dan tahanan pemotongan tanah. Hasil akhir dari pengolahan tanah berupa kondisi tanah dan tenaga untuk menggerakkan alatnya. Secara keseluruhan tenaga yang diperlukan dalam pengolahan tanah meliputi tenaga untuk pemotongan tanah, tenaga untuk mengatasi gaya kohesi dan gaya geser termasuk di dalamnya pemampatan, penggeseran, pembalikan dan penghancuran tanah, dan tenaga untuk mengatasi gaya gesek antara tanah dan bajak, tanah dan land side

(Baver et al. 1972). Gill dan Berg (1968), menyatakan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tenaga dalam pengolahan tanah adalah tegangan normal pada permukaan bajak, luas permukaan bajak, sudut kemiringan bajak dengan permukaan horizontal, serta sudut geser tanah di permukaan bajak. Gambar penampang furrower dalam bentuk gambar teknik seperti terlihat pada Gambar 4. Adapun tipe ditcher yang sering dipakai di PG. Jatitujuh seperti pada Gambar 5. Gambar 6 merupakan ditcher jenis baru yaitu

ditcher tipe lengan ayun yang diuji kinerjanya.


(19)

(a) Ditcher satu mata (b) Rotary Ditcher

Gambar 5. Tipe Ditcher yang sudah ada.

Gambar 6. Ditcher tipe lengan ayun. D. Kinematika dan Mekanisme Batang Hubung (Pengeruk)

Kinematika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu gerak tanpa memandang gaya penyebabnya, sedangkan rantai kinematik adalah gabungan dari batang hubung dan sambungan yang saling terkait untuk menghasilkan gerakan teratur sebagai produk dari gerakan sumber (Norton, 1992). Norton (1992) menyatakan bahwa:

1. Gerakan rotasi murni adalah gerakan suatu benda kaku yang hanya memiliki satu titik (pusat putaran). Pusat putaran tersebut tidak bergerak terhadap rangka acuan. Gerakan setiap titik pada benda tersebut akan menggambarkan busur dari lingkaran-lingkaran yang mengelilingi pusat putaran. Garis acuan yang melalui pusat lingkaran dan setiap titik pada benda hanya akan membedakan sudutnya saja.


(20)

2. Gerakan translasi murni adalah gerakan suatu benda kaku dimana seluruh titik pada benda tersebut bersifat paralel. Garis acuan yang menggambarkan pergerakan benda tersebut berupa garis lurus tetapi tidak mengalami perubahan sudut.

3. Gerakan kompleks adalah gerakan gabungan secara bersamaan antara gerakan rotasi dan translasi. Garis acuan yang terbentuk pada benda menunjukan perubahan posisi secara linier dan orientasi sudutnya.

Norton (1992) menyatakan Mekanisme merupakan suatu alat pengubah gerakan menjadi pola tertentu yang diinginkan dan biasanya melipatgandakan gaya yang kecil. Mekanisme adalah rantai kinematik yang setidaknya memiliki satu batang penghubung (linkage) yang bersifat sebagai

ground atau terikat pada rangka. Batang penghubung diasumsikan sebagai

benda kaku yang setidaknya memiliki dua titik hubung atau nodes.

E. Traktor Roda-4

Traktor roda-4 merupakan penarik, penggerak dan penyalur daya bagi alat pengolahan tanah atau implemen. Daywin et al. (1999) menyatakan bahwa, kapasitas lapangan pengolahan tanah dikelompokkan menurut 3 jenis traktor, yaitu traktor kecil (mini) dengan daya lebih kecil dari 15 kW, traktor sedang daya 22 kW sampai 34 kW, traktor besar dengan pembagian 50 kW sampai 60 kW, 60 kW sampai dengan 90 kW dan dengan daya lebih besar dari 90 kW dan khusus untuk traktor roda rantai. Untuk kelompok traktor mini, pengolahan tanah umumnya menggunakan bajak pisau berputar, baik untuk sawah maupun tanah kering. Sedangkan traktor roda empat yang lebih besar dayanya, daya yang diperoleh seluruhnya untuk pengolahan tanah kering dengan menggunakan bajak piringan untuk pengolahan tanah primer dan dengan garu piring untuk pengolahan tanah sekunder.

Menurut Koga (1988), traktor yang biasa digunakan di lahan pertanian adalah traktor empat roda dan traktor dua roda (traktor tangan). Penggunaan traktor di lahan biasanya disesuaikan dengan luas lahan, kondisi tanah, dan jenis kegiatannya.


(21)

F. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman. Hardjowigeno (1995) menyatakan bahwa definisi ilmiah tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman.

1. Kadar Air

Das (1993), menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air sangat berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno, 1987). 2. Kerapatan Isi Tanah

Metode pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al., 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1995).

3. Struktur Tanah

Menurut Hardjowigeno (1995), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan (ketahanan) yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah diantaranya adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat fisik dan komposisi air tanah (Das, 1993). Tanah yang berstruktur baik (granuler atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno, 1995).

Menurut Ashari (1995), struktur tanah menentukan penyusunan pertikel tanah menjadi agregat. Struktur tanah penting dalam lahan


(22)

pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar tanaman. Tanah dengan granulasi tinggi (remah) mempunyai aerasi yang baik dan dapat mengikat air dengan baik karena memiliki banyak ruang pori mikro.

4. Tahanan Penetrasi Tanah

Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah.

Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada kedalaman tertentu. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan jenis tanah. Devies et al. (1993), menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama.

G. Tahanan Tarik (Draft)

Setiap alat pengolah tanah dalam operasinya pasti akan mengalami tahanan tarik tanah sebagai reaksi tanah akibat beban dari alat tersebut. Pada operasi di lapangan tahanan tarik yang dialami oleh suatu alat besarnya adalah sama dengan besar gaya yang diberikan pada tanah dengan arah yang berlawanan dengan gerak maju alat. Dengan demikian tahanan tarik dapat didefinisikan sebagai komponen gaya horizontal yang sejajar garis tegak alat penarik dengan arah berlawanan (Kepner et al., 1978). Tarikan pada suatu alat (implemen) diartikan sebagai total gaya yang digunakan pada implemen oleh suatu unit tenaga tarik. Selanjutnya Kepner et al.,(1978) mengartikan besar


(23)

tahanan tarik dalam tiap luas pengolahan tanah sebagai tahanan tarik spesifik, sedangkan tahanan tarik yang tegak lurus arah gerak dinamakan side draft. Tahanan tarik merupakan komponen gaya horizontal dari gaya tarik (pull) sejajar gerak maju alat yang diusahakan pada implemen oleh suatu unit tenaga. Sedangkan tahanan tarik spesifik merupakan tahanan tarik per satuan luas penampang bajak dan dinyatakan dalam satuan N/m2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik tanah antara lain lebar implemen, kedalaman olah, kondisi tanah, dan kecepatan maju (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al-Janobi et al., 1998). Kondisi tanah yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah tekstur tanah, kandungan air tanah, vegetasi yang tumbuh dan porositas tanah. Kandungan air tanah mempengaruhi besarnya tahanan tarik. Peningkatan kandungan air tanah akan membuat tahanan tarik tanah turun hingga titik tertentu kemudian akan meningkat kembali (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al-Janobi et al., 1998). Faktor bentuk alat yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah berat alat, lebar implemen, bentuk implemen, ketajaman alat dan kualitas bahan. Tahanan tarik merupakan penjumlahan dari gaya-gaya untuk mengatasi kohesi, adhesi, tahanan terhadap kompresi, geseran dan gesekan antara permukaan tanah dengan alat (Baver et al., 1972).


(24)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2006 sampai dengan bulan Juli 2006. Rancang bangun dan perbaikan ditcher dengan pengeruk tanah dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dan struktural dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, Darmaga, Bogor. Pengujian lapangannya dilakukan di PT. PG. Jatitujuh, Majalengka.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(a) Satu unit Ditcher dengan pengeruk tanah

(b) Peralatan pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari:

• Perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample)

• Pnetrometer tipe SR-2 (lengkap dengan kerucut, gelang geser, gelang gesek dan lengan torsinya)

• Oven pengering tanah

• Timbangan

•Reliefmeter

• Pengukur sudut potongan

(c) Instrumen pengukuran beban yang terdiri dari:

Load cell (Kyowa, LT-5TSA71C)

Handy-Strain Meter (UCAM-1A)

• Kawat seling sebagai penghubung

(d) Peralatan pengukuran kapasitas lapangan ditcher dengan pengeruk tanah, terdiri dari:

Stopwatch

• Pita ukur (5 m dan 50 m)

• Patok


(25)

• Dua unit traktor roda-4, merk Deutz dengan masing-masing bertenaga 70 hp (Leuwikopo) (Gambar 7). Spesifikasi traktor yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

•Dua unit traktor roda-4, merk Massey Ferguson dan John Deere yang masing-masing bertenaga 110 hp (PG. Jatitujuh).

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 7. Traktor yang digunakan dalam pengujian lapangan.

Tabel 1. Spesifikasi traktor roda 4 yang digunakan dalam pengujian di lahan uji Leuwikopo

Merk, model Deutz, D7260

Negara Pembuat Jerman

Tenaga 70 hp

Berat 2430 kg

Berat Roda Depan 930 kg Berat Roda Belakang 1480 kg

Panjang 3960 mm

Lebar 1940 mm

Tinggi 1800 mm

Lebar roda belakang 438 mm Tebal roda belakang 378 mm Diameter roda belakang 1490 mm Lebar jejak roda belakang 500 mm


(26)

C. Tahapan Penelitian

Pada tahap pertama, dilakukan persiapan ditcher dengan pengeruk tanah oleh perancang di Laboratorium Lapangan Leuwikopo. Persiapan selanjutnya adalah persiapan lahan uji di laboratorium lapangan Leuwikopo. Persiapan lahan uji ini meliputi pembajakan 1 dengan alat bajak piring, pembajakan 2 dengan alat bajak piring, penggaruan dengan alat garu piring, dan pembentukan guludan dengan alat furrower. Pada proses pembentukan guludan dibuat sedemikian rupa sehingga mendekati kondisi guludan aslinya yaitu dengan jarak antar puncak guludan sebesar 135 cm, dan ketinggian guludan 30 cm (Gambar 8). Persiapan lahan selanjutnya adalah di PG. Jatitujuh, dimana lahan yang akan digunakan untuk pengujian ditcher dengan pengeruk tanah ini dipersiapkan oleh pihak PG. Jatitujuh. Pada persiapan lahan ini diukur juga kondisi tanah yang terdiri dari kadar air tanah lahan uji, kerapatan isi tanah (bulk density), tahanan penetrasi tanah, kohesi dan adhesi tanah lahan uji.

Gambar 8. Ukuran guludan dan alur barisan tanam.

Pada tahap kedua, dilakukan pengambilan data uji kinerja (kapasitas lapangan dan draft) ditcher dengan pengeruk tanah. Pada tahap ini juga diukur hasil pengolahan ditcher dengan pengeruk tanah yang terdiri dari bentuk dan ukuran saluran (ditch), dan bentuk dan ukuran guludan.

Pada tahap ketiga, dilakukan analisis data hasil pengujian. Dari hasil analisis tersebut akan dihitung kapasitas lapangan dan draft dari ditcher

dengan pengeruk tanah, kondisi tanah lahan uji, dibuat grafik bentuk dan ukuran saluran, bentuk dan ukuran guludan. Untuk lebih jelasnya tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

135 cm


(27)

Gambar 9. Skema tahapan penelitian.

Adapun perlakuan percobaan yang dilakukan pada 2 lahan uji, yaitu Leuwikopo dan PG. Jatitujuh disajikan dalam Tabel 2. Pengukuran tidak semua dilakukan mengingat situasi dan kondisi masing-masing lahan uji.

Tabel 2. Pengukuran yang dilakukan pada tiap lahan uji

Lahan uji Roda pengeruk

Pengukuran Draft Profil

guludan

Bentuk saluran

Kap. lapangan

Kadar air/ bulk density

Tahanan penetrasi

Kohesi, adhesi

Leuwikopo Besar v v v v v v v

Kecil - v v -

A PG. Jatitujuh

Besar v v v -

v - v

Kecil - - - -

B PG. Jatitujuh

Besar v - - v

v v v

Kecil - - - -

Keterangan:

v = dilakukan pengukuran - = tidak dilakukan pengukuran

Analisis data Pengujian kinerja, terdiri dari : kapasitas lapangan dan draft, kondisi tanah

lahan uji, bentuk dan ukuran saluran, bentuk

dan ukuran guludan.

Pengujian kinerja, terdiri dari : kapasitas lapangan dan draft, kondisi tanah

lahan uji, bentuk dan ukuran saluran, bentuk

dan ukuran guludan.

Persiapan lahan uji PG. Jatitujuh, terdiri dari Pengolahan tanah (bajak,

garu, pembentukan guludan), kondisi tanah (kadar air, bulk density, tahanan penetrasi tanah, kohesi dan adhesi tanah Persiapan ditcher

dengan pengeruk tanah Mulai

Persiapan lahan uji Leuwikopo, terdiri dari Pengolahan tanah (bajak,

garu, pembentukan guludan), kondisi tanah (kadar air, bulk density, tahanan penetrasi tanah, kohesi dan adhesi tanah


(28)

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Ditcher dengan Pengeruk Tanah dan Alat Ukur

Persiapan ditcher dengan pengeruk tanah (Gambar 10) dilakukan oleh para perancang di Laboratorium Lapangan Leuwikopo. Proses perancangan dan pembuatan prototype ini dilakukan sejak bulan Desember 2005. Persiapan alat ukur yang dilakukan adalah pembuatan alat reliefmeter dengan bahan rangka dari aluminium berbentuk C dengan panjang 160 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 10 cm. Kaki reliefmeter terbuat dari besi dengan diameter 19 mm dan panjang 110 cm sebanyak 2 buah. Pin yang digunakan dari bahan stainless steel dengan diameter 4 mm dan panjang 90 cm sebanyak 30 buah. Jarak antar pin yang digunakan adalah 5 cm (Gambar 11(a)).

Gambar 10. Ditcher dengan pengeruk tanah yang diuji.

Gambar 11. Peralatan pengukur profil guludan dan sudut pemotongan ditcher

dengan pengeruk tanah.

Roda mekanisme

(a) Reliefmeter (b) Alat pengukur sudut Pengeruk

Rangka


(29)

Persiapan selanjutnya adalah pembuatan/persiapan alat ukur lainnya seperti pengukur sudut (aluminium bentuk  panjang 110 cm, lebar 15 mm, dengan ditempeli penggaris busur) (Gambar 11(b)), penggaris stainless (60 cm dan 100 cm), patok, stopwatch dan alat ukur lainnya. Persiapan instrumen sebelum pengujian lapangan juga dilakukan proses pengkalibrasian load cell dan strain amplifier (Gambar 12). Load cell

dihubungkan dengan handy strain meter, kemudian digantungkan ke sebuah crane, lalu load cell tersebut diberi beban. Load cell yang digunakan adalah tipe Kyowa, LT-5TSA71C (Gambar 13(a)). Handy

strain meter yang digunakan adalah tipe Kyowa, UCAM-1A (Gambar

13(b)). Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan, hasil yang terbaca pada

handy strain meter dicatat. Pembebanan dilakukan dua kali dengan cara

pembebanan terbalik. Hasil yang didapatkan kemudian diolah sehingga diperoleh persamaan hubungan beban (N) dan regangan pada load cell

(με).

Gambar 12. Cara mengkalibrasi Loadcell. Crane

Load cell

Beban

Kabel

Handy strain meter


(30)

(a) (b)

Gambar 13. (a) Load cell dan (b) Handy strain meter.

2. Persiapan Lahan Uji

Sebelum pengujian kinerja ditcher dengan pengeruk tanah dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan uji. Persiapan lahan uji yang dimaksud adalah pembuatan lahan uji agar sesuai dengan kondisi kerja

ditcher. Persiapan lahan uji ini dilakukan di lahan uji Leuwikopo dan

lahan uji PG. Jatitujuh. Lahan yang akan diuji ini dibajak dengan menggunakan alat bajak piring. Pembajakan dilakukan sebanyak 2 kali, dimana arah pembajakan-2 melintang arah pembajakan-1. Waktu yang diperlukan antara pembajakan-1 dan pembajakan-2 adalah sekitar 3 – 7 hari, bergantung kondisi cuaca setempat. Proses pembiaran lahan ini agar kondisi tanah hasil pembalikkan oleh pembajakan-1 mengalami pengeringan, sehingga mempermudah proses pembajakan-2. Setelah pembajakan-2 dilakukan, lahan uji dibiarkan selama 3-7 hari agar mengalami proses pengeringan. Kegiatan selanjutnya setelah pembajakan-2 dilakukan adalah penggaruan dengan alat garu piring. Kegiatan selanjutnya setelah tanah hasil penggaruan kering adalah pengkairan (pembuatan guludan) dengan menggunakan furrower. Setelah 3-7 hari kegiatan pengkairan ini dilakukan berarti lahan uji telah siap.

Pada persiapan lahan uji di Leuwikopo, bentuk dan ukuran guludan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lahan uji PG. Jatitujuh dengan tinggi guludan sekitar 30 cm dan jarak antar puncak guludan 135 cm.


(31)

Sehingga setelah dilakukan pengkairan, guludan disesuaikan ukurannya dengan cara dicangkul (Gambar 14).

Gambar 14. Cara memperoleh bentuk guludan agar sesuai dengan yang diharapkan.

3. Pengukuran Kondisi Tanah Sebelum Percobaan

Parameter-parameter yang diukur untuk mengetahui kondisi tanah sebelum dilakukan percobaan adalah kadar air, kerapatan isi tanah (bulk

density), tahanan penetrasi tanah, kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi, dan

sudut gesek tanah-baja.

a. Kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density)

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah dengan perlengkapan pengambil contoh tanah (ring sample) pada puncak guludan, tengah guludan dan cekungan guludan. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada 5 titik pengukuran secara acak pada masing-masing titik pengambilan pada guludan.

Pengukuran kerapatan isi tanah (bulk density) dilakukan dengan mengambil contoh tanah pada masing-masing titik pengambilan sebanyak 5 titik. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan pengambil contoh tanah (ring sample). Gambar 15 menunjukkan peralatan pengambilan contoh tanah. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan bulk density disajikan dalam Lampiran 1.

Mal guludan

Puncak guludan Cekungan guludan


(32)

Gambar 15. Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah.

Kadar air dan kerapatan isi tanah ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Sapei et al., 1990) :

KA =

k k b

m m

m

x 100%... (1) di mana : KA = kadar air tanah basis kering (%),

mb = massa tanah basah (g),

mk = massa tanah kering (g).

ρd = V mk

... (2) di mana : ρd = kerapatan isi tanah (g/cm3),

mk = massa tanah kering (g),

V = volume tanah (cm3). b. Tahanan penetrasi tanah

Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer (tipe SR-2) yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang dasar kerucut yang digunakan adalah 2 cm2 dengan sudut kerucut 300. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman olah ditcher dengan pengeruk tanah, yaitu dilakukan pada empat titik pengukuran masing-masing pada kedalaman 0 - 60 cm pada tiap-tiap 5 cm, dan sebanyak 20 kali ulangan tiap kedalamannya (Gambar 16). Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus:


(33)

k p p

A F

T = 98 ...(3) dimana:

Tp = tahanan penetrasi (kPa),

Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat penetrometer (kgf) dan

Ak = penampang kerucut (2 cm2)

Gambar 17 menunjukkan peralatan pengukuran tahanan penetrasi tanah yang digunakan. Peralatan yang digunakan pada pengukuran tahanan penetrasi tanah adalah penetrometer dengan ujung cone.

Gambar 16. Pengukuran tahanan penetrasi tanah.


(34)

c. Kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi, dan sudut gesek tanah-baja

Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan gelang geser dan lengan torsi untuk mendapatkan nilai kohesi tanah. Pengukuran dilakukan pada puncak guludan dan pada cekungan guludan. Pengukuran tahanan gesek tanah-baja dilakukan dengan gelang gesek dan lengan torsi untuk mendapatkan nilai adhesi tanah. Seperti halnya pengukuran tahanan geser untuk mendapatkan nilai kohesi, pengukuran ini juga dilakukan pada puncak guludan dan cekungan guludan. Cara perhitungan kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesek tanah-baja disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Gambar 18 menunjukkan proses pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja untuk mendapatkan nilai kohesi dan adhesi tanah. Peralatan yang digunakan seperti pada Gambar 19.

Gambar 18. Pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja.

(a) Penetrometer dengan (b) Penetrometer dengan gelang gesek gelang geser bersirip


(35)

4. Pengujian Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah

Pengukuran yang dilakukan saat pengolahan tanah berlangsung antara lain: (a) pengukuran tahanan tarik, (b) perubahan kondisi guludan (tanah) sebelum dan setelah dilintasi roda traktor, setelah dilintasi roda pengeruk, dan sebelum dan sesudah proses pengerukan tanah oleh pengeruk, (c) kecepatan maju pengolahan, (d) kedalaman pengolahan, dan (e) pengukuran kapasitas lapangan dan slip roda traksi.

a. Pengukuran tahanan tarik

Ditcher dengan pengeruk tanah hasil rancangan digandengkan pada

traktor roda empat (disebut traktor-2). Selanjutnya traktor-2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor-1) yang menarik traktor-2. Gaya tarik traktor diukur dengan sebuah load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor-1 dan traktor-2 (Gambar 20). Pada pengujian selanjutnya, Ditcher dengan pengeruk tanah langsung diturunkan sehingga langsung memotong tanah sedalam 10 cm pada alur tanam dan 40 cm pada puncak guludan, dan pengeruk juga akan langsung bekerja sesuai dengan tinggi rendahnya guludan yang ada.

Titik tarik bagian depan traktor-2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawbar) traktor-1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal.

Traktor-1 Traktor-2

Guludan Ditcher dengan pengeruk tanah

Load cell

Handy-strain meter


(36)

Berdasarkan sistem pengukuran tahanan tarik, sinyal gaya tarik yang dialami oleh load cell dialirkan menuju handy-strain meter. Data yang terbaca pada handy-strain meter dicatat untuk kemudian diolah.

Tahanan tarik pengolahan merupakan selisih dari gaya tarik ketika

Ditcher dengan pengeruk tanah dioperasikan dengan gaya tarik Ditcher

dengan pengeruk tanah saat tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus:

Ps = P1 - Ptr ... (4)

dimana:

Ps = tahanan tarik Ditcher dengan pengeruk tanah (N)

P1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N)

Ptr = tahanan gelinding traktor ketika ditcher dengan pengeruk tanah

tidak dioperasikan (N).

Pengukuran tahanan gelinding traktor tanpa pengolahan dilakukan dengan cara traktor-2 + ditcher dengan pengeruk tanah diangkat dan ditarik oleh traktor-1. Pengukuran tahanan gelinding traktor ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan kemudian dirata-ratakan. Pengukuran tahanan tarik dilakukan dalam 3 lintasan dengan panjang lintasan masing-masing 25 m.

b. Perubahan kondisi guludan (tanah)

Keadaan tanah guludan sebelum dilakukan pemotongan oleh ditcher

dengan pengeruk tanah dengan arah melintang arah guludan mempunyai ketinggian rata-rata 30 cm. Keadaan ini akan berubah selama proses pembuatan saluran drainase. Perubahan kondisi tanah ini disebabkan adanya pemadatan tanah oleh roda traktor, pembuangan tanah oleh ditcher

dengan pengeruk tanah dan kondisi setelah proses pengerukan. Pengukuran perubahan kondisi tanah ini dilakukan dengan menggunakan reliefmeter. Pengukurannya sendiri dilakukan pada saat kondisi awal


(37)

Arah maju traktor

Lintasan roda traktor

Patok 25 m Patok

Traktor

guludan, kondisi tanah setelah terlintas roda pengeruk, dan kondisi tanah setelah dilakukan pengerukan tanah oleh pengeruk. Kondisi guludan awal sebelum pengoperasian Ditcher dengan pengeruk tanah seperti pada Gambar 21.

Gambar 21. Kondisi awal guludan. c. Pengukuran kecepatan maju pengolahan

Kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 25 m dengan menggunakan stopwatch

(Gambar 22). Kecepatan maju dihitung dengan rumus:

t s

v= ... (5) dalam hal ini:

v = kecepatan maju pengolahan (m/detik),

s = jarak tempuh (25 m) dan

t = waktu tempuh pada jarak s (detik).

Gambar 22. Pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan. Puncak guludan

Alur tanam Leuwikopo


(38)

d. Pengukuran bentuk dan ukuran saluran

Pengukuran kedalaman pengolahan aktual diukur dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran 100 cm) tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Selain pengukuran kedalaman juga dilakukan pengukuran sudut kemiringan saluran, lebar saluran dalam, dan lebar saluran luar (Gambar 23). Lahan yang diperlukan dalam pengujian kira-kira seluas 200 m2. Saluran drainase yang diukur dengan ukuran yang diharapkan antara lain: lebar saluran bagian bawah (35 - 40 cm) dan bagian atas (±90 cm), serta kedalaman saluran (±40 cm dari puncak guludan) dan sudut potong yang diperoleh + 58o. Pengukuran pengolahan ini dilakukan pada 10 titik pada masing-masing lintasan.

Pengukuran profil guludan dilakukan dengan menggunakan alat reliefmeter dengan cara meletakkan reliefmeter pada bagian yang akan diukur, reliefmeter harus dalam kondisi datar (lihat penyifat datar) dan pin menempel pada tanah (tidak menggantung). Pengukuran profil guludan ini dilakukan untuk mengukur kondisi guludan awal, kondisi guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah, kondisi guludan setelah terlintas oleh roda pengeruk, dan kondisi guludan melintang saluran hasil

ditcher dengan pengeruk tanah (Gambar 24). Gambar 25 menunjukkan

proses pengukuran sudut potongan ditcher dengan pengeruk tanah dengan menggunakan peralatan pengukur sudut.

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 23. Pengukuran kedalaman saluran.


(39)

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh

Gambar 24. Pengukuran profil guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah dengan reliefmeter.

Gambar 25. Pengukuran sudut potongan ditcher dengan pengeruk tanah. e. Pengukuran kapasitas lapangan, dan slip roda traksi

Pengukuran kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif didapatkan dengan pengukuran waktu mulai bekerja dan waktu selesai bekerja ditcher dengan pengeruk tanah dan luas lahan yang diolah. Slip roda traksi diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di lapangan saat pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi di lahan keras (aspal) (Gambar 26). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan dan slip untuk roda kiri dan kanan pengukurannya dilakukan secara terpisah. Pengukuran dilakukan dengan mengukur 1 tingkat kecepatan dengan 10 kali ulangan kecepatan maju


(40)

pengolahan. Diukur juga lebar pengolahan, waktu belok, luas lahan diolah, sehingga akan didapatkan kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lahan efektif.

Pengukuran slip roda, dilakukan dengan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda dengan beban dan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda tanpa beban, kemudian slip roda traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Srd = ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −

o i S S

1 x 100... (6) di mana :

Srd = Slip roda traksi (%),

So = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda,

Si = jarak tempuh 5 kali putaran roda sebenarnya.

Gambar 26. Pengukuran jarak tempuh 5 putaran roda traksi.

Parameter yang diukur dalam pengukuran kapasitas lapangan adalah : (a) kapasitas lapangan teoritis, dengan cara mengukur kecepatan maju traktor dan jarak antar saluran, (b) kapasitas lapangan efektif, dengan cara mengukur luas lahan dan waktu kerja, dan (c) slip roda. Luas lahan yang digunakan pada pengukuran kapasitas lapangan adalah 100 m x 100 m. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada saat traktor roda 4 mulai membuat saluran sampai selesai pembuatan saluran pada tiap jarak 30 m, sedangkan pengukuran kecepatan maju dilakukan dengan mengukur waktu tempuh

1 2 3 4 5


(41)

traktor roda 4 berjalan sepanjang 25 m. Efisiensi kerja dapat dihitung dengan rumus :

% 100

x KLT KLE

Eff = ... (7)

s x v

KLT = ... (8)

t t t L

KLE = ... (9) di mana : Eff = efisiensi kerja (%)

KLT = kapasitas lapangan Teoritis (ha/jam) KLE = kapasitas lapangan Efektif (ha/jam)

v = kecepatan maju (m/s)

s = jarak antar saluran (m) Lt = luas total (m2)


(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kalibrasi Load Cell

Hasil kalibrasi load cell merupakan hubungan antara regangan (µε) dengan beban (kgf) (Gambar 27). Data lengkap mengenai hasil kalibrasi disajikan pada Lampiran 4. Dari hasil kalibrasi tersebut diperoleh persamaan linier dan regresi yang menyatakan hubungan antara kedua parameter tersebut yaitu :

y = 1.9627x + 0.7476 ... (10)

R2 = 0.9989 ... (11) Di mana :

y = beban yang diterima load cell (kgf)

x = regangan pada load cell (µε)

y = 1.9627x + 0.7476

R2 = 0.9989

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 10 20 30 40 50

Regangan l oa d cel l (με)

B

e

ba

n (k

g)

kurva pengukuran

Linear (kurva pengukuran)

Gambar 27. Grafik hubungan beban terhadap pembacaan pada loadcell.

B. Kondisi Tanah 1. Kadar Air

Tanah yang digunakan sebagai lahan pengujian adalah lahan pada Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian (di Leuwikopo). Hasil pengamatan kondisi lahan meliputi pengukuran kadar air, pengukuran kerapatan isi tanah yang disajikan pada Tabel 3. Kadar air rata-rata untuk puncak guludan, tengah guludan (antara puncak dan cekungan), dan cekungan guludan berturut-turut adalah 29.01%, 29.72%,


(43)

dan 30.02%. Sedangkan kerapatan isi tanah pada tingkat kedalaman tersebut masing-masing 0.99 g/cm3 untuk puncak guludan, 0.92 g/cm3 untuk tengah guludan, dan 1.02 g/cm3 untuk cekungan guludan, sehingga rata-rata kerapatan isi tanahnya adalah 0.98 g/cm3. Data lengkap pengukuran disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 3. Kadar air dan bulk density

Lahan Posisi

(guludan)

Kadar Air (%)

Bulk Density

(gram/cc) Leuwikopo

Puncak 29.01 0.99

Tengah 29.72 0.92

Cekungan 30.02 1.02

A Jatitujuh Puncak 17.40 0.89

Cekungan 24.27 1.08

B Jatitujuh Puncak 10.21 0.90

Cekungan 19.84 1.12

Pada pengujian di lahan PG. Jatitujuh, Majalengka didapatkan nilai kadar air rata-rata pada lahan pengujian A sebesar 17.40% pada puncak guludan dan 24.27% pada cekungan guludan. Kerapatan isi tanahnya adalah 0.89 g/cm3 pada puncak guludan, dan 1.08 g/cm3 pada cekungan guludan, sehingga rata-rata kerapatan isi tanah pada lahan pengujian A PG Jatitujuh adalah 0.98 g/cm3. Pada pengujian di lahan B PG. Jatitujuh didapatkan nilai kadar air rata-rata pada puncak guludan sebesar 10.21%, dan 19.84% pada cekungan guludan. Kerapatan isi tanah lahan pengujian B PG. Jatitujuh didapatkan nilai rata-rata sebesar 0.90 gr/cm3 pada puncak guludan, dan 1.12 g/cm3 pada cekungan guludan, sehingga nilai rata-rata kerapatan isi tanah lahan pengujian B adalah 1.01 g/cm3.

2. Tahanan Penetrasi Tanah

Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah pada lahan percobaan Leuwikopo, lahan pengujian A, dan lahan pengujian B PG. Jatitujuh, Majalengka dilakukan dengan menggunakan penetrometer sampai kedalaman 60 cm. Data dan perhitungan tahanan penetrasi tanah dengan


(44)

Grafik pada Gambar 28 menunjukkan rata-rata terjadi peningkatan tahanan penetrasi pada lahan percobaan yang bervariasi. Pada puncak guludan lahan Leuwikopo terlihat bahwa tahanan penetrasi yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 40 cm dari permukaan tanah dan selanjutnya stabil pada kedalaman 40-60 cm. Tahanan penetrasi di lahan Leuwikopo juga demikian, dimana tahanan yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 35 cm kemudian stabil hingga kedalaman 55 cm dan turun pada kedalaman 60 cm dari permukaan tanah.

(a) puncak guludan (b) cekungan guludan Gambar 28. Grafik hubungan penetrasi tanah dengan kedalaman tanah.

Pada lahan percobaan yang dilakukan di PG. Jatitujuh, Majalengka, pada puncak guludan terlihat bahwa terjadi peningkatan tahanan yang tajam dari kedalaman 0-35 cm kemudian stabil dari kedalaman 35-60 cm dari permukaan tanah. Keadaan sebaliknya terjadi pada cekungan guludan lahan percobaan PG. Jatitujuh, di mana terjadi kenaikan tahanan penetrasi tanah pada kedalaman 0-15 cm untuk kemudian terjadi penurunan tahanan penetrasi hingga kedalaman 60 cm dari permukaan tanah. Naik turunnya tahanan penetrasi ini tidak lepas dari pengaruh kekerasan lapisan tanah, hal ini disebabkan oleh adanya pemadatan tanah oleh lalu lintas traktor ataupun alat pengolahan lahan lain serta tingkat aerasi dari tanah tersebut.

3. Kohesi dan sudut gesekan dalam

Nilai kohesi merupakan nilai gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Nilai adhesi merupakan nilai gaya tarik menarik antara molekul

0

10

20

30

40

50

60

70

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Tahanan penetrasi (kPa)

K

edal

aman (

c

m

)

puncak guludan Leuw ikopo puncak guludan Jatitujuh 0

10

20

30

40

50

60

70

0 500 1000 1500 2000 2500

Tahanan penetrasi (kPa)

K

edal

aman (

c

m

)


(45)

beda jenis. Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata nilai kohesi pada lahan percobaan A PG. Jatitujuh pada puncak guludan dihasilkan 6.80 kPa dan pada cekungan guludan terjadi over (tidak terukur), artinya peralatan penetrometer yang dipakai tidak dapat menjangkau nilai beban yang terjadi. Pada lahan percobaan B PG. Jatitujuh nilai kohesi rata-rata pada puncak guludan didapatkan 6.14 kPa, dan 10.67 kPa untuk cekungan guludan. Pada pengujian di lahan uji Leuwikopo didapatkan nilai kohesi sebesar 4.93 kPa dan 2.93 kPa untuk puncak guludan dan cekungan guludan (Tabel 4).

Nilai kohesi yang tinggi ini berarti ikatan antara tanah cukup kuat. Ikatan yang cukup kuat ini menyebabkan tingginya nilai tahanan penetrasi tanah terutama pada lahan pengujian PG. Jatitujuh. Gambar 29 menunjukkan kondisi kelengketan tanah pada ditcher.

Gambar 29. Kondisi kelengketan tanah pada bagian ditcher

Tabel 4. Kohesi dan sudut gesekan dalam pada Lahan Percobaan Jatitujuh dan Leuwikopo

Lahan uji Posisi pada

guludan

1 (kPa)

2 (kPa)

1 (kPa)

2

(kPa) Ø (o)

Kohesi (kPa)

A PG. Jatitujuh Puncak 12.22 17.14 4.38 8.36 51.03 6.80

Cekungan 23.59 Ov 4.38 8.36 Ov Ov

B PG. Jatitujuh Puncak 13.61 20.39 4.38 8.36 59.59 6.14

Cekungan 17.14 23.01 4.38 8.36 55.88 10.67

Leuwikopo Puncak 11.51 17.48 4.38 8.36 56.31 4.93

Cekungan 14.13 24.30 4.38 8.36 68.63 2.93

Keterangan: Ov = tidak terukur


(46)

C. Profil Hasil Pengoperasian Ditcher dengan Pengeruk Tanah

Hasil pengukuran yang dilakukan pada lahan percobaan Leuwikopo dan lahan percobaan PG. Jatitujuh dapat dilihat pada Tabel 5. Sudut hasil potongan ditcher dengan pengeruk tanah didapatkan bahwa hasil rancangan lebih besar dibandingkan hasil percobaan lapangan.

Saluran drainase yang dihasilkan berbentuk trapesium. Hal ini dapat terjadi karena sayap pada ditcher telah dilebarkan ke bawah sehingga menghalangi tanah untuk mengalir ke tepi dinding saluran drainase. Saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher dengan pengeruk tanah disajikan pada Gambar 30.

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh

Gambar 30. Profil saluran trapesium yang telah dihasilkan oleh ditcher dengan pengeruk tanah.

Pengukuran profil dilakukan pada bagian puncak dan cekungan guludan. Data hasil pengukuran profil saluran drainase disajikan pada Lampiran 10. Pada lahan uji Leuwikopo terlihat nilai rata-rata lebar bawah saluran adalah 37 cm, sementara nilai lebar bawah yang direncanakan yaitu 35 cm. Pada lebar atas saluran yang direncanakan adalah 90 cm, sedangkan lebar atas yang dihasilkan ditcher adalah 113 cm. Kedalaman yang dihasilkan pada puncak guludan sebesar 33 cm dan kedalaman pada cekungan guludan dapat mencapai 11 cm. Sudut potongan yang mampu dibuat ditcher adalah sebesar 53o pada kedua sisinya dengan arah horizontal tanah. Ada perbedaan sudut

113 cm

37 cm 33 cm

100 cm

37 cm 39 cm


(47)

yang dibentuk pada puncak dan cekungan guludan karena kondisi pengukuran dan alat ukur yang digunakan.

Pada lahan uji A PG. Jatitujuh penampang saluran yang dihasilkan untuk lebar bawah saluran rata-rata sebesar 37 cm, nilai yang sama dengan lahan uji Leuwikopo. Pengukuran pada lebar atas saluran didapatkan nilai rata-rata sebesar 100 cm, mendekati lebar yang diharapkan sebesar 90 cm. Kedalaman saluran yang didapat adalah rata-rata sebesar 39 cm pada puncak guludan dan 8 cm pada cekungan guludan. Sudut potongan ditcher yang dihasilkan hampir sama nilainya dengan sudut potongan ditcher pada lahan uji Leuwikopo yaitu sekitar 56o - 60o. Pada lahan uji A PG. Jatitujuh kedalaman yang dihasilkan 39 cm mendekati kedalaman yang diharapkan yaitu 40 cm, hal ini dikarenakan traktor yang digunakan pada lahan uji A PG. Jatitujuh mempunyai pompa hidraulik pada lower link yang masih bagus sehingga dapat menekan

Tabel 5. Hasil pengukuran penampang potongan ditcher dengan pengeruk tanah Lahan

pengujian

Posisi pada guludan

Lebar penampang rata-rata (cm)

Sudut potongan rata-rata (o)

Kedalaman rata-rata

(cm) Bawah Atas Kanan Kiri

Leuwikopo Puncak 39 113 53 53 33

Cekungan 35 82 56 59 11

A PG. Jatitujuh Puncak 38 100 56 57 39

Cekungan 36 85 58 60 8

Profil hasil pengerukan oleh pengeruk ditcher dengan pengeruk tanah didapatkan hasil pengerukan yang beragam. Pada lahan percobaan A PG. Jatitujuh dengan menggunakan roda pengeruk berdiameter besar dan berlengan panjang (Gambar 31), dimana kondisi awal guludan menyerupai segitiga, kemudian roda pengeruk yang menggusur guludan sehingga terdapat beda permukaan antara kondisi awal guludan dengan keadaan setelah terlintas roda pengeruk.

Profil akhir setelah dikeruk oleh pengeruk didapatkan profil yang hampir sama dengan kondisi awal guludan (Gambar 32). Dari hasil pengukuran pada Lampiran 8 pada profil akhir guludan merupakan hasil pengukuran dengan titik terendah hasil pengerukan sehingga nilai pada profil akhir guludan harus ditambahkan nilai yang mewakili penambahan ketinggian antara tinggi awal


(48)

guludan dengan tinggi akhir guludan. Penambahan tinggi yang dimaksud adalah sebesar 9 cm. Nilai ini didapatkan dari nilai pada titik tertinggi guludan pada pengukuran melintang saluran pada puncak guludan dengan kedalaman saluran.

Gambar 31. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah di lahan uji A Jatitujuh (roda besar, lengan panjang).

Profil akhir guludan dengan profil yang diinginkan terdapat selisih sekitar 13 cm. Kondisi ini dikarenakan profil pada pijakan roda pengeruk cenderung tergerus oleh roda pengeruk sehingga pengeruk tidak terangkat optimal. Kondisi tanah pada lahan uji yang gembur membuat tanah yang dikeruk dapat lolos disela-sela jari pengeruk yang lebar. Tanah yang seharusnya diseret dan dijatuhkan pada puncak guludan terlebih dulu jatuh sebelum puncak guludan dan cenderung memenuhi cekungan guludan.

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 Jarak (cm )

K

e

ti

ng

gi

a

n

(c

m

)

Profil aw al guludan Profil akhir guludan Profil pada pijakan roda pengeruk Prof il akhir guludan yang diinginkan

Gambar 32. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan uji A Jatitujuh.

Pada pengujian awal di lahan Leuwikopo dengan roda pengeruk yang digunakan adalah yang berdiameter 32.4 cm dan panjang poros pemegang 27.5 cm (Gambar 33). Profil awal guludan dibuat sedekat mungkin dengan


(49)

kondisi data-data awal pada saat perancangan, yaitu tinggi guludan sebesar 32.8 cm dan jarak cekungan guludan dengan cekungan guludan sepanjang 135 cm Pada Gambar 35 terlihat bahwa antara kondisi awal guludan dengan setelah dilewati roda pengeruk terdapat beda tinggi yang besar.

Gambar 33. Profil penampang hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah di Leuwikopo (roda kecil, lengan pendek).

Hal ini disebabkan karena sebelum roda pengeruk melewati guludan tersebut, roda traktor terlebih dahulu menggerus ketinggian guludan. Kondisi yang sama terjadi pada saat pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah, dimana slip yang cukup tinggi sehingga ketinggian guludan menjadi semakin kecil. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada hasil pengerukan oleh pengeruk yang mengandalkan roda pengeruk. Hasil pengerukan yang terjadi akan mengikuti kondisi naik turunnya roda pengeruk. Kondisi turunnya ketinggian guludan oleh roda traktor, maka pijakan roda pengeruk juga semakin rendah dan terjadi penurunan juga pada hasil pengerukan oleh pengeruk. Pada titik-titik tertentu, terjadi pergeseran puncak dan cekungan guludan, dimana puncak dan cekungan guludan cenderung bergeser ke belakang seperti terlihat pada Gambar 34.


(50)

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290

Jarak (cm )

K

e

ti

ng

gi

a

n

(

c

m

)

Prof il aw al guludan Profil akhir guludan Profil pada pijakan roda pengeruk Profil akhir guludan yang diinginkan

Gambar 34. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan Leuwikopo (roda kecil, lengan pendek). Melihat dan mengamati kinerja yang terjadi pada pemakaian roda pengeruk berdiameter kecil dan berlengan pendek yang kurang optimal, maka dilakukan modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah membesarkan diameter roda menjadi 40 cm dan memanjangkan lengan pemegang roda menjadi 67.5 cm. Modifikasi diameter roda ini dimaksudkan agar roda selalu mengikuti tinggi-rendahnya guludan sehingga naik-turunnya pengeruk dapat lebih optimal. Modifikasi panjang poros juga dilakukan agar posisi roda pengeruk berada pada kondisi awal guludan. Kondisi guludan yang belum terinjak roda traktor ini akan membuat mekanisme pengeruk dapat berjalan dengan baik.

(a) profil akhir pada cekungan (b) kondisi guludan setelah pengoperasian ditcher

Gambar 35. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah di Leuwikopo (roda besar, lengan panjang).

Hasil pengujian yang dilakukan terlihat bahwa hasil modifikasi ini hanya menurunkan ketinggian guludan beberapa cm saja (Gambar 35). Ketinggian puncak guludan yang dihasilkan oleh pengeruk hasil modifikasi ini pun meningkat menjadi sekitar 44 cm dari cekungan guludan. Gambar 36


(51)

menunjukkan profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan Leuwikopo dengan roda pengeruk berdiameter besar dan berlengan panjang.

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 Jarak (cm)

K

e

ti

nggia

n

(

c

m

)

Profil aw al guludan Profil akhir guludan Profil pada pijakan roda pengeruk Profil akhir guludan yang diinginkan

Gambar 36. Profil penampang guludan hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan Leuwikopo (roda besar, lengan panjang) Pengukuran dengan posisi melintang saluran didapatkan hasil bahwa pembuangan tanah ke samping ditcher dengan pengeruk tanahkurang optimal mengingat banyak tanah hasil pemotongan ditcher yang masuk kembali ke dalam saluran yang dibuat (Gambar 37). Kondisi ini menyempitkan kembali lebar saluran bagian bawah yang telah dibuat oleh ditcher.

Pada lahan uji PG. Jatitujuh (Gambar 38), pengukuran profil melintang pada puncak guludan belum sesuai dengan yang diharapkan. Pada pengukuran profil melintang pada cekungan guludan juga belum sesuai dengan yang diharapkan. Profil yang dimaksud adalah sudut potongan, lebar dan kedalaman saluran belum dapat dicapai dengan yang diharapkan. Kondisi pada cekungan seharusnya tidak terdapat tanah hasil pemotongan oleh ditcher karena kondisi ini akan mengganggu aliran air menuju saluran hasil ditcher jika terjadi kelebihan air pada cekungan guludan.

Kondisi yang sama terjadi pada profil hasil pengujian dengan menggunakan roda pengeruk berdiameter kecil dan lengan roda pendek (Gambar 39). Pengujian dengan roda kecil dan berlengan pendek pada cekungan guludan masih terdapat tanah hasil pemotongan oleh ditcher yang cukup tinggi dan menutup alur tanam. Kasus yang sama juga terjadi pada


(52)

pengujian dengan menggunakan roda pengeruk berdiameter besar dan lengan roda panjang (Gambar 40).

Gambar 37. Longsoran tanah hasil ditcher dengan pengeruk tanah.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Jarak (cm )

K

e

ti

ng

gi

a

n

(

c

m

)

Profil melintang saluran pada puncak guludan Profil melintang saluran pada cekungan guludan Profil melintang saluran yang diinginkan pada puncak guludan Profil melintang saluran yang diinginkan pada cekungan guludan

Gambar 38. Profil melintang pada lahan pengujian Jatitujuh.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Jarak (cm )

K

e

ti

ng

gi

a

n

(

c

m)

Profil melintang saluran pada puncak guludan

Profil melintang saluran pada cekungan guludan Profil melintang saluran yang diinginkan pada puncak guludan Profil melintang saluran yang diinginkan pada cekungan guludan

Gambar 39. Profil melintang pada lahan pengujian Leuwikopo dengan roda pengeruk berdiameter kecil dan lengan roda pendek.

Longsoran tanah masuk ke dalam saluran

Tengah saluran


(53)

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Jarak (cm )

K

e

ti

ng

gi

a

n

(c

m

)

Profil melintang saluran pada puncak guludan

Profil melintang saluran pada cekungan guludan

Profil melintang saluran yang diinginkan pada puncak guludan Profil melintang saluran pada cekungan guludan

Gambar 40. Profil melintang pada lahan pengujian Leuwikopo dengan roda pengeruk berdiameter besar dan lengan roda panjang.

D. Tahanan Tarik (Draft) Ditcher dengan Pengeruk Tanah

Pengujian ditcher dengan pengeruk tanah ini dikatakan berhasil karena

ditcher dengan pengeruk tanah dan pengeruknya telah bekerja dengan baik

meskipun hasil yang diharapkan belum didapatkan secara optimal. Pada pengujian tahanan tarik ditcher dengan pengeruk tanah ini pada lahan percobaan Leuwikopo digunakan dua buah traktor bertenaga 70 hp dengan merk Deutz. Pada lahan uji Leuwikopo didapatkan nilai draft sebesar 289.17 kgf. Pengujian dilakukan untuk penggunaan ditcher dengan roda pengeruk tanah berdiameter besar dan berlengan panjang.

Pada pengukuran tahanan tarik di lahan uji PG. Jatitujuh digunakan traktor bertenaga 110 hp dengan merk Massey Ferguson sebagai penarik dan merk John Deere sebagai traktor penggandeng ditcher didapatkan nilai draft

sebesar 660.78 kgf. Dari hasil perhitungan tahanan tarik ditcher tampak bahwa nilai draft yang terjadi di lahan uji Leuwikopo jauh lebih kecil dari nilai draft

yang terjadi di PG. Jatitujuh. Hal ini dimungkinkan mengingat berat traktor uji untuk lahan uji PG. Jatitujuh yang jauh lebih berat, dan kondisi tanah pada lahan uji PG. Jatitujuh yang keras ditandai dengan tahanan penetrasi yang tinggi bila dibandingkan dengan kondisi tanah pada lahan uji Leuwikopo yang remah, gembur, dan kering. Data pengukuran tahanan tarik disajikan pada Lampiran 7. Gambar 41 menunjukkan proses pengukuran tahanan tarik

ditcher pada lahan uji Leuwikopo dan lahan uji PG. Jatitujuh.


(54)

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 41. Pengukuran tahanan tarik (draft)

E. Slip Roda Traksi dan Kapasitas Lapangan

Pengukuran slip roda traksi dan kecepatan maju pengolahan dilakukan setelah pengukuran tahanan tarik (Gambar 42). Slip roda traksi untuk landasan tanah atau lahan percobaan Leuwikopo diperoleh nilai untuk roda kanan rata-rata sebesar 35.73% dan roda kiri rata-rata-rata-rata sebesar 39.43%. Pada pengujian kecepatan maju di landasan keras, dalam hal ini digunakan landasan aspal didapatkan nilai kecepatan rata-rata sebesar 0.53 m/detik. Kecepatan maju rata-ratanya pada lahan percobaan sebesar 0.31 m/detik.

Slip roda traksi yang terjadi pada lahan uji B PG. Jatitujuh diperoleh nilai rata-rata sebesar 63.38% untuk roda kanan dan 62.87% untuk roda kiri. Kecepatan maju yang diperoleh pada landasan aspal rata-rata sebesar 0.74 m/detik dan untuk lahan tanah didapatkan nilai rata-rata sebesar 0.57 m/detik (Tabel 6). Data pengukuran slip roda traksi dan kecepatan maju disajikan pada Lampiran 9.

Nilai slip yang tinggi terjadi pada lahan uji B PG. Jatitujuh, dikarenakan kondisi tanah lahan pengujian yang gembur dan kering dan kondisi tanah yang dipotong oleh ditcher yang keras sehingga menghasilkan nilai slip yang cukup tinggi walaupun roda traksi yang digunakan oleh traktor masih bagus. Berbeda dengan pengujian yang dilakukan di lahan uji Leuwikopo yang memiliki nilai slip roda traksi yang hampir setengahnya dari slip roda traksi pada lahan uji B PG. Jatitujuh. Untuk lahan uji Leuwikopo slip yang terjadi lebih kecil


(55)

mengingat kondisi lahan uji yang lebih padat walaupun roda traksi yang digunakan oleh traktor mulai gundul.

Tabel 6. Slip roda traksi dan kecepatan maju

Lahan uji Slip (%) Kecepatan maju (m/s)

Kanan Kiri Aspal Lahan

Leuwikopo 35.73 39.43 0.53 0.31

B PG. Jatitujuh 63.38 62.87 0.74 0.57

Dari hasil pengujian yang dilakukan pada lahan Leuwikopo didapatkan Kapasitas Lapangan Teoritis (KLT) sebesar 0.558 ha/jam. Pada lahan pengujian di B PG. Jatitujuh didapatkan KLT sebesar 6.156 ha/jam. Kedua nilai efisiensi tersebut terlihat bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh jenis dan kondisi roda traksi traktor serta kondisi tanah pada lahan uji. Cara perhitungan kapasitas lapangan teoritis ada pada Lampiran 11. Perhitungan kapasitas lapangan efektif tidak bisa dilakukan mengingat data yang didapatkan pada pengujian baik di lahan uji Leuwikopo dan lahan uji B PG. Jatitujuh tidak tersedia atau kurang memenuhi syarat. Perhitungan efisiensi juga tidak bisa dilakukan karena faktor-faktor pendukung perhitungan yaitu kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif yang tidak lengkap.

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh


(56)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Alat yang telah dibuat ini telah berfungsi dengan baik meskipun belum optimal pada kondisi atau bentuk guludan yang berbeda dan lahan yang banyak mengandung sampah sisa tanaman tebu.

2. Hasil pengujian di lahan uji Leuwikopo menunjukkan bahwa ditcher

dengan pengeruk tanah dapat membuat saluran drainase dengan profil saluran berbentuk trapesium dengan ukuran rata-rata lebar atas 113 cm, lebar bawah 37 cm dan kedalaman 33 cm. Untuk lahan uji A PG. Jatitujuh ukuran saluran rata-rata lebar atas 100 cm, lebar bawah 37 cm, dengan kedalaman 39 cm.

3. Pada lahan uji Leuwikopo didapatkan nilai draft sebesar 289.17 kgf, dan untuk lahan uji B PG. Jatitujuh nilai draftnya sebesar 660.78 kgf.

4. Slip roda traktor yang tinggi sekitar 35.73% (kanan) dan 39.43 (kiri) untuk lahan uji Leuwikopo dan 63.38% (kanan) dan 62.87% (kiri) untuk lahan uji PG. Jatitujuh.

5. Kapasitas Lapangan Teoritis (KLT) 0.558 ha/jam pada lahan pengujian Leuwikopo, dan untuk lahan pengujian PG. Jatitujuh didapatkan KLT 6.156 ha/jam.

B. SARAN

1. Mengingat pengujian yang dilakukan hanya menggunakan satu tingkat kecepatan traktor, sebaiknya diujicobakan untuk tingkat kecepatan tertentu agar dihasilkan hasil pengolahan lahan yang optimal.

2. Pada percobaan dengan menggunakan roda pengeruk berdiameter besar hanya dicoba untuk satu pasang lubang pin, hendaknya diuji juga berbagai posisi lubang pin yang telah tersedia.

3. Perlu dilakukan kajian ulang pemakaian komponen yang digunakan, mengingat tingkat kekerasan tanah pada lahan percobaan yang cukup tinggi.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Janobi, K. A., P. B. McNulty. 1998. Potato Digging Orbital Vibration. J. Agric. Engn. Res., 29, hal 73-82

Anonim. 1982. Pedoman Budidaya Tebu Lahan di Lahan Kering. Yogyakarta : Lembaga Pendidikan Perkebunan

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta

Baver, L. D., W. M. Gardner and W. R. Gardner. 1972. Soil Physics. John Willey and Sons, Inc., New York

Das, Braja M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta : Penerbit Erlangga

Davies BD, Eagle, Finney B. 1993. Soil Management. Ipswich : Farming Press Daywin F. J., R.G. Sitompul., Imam Hidayat. 1993. Mesin-mesin Budidaya

Pertanian. Bogor : JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET, Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Gill W. R., Vanden Berg G. E. 1968. Soil Dynamic in Tillage and Traction. United State of America : Agric. Res. Service. US department of Agriculture

Gill W. R., A. C. Bailey and C. A. Reaves. 1982. Harrow Disk

Curvature-influence on Soil Penetration. Trans of the ASAE, 25(5): 1173-1180

Hardiyatno HC. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo

Humbert RP. 1968. The Growing of Sugarcane. New York : Elsevier Publishing Company

Kepner, R., Bainer dan E. L. Barger. 1978. Principles of Farm Machinery. Second Edition. The AVI Publishing Company, Inc., Wesport, Connecticut

Koga, Y. 1988. Farm Machinery. Vol. II. Farm Mechanization Course, Farm Machinery Design Course, Tsukuba International Agricultural Training Centre. Japan International Cooperation Agency. Tsukuba. Japan

Mandang T, Nishimura I. 1991. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. Bogor : JICA-DGHE-IPB PROJECT/ADAET


(1)

hasil pengerukan oleh pengeruk. Modifikasi dilakukan pada roda pengeruk dengan membesarkan diameter dan lengan pemegang.

Slip roda traksi yang terjadi pada pengoperasian ditcher di lahan percobaan Leuwikopo dengan menggunakan roda pengeruk besar dan lengan panjang untuk roda kiri sebesar 39.43% dan untuk roda kanan sebesar 35.73%. Slip roda traksi di lahan uji B PG. Jatitujuh, untuk roda kiri 62.87% dan roda kanan 63.38%. Kapasitas lapang teoritis (KLT) pada lahan uji Leuwikopo didapatkan sebesar 3.72 ha/jam, dan pada lahan pengujian PG. Jatitujuh didapatkan KLT 6.85 ha/jam.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Ari Sembodo, dilahirkan di Pemalang pada tanggal 18 Maret 1983. Merupakan anak ketiga dari pasangan Kamsi dan Tirokhmi.

Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Sokawangi 1, kemudian lulus dari SLTP N 2 Taman pada tahun 1998 dan pada tahun 2001 lulus dari SMU N 1 Pemalang. Pada tahun itu juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Mesin Budidaya Pertanian pada tahun 2003.

Selama masa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian) tahun 2003/2004 dan 2004/2005 dan ikut dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan lainnya. Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapang di PT. Rajawali II, Unit PG. Tersana Baru, Cirebon dengan judul ”Aspek Keteknikan Pertanian di PT. Rajawali II, Unit PG. Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah untuk Budidaya Tebu Lahan Kering”.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah untuk Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai uji kinerja ditcher dengan pengeruk tanah.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis selama kurang lebih lima bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2006 hingga Juli 2006. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari pihak-pihak yang senantiasa membantu penulis selama penelitian. Kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc., selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian, arahan dan nasehatnya selama penulis melakukan penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS., selaku dosen pembimbing kedua atas arahan dan bantuan pemikiran dalam penyempurnaan penulisan skripsi. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, selaku dosen penguji atas segala kritik dan

saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

4. Bapak Abbas Mustofa, Bapak Parma dan Bapak Bandi atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

5. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT. RNI), atas kesempatan dan bantuan finansial selama penelitian.

6. Ayah, ibu dan kakak penulis atas doa restu dan dukungan moral maupun materi selama penulis melakukan studi di IPB.

7. Bang Samsoel, Alam, Azmi, dan Keket (DILA Crew), Wildan, Tatang dan Komenk (APIC Crew), Wahyu dan Herlin (SIGAP Crew).

8. Cici Retno Wijayanti yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

9. Kawan-kawan TEP’38 dan TEP’39 (Karim, P_ri, Ateu, DeNies, Ukie, dkk) atas segala bantuannya selama penulis belajar di IPB.

Bogor, September 2006 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... . v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Budidaya Tebu ... 3

B. Drainase ... 3

C. Furrower ... 5

D. Kinematika dan Mekanisme Batang Hubung (Pengeruk) ... 7

E. Traktor Roda-4 ... 8

F. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah ... 9

G. Tahanan Tarik (Draft) ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

B. Alat dan Bahan ... 12

C. Tahapan Penelitian ... 14

D. Prosedur Penelitian ... 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Kalibrasi Load Cell ... 30

B. Kondisi Tanah ... 30

C. Profil Hasil Pengoperasian Ditcher dengan Pengeruk Tanah ... 34

D. Tahanan Tarik (Draft) Ditcher dengan Pengeruk Tanah ... 41

E. Slip Roda Traksi dan Kapasitas Lapang ... 42

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Spesifikasi traktor roda 4 yang digunakan dalam

pengujian di lahan uji Leuwikopo ... 13 Tabel 2. Pengukuran yang dilakukan pada tiap lahan uji ... 15 Tabel 3. Kadar air dan bulk density ... 31 Tabel 4. Kohesi dan sudut gesekan dalam pada Lahan

Percobaan Jatitujuh dan Leuwikopo ... 33 Tabel 5. Hasil pengukuran penampang potongan ditcher

dengan pengeruk tanah ... 35 Tabel 6. Slip roda traksi dan kecepatan maju ... 43


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pembuatan saluran drainase dengan menggunakan ditcher ... 2

Gambar 2. Tanaman Tebu ... 3

Gambar 3. Saluran drainase ... . 5

Gambar 4. Penampang ditcher ... 6

Gambar 5. Tipe Ditcher yang sudah ada ... 7

Gambar 6. Ditcher tipe lengan ayun ... 7

Gambar 7. Traktor yang digunakan dalam pengujian lapang ... 13

Gambar 8. Ukuran guludan dan alur baris tanaman ... 14

Gambar 9. Skema tahapan penelitian ... 15

Gambar 10. Ditcher dengan pengeruk tanah yang diuji ... 16

Gambar 11. Peralatan pengukur profil guludan dan sudut pemotongan ditcher dengan pengeruk tanah ... 16

Gambar 12. Cara mengkalibrasi Loadcell ... 17

Gambar 13. (a) Load cell dan (b) Handy strain meter ... 18

Gambar 14. Cara memperoleh bentuk guludan agar sesuai dengan yang diharapkan ... 19

Gambar 15. Peralatan Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah ... 20

Gambar 16. Pengukuran tahanan penetrasi tanah ... 21

Gambar 17. Penetrometer dengan ujung cone ... 21

Gambar 18. Pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja ... 22

Gambar 19. Peralatan pengukuran tahanan geser tanah dan gesek tanah-baja ... 22

Gambar 20. Posisi loadcell dalam pengujian di lapangan ... 23

Gambar 21. Kondisi awal guludan ... 25

Gambar 22. Pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan ... 25

Gambar 23. Pengukuran kedalaman saluran ... 26

Gambar 24. Pengukuran profil guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah dengan reliefmeter ... 27