Pengaruh Konfigurasi Kawat Penghantar Saluran Transmisi Sirkuit Ganda (Double Circuit ) Terhadap Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi.

(1)

PENGARUH KONFIGURASI KAWAT PENGHANTAR SALURAN

TRANSMISI SIRKUIT GANDA (

DOUBLE CIRCUIT

) TERHADAP

KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

OLEH :

NAMA

:

KRISTIAN EKAWALTA GINTING

NIM

:

060402017

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

ABSTRAK

Medan listrik di bawah Saluran Transmisi Tenaga Listrik tergantung kepada konfigurasi kawat penghantar dan ketinggian kawat penghantar di atas tanah. Apabila konfigurasi kawat penghantar berubah, maka kuat medan listrik di bawahnya juga berubah. Tugas Akhir ini akan meneliti pengaruh perubahan konfigurasi tersebut terhadap kuat medan listrik di bawah transmisi.


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

PENGARUH KONFIGURASI KAWAT PENGHANTAR SALURAN TRANSMISI SIRKUIT GANDA (DOUBLE CIRCUIT ) TERHADAP KUAT

MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing sebagai Dosen Pembimbing Pembimbing Akhir penulis yang sangat besar bantuannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, 2. Bapak Ir. Thalib Pasaribu (Alm.) sebagai Dosen Wali penulis selama

menyelesaikan pendidikan di kampus USU,

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M,Si sebagai Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

5. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU, 6. Kedua orang tua penulis, Herman Newton Ginting dan Erna Edita br.

Tarigan yang tidak pernah berhenti memberi dukungan, semangat dan doanya kepada penulis dengan segala pengorbanan dan kasih sayang yang tidak ternilai besarnya,

7. Saudara saudari penulis, Yosua Eliasta Ginting dan Erina Bibina br. Ginting yang selalu mendukung saya, dan


(5)

8. Teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, September 2011

Penulis


(6)

iv

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar... vi

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang... 1

I. 2 Tujuan dan Manfaat Penulisan... 1

I. 3 Batasan Masalah... 1

I. 4 Metode Penelitian... 2

I. 5 Sistematika Penulisan... 3

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER II.1 Hukum Coulomb... 5

II. 2 Intensitas Medan Listrik... 7

II. 3 Prinsip Superposisi Medan Listrik... 8

II. 4 Potensial Listrik... 10

II. 5 Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder.. 13

BAB III MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI III. 1 Tegangan Transmisi dan Rugi-Rugi Daya... 18

III. 2 Masalah Penerapan Tegangan Tinggi pada Transmisi... 19

III. 3 Kuat Medan Listrik di Bawah Saluran Transmisi... 21


(7)

BAB IV KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI 275 kV GALANG-BINJAI

IV. 1 Umum... 31

IV. 2 Konstruksi Menara………... 31

IV. 3 Perhitungan Kuat Medan Listrik... 32

IV. 3 Analisa Data... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V. 1 Kesimpulan... 44

V. 2 Saran... 44

Daftar Pustaka... 45


(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

BAB II

Gambar 2. 1 Arah gaya pada muatan listrik yang saling berdekatan...6 Gambar 2. 2 Vektor medan gaya suatu muatan titik... 7 Gambar 2. 3 Prinsip superposisi pada medan listrik... . 9 Gambar 2.4 lintasan muatan Q sejajar terhadap medan listrik Eyang uniform… 10 Gambar 2. 5 lintasan muatan Q berpotongan dengan medan listrik E yang uniform

dan membentuk sudut θ………... ……... 11 Gambar 2. 6 lintasan perpindahan berbentuk kurva dalam medan listrik yang

uniform………... 12

Gambar 2. 7 Muatan garis sepanjang 2a... 13 Gambar 2. 8 Medan listrik pada konduktor silinder... 16

BAB III

Gambar 3. 1 Kurva hubungan biaya dan tegangan transmisi... 21 Gambar 3. 2 Konstruksi menara tunggal saluran transmisi tegangan tinggi... 21 Gambar 3. 3 Kuat medan listrik di titik P... 22 Gambar 3. 4 Pendekatan dengan menggunakan tinggi rata-rata kawat penghantar

diatas permukaan tanah


(9)

BAB IV

Gambar 4.1 Jarak suatu titik terhadap tiap-tiap kawat penghantar... 32 Gambar 4. 2 Sumbu menara transmisi menjadi sumbu acuan untuk menghitung

kuat medan listrik pada titik sejauh x meter dari menara transmisi... 34 Gambar 4. 3 Posisi titik uji A (-13,1), B (0,1), dan C (13,1)………... 38 Gambar 4. 4 Tampilan program penghitung kuat medan listrik di bawah saluran


(10)

i

ABSTRAK

Medan listrik di bawah Saluran Transmisi Tenaga Listrik tergantung kepada konfigurasi kawat penghantar dan ketinggian kawat penghantar di atas tanah. Apabila konfigurasi kawat penghantar berubah, maka kuat medan listrik di bawahnya juga berubah. Tugas Akhir ini akan meneliti pengaruh perubahan konfigurasi tersebut terhadap kuat medan listrik di bawah transmisi.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kuat medan listrik yang besar berbahaya bagi manusia. Saluran transmisi tegangan tinggi menghasilkan kuat medan listrik yang besar di bawah saluran transmisi. Oleh karena itu kuat medan listrik yang timbul di bawah saluran transmisi harus diusahakan sekecil mungkin. Salah satu cara untuk itu adalah dengan menata konfigurasi kawat penghantar saluran transmisi. Pemilihan tipe konfigurasi kawat penghantar yang tepat akan menghasilkan kuat medan listrik yang kecil di bawah saluran transmisi.

I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mendapatkan suatu tipe konfigurasi kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik paling kecil di bawah saluran transmisi. Manfaat dari tugas akhir ini adalah tipe konfigurasi kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik paling kecil di bawah saluran transmisi dapat diaplikasikan pada saluran transmisi.

I.3 Batasan Masalah

Mengingat perhitungan kuat medan listrik adalah hal yang cukup rumit dan cukup luas, maka perlu dibuat beberapa batasan. Adapun batasan masalah Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :


(12)

1. Saluran transmisi yang diamati adalah saluran transmisi AC sirkuit ganda (double circuit).

2. Saluran transmisi yang diamati adalah Perencanaan pembangunan SUTET 275 kV 50 Hz Galang-Binjai.

3. Mengingat panjangnya SUTET 275 kV Galang-Binjai yang akan dibangun, maka dipilih gawang di antara menara 7 dan 8 untuk diamati. Gawang antara menara 7 dan 8 dipilih karena permukaan tanah pada gawang ini lebih rata dibandingkan permukaan tanah pada gawang lainnya.

4. Susunan kawat penghantar SUTET sirkuit ganda adalah sbb:

Gambar 1. Susunan Kawat Penghantar Saluran Transmisi

5. Ketinggian titik yang dihitung kuat medan listriknya adalah 1 m diatas permukaan tanah, dan berada di tengah-tengah gawang transmisi. 6. Tugas Akhir ini mengabaikan faktor permitivitas udara ε, temperatur

udara, dan tekanan udara yang mempengaruhi kuat medan listrik.

I.5 Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah sbb :

a. Studi Literatur

Mempelajari dan memahami buku-buku dan jurnal yang telah ada untuk dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk teori tentang kuat medan


(13)

listrik, serta cara menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi.

b. Pengumpulan Data

Metode ini berupa pengambilan data saluran transmisi 275 kV Galang-Binjai yang diperlukan untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi. Data yang akan diambil adalah; tegangan kerja saluran transmisi, jarak antara kawat penghantar dengan tanah, dan diameter kawat penghantar.

c. Analisis Kuat Medan Listrik

Metode ini berupa perhitungan kuat medan listrik dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari lapangan. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program MATLAB. Dan nantinya akan didapat hasil perhitungan kuat medan listrik untuk tiap jenis konfigurasi kawat penghantar saluran transmisi sirkuit ganda. Dan juga nanti akan diketahui jenis konfigurasi kawat yang menghasilkan kuat medan listrik paling kecil dan paling besar di bawah penghantar saluran transmisi.

I.6 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini ditulis dan disusun dalam urutan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.


(14)

BAB II KUAT MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER Bagian ini memberikan gambaran singkat mengenai prinsip-prinsip dasar elektrostatika yang berkaitan dengan intensitas medan listrik, prinsip superposisi, dan potensial listrik. Kemudian dari prinsip-prinsip dasar tersebut diturunkan suatu persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder.

BAB III KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI Bagian ini menjelaskan tentang pemakaian tegangan tinggi dan rugi-rugi daya, masalah akibat penerapan tegangan tinggi pada saluran transmisi, penjelasan proses menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, dan tentang Optimized Double Circuit Line (ODCL). Proses inilah yang akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun bahasa pemrograman dengan menggunakan software MATLAB.

BAB IV KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI 275 kV GALANG-BINJAI

Bab ini memaparkan tentang perhitungan kuat medan listrik akibat pengaruh dari perubahan konfigurasi kawat penghantar pada saluran transmisi dengan bantuan program MATLAB.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan Tugas Akhir ini.


(15)

BAB II

MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

II. 1 Hukum Coulomb

Charles Augustin Coulomb (1736-1806), adalah orang yang pertama kali yang melakukan percobaan tentang muatan listrik statis. Dari hasil percobaannya, Coulomb menyatakan bahwa gaya F antara dua muatan Q1 dan Q2, berbanding lurus dengan besar muatan, dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak R antara dua muatan tersebut. Secara matematis persamaannya dapat ditulis :

2 2 1 R

Q Q k

F  (Newton) (2.1)

Dimana k adalah suatu nilai konstanta. Dalam Sistem Internasional (SI), nilai konstanta k diberikan oleh:

 4

1 

k (2.2)

dimana ε merupakan permitivitas medium di sekitar muatan. Satuan SI untuk permitivitas adalah Farad per meter (Fm-1). Permitivitas ruang hampa adalah:

1 1

12

0 8.85 10 8.85  

 Fm pFm

9 1 1

36 1 10

36

1

 

 Fm nFm

 

Permitivitas udara nilainya mendekati permitivitas ruang hampa.

Gaya merupakan besaran vektor, oleh sebab itu, gaya memiliki besar dan arah. Jika Persamaan (2.1) ditulis sebagai persamaan vektor dengan mensubstitusikan nilai k, maka diperoleh:


(16)

6

 4 .

ˆ 21 2 r

Q Q r

F  (2.3)

Dimana : F = gaya (Newton)

= vektor satuan yang searah dengan garis yang menghubungkan kedua muatan

Q1 = muatan 1 (Coulomb) Q2 = muatan 2 (Coulomb)

ε = permitivitas medium di sekitar muatan (Fm-1) r = jarak di antara kedua muatan (m)

Rumus di atas merupakan rumus vektoris Hukum Coulomb secara lengkap dalam satuan SI. Arah gaya yang timbul pada muatan listrik mengikuti arah garis yang menghubungkan kedua muatan tersebut dan juga di tentukan oleh kedua jenis muatan tersebut, seperti yang tergambar pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1(a), gaya mengarah ke luar (gaya tolak) jika kedua muatan sejenis, gambar 2.1(b), gaya mengarah ke dalam (gaya tarik) jika kedua muatan berbeda jenis.

(a)

(b)

Gambar 2. 1 Arah gaya pada muatan listrik yang saling berdekatan

+

+

F

21

Q

1

Q

2

R

F

12

F

21

_

Q

1

R

Q

2

+


(17)

II. 2 Intensitas Medan Listrik

Misalkan sebuah muatan positif titik Q1 ditempatkan pada pusat sebuah sistem koordinat. Apabila sebuah muatan uji positif Q2 ditempatkan di daerah muatan Q1, maka muatan Q2 ini akan mengalami gaya. Gaya ini akan semakin besar ketika muatan Q2 bergerak mendekati muatan Q1. Dapat dikatakan bahwa Q1 memiliki medan disekelilingnya yang menimbulkan gaya bagi muatan lain. Jadi, medan listrik adalah suatu daerah dimana masih dipengaruhi oleh gaya.

Medan listrik pada muatan titik diilustrasikan oleh gambar 2.2 di bawah ini:

Gambar 2. 2 Vektor medan gaya suatu muatan titik

Besarnya gaya yang dialami oleh muatan Q2 akibat Q1, diberikan oleh Persamaan (2.3), yaitu:

 4 .

ˆ 21 2 r

Q Q r F 

Dari persamaan di atas, diperoleh gaya per satuan muatan yang didefinisikan sebagai intensitas medan listrik, yaitu:

 4

ˆ 2 1 2 r

Q r Q

F

E   (2.4)

+

Q1 Q2

+ F


(18)

8

Dimana Q2 merupakan muatan uji positif.

Satuan SI untuk intensitas medan listrik adalah Newton per Coulomb (NC-1). Satuan lain yang sering digunakan untuk menyatakan intensitas medan listrik adalah Volt per meter (Vm-1).

Berdasarkan Persamaan (2.4), muatan titik Q1 dikelilingi oleh suatu medan listrik dengan intensitas sebesar E yang sebanding dengan besar Q1 dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak (r2). Intensitas medan listrik E merupakan sebuah vektor yang memiliki arah yang sama dengan arah gaya F tetapi berbeda dimensi dan besarnya (magnitude).

II. 3 Prinsip Superposisi Medan Listrik

Untuk mencari intensitas medan listrik E yang dihasilkan oleh sekumpulan muatan titik: (a) Hitunglah En yang dihasilkan oleh setiap muatan pada titik yang diberikan dengan menganggap seakan-akan tiap muatan tersebut adalah satu-satunya muatan yang hadir. (b) Tambahkanlah secara vektor medan-medan yang dihitung secara terpisah ini untuk mencari resultan medan E pada titik tersebut. Di dalam bentuk persamaan:

   

E E E En

E 1 2 3 ... (2.5)

Dimana n = 1, 2, 3, ...

Persamaan di atas merupakan rumusan aplikasi prinsip superposisi dalam medan listrik yang dapat dinyatakan sebagai berikut: total atau resultan medan pada suatu titik adalah penjumlahan vektoris dari tiap-tiap komponen medan pada titik tersebut. Maka, berdasarkan Gambar 2. 3, intensitas medan listrik pada titik P akibat muatan Q1 adalah E1 dan akibat muatan Q2 adalah E2. Total medan listrik pada titik P akibat kedua muatan titik merupakan penjumlahan vektoris dari E1 dan E2, atau E.


(19)

Gambar 2. 3 Prinsip superposisi pada medan listrik

Jika distribusi muatan tersebut adalah suatu distribusi yang kontinu, maka medan yang ditimbulkannya pada titik P dapat dihitung dengan membagi muatan menjadi elemen-elemen yang sangat kecil dq. Medan dE yang ditimbulkan oleh setiap elemen pada titik di mana akan dicari kemudian dihitung, dengan memperlakukan elemen-elemen sebagai muatan-muatan titik. Besarnya dE diberikan oleh:

 4 2 r

dq E

d  (2.6)

dimana r adalah jarak dari elemen muatan dq ke titik P. Resultan medan pada P kemudian dicari dari prinsip-prinsip superposisi dengan menambahkan (yakni, dengan mengintegralkan) kontribusi-kontribusi medan yang ditimbulkan oleh semua elemen muatan, atau:

E 

dE (2.7)

Integrasi tersebut adalah sebuah operasi vektor.

Q2

_

E1

E2

P

Q1

+


(20)

10

II. 4 Potensial Listrik

Apabila sebuah muatan uji Q di tempatkan pada suatu medan listrik E, maka muatan uji tersebut akan mengalami gaya sebesar F. Jika muatan uji Q tersebut di gerakkan melawan arah medan listrik E, maka diperlukan usaha W untuk menggerakkannya.

Gambar 2. 4 Lintasan muatan Q sejajar terhadap medan listrik E yang uniform

Jika arah medan listrik E kearah +x dan uniform, dan muatan uji Q di gerakkan sejauh ∆x melawan arah E, maka usaha per satuan muatan adalah :

E x

Q x F Q W

  

 . . (2.8)

Dimensinya adalah :

tan tan

tan mua

energi panjang

mua gaya mua

panjang gaya

 

 

Q T ML Q

L T ML

2 2 2  

Atau dalam satuan SI:

Coulomb Joule meter

Coulomb Newton

 

Dimensi dari energi per satuan muatan sama dengan dimensi dari potensial listrik. Jadi usaha per satuan muatan yang diperlukan untuk memindahkan muatan uji Q sejauh x disebut beda potensial listrik V diantara dua titik sejauh x. Satuan dari

Q

E

x


(21)

potensial listrik adalah volt (V) dan setara dengan 1 joule/coulomb. Jadi potensial listrik V dapat dinyatakan dalam joule/coulomb atau dalam volt.

Volt Coulomb

Joule meter

Coulomb Newton

 

Jika persamaan di atas dibagi dengan satuan meter, diperoleh:

 

meter Volt Coulomb

Newton

Intensitas Medan Listrik

Jadi, intensitas medan listrik E dapat dinyatakan baik dalam satuan Newton per Coulomb maupun Volt per meter.

Pada kasus diatas, lintasan muatan Q adalah sejajar dengan arah medan listrik E. Apabila lintasan muatan Q berpotongan dengan arah medan listrik E dan membentuk sudut sebesar θ(gambar 2.5), maka besar beda potensial antara dua titik

pada lintasan ∆x adalah sebesar Vx.Ecos.

Gambar 2. 5 Lintasan muatan Q berpotongan dengan medan listrik E yang uniform dan membentuk sudut θ

Jika muatan uji digerakkan tegak lurus terhadap arah medan (θ=900), tidak ada energi yang diperlukan sehingga jalur perpindahan ini disebut garis ekipotensial. Salah satu sifat penting dari medan adalah bahwa garis medan dan garis ekipotensial saling tegak lurus.

Kasus berikutnya adalah jika lintasan perpindahan dari muatan uji Q berbentuk kurva dan berada di medan listrik E yang uniform (gambar 2.6). Misalkan

θ x


(22)

12

titik awal dan titik akhir kurva adalah a dan b, maka lintasan kurva tersebut dapat dibagi menjadi elemen lintasan terkecil dL. Beda potensial antara kedua titik dengan jarak dL adalah dV. Maka besar dV adalah :

dL E dV

dL E

dV .

. cos

 

  (2.9)

dimana θ merupakan sudut antara elemen jalur dengan medan. Kenaikan tegangan (beda potensial dV bernilai positif) mengharuskan komponen perpindahan yang paralel dengan E haruslah berlawanan arah dengan medan. Maka Persamaan (2. 9) di atas memiliki tanda negatif.

Gambar 2. 6 Lintasan perpindahan berbentuk kurva dalam medan listrik yang uniform

Untuk mencari beda potensial pada lintasan kurva antara titik a dan b, maka persamaan (2.9) diintegrasikan dengan batas integrasi titik a dan b, dan akan diperoleh kenaikan tegangan Vab antara titik a dengan b.

   

 b

a

b

a a

b

a b

a b dV V V E dL EdL

V cos. . (2.10)

E a

b

dL


(23)

Integral yang melibatkan unsur dl seperti pada Persamaan (2. 10) di atas disebut integral garis. Maka, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tegangan antara a dan b sama dengan integral garis dari E sepanjang jalur melengkung dari a menuju b.

II. 5 Perhitungan Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder

Untuk menghitung besar kuat medan listrik yang timbul di sekitar konduktor, terlebih dahulu diperhitungkan kuat medan yang dihasilkan oleh suatu muatan garis. Misalkan suatu muatan sebesar Q terdistribusi secara merata di garis tipis sepanjang 2a dengan titik tengahnya berada di titik pusat, seperti tergambar pada Gambar 2. 7.

Gambar 2. 7 Muatan garis sepanjang 2a

θ θ

r l

P dEr

dEz

dE dz

+a

-a 0

muatan garis

sumbu r sumbu z


(24)

14

Kerapatan muatan ρL (muatan per satuan panjang) dirumuskan dengan:

a Q L

2

 (2.11)

dimana ρL dalam satuan Coulomb per meter ketika Q dalam Coulomb dan a dalam meter.

Pada titik P di sumbu r, medan listrik dE akibat sebagian kecil dari muatan garis dz dirumuskan dengan:

 

4 .

ˆ

2 l

dz I

dE  L (2.12)

dimana dan Î merupakan vektor satuan ke arah l.

Karena sumbu z pada Gambar 2. 7 merupakan sumbu simetri, medan hanya memiliki komponen z dan r. Sehingga:

l r dE dE

dEr  cos  (2.13)

dan

l z dE dE

dEz  sin  (2.14)

Resultan atau total komponen Er pada sumbu r diperoleh dengan cara mengintegrasikan Persamaan (2. 13) sepanjang keseluruhan garis. Yaitu:

 

 a

a L a

a L r

z r

dz r

l dz r E

3 2 2 3

4

4 

 

(2.15)


(25)

2 2 .

2 r r a

a E L r     (2.16)

Secara simetri, resultan dari komponen Ez pada suatu titik di sumbu r nilainya nol. Maka, total medan E pada titik di sumbu r arahnya radial dan besarnya:

2 2 .

2 r r a

a E

E r L

 



(2.17)

Persamaan ini menyatakan medan sebagai fungsi r pada suatu titik di sumbu r untuk muatan garis sepanjang 2a dan kerapatan medanρL yang uniform.

Kasus berikutnya adalah jika muatan garis pada Gambar 2. 7 diperpanjang sampai tak terhingga ke arah positif dan negatif dari sumbu z. Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan a dan nilai tak berhingga disubstitusikan ke a, maka diperoleh intensitas medan listrik akibat muatan garis yang panjangnya tak berhingga, yaitu:

r E

E r L

. 2

 (2.18)

Beda potensial V21 antara dua titik pada jarak r2 dan r1 dari muatan garis tak

berhingga ini merupakan energi yang diperlukan per satuan muatan untuk memindahkan sebuah muatan uji dari r2 menuju r1. Misalkan r2 > r1, maka beda

potensial ini merupakan integral garis Er dari r2 menuju r1. Potensial di r1 akan lebih

tinggi daripada potensial di r2, jika muatan garisnya positif. Maka:

 

2 1 1 2 2 . 21 r r L r r r r dr dr E V   Atau:

 

1 2 21

ln

2

ln

2

2 1 r r r

V rr L

L






(26)

16

Selanjutnya, jika muatan terdistribusi secara merata di sepanjang silinder dengan radius r1 seperti terlihat pada Gambar 2. 8 (misalkan pada konduktor

silinder), maka medan listrik di luar silinder diberikan oleh Persamaan (2. 18) untuk r2 > r1.

Gambar 2. 8 Medan listrik pada konduktor silinder

Beda potensial antara silinder dengan sebuah titik di luar silinder dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.19), dimana r2 > r1 dan ρL adalah muatan per satuan

panjang dari silinder. Di dalam silinder, potensialnya sama dengan potensial pada permukaan (r = r1).

Untuk memperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara kuat medan listrik dengan tegangan pada konduktor silinder, maka Persamaan (2.18) dan (2.19) disubstitusikan. Persamaan (2.18) menyatakan bahwa:

 

2 . r

E L


(27)

maka:

r Er L

. 2 

Misalkan titik uji berada pada jarak x dari pusat lingkaran, maka persamaan di atas menjadi:

x Ex L

. 2 

(2.20)

Persamaan (2.20) ini kemudian disubstitusikan ke Persamaan (2.19), sehingga diperoleh:

1 2 21 . ln

r r x E

V  x

1 2 21 ln

r r x

V

Ex  (2.21)

Persamaan (2.21) inilah yang akan digunakan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder.


(28)

BAB III

MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

III. 1 Tegangan Transmisi dan Rugi-Rugi Daya

Transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit ke gardu induk. Saat sistem beroperasi, pada saluran transmisi terjadi rugi-rugi daya. Jika tegangan transmisi adalah tegangan bolak-balik tiga fasa, maka besarnya rugi-rugi daya yang timbul adalah sebagai berikut:

[Watt] (3.1) dimana:

I = Arus jala-jala transmisi [Ampere], dan R = Tahanan kawat transmisi per fasa [Ohm].

Arus pada jala-jala suatu transmisi arus bolak-balik tiga fasa adalah:

 cos 3Vr

P

I  (3.2)

dimana:

P = Daya beban pada ujung penerima transmisi [Watt],

Vr = Tegangan fasa ke fasa ujung penerima transmisi [Volt], dan cos φ = Faktor daya beban.

Jika Persamaan (3.2) disubstitusikan ke Persamaan (3.1), maka rugi-rugi daya transmisi dapat dituliskan sebagai berikut:

R I P 3 2


(29)

 2 2

2

cos r t

V R P P 

 (3.3)

Dari Persamaan (3.3) di atas dapat dilihat bahwa rugi-rugi daya transmisi dapat dikurangi dengan cara meninggikan tegangan transmisi, memperkecil tahanan konduktor, dan memperbesar faktor daya beban. Tetapi cara yang cenderung dilakukan adalah meninggikan tegangan transmisi dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Memperkecil tahanan konduktor dilakukan dengan memperbesar luas penampangnya. Tetapi, cara ini memiliki keterbatasan karena penambahan luas penampang konduktor juga ada batasnya.

2. Perbaikan faktor daya dilakukan dengan menambahkan kapasitor kompensasi (shunt capacitor). Tetapi, perbaikan yang diperoleh juga ada batasnya.

3. Dari Persamaan (3.3) di atas terlihat bahwa rugi-rugi daya transmisi berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-rugi yang diperoleh karena peninggian tegangan transmisi jauh lebih besar daripada pengurangan rugi-rugi daya karena pengurangan tahanan konduktor.

Pertimbangan inilah yang mendorong perusahaan pembangkit tenaga listrik lebih cenderung menaikkan tegangan transmisi.

III. 2 Masalah Penerapan Tegangan Tinggi pada Transmisi

Meskipun peninggian tegangan transmisi akan mengurangi rugi-rugi daya, peninggian tegangan itu tetap ada batasnya karena tegangan tinggi menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

1. Tegangan transmisi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. Korona ini menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menimbulkan gangguan terhadap komunikasi radio.


(30)

2. Jika tegangan transmisi semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan mampu memikul tegangan tinggi tersebut. Hal ini mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

3. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

4. Jika tegangan transmisi ditinggikan, menara transmisi harus semakin tinggi untuk menjamin keselamatan makhluk hidup di sekitar transmisi. Peninggian menara transmisi mengakibatkan transmisi mudah disambar petir. Sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja petir pada sistem tenaga listrik, sehingga peralatan listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut.

5. Peralatan sistem perlu dilengkapi dengan peralatan proteksi untuk menghindarkan kerusakan akibat adanya tegangan lebih surja hubung dan surja petir. Penambahan peralatan proteksi ini menambah biaya investasi dan perawatan.

Kelima hal di atas memberikan kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah biaya investasi dan perawatan. Tetapi telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa mempertinggi tegangan transmisi dapat mengurangi rugi-rugi daya.

Pada Gambar 3.1 ditunjukkan kurva yang menyatakan biaya total sebagai fungsi tegangan transmisi. Terlihat bahwa ada suatu harga tegangan transmisi yang memberi biaya total minimum.Tegangan ini disebut tegangan optimum.


(31)

Gambar 3. 1 Kurva hubungan biaya dan tegangan transmisi

III. 3 Kuat Medan Listrik di Bawah Saluran Transmisi

Tegangan tinggi yang diterapkan pada transmisi daya listrik menghasilkan medan listrik yang kuat pula. Untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, dimisalkan suatu konstruksi menara tunggal seperti Gambar 3.2 berikut:


(32)

Gambar 3. 3 Kuat medan listrik di titik P

Agar dapat menghitung kuat medan listrik di titik P seperti pada Gambar 3.3 di atas, terlebih dahulu harus diketahui:

 Harga x, yaitu jarak pemisah horizontal antar konduktor penghantar transmisi.  Harga y, yaitu ketinggian konduktor penghantar dari titik yang ditinjau.  Harga r, yaitu jari-jari konduktor yang dipakai.

 Harga h, yaitu ketinggian kawat penghantar dari permukaan tanah,

 Untuk konstruksi menara ganda, perlu juga diketahui jarak pemisah vertikal antar konduktor penghantar. Dan untuk pemakaian konduktor berkas, perlu diketahui jarak pemisah antar berkas.

Kemudian, dari harga x dan y tersebut, dapat dihitung jarak masing-masing konduktor penghantar ke titik P, yaitu:

y

rr  (3.4)

(3.5) 2

2 y x rs  

θR

-x x

y

T S R

ER

E T ES

θT

θS rT

rS rR

P

E 0

y

x -x

h


(33)

 

2 2

2x y

rT   (3.6)

dan sudut yang dibentuk oleh vektor E terhadap sumbu horizontal adalah:  90 R  (3.7)         x y S 1 tan  (3.8)         x y T 2 tan 1  (3.9)

Jika dimisalkan tegangan fasa ke fasa sebagai fungsi waktu sebagai berikut: t

V

vRll  llsin (3.10)

 

 

 V sin t 120

vS l l l

l  (3.11)

 

 

 V sin t 120

vS l l l

l  (3.12)

maka harga maksimum dari tegangan fasa ke netral sebagai fungsi waktu adalah: t

V

v l l

R 2sin 3

 (3.13)

 

  2sin 120

3 t

V

vS l l  (3.14)

 

  2sin 120

3 t

V

v l l

T  (3.15)

Untuk kawat lurus di sepanjang saluran transmisi (dengan mengabaikan nilai andongan), maka besar kuat medan listriknya adalah:

r h r V E m p h p h ln  (3.16) dimana:

Eph = kuat medan listrik di sekitar konduktor fasa, V = tegangan fasa ke netral,

hm = ketinggian kawat penghantar dari permukaan tanah, rph = jarak konduktor fasa ke titik yang diamati, dan r = jari-jari konduktor.


(34)

Untuk kawat penghantar saluran transmisi yang memiliki andongan, maka untuk mengetahui besar kuat medan listrik akibat adanya andongan, maka diambil pendekatan dengan merubah harga hm menjadi harga h, dimana h adalah tinggi rata-rata kawat penghantar di atas permukaan tanah (gambar 3.4), yaitu:

h = hm – 2/3×andongan, dimana

hm =ketinggian kawat penghantar pada menara transmisi dari permukaan tanah.

Sehingga, kuat medan listrik di titik P akibat masing-masing konduktor fasa adalah:

r h r

v E

R R R

ln

 (3.17)

r h r

v E

S S S

ln

 (3.18)

r h r

v E

T T T

ln

 (3.19)

Nilai E ini harus diubah terlebih dahulu ke komponen sumbu x dan y agar dapat dijumlahkan. Adapun harga proyeksi E di sumbu x adalah sebagai berikut:

 

R R

R Rx

r h r

v

E cos

ln

 (3.20)

 

S S

S Sx

r h r

v

E cos

ln

 (3.21)

Gambar 3.4 Pendekatan dengan menggunakan tinggi rata-rata kawat penghantar diatas permukaan tanah

h

2/3 andongan

hm

andongan Menara

transmisi Menara


(35)

 

T T T Tx r h r v

E cos

ln

 (3.22)

dan harga proyeksi E di sumbu y adalah:

 

R R R Ry r h r v

E sin

ln

 (3.23)

 

S S S Sy r h r v

E sin

ln

 (3.24)

 

T T T Ty r h r v

E sin

ln

 (3.25)

Kemudian, sesuai dengan prinsip superposisi, harga-harga E di sumbu x tersebut dapat dijumlahkan sebagai berikut:

Tx Sx Rx

x E E E

E   

 

 

 

T

T T S S S R R R x r h r v r h r v r h r v

E   cos

ln cos ln cos ln   

 

 

 

    2sin 120

3 ln cos 120 sin 2 3 ln cos sin 2 3 ln cos t V r h r t V r h r t V r h r

E l l

T T l l S S l l R R x      

 

 

k1sin t k2sin t 120 k3sin t 120

Ex    (3.26)

dimana:

 

3 ln cos 2 1 l l R R V r h r

k   

 

3 ln cos 2 2 l l S S V r h r


(36)

 

3 ln cos 2 3 l l T T V r h r

k   

Demikian juga halnya dengan komponen E di sumbu y yang dapat dijumlahkan dengan cara yang sama, sebagai berikut:

Ty Sy Ry

y E E E

E   

 

 

 

T

T T S S S R R R y r h r v r h r v r h r v

E   sin

ln sin ln sin ln   

 

 

 

    2sin 120

3 ln sin 120 sin 2 3 ln sin sin 2 3 ln sin t V r h r t V r h r t V r h r

E l l

T T l l S S l l R R y      

 

 

k4sin t k5sin t 120 k6sin t 120

Ey    (3.27)

dimana:

 

3 ln sin 2 4 l l R R V r h r

k   

 

3 ln sin 2 5 l l S S V r h r

k   

 

3 ln sin 2 6 l l T T V r h r

k   

Karena:

t 120

sint.cos120 sin120 .cost

sin     

t

t 

 0,866cos sin 5 , 0    dan,

t 120

sint.cos120 sin120 .cost

sin     

t

t 

 0,866cos sin 5 , 0   

maka Persamaan (3. 25) dan (3. 26) menjadi:

t t

 

k t t

k t k

Ex  1sin  2 0,5sin 0,866cos  3 0,5sin 0,866cos

k k k

t

k k

t

Ex  10.5 20.5 3 sin  0.866 20.866 3 cos (3.28) dan,

t t

 

k t t

k t k

Ey  4sin  5 0,5sin 0,866cos  6 0,5sin 0,866cos

k k k

t

k k

t


(37)

Selanjutnya,untuk memperoleh nilai E total (Etot) pada titik P, maka harga Ex dan Ey tersebut dijumlahkan secara vektoris seperti berikut:

2 2 2

y x tot E E

E  

   

  2 3 2 3 2

1 0.5k 0.5k sin t 0.866k 0.866k cos t

k  

k40.5k5 0.5k6

sint

0.866k50.866k6

cost

2

 

    

 k k k k4 k5 k6 2 2t 2

3 2

1 0.5 0.5 0.5 0.5 sin

 

k  k  k5  k6 2

 2t

2 3

2 0.866 0.866 0.866 1 sin 866 . 0



 



t t k k k k k k k k k k   cos sin 2 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 . 0 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 .

0 2 3 2 3 4 5 6 5 6

1      

 

    

 k k k k4 k5 k6 2 2t 2

3 2

1 0.5 0.5 0.5 0.5 sin

 

 5  6

2

2 3

2 0.866 0.866 0.866 866

.

0 k k k k

0.866k20.866k3

 

2 0.866k50.866k6

2

sin2t



 



t t k k k k k k k k k k   cos sin 2 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 . 0 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 .

0 2 3 2 3 4 5 6 5 6

1      

Karena:

2sintcost sin2t maka:

 

 

 

2

6 5 2 3 2 2 6 5 4 2 3 2

1 0.5k 0.5k k 0.5k 0.5k 0.866k 0.866k 0.866k 0.866k

k         



 



1 2 3 2 3 4 5 6 5 6

2 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 . 0 866 . 0 866 . 0 5 . 0 5 . 0

sin t k  k  k k  k  k  k  k k  k

 

2

6 5

2 3

2 0.866 0.866 0.866 866

. 0 2

sin t k  k  k  k

Dari hasil yang diperoleh di atas, diperoleh bahwa bentuk umum dari Etot 2

adalah sebagai berikut:

3 2 2 1 2 2 sin

sin t c t c

c


(38)

dimana:

 

 

 

2

6 5 2 3 2 2 6 5 4 2 3 2 1

1 k 0.5k 0.5k k 0.5k 0.5k 0.866k 0.866k 0.866k 0.866k

c          



 



1 2 3 2 3 4 5 6 5 6

2 k 0.5k 0.5k 0.866k 0.866k k 0.5k 0.5k 0.866k 0.866k

c        

 

2

6 5

2 3 2

3 0.866k 0.866k 0.866k 0.866k

c    

Dari Persamaan (3. 30), diperoleh bentuk umum untuk Etot, yaitu:

3 2

2

1sin t c sin2 t c c

Etot      (3.31)

Dari Persamaan (3.31) di atas, terlihat bahwa Etot merupakan fungsi dari t. Untuk itu, nilai Etot ini harus dipetakan terhadap t.

Kemudian, dari Persamaan (3.30) dapat dihitung nilai efektif dari Etot dengan menggunakan persamaan:

 

 T tot

tot E dt

T eff E 0 2 1 (3.32)

Dari Persamaan (3.30) dan (3.31), dapat dilihat bahwa untuk berbagai titik di bawah saluran transmisi, yang mengalami perubahan hanyalah nilai c1, c2, dan c3.

Dengan mensubstitusikan Persamaan (3.30) ke Persamaan (3.32), didapat:

 

 T

tot c t c t c dt

T eff E 0 2 3 2 2

1sin sin2 1

 (3.33)

Dari Persamaan (3.33), dapat dihitung nilai efektif dari kuat medan listrik di bawah saluran transmisi pada titik P.

Dengan proses yang sedemikian rumit dan panjang, nilai maksimum dan nilai efektif dari kuat medan listrik yang diperoleh hanya untuk satu titik, yaitu titik P. Sehingga, apabila perhitungan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi dilakukan secara manual akan memakan waktu yang sangat lama, karena:


(39)

 Jika titik yang ditinjau bergeser, maka perhitungan secara manual harus diulang mulai dari awal, sehingga sangat memakan waktu dan tenaga.

 Jika konstruksi menara yang digunakan adalah saluran ganda, maka perhitungan di atas akan berubah dan menjadi semakin rumit. Hal ini dikarenakan pada saluran ganda, variabel yang harus dihitung bertambah banyak.

 Jika penghantar yang digunakan adalah penghantar berkas, maka perhitungan juga akan berubah dan menjadi semakin rumit.

Untuk itu, dibuatlah suatu program pembantu menggunakan program MATLAB untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi. Perhitungan dengan menggunakan program akan mempermudah pekerjaan karena proses perulangan perhitungan untuk berbagai posisi titik uji akan dilakukan secara otomatis oleh program tersebut. Perhitungan menjadi jauh lebih mudah dan singkat dimana pemakai cukup memasukkan parameter-parameter tertentu ke dalam program tersebut.

III. 4 Optimized Double Circuit Line (ODCL)

Saluran transmisi sirkuit ganda (Double Circuit) adalah saluran transmisi yang memiliki dua sirkuit yang terpisah pada menara yang sama. Tiap sirkuit-nya terdiri dari 4 kawat dan 3 kawat. Sirkuit yang memiliki 4 kawat (Gambar 3.4a) terdiri dari 3 kawat fasa dan 1 kawat tanah. Sedangkan pada sirkuit yang memiliki 3 kawat (Gambar 3.4b), ketiganya adalah kawat fasa. Kawat tanahnya hanya ada satu buah dan terletak pada ujung atas menara transmisi.


(40)

Gambar 3. 4 Jenis menara transmisi Sirkuit Ganda

Secara fisik, saluran transmisi optimized double circuit line tidak ada bedanya dengan saluran transmisi sirkuit ganda (double circuit) lainnya. Optimized Double Circuit Line (ODCL) adalah salah satu jenis saluran transmisi sirkuit ganda (Double Circuit), dimana ditandai dengan perubahan konfigurasi fasa pada kawat penghantarnya, yang bertujuan untuk mengurangi kuat medan listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh saluran transmisi tersebut.

Kawat tanah

(a)

Kawat fasa


(41)

BAB IV

KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH

SALURAN TRANSMISI 275 kV GALANG - BINJAI

IV. 1 Umum

Dalam rangka meningkatkan kehandalan sistem kelistrikan nasional, maka pemerintah (PLN) mencanangkan program 10.000 MW yang meliputi pembangunan pembangkit, saluran transmisi, gardu induk, dan saluran distribusi baru, serta peningkatan kapasitas sistem yang sudah ada. Salah satu bagian dari program 10.000 MW di luar sistem Jawa-Bali adalah pembangunan sistem interkoneksi Sumatera yang bertegangan 275 kV. Pembangunan sistem interkoneksi Sumatera ini selain bertujuan untuk meningkatkan kehandalan sistem kelistrikan di Sumatera, juga untuk mendukung pembangunan proyek interkoneksi Jawa-Sumatera dan interkoneksi Indonesia-Malaysia. Transmisi 275 kV Galang-Binjai merupakan bagian dari sistem interkoneksi Sumatera. Transmisi ini berjarak 54.785,755 m (54,785 km) dan ditopang oleh menara sebanyak 142 unit. Transmisi ini menggunakan saluran ganda dan 2 berkas konduktor ACSR Zebra. Transmisi inilah yang menjadi studi kasus dari Tugas Akhir ini.

IV. 2 Konstruksi Menara

Sebelum menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi pada transmisi 275 kV Galang-Binjai, perlu diketahui terlebih dahulu beberapa informasi tentang transmisi 275 kV Galang-Binjai.

1. Konstruksi menara

 Tipe menara : saluran ganda  Panjang bottom cross arm : 14,3 m  Panjang middle cross arm : 13,8 m


(42)

D p

q s Y Y

h

1m

permukaan tanah 1

D2 D3

R12 R11 S12 S11

T12 T11 R22 R21

S22 S21 T22 T21

 Panjang upper cross arm : 13,4 m  Ketinggian bottom cross arm : 46,5 m  Jarak antar cross arm : 7,45 m 2. Isolator

 Panjang rantai isolator: 3,95 m 3. Kawat penghantar

 Tipe : ACSR Zebra

 Diameter : 28,6 mm

 Susunan : dua berkas (2xZebra/ twin Zebra)  Jarak antar berkas : 26 cm

 Besar andongan : 7,5 m

Gambar konstruksi menara lengkap beserta ukuran-ukurannya diberikan pada Lampiran C. Dengan informasi di atas, maka dapat dihitung besar kuat medan listrik di bawah saluran transmisi.

IV. 3 Perhitungan Kuat Medan Listrik

Pada gambar 4.1 diperlihatkan jarak suatu titik terhadap tiap-tiap kawat penghantar saluran transmisi.


(43)

Misalkan fasa yang terletak pada upper cross a rm sebelah kiri dan kanan adalah fasa R, pada middle cross arm sebelah kiri dan kanan adalah fasa S, pada bottom cross arm sebelah kiri dan kanan adalah fasa T (konfigurasi RST-RST), dan ketinggian titik uji dari permukaan tanah adalah 1m.

Untuk menghitung kuat medan listrik di suatu titik diasumsikan kedua menara transmisi yang menopang kawat penghantar memiliki ketinggian yang sama serta permukaan tanah di bawah saluran transmisi memiliki kontur yang rata. Sesuai dengan asumsi tersebut, maka titik terendah berada di tengah-tengah saluran (di antara kedua menara). Berdasarkan informasi yang diperoleh di atas, terlihat:

 D1 = 13,4 m  D2 = 13,8 m  D3 = 14,3 m  Y = 7,45 m  s = 0,26 m

 p = 0,5(D2-D1)=0,2 m  q = 0,5(D3-D2)=0,25 m

 h = ketinggian bottom cross arm-panjang rantai isolator-2/3×andongan-1m = 36,55 m

Karena konstruksi menara yang dipakai adalah tipe sirkuit ganda, maka ketinggian tiap kawat fasa dari permukaan tanah tidak sama, sehingga:

m Y

h

HR1  2 136,5514,9152,45 m Y

h

HS1  136,557,45145 m h

HT1 136,55137,55

m Y

h

HR2  2 136,5514,9152,45 m Y

h

HS2   136,557,45145 m h


(44)

D p q s Y Y h 1m permukaan tanah 1 D2 D3

R12 R11

S12 S11

T12 T11

R22 R21

S22 S21

T22 T21

0 Sumbu Menara

x x (m)

-x a1 a2 b1 b2 c2 c1

Apabila ingin dihitung besar kuat medan listrik pada titik sejauh x meter dari sumbu menara transmisi, maka menara transmisi harus di ambil sebagai sumbu acuan. Gambarnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4. 2 Sumbu menara transmisi menjadi sumbu acuan untuk menghitung kuat medan listrik pada titik sejauh x meter dari menara transmisi

Berdasarkan gambar 4.2, dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

2 1 1 s D

a  

2 2 1

s D

b  

2 3 1

s D

c  

2 1 2 s D

a  

2 2 2

s D

b  

2 3 2

s D


(45)

Sehingga jarak tiap kawat penghantar saluran transmisi ke titik tersebut adalah :

2 2 1

11 c x h

RT    RT12

c2 x

2 h2

 

2

2 1

11 b x h Y

RS    

 

2 2

2

12 b x h Y

RS    

 

2

2 1

11 a x h 2Y

RR    

 

2 2

2

12 a x h 2Y

RR    

2 2

1

22 c x h

RT    

2 2 2

21 c x h

RT    

 

2

2 1

22 b x h Y

RS      RS21

b2 x

 

2  hY

2

 

2

2

1

22 a x h 2Y

RR      RR21

a2 x

 

2  h2Y

2

Sudut yang dibentuk oleh masing-masing vektor medan listrik terhadap sumbu x adalah:        x c h T 1 1 11 tan         x c h T 2 1 12 tan          x b Y h S 1 1 11 tan          x b Y h S 2 1 12 tan          x a Y h R 1 1 11 2 tan          x a Y h R 2 1 12 2 tan          x c h T 1 1 22 tan      x c h T 2 1 21 tan           x b Y h S 1 1 22 tan           x b Y h S 2 1 21 tan           x a Y h R 1 1 22 2 tan           x a Y h R 2 1 21 2 tan 

Dengan menggunakan persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder yang telah diturunkan pada bab sebelumnya, maka dapat dihitung kuat medan listrik yang ditimbulkan oleh masing-masing kawat penghantar. Jika dimisalkan perbedaan sudut fasa tiap tegangan:


(46)

 

  2sin 120

3 t

V v l l

T  t

V v l l

S 2sin

3 

   2sin

120

3 t

V v l l

R 

Maka besar kuat medan listrik:

r H R v E T T T T 1 11 11 ln  r H R v E T T T T 1 12 12 ln  r H R v E S S S S 1 11 11 ln  r H R v E S S S S 1 12 12 ln  r H R v E R R R R 1 11 11 ln  r H R v E R R R R 1 12 12 ln  r H R v E T T T T 2 22 22 ln  r H R v E T T T T 2 21 21 ln  r H R v E S S S S 2 22 22 ln  r H R v E S S S S 2 21 21 ln  r H R v E R R R R 2 22 22 ln  r H R v E R R R R 2 21 21 ln 

Kuat medan listrik yang diperoleh dari perhitungan di atas harus diubah menjadi komponen sumbu x (horizontal) dan sumbu y (vertikal) agar dapat dijumlahkan secara aljabar biasa. Komponen kuat medan listrik di sumbu x adalah:

 

11 11

11x T cos T

T E

E   ET12x ET12cos

 

T12

 

11

11 11x S cos S

S E

E   ES12x ES12cos

 

S12

 

11

11 11x R cos R

R E

E   ER12x  ER12cos

 

R12

 

22

22 22x T cos T

T E


(47)

 

22 22

22x S cos S

S E

E   ES21x ES21cos

 

S21

 

22

22 22x R cos R

R E

E   ER21x ER21cos

 

R21 Sedangkan komponen kuat medan listrik di sumbu y adalah:

 

11 11

11y T sin T

T E

E   ET12y ET12sin

 

T12

 

11 11

11y S sin S

S E

E   ES12y  ES12sin

 

S12

 

11 11

11y R sin R

R E

E   ER12y ER12sin

 

R12

 

22 22

22y T sin T

T E

E   ET21y ET21sin

 

T21

 

22 22

22y S sin S

S E

E   ES21y ES21sin

 

S21

 

22 22

22y R sin R

R E

E   ER21y ER21sin

 

R21

Setelah diperoleh komponen kuat medan listrik di sumbu x dan sumbu y, maka masing-masing nilai tersebut dapat dijumlahkan secara aljabar. Total komponen kuat medan listrik di sumbu x adalah:

Ex =

x R x R x S x S x T x T x R x R x S x S x T x T E E E E E E E E E E E E 22 21 22 21 22 21 12 11 12 11 12 11           

dan total komponen kuat medan listrik di sumbu y adalah:

Ey =

y R y R y S y S y T y T y R y R y S y S y T y T E E E E E E E E E E E E 22 21 22 21 22 21 12 11 12 11 12 11           

Dengan mengetahui komponen kuat medan listrik di sumbu x dan y, maka kuat medan listrik total di titik tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan kedua komponen kuat medan listrik secara vektoris, yaitu:


(48)

1m

permukaan tanah R

S

T R

S

T

Sumbu Menara

x (m) -x

C(13,1) B(0,1)

A(-13,1)

   

2 2

 

2

y x

tot E E

E  

Etot =

 

Ex 2 

 

Ey 2

Dari persamaan di atas, maka dapat disusun suatu program dengan bantuan software MATLAB untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran sejauh x meter dari sumbu menara transmisi.

Berdasarkan SNI 04-6918-2002 tentang ruang bebas dan jarak bebas minimum pada SUTT dan SUTET, dijelaskan bahwa untuk saluran transmisi sirkuit ganda dengan tegangan kerja 275 kV, jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal menara transmisi adalah sebesar 13 meter. Pada program ini akan dihitung kuat medan listrik pada tiga titik, yaitu pada titik A (-13,1), pada titik B (0,1), dan titik C (13,1).


(49)

Dengan memasukkan data-data pada saluran transmisi ke dalam program, beserta posisi titik uji, maka dapat dihitung besar kuat medan listrik (Etot) untuk berbagai tipe konfigurasi fasa kawat penghantar pada titik tersebut. Tampilan program adalah sebagai berikut :

Gambar 4. 4 Tampilan program penghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi

Kuat medan listrik Etot pada titik A, B, dan C diberikan pada lampiran A.

Dari gambar kuat medan listrik Etot di bawah saluran transmisi pada posisi titik uji A, B, dan C, dapat dilihat bahwa periode gelombang kuat medan listrik Etot untuk tiap tipe konfigurasi fasa adalah sebesar 0,01s. Kemudian setelah diketahui periode dari grafik kuat medan listrik (Etot), dapat dihitung nilai efektif dari Etot dengan menggunakan rumus:

 

 T to t

to t E dt

T eff E

0 2 1


(50)

dengan memisalkan :

EA eff : Kuat medan listrik efektif pada titik A (-13,1),

EBeff: Kuat medan listrik efektif pada titik B (0,1),

ECeff: Kuat medan listrik efektif pada titik C (13,1).

Dengan menggunakan program MATLAB, maka kuat medan listrik efektif pada tiap konfigurasi fasa kawat penghantar dapat dihitung.

IV. 4 Analisis Data

Dari perhitungan kuat medan listrik Etot efektif di bawah saluran transmisi pada posisi titik A, B, dan C, dapat disusun sebuah tabel kuat medan listrik Etot efektif EA eff, EB eff, dan EC eff seperti pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4. 5 Kuat medan listrik efektif di bawah saluran transmisi pada titik uji A, B, dan C

Tipe Konfigurasi

EA eff (kV/m) (-13,1)

EB eff (kV/m) (0,1)

EC eff (kV/m) (13,1)

RST-RST 0,5249 0,5626 0,5249

RST-RTS 0,4421 0,4745 0,4421

RST-SRT 0,2935 0,3284 0,3104

RST-STR 0,4807 0,5156 0,4807

RST-TRS 0,3104 0,3284 0,2935


(51)

Dari Tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa kuat medan listrik (Etot) efektif terkecil pada ketiga titik uji A,B, dan C dihasilkan oleh tipe konfigurasi fasa RST-TSR. Yaitu sebesar 0,1774 kV/m, 0,2005 kV/m, dan 0,1774 kV/m. Sedangkan kuat medan listrik (Etot) efektif terbesar dihasilkan oleh tipe konfigurasi fasa RST-RST, yaitu sebesar 0,5249 kV/m, 0,5626 kV/m, dan 0,5249 kV/m.

Ada 36 tipe konfigurasi fasa kawat penghantar yang dapat dibuat. Tetapi hanya ada 6 tipe konfigurasi fasa kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik yang berbeda, seperti yang telah dikelompokkan pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4. 6 Tipe konfigurasi kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama di bawah saluran transmisi sirkuit ganda

Untuk saluran transmisi sirkuit ganda yang mengalami transposisi kawat penghantar, dapat dipilih suatu tipe transposisi kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik yang paling kecil di bawah saluran transmisi dibandingkan dengan tipe transposisi kawat penghantar lainnya. Tabel 4.7 di bawah adalah tabel tentang prinsip transposisi kawat penghantar saluran transmisi.

RST-RST RST-RTS RST-SRT RST-STR RST-TRS RST-TSR

RTS-RTS RTS-RST RTS-TRS RTS-TSR RTS-SRT RTS-STR SRT-SRT SRT-STR SRT-RST SRT-RTS SRT-TSR SRT-TRS STR-STR STR-SRT STR-TSR STR-TRS STR-RST STR-RTS TSR-TSR TSR-TRS TSR-STR TSR-SRT TSR-RTS TSR-RST TRS-TRS TRS-TSR TRS-RTS TRS-RST TRS-STR TRS-SRT


(52)

Tabel 4. 7 Prinsip Transposisi Kawat Penghantar Saluran Transmisi Sirkuit Ganda

SIRKUIT

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1/3 Panjang Saluran

R T R R R S R T R S R R

S S S T S R S R S T S S

T R T S T T T S T R T T

1/3 Panjang Saluran

T S T T T R T S T R T T

R R R S R T R T R S R R

S T S R S S S R S T S S

1/3 Panjang Saluran

S R S S S T S R S T S S

T T T R T S T S T R T T

R S R T R R R T R S R R

Nama I.1 I.2 I.3 II.1 II.2 III

Dengan menggunakan tabel 4.5, tabel 4.6, dan tabel 4.7, dapat disusun sebuah tabel 4.8 untuk membandingkan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi yang dihasilkan oleh tiap tipe transposisi kawat penghantar saluran transmisi.

Tabel 4. 8 Perbandingan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi untuk tiap tipe transposisi kawat penghantar saluran transmisi

1/3 panjang saluran

1/3 panjang saluran

1/3 panjang saluran

I.1

Tipe Konfigurasi RST-TSR TRS-SRT STR-RTS

Eeff (kV/m)

A(-13,1) 0,1774 0,1774 0,1774

B(0,1) 0,2005 0,2005 0,2005

C(13,1) 0,1774 0,1774 0,1774 I.2

Tipe Konfigurasi RST-RTS TRS-TSR STR-SRT

Eeff (kV/m)

A(-13,1) 0,4421 0,4421 0,4421 B(0,1) 0,4745 0,4745 0,4745 C(13,1) 0,4421 0,4421 0,4421

I.3

Tipe Konfigurasi RST-SRT TRS-RTS STR-TSR

Eeff(kV/m)

A(-13,1) 0,2935 0,2935 0,2935 B(0,1) 0,3284 0,3284 0,3284 C(13,1) 0,3104 0,3104 0,3104


(53)

II.1

Tipe Konfigurasi RST-TRS TRS-STR STR-RST

Eeff(kV/m)

A(-13,1) 0,3104 0,3104 0,3104 B(0,1) 0,3284 0,3284 0,3284 C(13,1) 0,2935 0,2935 0,2935

II.2

Tipe Konfigurasi RST-STR TRS-RST STR-TRS

Eeff(kV/m)

A(-13,1) 0,4807 0,4807 0,4807 B(0,1) 0,5156 0,5156 0,5156 C(13,1) 0,4807 0,4807 0,4807

III

Tipe Konfigurasi RST-RST TRS-TRS STR-STR

Eeff(kV/m)

A(-13,1) 0,5249 0,5249 0,5249 B(0,1) 0,5626 0,5626 0,5626 C(13,1) 0,5249 0,5249 0,5249

Dari tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa tipe transposisi kawat penghantar yang menghasilkan kuat medan listrik paling kecil di bawah saluran transmisi adalah tipe transposisi I.1. Sedangkan kuat medan listrik paling besar di bawah saluran transmisi dihasilkan oleh tipe transposisi III.


(54)

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

 Kuat medan listrik (Etot) efektif terkecil pada ketiga titik uji A (-13,1), B (0,1), dan C (13,1) dihasilkan oleh tipe konfigurasi fasa RST-TSR. Yaitu sebesar 0,1774 kV/m, 0,2005 kV/m, dan 0,1774 kV/m. Sedangkan kuat medan listrik (Etot) efektif terbesar dihasilkan oleh tipe konfigurasi kawat penghantar RST-RST, yaitu sebesar 0,5249 kV/m, 0,5626 kV/m, dan 0,5249 kV/m.

 Untuk saluran transmisi sirkuit ganda jarak jauh yang ditransposisi, kuat medan listrik (Etot) efektif paling kecil pada ketiga titik uji A(-13,10), B(0,1), dan C(13,1) dan merata disepanjang saluran transmisi dihasilkan oleh tipe transposisi I.1 dengan tipe konfigurasi kawat penghantar RST-TSR, TRS-SRT, dan STR-RTS. Yaitu sebesar 0,1774 kV/m, 0,2005 kV/m, dan 0,1774 kV/m.

V. 2 Saran

 Program ini masih mengabaikan faktor yang mempengaruhi kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, seperti permitivitas ε, temperatur udara, dan tekanan udara. Oleh karena itu, diharapkan di kemudian hari ada pihak-pihak yang dapat memperhitungkan faktor-faktor ini.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. Halliday, David; Robert Resnick, “Fisika Jilid 2”, Diterjemahkan oleh: Pantur Silaban Ph.D dan Drs.Edwin Sucipto, Jakarta: Erlangga, 1996.

2. Hutauruk, T.S., “Transmisi Daya Listrik”, Jakarta: Erlangga, 1985.

3. Institute of Electrical and Electronics Engineers. IEEE standard procedures for measurements of electric and magnetic fields from AC power lines. New York:IEEE, 1987, ANSI/IEEE Std 644.

4. Jr., William H. Hayt, “Elektromagnetika Teknologi”, Diterjemahkan oleh: The Houw Liong, Ph.D., Jakarta: Erlangga, 1982.

5. Kraus, John D., “Electromagnetics”, Singapore: McGraw-Hill, 1991.

6. Milutinov, Miodrag; Anamarija Juhas; Miroslav Prsa, 2009. “Electromagnetic

Field Underneath Overhead High Voltage Power Line”, International

Conference On Engineering Technologies, Novi Sad.

7. Neamt, Liviu; Emil Petrean, Liviu; Chiver, Olivian; Erdei Zoltan, 2010. “The Influence of Phase Transposing on Double Circuit Overhead Power Line

Magnetic Field”, International Conference on Energy and Environment

Technologies and Equipment, Baia Mare.

8. NHRC, 1989, Interim Guidelines On Limits Of Exposure to 50/60 Hz Electric and Magnetic Fields, Series 30, Australian Radiation Laboratory, Australia. 9. Peranginangin, Kasiman, “Pengenalan Matlab”, Yogyakarta: Andi, 2006.

10.Tobing, Bonggas L.,” Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi “, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.


(56)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

LAMPIRAN A

KUAT MEDAN LISTRIK PADA TITIK UJI A, B, DAN C UNTUK BERBAGAI MACAM JENIS KONFIGURASI KAWAT PENGHANTAR

1. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-RST

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik A (-13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(57)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-RST adalah:

RTS-RTS, SRT-SRT, STR-STR, TSR-TSR,TRS-TRS

2. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-RTS

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik C (13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(58)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.2

0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.1

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-RTS adalah:

RTS-RST, SRT-STR, STR-SRT, TSR-TRS, TRS-TSR

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik B (0,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(59)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.18

0.2 0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.2

0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

3. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-SRT

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik A (-13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(60)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.2

0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-SRT adalah:

RTS-TRS, SRT-RST, STR-TSR, TSR-STR, TRS-RTS

4. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-STR

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik C (13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(61)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.1

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-STR adalah:

RTS-TSR, SRT-RTS, STR-TRS, TSR-SRT, TRS-RST

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik B (0,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(62)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.2

0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.2

0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

5. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-TRS

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik A (-13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(63)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.18

0.2 0.22 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 0.36 0.38

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-TRS adalah:

RTS-SRT, SRT-TSR, STR-RST, TSR-RTS, TRS-STR

6. Konfigurasi Fasa Kawat Penghantar RST-TSR

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik C (13,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(64)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.05

0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02 0.06

0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26

Waktu (s)

E

(

k

V

/m

)

Jenis konfigurasi fasa yang menghasilkan kuat medan listrik yang sama dengan konfigurasi RST-TSR adalah:

RTS-STR, SRT-TRS, STR-RTS, TSR-RST, TRS-SRT

Kuat Medan Listrik Etot

pada titik B (0,1)

Kuat Medan Listrik Etot


(65)

LAMPIRAN B

JARAK BEBAS MINIMUM HORIZONTAL DARI SUMBU VERTIKAL MENARA/TIANG

No. Saluran Udara

Jarak dari sumbu vertikal menara/ tiang ke konduktor L (m) Jarak horizontal akibat ayunan konduktor H (m)

Jarak bebas impuls petir (untuk SUTT)

atau

jarak bebas impuls switsing (untuk SUTET) l (m) Total L+H+l (m) Pembulatan (m) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

SUTT 66 kV tiang baja SUTT 66 kV tiang beton SUTT 66 kV menara SUTT 150 kV tiang baja SUTT 150 kV tiang beton SUTT 150 kV menara SUTET 275 kV sirkit ganda SUTET 500 kV sirkit tunggal SUTET 500 kV sirkit ganda

1,80 1,80 3,00 2,25 2,25 4,20 5,80 12,00 7,30 1,37 0,68 2,74 2,05 0,86 3,76 5,13 6,16 6,16 0,63 0,63 0,63 1,50 1,50 1,50 1,80 3,10 3,10 3,80 3,11 6,37 5,80 4,61 9,46 12,73 21,26 16,56 4,00 4,00 7,00 6,00 5,00 10,00 13,00 22,00 17,00


(66)

Y

Y

h

l

s D1

D2

D3

LAMPIRAN C

Konstruksi Menara Saluran Transmisi Sirkuit Ganda 275 kV Galang-Binjai

Keterangan :

D1 = panjang UPPER cross arm = 13,4 m

D2 = panjang MIDLE cross arm = 13,8 m

D1 = panjang LOWER cross arm = 14,3 m

h = ketinggian lower cross arm dari permukaan tanah

= 13,4 m

Y = jarak vertikal antar cross arm = 7,45 m


(1)

LAMPIRAN E

KODE PROGRAM

function kuat_medan_konf_fasa

%---%

% Program Menghitung Kuat Medan Listrik di Bawah Penghantar Transmisi %

%---%

disp('Program Menghitung Kuat Medan Listrik di Bawah Penghantar Saluran Transmisi Sirkuit Ganda');

disp(' Dengan dua penghantar Berkas Untuk Berbagai Jenis Konfigurasi Fasa ');

disp(' ');

V=input('Tegangan sistem V(kV)='); D=input('Diameter konduktor d(m)=');

I=input('Panjang rantai isolator yang dipakai I(m)='); Sag=input('Nilai andongan Sag(m)=');

b=input('Ketinggian vertikal titik uji (m)=');

x=input('Jarak horizontal titik uji dari sumbu menara, x(m)='); R=D/2;

F=50; W=2*pi*F;

H=input('Ketinggian cross arm terbawah h(m)='); LP=H-I-Sag-b;

D1=input('Jarak horizontal konduktor bagian atas (UPPER) D1(m)='); D2=input('Jarak horizontal konduktor bagian tengah (MIDDLE)

D2(m)=');

D3=input('Jarak horizontal konduktor bagian bawah (LOWER) D3(m)='); Y=input('Jarak vertikal konduktor Y(m)=');

s=input('Jarak pemisah antar berkas penghantar s(m)='); p1=(0.5*(D1-s));

q1=(0.5*(D2-s)); r1=(0.5*(D3-s)); p2=(0.5*(D1+s)); q2=(0.5*(D2+s)); r2=(0.5*(D3+s));

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji

R11P=sqrt(((p2-x)^2)+((2*Y+LP)^2)); R12P=sqrt(((p1-x)^2)+((2*Y+LP)^2)); S11P=sqrt(((q2-x)^2)+((Y+LP)^2)); S12P=sqrt(((q1-x)^2)+((Y+LP)^2)); T11P=sqrt(((r2-x)^2)+(LP^2)); T12P=sqrt(((r1-x)^2)+(LP^2));

R21P=sqrt(((-p1-x)^2)+((2*Y+LP)^2)); R22P=sqrt(((-p2-x)^2)+((2*Y+LP)^2)); S21P=sqrt(((-q1-x)^2)+((Y+LP)^2)); S22P=sqrt(((-q2-x)^2)+((Y+LP)^2)); T21P=sqrt(((-r1-x)^2)+(LP^2)); T22P=sqrt(((-r2-x)^2)+(LP^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji

sdtR11=asin((p2-x)/R11P); sdtR12=asin((p1-x)/R12P);


(2)

sdtS11=asin((q2-x)/S11P); sdtS12=asin((q1-x)/S12P); sdtT11=asin((r2-x)/T11P); sdtT12=asin((r1-x)/T12P); sdtR21=asin((-p1-x)/R21P); sdtR22=asin((-p2-x)/R22P); sdtS21=asin((-q1-x)/S21P); sdtS22=asin((-q2-x)/S22P); sdtT21=asin((-r1-x)/T21P); sdtT22=asin((-r2-x)/T22P); T=linspace(0,0.03,4000); disp(' ');

disp('Pilih Tipe Konfigurasi Yang Akan Dihitung Kuat Medan Efektif-nya');

disp(' ')

disp('Pilihan');

disp('---');

disp('1.Tipe konfigurasi RST-RST'); disp('2.Tipe konfigurasi RST-RTS'); disp('3.Tipe konfigurasi RST-SRT'); disp('4.Tipe konfigurasi RST-STR'); disp('5.Tipe konfigurasi RST-TRS'); disp('6.Tipe konfigurasi RST-TSR'); disp('7.Selesai');

disp('---');

pilih=input('Pilihan anda (1,2,3,4,5,6,7):?'); disp('---');

while pilih ~=7 switch pilih case 1

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS2=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i); ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i);


(3)

ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 2

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VT2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T));

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i); ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i); ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 3

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);


(4)

VT2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i); ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i); ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 4

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VS2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VT2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i);


(5)

ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i); ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 5

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VS2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VT2=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i); ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i); ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 6

%Tegangan tiap fasa

VR1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3); VS1=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);


(6)

VT1=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VR2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)+(2*pi)/3); VS2=(V*sqrt(2/3))*sin(W*T);

VT2=(V*sqrt(2/3))*sin((W*T)-(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11=VR1/(R11P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER12=VR1/(R12P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES11=VS1/(S11P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12=VS1/(S12P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11=VT1/(T11P*log((LP+b)/R)); ET12=VT1/(T12P*log((LP+b)/R));

ER21=VR2/(R21P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ER22=VR2/(R22P*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES21=VS2/(S21P*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22=VS2/(S22P*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21=VT2/(T21P*log((LP+b)/R)); ET22=VT2/(T22P*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular

ER11_rec=ER11*(sin(sdtR11)-(cos(sdtR11))*1i); ER12_rec=ER12*(sin(sdtR12)-(cos(sdtR12))*1i); ES11_rec=ES11*(sin(sdtS11)-(cos(sdtS11))*1i); ES12_rec=ES12*(sin(sdtS12)-(cos(sdtS12))*1i); ET11_rec=ET11*(sin(sdtT11)-(cos(sdtT11))*1i); ET12_rec=ET12*(sin(sdtT12)-(cos(sdtT12))*1i); ER21_rec=ER21*(sin(sdtR21)-(cos(sdtR21))*1i); ER22_rec=ER22*(sin(sdtR22)-(cos(sdtR22))*1i); ES21_rec=ES21*(sin(sdtS21)-(cos(sdtS21))*1i); ES22_rec=ES22*(sin(sdtS22)-(cos(sdtS22))*1i); ET21_rec=ET21*(sin(sdtT21)-(cos(sdtT21))*1i); ET22_rec=ET22*(sin(sdtT22)-(cos(sdtT22))*1i);

Etot=abs(ER11_rec+ER12_rec+ES11_rec+ES12_rec+ET11_rec+ET12_rec+ER21_ rec+ER22_rec+ES21_rec+ES22_rec+ET21_rec+ET22_rec);

plot(T,Etot,'LineWidth',2),xlabel('Waktu (s)'),ylabel('E (kV/m)'),grid on;

pause;

case 7 return otherwise

disp('Pilihan anda tidak ada....'); pause;

end

disp('PILIHAN');

disp('---');

disp('1.Tipe konfigurasi RST-RST'); disp('2.Tipe konfigurasi RST-RTS'); disp('3.Tipe konfigurasi RST-SRT'); disp('4.Tipe konfigurasi RST-STR'); disp('5.Tipe konfigurasi RST-TRS'); disp('6.Tipe konfigurasi RST-TSR'); disp('7.Selesai');

disp('---');

pilih=input('Pilihan anda (1,2,3,4,5,6,7):?'); disp('---');

end end