Insan Kamil Konsep tentang Manusia 1. Penciptaan Manusia

Kesempurnaan manusia dipandang sebagai realisasi setiap kualitas dari wujud yang tersembunyi di dalam bentuk nama-nama keTuhanan. Oleh karena itu manusia dipandang sebagai pengesahan penuh atas perwujudan nama-nama ketuhanan, yaitu jamal dan jalal. Dengan demikian semua kualitas wujud secara manusiawi mewujud dalam keseimbangan dan harmoni yang sempurna. 41 Oleh karena itu manusia adalah ciptaan Tuhan yang memiliki kesempurnaan tersendiri. Ia adalah satu-satunya cermin Tuhan yang paling bening, karena kejadiannya terdiri dari semua nama-Nya. Ia adalah baru sekaligus azali. Baru ditinjau dari aspek badaniahnya yang berupa jasad, dan azali ditinjau dari aspek ilahiahnya berupa ruh. Alam diciptakan Tuhan agar Ia diketahui atau dikenal melaluinya. Ini merupakan tujuan penciptaannya. Tetapi, tujuan tersebut tidak akan tercapai, kecuali melalui penciptaan manusia, dalam arti, manusia adalah penyebab bagi adanya alam.

2. Insan Kamil

Konsep insan kamil dalam pandangan Ibn al-Arabi bertolak pada pandangannya bahwa alam semesta merupakan cermin bagi Tuhan. Tuhan adalah esa, tetapi bentuk gambaran dari diri-Nya yang tercermin pada alam semesta banyak jumlahnya, sebanyak pencerminan alam semesta itu sendiri terhadap bentuk dan gambar-Nya. Cermin paling sempurna bagi Tuhan adalah insan kamil, ia 41 William C. Chittick, Tuhan Sejati dan Tuhan-Tuhan Palsu, h. 58 memantulkan semua nama dan sifat Tuhan, sedangkan makhluk-makhluk lain hanya memantulkan sebagian nama dan sifat itu. Pandangan tersebut sesuai dengan teori Ibn al-Arabi tentang tafadhul, yaitu keadaan bahwa sebagian makhluk melebihi sebagian yang lain. Tafadhul menunjukkan adanya hierarki, baik pada nama-nama Tuhan, maupun pada makhluk- makhluk-Nya. Intensitas penampakan nama-nama Tuhan pada masing-masing makhluk untuk menerima penampakan itu, dan manusia adalah makhluk yang memiliki kesiapan paling besar dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya untuk menerima penampakan nama-nama Tuhan. 42 Oleh karena itu, insan kamil merupakan miniatur dari realitas ketuhanan dalam tajalli-Nya pada alam semesta. Berdasarkan hal tersebut, Ibn al-Arabi menyebutnya sebagai al-alam al-kabir makrokosmos. Esensi insan kamil merupakan cermin dari esensi Tuhan; jiwanya sebagai gambaran dari al-nafs al- kulliyah jiwa universal; tubuhnya mencerminkan arasy; pengetahuannya mencerminkan pengetahuan Tuhan; hatinya berhubungan dengan bayt al-mamur; kemampuan mental spiritualnya terkait dengan malaikat; daya ingatnya terkait dengan saturnus zuhal; daya inteleknya terkait dengan Jupiter al-musytari; dan lain sebagainya. 43 42 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 126-127 43 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, Jakarta: Paramadina, 1997, cet. I, h. 56 Insan kamil merupakan sosok manusia yang berfisik-biologis sama dengan manusia pada umumnya, tetapi memiliki kualitas rohaniah yang unggul dan paling sempurna dibanding manusia pada umumnya. Keunggulan rohaniah ini karena ia dibekali pengetahuan esoterik yang unggul. Pengetahuan ini dinamakan dengan ‘ilm al-asrar pengetahuan rahasia atau ‘ilm al-ladunni pengetahuan kudus, atau sering juga disebut ‘ilm al-ghayb ilmu gaib. Pengetahuan ini merupakan bentuk dari pengetahuan yang ditiupkan Ruh Kudus ke dalam hati para Nabi dan Wali. Mereka adalah manusia yang memiliki jiwa yang bersih dari hawa nafsu dan ikatan badaniah. Mereka pun dapat mengetahui realitas-realitas segala sesuatu. Mereka juga mengetahui Allah dari segi tajalli-Nya kepadanya, bukan dari segi nalar rasionalnya. Mereka mengetahui Allah dengan menyingkap intuitif kasyf dan rasa dzawq, bukan dengan akal ‘aql semata. 44 Menurut Ibn al-‘Arabi insan kamil dijadikan makhluk yang tertinggi dan paling dihormati. Ia dijadikan sebab bagi terciptanya alam dan ia pun dijadikan sebagai wakil khalifah Tuhan untuk memelihara, menguasai, mengawetkan, dan mempertahankan alam sebagai suatu prinsip kosmos. 45 44 Sumanta, Insan Kamil dalam Perspektif Tasawuf Ibn al-‘Arabi, Tesis S2 Fakultas Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, h. 21. 45 A. E. Afifi,. Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabit, h. 121. Ibn al-‘Arabi menyatakan: ﷲا ـ ﺔ ﺎـــ او ﺔ ا ﺔ ﺎﻜ ا ةﻮ ا ﺎﻜ ا ن ﺎﺴ ا نﻮﻜ و ﺎ ﻰ رﻮ و ﺰ و ﺔ ا اﺬه ةﺎــﺸ لﺮ ا اﺬه ﺎ ا ﻰ نﺎــﺴ ﻹا ﻮه ﺎ ناﻮ نﺎــﺴ إ ﻮه ﺎ نﺎــﺴ ﻹا ﺪ ﺮ ﺎ ﺴ و ه ﺎﺴ ﻹﺎ و ﺔ و ﺔ نﺎﺴ إ آ ﺎ و ﺎﻜ ا ةرﻮ ا ﺔ او ﺎ ﺪ ﺔ ﺲ ناﻮ ا نﺎﺴ ﻹا نﺈ ﺮ ا إ 46 Karena wujud manusia sempurna adalah menurut gambar Tuhan, maka ia berhak menerima khalifah dan kewakilan dari Allah ta’ala di alam. Mari kita teruskan pada bagian ini timbulnya khalifah, kedudukannya, dan gambar hakikatnya. Kita tidak mengartikan hanya manusia binatang belaka, tapi dengan manusia dan khlifah. Dengan kemanusiaan dan khalifah, ia berhak menerima gambar dan kesempurnaan. Setiap manusia bukanlah khalifah, manusia binatang benar-benar bukanlah khalifah . 47 Manusia yang dapat memantulkan gambar Tuhan adalah insan kamil. Untuk itu ia dijadikan khalifah oleh Tuhan. Manusia yang tidak dapat memantulkan gambar Tuhan bukanlah manusia sempurna. Dan mereka tidak dapat dijadikan khalifah Tuhan. Khalifah yang dimaksudkan Ibn al-‘Arabi adalah tidak semata-mata pemimpin yang menduduki suatu kekuasaan khalifah zahiriah, tetapi ia merupakan manifestasi nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diaplikasikan pada kehidupan di dunia secara nyata khalifah bathiniyah. Tujuan mutlak insan kamil adalah sebagai wadah tajalli Tuhan secara sempurna. 48 Al-Jili dan Ibn al-’Arabi mempunyai kesamaan pandangan tentang kedudukan insan kamil sebagai khalifah Tuhan yang menjadi asas, penyebab, dan pelestari 46 Ibn Arabi, Fusus al-Hikam, h. 199. 47 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 133. 48 Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 130. eksistensi alam semesta. Lebih jauh, al-Jili menguatkan kedudukan itu dengan mengemukakan alasan bahwa hanya pada diri manusia terdapat tujuh daya rohaniah yang dapat membuat alam ini menjadi eksis dan lestari. ketujuh daya itu merupakan aspek-aspek dari nur Muhammad. Daya-daya ruhaniah itu adalah: hati qalb, akal ’aql, estimasi wahm, meditasi himmah, pikiran fikr, fantasi khayal, dan jiwa nafs. Dengan tujuh daya ruhaniah itu insan kamil yang merupakan identifikasi hakikat Muhammad menjadikan alam ini tetap eksis dan lestari. 49 Insan kamil memiliki posisi yang sangat penting pada konsep tajalli Tuhan, karena dengan insan kamil Tuhan dapat memanifestasikan semua nama-nama-Nya. Ia dapat melihat citra diri-Nya secara sempurna. Ia pun dapat memelihara, melestarikan, dan menyayangi alam melalui insan kamil yang dijadikan khalifah pengganti Tuhan. Bagi alam, manusia sempurna adalah penghubung dengan Tuhan, karena satu- satunya makhluk yang dapat berhubungan secara sempurna adalah manusia. Ia dapat berkasih sayang, bercinta dan meminta kepada-Nya, karena ia diberi pengetahuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, baik pengetahuan zhahir maupun pengetahuan batin. Baik pengetahuan eksoterik maupun pengetahuan esoterik. Inilah yang dijadikan modal bagi al-insan al-kamil untuk menjadikan khalifah guna menguasai, melestarikan, melindungi, dan merawat alam, serta berhubungan, bercinta kasih, dan meminta kepada Tuhan-Nya. 49 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, h. 155. Menurut al-Ghazali insan kamil manusia paripurna adalah manusia yang bisa mencapai tujuan hidupnya, yaitu ma’rifahila Allah. Tujuan hidup manusia adalah kesempurnaan jiwanya, yang bisa mengantarkan pada ma’rifah. Dengan demikian kesempurnaan manusia terkait dengan substansi esensialnya, yaitu al-nafs jiwa. Karena jiwa mempunyai sifat dasar mengetahui yang bisa mencapai puncak pengetahuan tertingginya, ma’rifah kepada Tuhan. 50 Insan kamil adalah manusia yang memiliki pengetahuan yang pasti dan meyakinkan. Ia menerima dari Tuhan dengan cahaya illahi-Nya melalui jalan yang diridai-Nya, karena pengetahuan ini adalah bentuk dari karunia-Nya yang diperoleh melalui penyucian rohani. Maka, mereka diberikan derajat oleh Allah sebagai wali, dan mereka diberikan kedudukan yang spesial oleh Allah dengan sebutan “quthb” poros, karena ia adalah poros dan sumber pengetahuan esoterik yang tidak habis- habisnya. Kedudukan itu semua secara potensial dapat dicapai oleh seorang manusia dengan melalui jalan yang sangat berat dan susah payah, karena untuk mencapai insan kamil seorang manusia harus berusaha dan selalu konsekuen dengan jalan yang ditempuh dan jalan itu dilaksanakan melalui cara berakhlak dengan akhlak Allah. Akhlak yang baik adalah semua yang telah diajarkan Rasulullah berupa syari’at yang telah diturunkan kepadanya, maka kewajiban seorang manusia untuk mencapai insan kamil adalah dengan menjalankan syari’at, karena menurut Ibn al-‘Arabi syari’at adalah timbangan dan pemimpin. Untuk itu syari’at merupakan jalan kebahagiaan. Ia 50 M. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 h.82. adalah petunjuk dari Allah untuk dijadikan jalan bagi para penempuh kebenaran dan kebahagiaan sejati. Untuk mencapai derajat insan kamil pada perjalanan selanjutnya adalah mengembangkan aktifitas syar’iyyah, dan mengintensifkan amalan-amalan wajib, sunnah dan meninggalkan bentuk keharaman, makruh dan syubhat. Ini merupakan suatu bentuk ritualitas yang harus selalu dilakukan untuk mencapai ridlo dan cinta Tuhan. Ritual-ritual tersebut terlaksana melalui beberapa maqam station yang diartikan sebagai usaha dan mendapatkan anugerah berupa hal.

BAB III KONSEP MANUSIA MENURUT RANGGAWARSITA