Pencocokan Citra Digital Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet

Lestya Dila Rahma : Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet, 2010. cabang ilmu. Seperti di antaranya optik, elektronik, matematika, fotografi, dan teknologi komputer. Beberapa faktor menyebabkan perkembangan sistern image processing menjadi berkembang lebih pesat saat ini. Salah satu yang utama adalah penurunan biaya akan peralatan komputer yang dibutuhkan. Kedua peralatan unit processing dan bulk strorage menjadi semakin murah dari tahun ke tahun. Faktor kedua adalah peningkatan tersedianya peralatan untuk proses digital dan tampilan gambar. Berbagai bidang telah banyak menggunakan aplikasi dari image processing baik di bidang komersial, industri, dan medis. Bahkan bidang militer telah menggunakan perkembangan dunia digital image processing ini. Pada umumnya tujuan dari image processing adalah mentransformasikan atau menganalisis suatu gambar sehingga informasi baru tentang gambar dibuat lebih jelas. Ada banyak cara yang dapat diaplikasikan dalam suatu operasi image processing, hampir sebagian besar dalam bentuk optikal. Gambar optikal dikonversikan menjadi sinyal elektrik dengan menggunakan kamera video atau peralatan lain sejenisnya. Konversi ini mengubah representasi gambar dari suatu cahaya optik menjadi sinyal elektrik kontinyu. Sinyal elektrik ini disebut sinyal analog. Lebih lanjut, gambar analog dapat didigitalkan dan berubah menjadi data digital. Operasi pada sistem image processing dapat diaplikasikan pada suatu gambar dengan bentuk optikal, analog, atau digital.

2.3 Pencocokan Citra Digital

Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri digital yang lebih praktis, murah, dan otomatis. Proses otomatisasi pada fotogrametri digital ditujukan untuk mengurangi proses pengambilan informasi dalam rangkaian kerja fotogrametri. Identifikasi titik sekawan pada fotogrametri digital dapat dilakukan dengan otomatis menggunakan metode pencocokan citra image matching. Problem dalam otomatisasi sistem fotogrametri digital adalah sulit untuk mengidentifikasi titik sekawan secara otomatis pada citra homogen yang bertampalan. Pekerjaan mencocokan titik sekawan dalam fotogrametri analog membutuhkan seorang operator yang memiliki keahlian khusus untuk Lestya Dila Rahma : Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet, 2010. mengenali karakteristik kesamaan citra kiri dan kanan pada pasangan foto stereo. Otomatisasi pencocokan citra fotogrametri digital diharapkan menjadi solusi terhadap masalah campur tangan dan kelelahan operator sehingga faktor ketelitian dan kecepatan dapat ditingkatkan. Pencocokkan citra adalah dasar proses otomatisasi pada rangkaian proses fotogrametri. Pencocokan citra dapat diaplikasikan untuk orientasi dengan menentukan tanda tepi secara otomatis antara foto yang memiliki tanda tepi fiducial marks dan bagian citra lain yang bertampalan sehingga menghasilkan posisi yang ideal dari tanda tepi tersebut. Pencocokan citra juga dapat digunakan dalam proses orientasi relatif untuk menentukan titik sekawan sebanyak minimal lima titik pada citra yang bertampalan dengan mencocokkan matriks pada citra kiri dengan titik sekawan pada citra kanan. Titik sekawan tersebut didefinisikan pada dua foto udara yang bertampalan sebagai titik indikator untuk mengetahui kelaikan model 3D hasil orientasi relatif. Pencocokan citra dalam orientasi absolut berperan dalam pengukuran titik kontrol utama dengan menghasilkan bagian citra lainnya citra kanan dari titik utama dibandingkan dengan bagian kecil dari foto udara. Pencocokan citra juga digunakan untuk menghasilkan citra dengan mengotomatisasi serangkaian titik objek pada citra dipilih dalam satu bentuk citra grid teratur untuk dipasangkan dengan serangkaian titik pada citra sebelahnya. Metode pencocokan citra yang banyak dipakai untuk keperluan proses fotogrametri adalah berbasis area area-based dan berbasis unsur feature-based. Metode berbasis area menggunakan komposisi nilai derajat keabuan gray level citra sebagai sampel yang akan diuji dalam penelitian. Metode area based matching digunakan dalam penelitian ini karena merupakan metode yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil pencocokan yang relatif cepat Ilham, 2007. Metode ini juga memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk area yang memiliki tekstur baik dan unik, dan pada beberapa kasus tingkat akurasi dari kecocokan dapat dinyatakan kuantitasnya dalam unit metrik. Area based matching pada dasarnya membandingkan nilai derajat keabu-abuan gray level suatu bentuk kecil matriks citra dimana pusat matriksnya merupakan lokasi gray value dari titik yang akan dicocokkan. Proses pengidentifikasian titik sekawan dilakukan dengan cara memilih titik di citra kiri pada objek yang mudah dikenal. Titik yang dipilih tersebut dibandingkan Lestya Dila Rahma : Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet, 2010. dengan titik citra di kanan pada objek yang sama di citra kiri. Pusat subcitra tersebut merupakan lokasi nilai keabu-abuan dari titik yang akan dicocokkan. Sampel titik diambil dari citra pada sistem koordinat lokal dalam bentuk posisi kolom-baris. Pada pencocokkan citra berbasis area, setiap titik yang akan dicocokkan adalah pusat dari sebuah jendela pixel yang kecil pada citra acuan, dan jendela ini dibandingkan dengan jendela yang lain pada citra pencarian dengan ukuran tertentu. Ukuran kecocokkan dilihat dengan kecilnya perbedaan nilai yang dihasilkan. Keunikan objek merupakan penentu keberhasilan pencocokan citra. Salah satu penentu keunikan objek adalah ukuran subcitra acuan SCA. Semakin besar ukuran subcitra acuan, detail yang merupakan bagian dari objek semakin banyak. Ketika ukuran citra acuan diperbesar dapat dilihat adanya keunikan lain dari area yang dikategorikan mewakili jenis objek. Keunikan tersebut dapat berupa objek yang berbeda dan memiliki nilai kecerahan yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut, rentang nilai kecerahan citra acuan akan melebar sehingga nampak semakin heterogen Putra, 2008. Proses pencocokan citra diasumsikan berhasil jika diperoleh nilai korelasi ≥ 0.7. Dengan memperbesar ukuran subcitra acuan, akan diperoleh karakteristik objek yang makin unik sehingga nilai korelasi akan meningkat dan mendukung tercapainya keberhasilan pencocokan citra. Dengan adanya keunikan tersebut, pencarian area paling berkorelasi dapat lebih mudah dan terhindar dari kesalahan posisi pusat area yang paling berkorelasi. Keunikan yang dimaksud dapat objek tersebut memiliki sebagian area heterogen. Secara umum, makin besar ukuran citra acuan, makin banyak keunikan objek yang terlihat sehingga makin besar pula rentang nilai kecerahan citra acuannya. Teknik mengevaluasi pencocokan citra berbasis area adalah dengan menggunakan teknik korelasi maksimal. Nilai korelasi yang dihasilkan bertujuan untuk mengukur derajat kesamaan antara dua atau lebih citra foto yang bertampalan. Citra pertama adalah subcitra acuan pada citra kiri sedangkan subcitra kedua merupakan subcitra pencarian SCP yang dibatasi oleh citra pencarian CP di dalam citra foto kedua. Proses pencocokan citra berlangsung semi otomatis, posisi titik awal diambil secara manual untuk citra kiri dan citra kanan. Titik tengah SCA dan CP menjadi pusat dari area citra yang akan dicari. Nilai pergeseran maksimum SCA pada CP digunakan persamaan 1, nilai berguna dalam algoritma pencocokan citra tahap selanjutnya. Lestya Dila Rahma : Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet, 2010. D m,n = CP m,n -SCA m,n +1 dengan m = baris dan n = kolom. Gambar 2.1. Subcitra Acuan dan Subcitra Pencarian Subcitra pencarian akan bergerak dalam citra pencarian, kemudian dihitung nilai korelasi SCA dan semua SCP pada CAP dan nilai korelasi antarkedua citra mempunyai rentang nilai 0 sampai +1 0 ≤ ≤ 1. Secara umum nilai pembatas dari nilai koefisien korelasi adalah lebih besar atau sama dengan 0.7 atau 70 yang dinyatakan cocok atau derajat kesamaannya tinggi. Sampel citra berupa komposisi nilai keabuan array citra yang akan diuji derajat kecocokannya dihitung melalui suatu persamaan matematis untuk kemudian disimpan sebagai nilai korelasi. Metode korelasi dari pencocokan citra berkerja dengan memilih CA dari citra kiri berdasarkan karakteristik tertentu dan jarak objekarea dari titik utama citra untuk dicocokan, dan pencarian posisi yang sekawan akan dilakukan oleh jendela yang bergerak subcitra pencarian pada cita pencarian dari citra kanan. Subcitra Pencarian Lestya Dila Rahma : Pengenalan Wajah Berdasarkan Pengolahan Citra Digital Dengan Metode Gabor Wavelet, 2010. Gambar 2.2 Hubungan Citra Foto, SCA, dan CP

2.4 Transformasi Domain Citra