keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll. Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan tentang
penyakit dan mutu pelayanan kesehatan Depkes RI, 2005. Pengobatan infeksi kuman tahan asam masih merupakan persoalan dan
tantangan dalam bidang kemoterapi. Menurut Zubaidi 1995, faktor yang mempersulit pengobatan ialah :
1. Kurangnya daya tahan hospes terhadap mikobakteria
2. Kurangnya daya bakterisid obat yang ada
3. Timbulnya resistensi kuman terhadap obat, dan
4. Masalah efek samping obat.
Obat Anti Tuberkulosis OAT yang sering digunakan dewasa ini adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol. Semua obat ini bersifat
bakterisid, kecuali Etambutol yang bersifat bakteriostatik Suryatenggara, 1990.
2.2 Isoniazid Ditjen POM, 1979
Piridina-4-karboksil-hidrazida
Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa agak pahit; terurai perlahan-lahan oleh udara dan cahaya.
Kelarutan : mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol 95 P sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Universitas Sumatera Utara
Rumus Molekul RM : C
6
H
7
N
3
O Bobot Molekul BM
: 137,14
2.3 Farmakokinetika Isoniazid
Derivat asam isonikotinat ini berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap Mikobakterium tuberkulosis dalam fase istirahat dan bersifat bakterisid
terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Isoniazid masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting terhadap berbagai tipe tuberkulosa dan selalu dalam bentuk
multipel terapi dengan rifampisin dan pirazinamida Tjay dan Rahardja, 2002. Isoniazid langsung diserap dari saluran cerna. Pemberian dosis oral
sebesar 300 mg 5 mgkg untuk anak-anak menghasilkan konsentrasi plasma puncak 3-5 µgml dalam 1-2 jam. Isoniazid langsung berdifusi secara cepat dalam
darah ke seluruh cairan tubuh dan jaringan Chambers, 2004. Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam
nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat mycolic acid yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium Tjay
dan Rahardja, 2002. Efek sampingnya pada dosis normal 200-300 mg sehari jarang dan
ringan gatal-gatal, ikterus, tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg . Yang terpenting adalah polineuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang dan
gangguan penglihatan. Penyebabnya adalah persaingan dengan piridoksin yang rumus kimianya mirip INH. Perasaan tidak sehat, letih dan lemah, serta anoreksia
adalah lazim pula. Guna menghindari reaksi toksis ini biasanya diberikan vitamin
Universitas Sumatera Utara
B
6
piridoksin 10-20 mg sehari bersama vitamin B
1
aneurin 100 mg Tjay dan Rahardja, 2002.
Resistensi dapat timbul agak cepat bila digunakan sebagai obat tunggal, tetapi resistensi silang dengan obat-obat TBC lainnya tidak terjadi Tjay dan
Rahardja, 2002. Pengobatan dengan OAT dulu biasanya hanya berupa pemberian obat
tunggal dan hanya dalam waktu yang singkat. Hasilnya ternyata kurang memuaskan karena banyak dijumpai kekambuhan disebabkan masalah resistensi.
Muncul pemikiran untuk memperpanjang waktu pengobatan untuk mengurangi kekambuhan serta menggunakan kombinasi obat untuk mencegah timbulnya
resistensi Zubaidi, 1995.
2.4 Monitoring Kadar Terapeutik Obat