.Waktu dan Lokasi Penelitian tanah kayu lapuk daun dan kotoran hewan Indeks Nilai Penting

perbandingan antara bulan kering dengan curah hujan kurang dari 60 mm dan bulan basah curah hujan lebih dari 100 mm kawasan Tangkahan bertipe iklim B.

3.1.4. Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian vegetasi yang umum ditemukan yaitu kelompok Pteridophyta diantaranya dari family Aspleniaceae dan Polypodiaceae, kelompok Monocotyledonae yaitu family Araceae, dan kelompok Dicotylidonae yaitu family Anacardiaceae, Burseraceae, Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Leguminoceae, Rubiaceae, dan Sapindaceae.

3.2 .Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan mulai dari awal bulan Pebruari sampai dengan bulan April 2010 di kawasan ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Lauser TNGL Sumatera Utara. Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.3. Alat dan Bahan

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kompas, peta lokasi, altimeter, keranjang pastik, kertas minyak, botol selai, parang, pisau kecil, label, sekop tangan, dan sarung tangan. Beberapa alat lainnya yaitu : Kamera SLR dengan lensa dan peralatan pencahayaan yang mendukung skala pengukuran, kertas Universitas Sumatera Utara hitam putih, cawan petri dan lup. Alat-alat untuk pengukuran faktor fisik kimia, seperti : termometer udara, termometer tanah, higrometer, lux meter, soil tester, dan soil humidity tester, catatan lapangan, dan buku-buku identifikasi antara lain : Largent Thier 1977; Kibby 1992; Arora 1996; Alan, et al., 1997 dan Nurtjahya Widhiastuti 2009. Alat-alat yang juga diperlukan dalam pengawetan spesimen antara lain : kotak yang lebar dengan kawat kasa di bagian atas, Bohlam 60 atau 100 watt, botol selai dan plastik kedap udara. 3.3.Pelaksanaan Penelitian 3.3.1. Penelitian di Lapangan Penelitian menggunakan metode survey eksploratif Ilhartuti, 2001. Penentuan petak penelitian dilakukan dengan purposive sampling pada 3 trail yang ada. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 petak yakni petak I terdapat pada trail famili, petak II terdapat pada trail 2 dan petak 3 terdapat pada trail 3 dengan ukuran masing- masing petak 20 x 100 Meter. Penjelajahan dilakukan di seluruh petak. Pengamatan dan pengoleksian di lakukan di sepanjang petak dan secara berkala setiap 2 minggu sekali. Pengamatan dilakukan selama ± 3 bulan dari awal bulan Pebruari sampai April 2010. Total jumlah kunjungan selama penelitian sebanyak 3 kali. Jamur makroskopis yang ditemui di lokasi, pertama sekali dilakukan pemotretan dengan menyertakan skala pengukur. Selanjutnya dicatat data jamur dari penampakan fisik secara umum Universitas Sumatera Utara dan mendetail. Data faktor fisik selama penelitian juga diukur meliputi : suhu udara, kelembaban, altitude, intensitas cahaya, dan pH. Jika memungkinkan, objek langsung identifikasi di lapangan. Tetapi jika tidak, maka objek harus dikoleksi. Dalam tahap pengoleksian jamur diambil dengan hati-hati agar didapatkan tubuh buahnya secara utuh, kemudian dibungkus dengan kertas minyak warna putih, diberi label, dan diletakkan dalam keranjang dengan susunan jamur keras dan berat diletakkan di bagian bawah. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk proses kerja yang tidak mungkin dilakukan di lapangan, untuk kemudian diidentifikasi dengan memakai buku acuan identifikasi jamur makroskopis. Selanjutnya dilakukan pengoleksian. Menurut Rugayah, et al., 2004 beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat koleksi jamur antara lain : a Jamur diambil dengan mencabut secara keseluruhan bagian badan buah tudung buah, bilah dan tangkai dan mewakili seluruh pase pertumbuhan dari yang muda sampai tua untuk mengetahui variasi yang ada. Foto dapat diambil di habitat asli atau di laboratorium. b Agar tetap dalam kondisi baik, jamur ditempatkan dalam kotak koleksi dan menutupnya rapat- rapat agar penguapan tidak terjadi. c Pencatatan karakter makroskofis dilakukan pada saat jamur dalam keadaan segar, sedangkan karakter mikroskofis dilakukan pada spora. Spora yang diamati di bawah mikroskop meliputi warna, bentuk, dan ukuran spora. Universitas Sumatera Utara d Warna spora dapat dicatat pada saat jamur dalam kondisi segar dan dilakukan dengan cara memotong tudung buah dan ditempatkan pada kertas hitam putih. Tudung buah ditutup agar kelembaban tetap terjaga dan spora akan jatuh pada kertas hitam putih. Warna spora dapat dilihat 5-24 jam kemudian. e Proses pengeringan dilakukan setelah pencatatan makroskopis lengkap. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang bagus jamur dikeringkan dengan menggunakan oven sampai jamur benar-benar kering. Setelah sampai di laboratoirum kertas koran dibuka dan jamur dipindahkan ke kotak-kotak penyimpanan. Jamur dibungkus dengan kertas koran sebelum dimasukkan dalam kotak penyimpanan. Kotak harus ditutup dengan rapat untuk menghindari serangga atau hewan lain. Label yang berisikan informasi marga, tempat koleksi, dan tanggal pengambilan koleksi harus ditempel diatas kotak penyimpanan. f Kotak-kotak yang berisi jamur kering disimpan berdasarkan abjad marga. Kemudian disimpan dalam lemari lemari penyimpan. g Identifikasi jamur dilakukan setelah karakter makroskopis dan mikroskopis dicatat lengkap. Kombinasi antara karakter makroskopis dan mikroskopis yang ada dan penelusuran yang tepat, akan menghasilkan identifikasi yang benar.

3.3.2. Penelitian di Laboratorium

Spesimen yang tidak teridentifikasi di lapangan disimpan di lemari pendingin untuk mencegah kerusakan spesimen. Spesimen diidentifikasi di laboratorium Universitas Sumatera Utara Ekologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Diamati karakteristik mikroskopik dan makroskopik spesimen jamur tersebut. Pengamatan karakteristik mikroskopik dilakukan pada spora. Spora yang diamati di bawah mikroskop meliputi warna, bentuk dan ukuran spora. Karakteristik makroskopik yang diamati adalah bentuk tubuh buah secara umum dan mendetail. Tahap selanjutnya adalah pengeringan spesimen. Pengeringan bisa dijemur di bawah sinar matahari langsung atau diletakkan diatas kawat kassa yang di bawahnya diberi pemanas berupa lampu bohlm 60 atau 100 watt sampai spesimen benar-benar kering dan selanjutnya disimpan di dalam plastik kedap udara sebagai spesimen awetan. 3.4. Analisis Data 3.4.1. Kerapatan Kerapatan Mutlak KM = Kerapatan Relatif KR = x100 Kerapatan mutlak suatu jenis Jumlah total kerapatan mutlak Seluruh jenis Jumlah individu suatu jenis Luas Plot contoh Plot pengamatan Universitas Sumatera Utara

3.4.2. Frekuensi

Frekuensi Mutlak FM = Frekuensi Relatif FR = x100

3.4.3. Indeks Nilai Penting INP

= KR + FR

3.4.4. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’

∑ = − = S i pi pi H 1 ln Dengan : H’ = indeks keanekaragaman Shannon-wiener Pi = niN perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan seluruh jenis Ln = logaritma natural Frekuensi suatu jenis Frekuensi total seluruh jenis Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Jumlah seluruh plot pengamatan Universitas Sumatera Utara

3.4.5. Indeks Kemerataan

Keterangan : E = Indeks kemerataan H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-wiener H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S S = Jumlah Genusspesies

3.4.6. Indeks Kesamaan

Indeks kesamaan atau index of similarity IS kadang-kadang diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa lokasi atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan dari dua komunitas atau unit sampling yang dibandingkan. Untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus sebagai berikut Indriyanto, 2006. B A C IS + = 2 Keterangan : IS = indeks kesamaan C = jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua komunitas A = jumlah spesies di dalam komunitas A B = jumlah spesies di dalam komunitas B maks H H E = Universitas Sumatera Utara

3.4.7. Tempat tumbuh jamur

Tempat tumbuh jamur dianalisis berdasarkan acuan dari Retnowati 2004 sebagai berikut:

a. tanah

b. kayu lapuk

c. daun

d. dan kotoran hewan

e. jamur yang telah membusuk.

3.4.8. Analisis Korelasi

Analisis Korelasi Menggunakan Analisis Korelasi Keanekaragaman Jenis dengan faktor fisik intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan kimia pH dengan Software SPSS versi 16. Universitas Sumatera Utara memiliki tudung. Jenis-jenis jamur makroskopis yang ditemukan di ekowisata Tangkahan dapat dilihat pada Tabel 3. Famili Tricholomataceae dapat dikenali dengan beberapa ciri khas, seperti jamur dengan basidia yang pendek, dan tanpa spaerocyst. Ditambahkan oleh Retnawati 2004 famili Tricholomataceae merupakan jamur saprofit yang hidup pada organisme mati. Jenis Trcholomataceae yang ditemukan di ekowisata Tangkahan sebagian besar dijumpai di serasah. Rata-rata ketebalan serasahnya 17 cm. Spora print famili Tricholomataceae biasanya berwarna putih terkadang berwarna putih susu, abu-abu, merah muda atau kekuningan, memiliki tonjolan atau polos, terkadang memiliki amilum dan tidak. Selain Tricholomataceae, Polyporaceae juga merupakan famili dengan jumlah jenis terbesar, yaitu 18 spesies. Famili ini memiliki bentuk seperti kipas, keras, memiliki variasi warna, dan biasanya melekat pada batang pohon. Menurut Arora 1996, Polyporaceae merupakan salah satu kelompok terbesar yang memiliki banyak warna, bentuk dan ukuran. Polypores kebanyakan tumbuh pada kayu. Tubuh buahnya berkayu, tebal dan kasar. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Jenis Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 3 1. Ascomycetes Pezizales Pezizaceae Plectania sp. - - + 2. Sarcoscyphaceae Sarcoscypha coccinea + - - 3. Xylariales Xylariaceae Xylaria polymorpha + - - 4. Xylaria hypoxylon - - + 5. Xylaria sp1. + - + 6. Xylaria sp2. - - + 7. Basidiomycetes Agaricales Boletaceae Boletus sp. - - + 8. Suillus granularis - + - 9. Chantarellaceae Cantharellus sp. - + - 10. Clavariaceae Ramariopsis lunzei - - + 11. Coprinaceae Coprinus atramentarius + - - 12. Coprinus diseminatus - + + 13. Coprinus micaceus - - + 14. Panaeolus campanularis + + - 15. Cortinaceae Crepidotus herbarum + + - 16. Crepidotus variabilis + + - 17. Hygroporaceae Hygrocybe sp. + + - 18. Hygrocybe conica - - + 19. Hymenogastraceeae Hebeloma crustuliniforme + - - 20. Lepiotaceae Lepiota cristata + - - 21. Lepiota pseudohelveola - - + 22. Lepiota sequoirum - - + 23. Lepiota sp. + + - 24. Leucocoprinus fragillimus + - - 25. Nidulariaceae Cyathus striatus + - - 26. Paxillaceae Paxillus involutrus - - + 27. Russulaceae Amanita sp. + - - 28. Lactarius glaucescens - + - 29. Russula albidula - - + 30. Strophariaceae Pholiota sp1. + - - 31. Pholiota sp2. + - - 32. Strophilaceae Hypholoma elongata - + - 33. Tricholomataceae Collybia butyracea + - - 34. Collybia dryophila + - - 35. Collybia sp1. + - - 36. Collybya sp2. + - - Universitas Sumatera Utara Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 3 37. Marasmiellus candidus - + - 38. Marasmiellus sp. - - + 39. Marasmius andrasaceus - - + 40. Marasmius candidus + + + 41. Marasmius copelandi + - - 42. Marasmius ramealis + - - 43. Marasmius scorodonius + - - 44. Marasmius sp. + + - 45. Mycena epipterygia - + - 46. Mycena incata - + - 47. Mycena pura + - - 48. Mycena rosela + - + 49. Mycena rosula - + - 50. Mycena sp1. + - + 51. Mycena sp2. + + - 52. Mycena sp3. + + - 53. Mycena sp4. - + - 54. Pleurotus sapidus + - - 55. Tricholoma cookeina - - + 56. Tricholoma saponaceum - + - 57. Volvariellaceae Pluteus longistriatus - - + 58. Aphylloporales Polyporaceae Coltricia cinnamomea + - - 59. Coltricia perennis - + + 60. Fomes annosus + + - 61. Fomes lignosus + + - 62. Fomitopsis cajandari - + - 63. Fomitopsis pinicola + + - 64. Fomitopsis sp. - + - 65. Ganoderma applanatum + + + 66. Heterobasidion annosum - + - 67. Lenzites betulina + - - 68. Polyporus arcularius - - + 69. Polyporus dermoporus - - + 70. Polyporus sp1. + + + 71. Polyporus sp2. + + - 72. Polyporus varius + + + 73. Trametes sp. - + - Universitas Sumatera Utara Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 3 74. Trametes versicolor + + + 75. Tyromyces amarus - + - 76. Schizophyllaceae Schizophyllum communea - + - 77. Stereaceae Stereum hirsutum + - - 78. Stereum sp. - + - 79. Auriculariales Auriculariaceae Auricularia polytrica - + - 80. Auricularia sp. - + - 81. Dacrymycetales Dacrymycetaceae Calocera cornea + + - 82. Helotiaceae Neobulgaria pura + + + 83. Lycoperdales Lycoperdaceae Lycoperdon sp. + - - 84. Lycoperdon foetidum - - + 85. Lycoperdon pratens - - + 86. Lycoperdon pusillum - - + 87. Lycoperdon pyriformae - - + Jumlah 46 42 33 Keterangan: - = tidak ditemukan; + = ditemukan.

4.2. Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting INP menyatakan jumlah yang lebih banyak menempati suatu lokasi dan menunjukkan kepentingan suatu jenis jamur serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting itu didapat dari hasil penjumlahan Frekuensi Relatif FR dan Kerapatan Relatif KR. Indeks nilai penting dari ketiga lokasi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Nilai INP Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan dan INP Total INP No Nama jenis Tr 1 Tr 2 Tr 3 INP Total 1 Amanita sp. 1,69 – – 0,88 2 Auricularia polytrica – 3.06 – 1,54 3 Auricularia sp. – 2,07 – 0,93 4 Boletus sp. – – 5,19 1,30 5 Cantharellus sp. – 21,12 – 1,86 6 Celocera cornea 1,85 2,10 – 12,65 7 Collybia butyraceae 9,63 – – 2,21 8 Collybia dryophila 6,41 – – 1,87 9 Collybia sp1 2,01 – – 0,95 10 Collybia sp2 7,32 – – 1,38 11 Coltricia cinnamomea 5,91 – – 1,22 12 Coltricia perennis 4,65 6,46 10,43 4,03 13 Coprinus atramentarius 1,69 – – 0,88 14 Coprinus diseminatus – 2,51 19,92 4,96 15 Coprinus micaceus – 3,67 1,05 16 Crepidotus herbarum 16,04 2,51 – 4,42 17 Crepidotus variabilis 7,51 8,34 – 6,34 18 Cyathus striatus 4,65 – – 1,50 19 Fomes annosus 2,33 2,07 – 1,94 20 Fomes lignosus 3,87 2,64 – 2,28 21 Fomitopsis cajandari – 2,29 – 1,06 22 Fomitopsis pinicola 4,75 2,12 – 2,15 23 Fomitopsis sp. 3,60 – 1,87 24 Ganoderma applanatum 4,65 2,18 5,73 3,46 25 Hebeloma crustuliniforme – 2,04 – 0,91 26 Heterobasidion annosum – 2,18 – 1,00 27 Hgrocybe conica – – 3,67 1,05 28 Hygrocybe sp – 1,99 – 3,42 29 Hypholoma elongate 9,61 8,36 – 4,80 30 Lactarius glaucescens 2,18 – 1,00 31 Lenzites betulina 2,09 – – 0,96 32 Lepiota cristata 2,01 – – 0,95 33 Lepiota pseudohelveola – – 2,77 0,90 34 Lepiota sequoirum – – 3,37 1,00 35 Lepiota sp. 1,69 2,02 –– 1,77 36 Leucocoprinus fragillissimus 3,79 6,24 3,47 1,35 Universitas Sumatera Utara INP No Nama jenis Tr 1 Tr 2 Tr 3 INP Total 37 Lycoperdon foetidum – – 9,16 1,54 38 Lycoperdon pratens – – 2,77 0,90 39 Lycoperdon pusillum – – 3,67 1,05 40 Lycoperdon pyriformae – – 8,92 1,92 41 Lycoperdon sp. 1,85 – – 0,91 42 Marasmiellus candidus – 2,04 – 0,91 43 Marasmiellus sp. 3,71 – 4,08 1,22 44 Marasmius candidus 7,77 7,01 4,08 2,88 45 Marasmius andrasaceus – – 14,67 6,86 46 Marasmius copelandi 3,39 – – 0,90 47 Marasmius ramealis 6,59 – – 1,57 48 Marasmius scorodonius 1,85 – – 0,91 49 Marasmius sp. 2,09 6,59 – 2,26 50 Mycena epipterygia – 2,04 – 0,91 51 Mycena incata – 3,06 – 1,54 52 Mycena pura 2,73 – – 1,10 53 Mycena rosella 3,63 – 3,98 2,04 54 Mycena rosula – 1,99 – 0,88 55 Mycena sp1. 6,43 – 2,77 2,43 56 Mycena sp2. 5,61 2,02 – 2,60 57 Mycena sp3. 1,77 2,02 – 1,79 58 Mycena sp4. – 2,12 – 0,96 59 Neobulgaria pura 3,45 2,21 3,07 3,21 60 Panaeolus campularis 7,21 15,42 – 9,97 61 Paxillus involutrus – – 2,67 0,88 62 Pholiota sp1. 1,85 – – 1,17 63 Pholiota sp2. 2,81 – – 1,11 64 Pleurotus sapidus 2,89 – – 1,13 65 Plectania sp. – – 3,27 0,98 66 Pluteus longistriatus – – 2,67 0,88 67 Polyporus arcularius – – 2,67 0,88 68 Polyporus dermoporus – – 5,59 1,37 69 Polyporus varius 2,09 1,99 23,49 12,50 70 Polyporus sp1. 3,21 15,64 12,09 11,83 71 Polyporus sp2. – 18,38 – 5,77 72 Ramariopsis lunzei 2,97 – 5,59 1,15 73 Russula albidula – – 3,37 1,00 Universitas Sumatera Utara INP No Nama jenis Tr 1 Tr 2 Tr 3 INP Total 74 Sarcoscypha coccinea 1,85 – – 0,91 75 Schizophyllum commune – 12,91 – 7,60 76 Stereum hirsutum 12,01 – – 3,05 77 Stereum sp. – 2,51 – 1,20 78 Suillus granularis – 2,02 – 0,90 79 Trametes sp. – 2,10 – 0,95 80 Trametes versicolor 3,53 5,02 3,17 3,36 81 Tricholoma cookeina – – 3,07 0,95 82 Tricholoma saponaceum – 2,78 – 1,37 83 Tyromyces amarus – 2,07 – 0,93 84 Xylaria hypoxylon – – 3,57 1,03 85 Xylaria polymorpha 3,79 – – 0,98 86 Xylaria sp1. 2,73 – 5,19 2,16 87 Xylaria sp2. – – 2,77 0,90 Jumlah 200 200 200 200 Dari Tabel 4. dapat kita lihat bahwa Crepidotus herbarum memiliki nilai INP tertinggi pada Trail I yaitu 16,04, sedangkan jenis Amanita sp., Collybia sp., Coprinus atramentarius dan Lepiota sp. memiliki nilai INP terendah yaitu 1,69. Menurut Retnowati 2004, salah satu karakter Crepidotus herbarum yang mudah dikenali yaitu adanya tangkai eksentrik, hidup pada ranting kayu yang lapuk dan parasit pada pohon yang hidup. Kondisi hutan ekowisata Tangkahan trail 1 menurut Susilo 2004 merupakan hutan dalam tahap pertumbuhan belum dewasa, hal ini disebabkan karena banyaknya pohon tingkat pole yang terdapat pada trail tersebut. . Pada trail 2, Cantharellus sp., memiliki INP tertinggi dengan 21,12. Jenis yang memiliki INP terendah adalah Hygrocybe sp., Mycena rosula dan Polyporus varius dengan nilai masing-masing 1,99. Penelitian Subowo 1992, menyatakan Universitas Sumatera Utara bahwa Chantarellus sp merupakan spesies yang sering menempel pada kayu lapuk dari famili Dipterocarpaceae dan Euphorbiaceae. Hal ini sesuai penelitian Susilo 2004 bahwa pohon-pohon yang mendominasi di trail 2 dari famili Euphorbiaceae. Pada trail 3, Polyporus varius memiliki INP tertinggi yaitu 23,49. Jenis yangmemiliki INP terendah adalah Paxillus involutrus, Pluteus longistriatus dan Polyporus arcularius, yaitu 2,67. Menurut Arora 1996, Polyporus varius dari famili Polyporaceae hidup pada kayu lapuk secara menyebar dan berkelompok. Ciri umumnya adalah hidup epifit, bentuk braket atau kipas dengan himenium berupa lubang-lubang kecil yang disebut pores atau modifikasinya. Ditambahkan Brundett, et al.,1996, Polyporaceae merupakan salah satu kelompok terbesar yang memiliki banyak warna, bentuk dan ukuran. Polypores kebanyakan tumbuh pada kayu. Tubuh buahnya berkayu, tebal dan kasar. Jenis jamur makroskopis yang dominan dari perhitungan INP total di ekowisata Tangkahan tertinggi jenis Polyporus varius sebesar 12,50 dan terendah jenis Amanita sp, Pluteus longistratus, dan Polyporus arcularius. Hal ini sesuai dengan penelitian Suharna 1993 bahwa spesies Polyporus varius banyak dijumpai di hutan dataran rendah dengan ketinggian di bawah 400 meter di atas permukaan laut dan dari pengukuran faktor fisik ekowisata Tangkahan berada pada ketinggian 102- 145 meter di atas permukaan laut. Universitas Sumatera Utara

4.3. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Kemerataan E