1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan yang bertujuan membawa peserta didik atau siswa menuju pada
keadaan yang lebih baik. Pembelajaran itu sendiri adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan UUSPN NO.
20 Tahun 2003 pasal 1 poin 20. Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa, yaitu dengan menggunakan pembelajaran aktif dimana
siswa termotivasi untuk mendalami materi dan selalu ingin mereview kembali tentang apa yang didapatkan di sekolah. Menurut mulyasa 2002 dalam
Hasbullah 2009: 127, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara
aktif, baik fisik mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan
rasa percaya diri sendiri. Siswa menggunakan otak untuk melakukan pekerjaannya, mengeluarkan gagasan, memecahkan masalah dan dapat
menerapkan apa yang mereka pelajari. Hamalik 2008:172 mengemukakan suatu pembelajaran tidak cukup dengan mendengar dan melihat, tetapi harus melakukan
aktifitas yang lain, seperti membaca, bertanya, menjawab, berpendapat, mengerjakan tugas, menggambar, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi,
memecahkan masalah, menyimpulkan, dan memanfaatkan peralatan. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-
masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Oleh karena itu guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan
efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa, termasuk dalam proses pembelajaran matematika. Didalam mewujudkan proses pembelajaran yang
maksimal guru hendaknya harus mampu memilih dan menggunakan metode atau
2
cara yang tepat dalam proses belajar mengajar guna mewujutkan pembelajaran yang efektif, dan efesien.
Salah satu mata pembelajaran yang menuntut keaktivan siswa sekaligus ketrampilan pemecahan masalah adalah matematika. Dimana matematika
merupakan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang
terbagi ke dalam tiga bidang yaitu operasi bilangan bulat, analisis dan geometri. Matematika juga merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ruseffedi Huruman 2007 :1 menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol. Pada
pembelajaran matematika terdapat suatu interaksi yang berakibat pada pemahaman bahasa simbol yang ada pada matematika.
Dalam belajar matematika diperlukan pemahaman dan penguasaan materi terutama dalam membaca simbol, tabel dan diagram yang sering digunakan dalam
matematika serta struktur matematika yang kompleks, dari yang konkret sampai yang abstrak, apalagi jika yang diberikan adalah soal dalam bentuk cerita yang
memerlukan kemampuan penerjemahan soal ke dalam kalimat matematika dengan memperhatikan maksud dari pertanyaan soal tersebut. Maka dari itu banyak siswa
yang mengartikan bahwa pelajaran matematika itu sulit atau pun sangat sulit, apalagi jika dalam belajar matematika siswa tidak memiliki motivasi yang besar
untuk mempelajari matematika dan menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan. Belum lagi jika siswa sudah menilai bahwa guru matematika itu adalah guru yang
jahat maka siswa untuk belajar matematika itu akan malas dan tidak akan mempunyai semangat atau motivasi untuk selalu belajar matematika. Padahal
pelajaran matematika, banyak sekali berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep yang
dipelajari harus benar-benar dimengerti atau dipahami sebelum sampai pada latihan yang aplikasinya pada materi dan kehidupan sehari-hari.
Dalam kurikulum 2013 peserta didik harus berfikir kreatif untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan. Pembelajaran diarahkan untuk
mampuh merumuskan masalah, bukan hanya menyelesaikan masalah
3
Kemendibud, 2013 : 203. . Dalam kurikulum 2013 proses belajar disarankan menggunakan metode yang tepat agar peserta didik lebih aktif, dan kreatif dalam
mengikuti pelajaran. Dengan menerapkan metode yang tepat terhadap proses pembelajaran matematika diharapkan dapat mencetak peserta didik yang
produktif, kreatif, inovatif,afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran saat ini guru harus lebih pintar
memilah-milah metode yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajran, sehinggga siswa lebih aktif, dan siap dalam menerima pelajaran.
Berdasarka hasil observasi terhadap guru matematika kelas VII MTs Surya Buana Malang dapat diketahui tiga hal yakni metode yang diterapkan guru,
aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung dan hasil belajar siswa. Pada proses pembelajaran, guru merasa sulit menerapkan kurikulum 2013 yang menuntut
pembentukan karakter tanpa mengurangi keaktifan siswa. MTs Surya Buana adalah sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013 sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, tetapi penerapan kurikulum 2013 hanya diterapkan hanya pada kelas VII. Pada penerapan kurikulum 2013 sendiri guru
masih sering menerapkan metode ceramah di kelas, seperti menjelaskan materi di papan tulis, tanya jawab, dan pemberian tugas yang dikerjakan secara mandiri
ataupun kelompok. Proses pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang tertarik pada pelajaran matematika. Hal ini terlihat dengan adanya siswa yang izin
keluar masuk saat proses pembelajaran sedang berlangsung, kurangnya keinginan siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan
siswa kurang berinisiatif untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Siswa yang tidak belajar secara optimal akan berakibat pada hasil belajar
yang cenderung rendah. Diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas VII MTs Surya Buana Malang masih tergolong rendah. yang ditunjukkan dengan nilai ketuntasan
hasil belajar siswa di dalam pembelajaran matematika, dapat dilihat dari data nilai ulangan matematika yaitu 75 siswa masih di bawah batas kriteria ketuntasan
minimal KKM yang digunakan disekolah tersebut yakni 70. Dari hasil tersebut dapat dilihat jika siswa masih belum memahami tentang materi yang telah
dijelaskan oleh guru.
4
Berdasarkan hasil wawancara guru matematika kelas VII MTs Surya Buana Malang Sistem penilaian yang digunakan guru adalah hasil dari ulangan
harian, tugas-tugas dan penilaian sikap. Selain menggunakan metode ceramah guru juga mengatakan pernah menggunakan metode STAD, dan TPS untuk
beberapa kali pertemuan, namun guru mengalami kesulitan dalam menerapkan metode tersebut dikarenakan siswa yang kurang aktif , dan minat siswa dalam
mengikuti pelajaran matematika masih sangat kurang. Jika dilihat pada keaktivan siswa guru menyampaikan bahwa konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar masih sangat kurang. Salah satu alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan diatas
adalah dengan memilih atau menerapkan suatu pembelajaran yang menuntun siswa agar lebih aktif dan kreatif untuk mengkomunikasikan permasalahan dalam
memecahkan masalah matematika. Salah satu alternatif pembelajaran tersebut adalah pembelajaran yang menyenangkan, menuntut siswa agar lebih aktif, dan
membuat siswa lebih berminat dalam mengikuti pelajaran. Disini guru dituntut untuk terampil dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat. Dengan
adanya masalah tersebut peneliti memberi solusi dengan menggunakan model pembelajaran kombinasi antara model pembelajaran problem posing dan model
pembelajaran snowball throwing. Prolem posing menurut Dwi, dkk 2010 : 71 adalah pembelajaran yang
menekankan pada siswa untuk membentuk atau mengajukan soal berdasarkan informasi ataupun situasi yang diberikan. Dalam hal ini, problem posing diartikan
sebagai proses menuntun kemampuan menalar siswa dengan merumuskan mengajukan permasalahan yang berfungsi untuk memecahkan masalah sendiri
dari informasiyang yang telah diperoleh. Dengan pengajuan permasalahan akan menyebabkan terbentuknya pemahaman konsep pada siswa yang menuntut siswa
lebih aktif dan kreatif dalam membentuk pengetahuanya. Hasil penelitian Puspitasari 2012 menyimpulkan bahwa pendekatan
problem posing dan heuristic terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan. Penelitian ini menggunakan tiga
tingkatan kelas yang berbeda, yakni kelas RSBI, kelas reguler dan kelas olah raga.
5
Penelitian Soleh 2011 menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara berarti antara hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan
pendekatan problem posing dengan yang diajar melalui pendekatan konvensional pada Sekolah Dasar Negeri 67 Kota Bengkulu. Perbedaan tersebut terletak pada
aspek rata-rata hasil belajar matematika, tingkat pemahaman soal, kevariasianpenyelesaian soal, dan kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional pada
pelajaran matematika. Sedangkan Snowball Throwing menurut komalasari : 2010 adalah suatu
tipe modal pembelajaran koperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab
pertanyaan yang dipadukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Dengan demikian Snowball Throwing adalah metode
pembelajaran yang menyenangkan yang digunakan sebagai proses menuntun kreatifitas, dan kemandirian siswa dalam proses pembelajaran. Dengan adanya
pembelajaran yang menyenangkan akan menyebabkan minat siswa akan lebih bertambah, dan terbentuknya pemahaman konsep pada siswa yang menuntut
siswa lebih aktif dan kreatif. Hasil penelitian Amelia 2011 menyimpulkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan Snwoball Throwing pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas IV SDN Tanjungrejo 1
Malang. Penelitian dilakukan dengan 2 siklus, dan dari siklus 1 ke siklus ke 2 peningkatan hasil belajar mengalami peningkatan 28,09. Sedangkan aktivitas
siswa dalam pembelajaran matematika mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 2,98. Dan penelitian Nurjanah 2012 menyimpulkan bahwa
dengan model pembelajaran Snwoball Throwing menggunakan media LKS dapat meningkatkan keaktivan dan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Wonosari
Kabupaten tahun pelajaran 20122013. Peningkatan persentse aktivitas siswa dilihat dari penelitian pada siklus 1 sebesar 44,75 dan meningkat pada siklus 2
6
menjadi 56,2. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu rerata hasil tes evaluasi akhir siklus 1 sbesar 63,12 meningkat menjadi 69,81 pada akhir siklus 2.
Pada referensi diatas kedua model pembelajaran tersebut memiliki keunggulan, dimana model problem posing lebih menonjolkan pada pembentukan
kemampuan dan cara berfikir siswa dengan melihat pengalaman siswa dalam pembelajaran sebelumnya yang dipadukan dengan model pembelajaran Snowball
Throwing, dimana siswa lebih dituntut aktif, dan mempunyai nilai afektif yang cukup tinggi. Kombinasi kedua model pembelajaran ini merupakan cara yang
tepat guna meningkatkan kognitif dan afektif siswa sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dari permasalahan - permasalahan tersebut
melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika, yaitu “Penerapan Model Problem Posing dan
Snowball Throwing Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII MTs Surya Buana Malang”
1.2 Rumusan Masalah