tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan, dapat dilakukan dengan penelitian administrasi maupun
penelitian setempat tergantung kondisi dan latar belakang penghapusan piutang pajak tersebut.
6. Pengusulan Penghapusan Piutang Pajak dilakukan secara berjenjang dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak KPP kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak dan selanjutnya kepada Direktorat Jenderal Pajak. 7. Usulan Penghapusan Piutang Pajak dari Kepala KPP harus telah diteliti
kebenarannya oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebelum disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
8. Keseluruhan proses pengusulan Penghapusan Piutang Pajak dan tindak lanjut penerbitan Keputusan Menteri Keuangan KMK tentang Penghapusan Piutang
Pajak harus diadministrasikan secara tertib dan cermat untuk tujuan pelaporan keuangan dan evaluasi kinerja penagihan.
B. Tata CaraPelaksanaan Penghapusan Piutang Pajak
1. Wajib PajakPenanggung Pajak badan tidak mempunyai harta kekayaan lagi
dimaksudakan bahwa aktiva Wajib PajakPenanggung Pajak sudah habis terjual tetapi masih mempunyai hutang termasuk hutang pajak. Dalam hal demikian
maka Wajib PajakPenanggung Pajak badan tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai harta kekayaan lagi.
Untuk mendukung keadaan Wajib Pajak badan tersebut diperlukan dokumen berupa:
- Akta Pembubaran
- Neraca Likuidasi
- Pernyataan Kepailitan
Piutang pajak yang masih tersisa harus diupayakan tindakan penagihannya kepada wakilnya atau Penanggung Pajaknya. Sebagaimana
diketahui bahwa Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak begitu pula atas barang-barang milik wakilnya, serta orang atau badan yang
menurut undang-undang perpajakan pasal 32 ayat 2 KUP dan ketentuan Undang-Undang lainnnya, bertanggung jawab secara pribadi danatau secara
renteng. Pengecualian dari tanggung jawab tentang renteng pada wakil tersebut
yaitu dalam hal mereka dapat membuktikan dan meyakinkan Direktorat Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukan benar-benar tidak mungkin
untuk dibebani tanggung jawab atas yang terhutang tersebut. Dalam hal Pratik akan dijumpai kasus-kasus dimana Wajib Pajak
badan masih ada, belum dinyatakan benar atau likuidasi tetapi selalu non aktif. Apabila Wajib PajakPenanggung Pajak badan tersebut mempunyai
aktiva dapat disita dan dilelang untuk membayar pajak, akan tetapi banyak Wajib Pajak badan yang diminta untuk menunjukkan neraca saja, kadang-
kadang tidak memenuhi.
Dalam golongan ini biasanya Wajib Pajak yang muncul sebagai rekanan-rekanan pemerintah. Dalam hal aktiva badan tidak ada lagi, maka
piutang pajak ditagih lagi kepada wakilnya. Jika penagihan sampai tingkat ini piutang pajak tetap tidak mungkin ditagih karena:
- Wakilnya secara nyata juga sudah jatuh miskin dan dikuatkan dengan
surat keterangan dari pejabat daerah setempat Lurah atau, -
Wakilnya dapat membuktikan dan meyakinkan Jenderal Pajak bahwa mereka benar-benar tidak mungkin dibebani tanggung jawab atas pajak
terhutang. -
Maka piutang pajak tersebut dapat dihapuskan dengan syarat wajib pajak badan yang bersangkutan harus membubarkan diri atau dalam hal Wajib
Pajak tidak bersedia membubarkan diri maka penghapusan dilakukan sesudah hak untuk menagih daluwarsa.
2. Bagi Wajib PajakPenanggung Pajak Perseorangan maka untuk penghapusan pajaknya diperlukan:
- Surat keterangan dari pejabat daerah setempat minimal Lurah yang
menyatakan hal itu. -
Surat keterangan dari pemberi kerja apabila Wajib PajakPenanggung Pajak menjadi Karyawan, tentang besarnya penghasilan yang diterima.
Keterangan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan fiskus untuk meneliti apakah Wajib PajakPenanggung Pajak masih mungkin menyisihkan
penghasilannya untuk tujuan mengangsur hutang pajaknya. Wajib Pajak yang hak penagihannya telah daluwarsa berdasarkan
pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan bahwa: Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 lima tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, sebagaimana dijelaskan dalam memori penjelasan Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang tersebut.
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung;
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 5, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 4; atau
d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Wajib Pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena sebab lain, seperti Wajib Pajak yang tidak dapat ditemukan lagi, atau dokumen-dokumen sebagai
dasar penagihan pajak tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam,
kebakaran, dan sebagainya. 1. Penyusunan Daftar Piutang Pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak
mungkin ditagih lagi. a.
Sumber penyusunan daftar ini adalah tindakan STPSKPSKPT yang belum lunas.
b. Dari tindakan STPSKPSKPT yang belum lunas tersebut dapat diketahui
tindakan-tindakan penagihan yang telah dilakukan dicatat dalam tindakan STPSKPSKPT yang bersangkutan.
c. Apabila tindakan penagihan telah mencapai tingkat paksa ataupun bahkan
sita maka keterangan lebih lanjut dapat dibaca dari laporan pelaksanaan Surat Paksa atau Berita Acara Sita.
d. Penyusunan daftar tersebut dilakukan antara tanggal 25 sampai akhir
bulan setiap bulan. Daftar yang dipergunakan adalah: “daftar piutang pajak yang diperkirakan tidak mungkin ditagih lagi”.
e. Kepala Seksi Penagihan bertanggung jawab dalam penyusunan dan
menyusun daftar tersebut di atas Kepala Seksi Penerimaan dan Penagihan melakukan penelitian terhadap daftar tersebut selanjutnya ditandatangani
dan kemudian diteruskan kepada Kepala KPP. f.
Kepala KPP memberikan catatan atas daftar tersebut dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
2. Penelitian Setempat a.
Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak yang tercantum dalam daftar Wajib Pajak yang harus dilakukan penelitian setempat, maka harus
dilakukan penelitian setempat terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan. b.
Penelitian dilakukan oleh Jurusita Kepala KPP dapat menunjuk jurusita yang dibebani tugas penelitian
setempat tersebut dengan mengeluarkan Surat Perintah Penelitian. c.
Laporan hasil penelitian setempat harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan piutang pajak
yang tidak dapat ditagih lagi. Laporan hasil penelitian setempat ini merupakan salah satu syarat untuk dapat
menghapusan piutang pajak.Oleh karena itu selain menggambarkan keadaan Wajib
Pajak harus diperkuat dengan dokumen-dokumen Surat Keterangan dari pihak ketiga.Setelah laporan hasil penelitian setempat ditandatangani oleh kepala KPP:
- Asli laporan disampaikan kepada Kasie Penerimaan dan Penagihan untuk
ditatausahakan. -
Tembusan ke-1 untuk Seksi Tata Usaha Perpajakan ke berkas induk Wajib Pajak.
- Tembusan ke-2 sebagai arsip penelitianjurusita.
3. Penelitian Administrasi Tentang Kadaluwarsa a.
Sebagaimana halnya dengan laporan hasil penelitian setempat, maka laporan hasil penelitian administrasi tentang kadaluwarsa hak untuk
menagih piutang pajak ini juga merupakan syarat untuk dapat menghapuskan piutang pajak.
b. Penelitian administrasi ini dilakukan sejalan dengan pasal 22 KUP dan
dilaksanakan oleh Petugas Pembuat Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak.
c. Setelah laporan ditandatangani oleh Kepala KPP maka:
- Asli laporan disampaikan kepada Kasie Penagihan untuk ditatausahakan.
- Tembusan tersebut menggambarkan secara jelas mengenai alasan
kadaluwarsa tersebut. 4. Pembukuan laporan Hasil Penelitian Setempat
a. Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak menyelenggarakan Buku Register
Usulan Penghapusan Piutang Pajak.
b. Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak dilakukan setiap bulan
dengan maksud agar pekerjaan dapat dilakukan secara teliti, berkesinambungan pada akhir bulan.
Setiap bulan Kepala KPP mengirimkan Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak itu ke Kantor Wilayah atasannya untuk apabila perlu dilakukan
penelitian ulang sekiranya data yang diterima tersebut meragukan. Hasil penelitian oleh Kanwil tersebut diberitahukan kepada Kepala KPP yang bersangkutan untuk
dapat melakukan penyesuaian sehingga Buku Register tersebut akan memuat daftar piutang yang betul-betul tidak dapattidak mungkin ditagih lagi. Salinan SK Menteri
Keuangan RI serta Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang berlogo diterima di KPP dan juga dicatat dalam Buku Agenda Surat Masuk, nomor dan tanggal SK
tersebut dicatat pula pada Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak.
C. Tata Cara Tindak Lanjut Keputusan Penghapusan Piutang Pajak