Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota
TERHAADAP WAJ PADA KA PROSED JIB PAJAK ANTOR PE NAMA NIM Menyele FAKUL U TU DUR PELAK DALAM P LAYANAN
: FR : 11
Untuk Mem saikan Stud Admi LTAS ILMU UNIVERSIT LAPORAN UGAS AKH TENTANG KSANAAN PENCAPAIA
N PAJAK (K
O L E H RISKA SAR 2600006 menuhi Sala di Pada Prog inistrasi Per
U SOSIAL D TAS SUMAT MEDAN 2014 N HIR G PENAGIH AN PELUN KPP) PRAT
RI BR. SEM
ah Satu Syar gram Studi D
rpajakan DAN ILMU TERA UTA N HAN AKTIF NASAN TU TAMA MED MBIRING rat Diploma III U POLITIK ARA F UNGGAKAN DAN KOTA N PAJAK A
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq dan HidayahNya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota”.
Penulisan dan Penyusunan laporan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menamatkan studi pada Program Diploma- III Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas akhir ini tidak mungkin terlaksana oleh penulis tanpa bantuan dari berbagai pihak. Dan dalam kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah memberikan dukungan, kepercayaan, bantuan dan doa, sehingga laporan PKLM ini dapat terselesaikan. Maka secara khusus penulis menghaturkan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badarruddin, Msi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, Msi. selaku Ketua Program Studi Diploma- III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Arlina, S.H. M. Hum, selaku Sekretaris Program Studi Diploma- III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
(3)
4. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh staf pegawai Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Bastari, MM, BKP, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan waktu dan pemikiran serta pengertian untuk membantu dan membimbing sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
6. Bapak Usmada selaku Supervisor.
7. .Bapak Irwan Harefa , selaku Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
8. Bapak Kukuh Prapanca yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
9. Teristimewa kepada kedua Orangtua, Bapak dan Almh.Mamah yang tidak pernah lelah mengasihi, menyayangi, mendoakan, dan membimbing serta memotivasi penulis hingga saat ini.
10.Try Teguh Adhitama Ginting yang selalu ada kapan pun penulis butuhkan dan memotivasi penulis.
11.Christine Margaret Nababan sahabat seperjuangan.
12.Kawan Sahabat Teman seperjuangan selama tiga tahun ini, Rora Giovani, Putri Rezki Nanda, Siti Hadiyanti, Aisyah Khairunnisa, Dona Sari, Debby Khairani, Rivai Arvan dan Seluruh kawan –kawan Tax A,dan Tax B 2011.
13.Dan untuk teman- teman terdekat dan orang- orang yang telah berjasa membantu dan mendukung baik doa , moril dan materil .
(4)
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari kekurangan dan kelemahan baik dalam penulisan maupun isi, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.Akhir kata, penulis mendoakan semoga Allah SWT selalu memberikan magfirahNya kepada kita semua dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2014
Friska Sari Br. Sembiring
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI……… ii
DAFTAR TABEL………... vi
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Balakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……… 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……… 5
C. Uraian Teoritis……… 7
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……….. 10
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………... 10
F. Metode Pengumpulan Data………... 12
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM………... 13
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM A. Gambaran Umum KPP Pratama Medan Kota……… 15
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota………... 19
C. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota……... 20
D. Deskripsi dan Aktivitas Tugas KPP Pratama Medan Kota……… 21
BAB III GAMBARAN DATA PKLM A. Pengertian-pengertian………. 25
B. Dasar Hukum Penagihan Pajak……… 27
(6)
D. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak……… 29
E. Surat Ketetapan Pajak……… 31
F. Surat Teguran………. 33
G. Surat Paksa……….. 35
H. Utang Pajak……… 40
I. Hapusnya Utang Pajak……… 41
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan pajak sampai Surat Paksa yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota………... 42
B. Pelaksanaan Penerbitan SKPKB sampai denganSurat Paksa pada KPP Pratama Medan Kota………. 48
C. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif sampai dengan Surat Paksa………... 50
D. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa……… 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 54
B. Saran………. 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Daftar Berdasarkan Jabatan Pegawai
KPP Pratama Medan Kota……….. 24 Tabel III.1 Prosedur Pelaksanaan Tindakan Penagihan Pajak……….. 30 Tabel III.2 Jadwal Waktu Penagihan Pajak dengan Surat Paksa……….. 38 Tabel III.3 Jumlah Penerbitan Surat Teguran (ST) dan Surat Paksa (SP)
(8)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakanguna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan sebenarnya.
Pada dasarnya, Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar dan memerlukan biaya yang besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya. Sebagai Negara yang berkembang Negara Kesatuan Republik Indonesia, kini tengah mengoptimalisasi pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum, pertahanan, dan lain sebagainya. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa yang bercantum dalam pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyatnya secara adil dan makmur.
Dan dalam merealisasikan tujuan tersebut, perlu diingat bahwa pembiayaan yang tidak kecil dan kemandirian Negara sangat dibutuhkan pada kondisi ini. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa, yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu berupa pajak, yang memiliki fungsi membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
(9)
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pada dasarnya, kesadaran akan kewajiban untuk membayar pajak tersebut dari wajib pajak sangatlah kurang. Tetapi, karena berlandaskan atas Undang-Undang, penagihan pajak tersebut dapat dipaksakan penagihannya bagi wajib pajak yang tidak mempunyai kesadaran akan kewajibannya.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam kenyataannya masih dijumpai adanya utang wajib pajak akibat tidak mau membayardan tidak memenuhi peraturan perpajakan. Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat. (Harian Medan Bisnis)
Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian
(10)
terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu mendapatkan perhatian.
Saat ini Negara Republik Indonesia menggunakan sistem self assesment System dimana Negara memberikan kewenangan terhadap wajib pajaknya untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri kepada Negara yang berlaku sekarang ini, maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.
Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-29/PJ/2012 Tentang Kebijakan penagihan Pajak. pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan SuratPaksa sebagaimana telah diubah terkhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Dengan demikian, penagihan pajak yang bersifat memaksa ini dilakukan apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan surat ketetapan pajak (SKP) dilakukan teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita dengan surat sita dengan pernyataan dan penyerahan secara resmi kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak pusat maupun pajak daerah. Jadi, surat paksa dalam penagihan tunggakan pajak ini memiliki peran yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut. Penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi wajib pajak sehingga tidak akan terjadi lagi tunggakan pajak.
Dengan Undang-Undang Penagihan Pajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib
(11)
Pajak dan Kepentingan Negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi, dan selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mencoba menulis ProposalPraktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota’’
A. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
a. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan aktif sampai dengan Surat Paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan penagihan aktif sampai dengan Surat Paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini ternyata sangat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya adalah :
(12)
2.1 Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan penulis mengenaipelaksanaan penagihan aktif sampai dengan surat paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan.
b. Menarapkan toeri-teori dan ilmu yang telah diterima selama bangku perkuliahan berlangsung.
c. Meningkatkan keahlian berkomunikasi dan sarana peningkatan rasa percaya diri dalam berintekrasi dengan dunia kerja.
d. Menciptakan serta menumbuhkembangkan rasa tanggungjawab profesionalisme serta kedisplinan yang nantinya hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki lingkungan kerja yang sesungguhnya.
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pratama Medan Kota
a. Meningkatkan hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara
b. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam hal sosialisasi perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak melalui peserta Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang akhirnya akan mengabdikan ilmu perpajakan kepada masyarakat.
c. Mendapat masukan berupa ide-ide baru, saran dan gagasan bagi Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota menyangkut penanganan masalah perpajakan.
(13)
2.3Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
a. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi penyempurnaan revisi kurikulum.
b. Menghasilkan sumber daya manusia yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas yang akan dijalani dalam lingkungan kerja oleh seluruh alumninya.
c. Mempromosikan Universitas Sumatera Utara sebagai penghasil Sumber daya manusia yang berkualitas dan layak untuk bersaing di dunia kerja.
d. Memberikan uji nyata atas displin ilmu yang diperoleh mahasiswa selama masa perkuliahan kedalam dunia kerja khususnya di bidang perpajakan.
B. Uraian Teoritis Data Praktik Kerja Lapangan
Sebelum membahas mengenai tata cara yang digunakan mencari data yang berpotensi perpajakan, maka dalam bab ini akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul tersebut diatas.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tata cara adalah tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah.
Berikut ini adalah beberapa teori dasar yang berhubungan dengan judul yang dipilih oleh penulis:
(14)
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo. 2011), pajak adalah iuran wajib kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian lain mengenai pajak dikemukakan juga oleh S. I. Djajadiningrat (Resmi,Siti. 2009), Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keaadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( Fokusmedia,2010), pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan pihak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk kepeluan Negara bagi kemakmuran rakyat.
2. Penagihan Pajak
Sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak Surat Paksa,mengusulkan pencegahan,
(15)
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyenderaan, menjual barang yang telah di sita.
3. Surat Paksa
Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Dengan kata lain, sesuai dengan Pasal angka 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa diterbitkan karena jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan.
4. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun yang menjadi dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini, yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 20-24 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
c. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
(16)
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Berdasarkan judul yang telah dipilih oleh penulis, maka penulis akan menentukan ruang lingkup yang menjadi kajian dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini. Ruang lingkup ini untuk membatasi kegiatan yang akan dilakukan agar sebagai ruang lingkup dalam proposal ini, yaitu :
1. Pelaksanaan penagihan aktif sampai dengan Surat Paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
2. Kendala-kendala penagihan aktif sampai dengan Surat Paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, penulis melakukan metode-metode yang akan digunakan dalam pelaksanaannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Adapun Metode yang akan digunakan penulis adalah:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan persiapan mulai dari penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkanbahan untuk pembuatan proposal serta melakukan konsultasi dengan pihak dosen.
(17)
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti Undang-Undang, buku, artikel ilmiah, maupun literatur lain yang berhubungan dengan objek Kinerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).
3. Observasi Lapangan
Didalam tahap ini penulis melakukan peninjauan atau pengamatan langsung pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data-data Wajib Pajak.
4. Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM. Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pendukung seperti laporan, atau dokumen-dokumen.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka penulis melakukan analisa dan evaluasi terhadap data atau keterangan yang diperoleh selama PKLM.
(18)
E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Metode pengumpulan data dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok, antara lain:
1. Wawancara (interview Guide)
Yaitu dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab secara langsung dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota mengetahui hal-hal yang menjadi objek pembahasan.
2. Metode Pengamatan
Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
3. Daftar Dokumentasi
Dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan prosedur atau tata cara pelaksanaan penagihan aktifsampai dengan surat paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak pembahasan.
F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini maka penulis membaginya ke dalam lima bab. Adapun rincian dari tiap-tiap bab terdiri dari :
(19)
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
Dalam bab ini akan dijelaskan gambaran umum objek/lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, sejarah singkat, serta srtuktur organisasi dan fungsi masing-masing seksi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
BAB III :GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan masalah yang diangkat sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, Prosedur Pelaksanaan
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang-Undang pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
BAB IV : ANALISIS EVALUASI
Pada bab ini berisi tentang data-data dan pembahasan-pembahasan mengenai pelaksanaan penagihan aktif sampai dengan Surat paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan, Kendala-kendala pelaksanaan penagihan aktif sampai dengan surat paksa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh
(20)
Badan, cara penyelesaian masalah dalam Pelaksanaan Penagihan aktif sampai dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang telah dikumpulkan pada saat kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, kemudian dianalisis dan di evaluasi.
BAB V : KESIMPUAN DAN SARAN
Dalam bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
(21)
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Kota 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota
Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu: a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota). dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/198,diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang
(22)
diganti nama menjadi Kantor Pelayan pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993,maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.
Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai.
Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota madya Medan Menjadi enam wilayah kerja, yaitu:
(23)
1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan timur
b. Kecamatan Medan Area c. Kecamatan Medan Tembung d. Kecamatan Medan Perjuangan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan Barat
b. Kecamatan Medan Sunggal c. Kecamatan Medan Petisah d. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan kota
b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Johor d. Kecamatan Medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan Polonia
b. Kecamatan Medan Maimun c. Kecamatan Medan Baru d. Kecamatan Medan Tuntungan e. Kecamatan Medan Selayang
(24)
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan Belawan
b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli
A. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak SUMUT I lantai 3 di jalan Sukamulia Nomor. 17A Medan. Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/kmk.01/2002 tanggal 26 Februari 2002
(25)
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK/.01/2002 tanggal 26 Februari 2002
2. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba,SH.MM
Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota
Keberhasilan program modernisasi di lingkungan DJP, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan prilaku pegawai DJP. Tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktik-praktik “good governance” pada institusi pemerintah secara keseluruhan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendral Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
(26)
Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut: VISI
“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.”
MISI
“Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.”
C. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam system kerjasama.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1(satu) bagian dan 10 (sepuluh) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional.
(27)
Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:
1) Sub Bagian Umum
2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3) Seksi Pelayanan
4) Seksi Penagihan 5) Seksi Pemeriksaan 6) Seksi Ekstensifikasi
7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8) Seksi Pengwasan dan Konsultasi II 9) Seksi Pengwasan dan Konsultasi III 10) Seksi Pengwasan dan Konsultasi IV 11)Kelompok Jabatan Fungsional
D. Deskripsi dan Aktivitas Tugas KPP Pratama Medan Kota
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
(28)
2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.
3. Seksi Ekstensifikasi
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasia dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
(29)
6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu). 7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi,sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.
(30)
TABEL II.1
DAFTAR BERDASARKAN JABATAN PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN KOTA
Sumber: KPP Pratama Medan Kota
NO KETERANGAN JUMLAH
1 Kepala Kantor 1
2 Kasi/Kasubbag 10
3 Fungsional 12
4 Account Representative 27
5 Pelaksana 36
(31)
(32)
BAB III
GAMBARAN DATA PKLM
A. Pengertian-Pengertian 1. Pengertian Pajak
a) Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutangoleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang,dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
b) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Defenisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk simpanan publik (publik investment).”
(33)
2. Pengertian Penagihan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan salah satu kunci keberhasialan penerimaan pajak. Hanya saja, ketika Wajib Pajak tidak membayar pajak ataupun belum melunasi pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan diberikan tindakan tegas kepadanya yang diwujudkan dalam bentuk penagihan Pajak.
Adapun Penagihan adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah untuk melunasi utang pajak oleh Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2011:119)
3. Pengertian Penanggung Pajak/Wajib Pajak
Orang Pribadi atau Badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kebutuhan wajib pajak menurut peratutan perundang-undangan perpajakan.
(34)
B. Dasar Hukum Penagihan Pajak
Adapun Dasar Hukum Penagihan Pajak adalah:
1. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksasebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000.
2. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009.
3. Peraturan Menteri Keuangan 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998 TentangPenunjukan Pejabat Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 13/PJ.75/1998 Tentang Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
(35)
C. Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah, yaitu :
1. Penagihan Pasif
Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7(tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan Aktif
Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak.
(36)
D. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Penagihan Pajak disusun secara penjadwalan :
a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.
b. 21 (dua pilih satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum lunas, kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Paksa.
c. Kewajiban pajak sebagaimana terutang dalam Surat Paksa adalah 2 x 24 jam. d. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat
Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.
e. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.
f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum.
Berikut adalah skema prosdur pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajak nya:
(37)
Tabel III.1
Pelaksanaan Tindakan Penagihan Pajak
Jatuh Tempo 21 Hari
7 Hari
2 x 24 Jam
14 Hari 14 Hari STP, SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan.
Surat
Teguran Paksa Surat
Surat Perintah Melakuka n
Pengumum -an Lelang Pelaksan
a-an Lelang
(38)
E. Surat Ketetapan Pajak
Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitan atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalm SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 15, Surat Ketetapan Pajak terbagi atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
(39)
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Keputusan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak sampai dengan jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahunan Pajak, yang disebabkan oleh:
1. Pemeriksaan atau Keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.
3. Kewajiban pembukuan dan meminjam buku pada saat diperiksa tudak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
(40)
F. Surat Teguran
Tindakan awal dari penagihan pajak yaitu dengan penerbitan surat teguran. Kemudian akan diterbitkan surat peringatan atau surat lain yang sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo. Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :
a) Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan
b) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.
c) Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
(41)
d) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran,setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.
e) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.
f) Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
g) Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas Utang Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, disampaikan kepada Wajib Pajak, setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunassan.
(42)
G. Surat Paksa
Surat Paksa adalah Surat Perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (Pasal 1 Angka 21 UU KUP).
a. Dari Segi Isinya
1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan ” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”.
2) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.
3) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.
b. Dari Segi Karakteristik
1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Artinya, tidak ada upaya hokum banding pada Penanggung Pajak apabila terhadapnya telah diterbitkan Surat Paksa.
2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyenderaan / pencegahan.
(43)
1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran,
2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan seketika dan sekaligus, atau
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum didalam keputusan persetujuan pengangsuran dan penundaan pembayaran. d. Pengajuan keberatan mengakibatkan terjadi penundaan pelaksanaan Surat
Paksa.
e. Surat Paksa hanya dilaksanakan olej Juru Sita Pajak yaitu Pegawai DJP yang ditunjuk, diangkat, dan disumpah oleh surat keputusan kepala KPP atas nama Menkeu RI.
f. Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan Pernyataan dan Penyerahan Salinan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak.
g. Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan didalam Berita Acara Penyampaian Surat Paksa (BAPSP) yang sekurang-kurangnya memuat:
1) Hari dan tanggal Pemberitahuan Surat Paksa 2) Nama Juru Sita Pajak
3) Nama yang menerima
4) Tempat pemberitahuan Surat Paksa
h. Karena memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hokum tetap, pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Juru Sita Pajak harus disampaikan secara resmi, dengan cara dibacakan dan kedua pihak menandatangai BAPSP sebagai pernyataan Surat Paksa telah diberitahukan.
(44)
i. Pemberitahuan SP dapat dilakukan dengan cara atau kepada OP, Badan, Wajib Pajak Pailit, Kuasa Wajib Pajak, Pemda, Pengumuman dan Bantuan Pejabat. j. Bila Penanggung Pajak atau Pihak-Pihak lain menolak menerima Surat Paksa,
Juru Sita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud serta mencatatnya dalam BAPSP bahwa penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.
k. Bila terjadi keadaan di luar kekuasaan pejabat (force majeure) atau karena sebab lain, Surat Paksa Pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena Jabatan.
l. Surat paksa Pengganti mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hokum yang sama dengan Surat Paksa Aslinya.
Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”
Dalam pelaksanaan tindakan penagihan pajak dengan surat paksa ada tahap-tahap yang harus dilakukan jurusita pajak adalah sebagai berikut:
(45)
Tabel III.2
Jadwal Waktu Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
NO JENIS TINDAKAN ALASAN PENERBITAN WAKTU PELAKSANAAN 1 Penerbitan Surat Teguran, Wajib Pajak/Penanggung Setelah 7 hari
Surat Peringatan atau Surat
lain Pajak tidak melunasi utang Sejak Jatuh Tempo yang sejenis (Pasal 5 Pajaknya sampai dengan Pembayaran Keputusan Menteri Keuangan jatuh tempo pembayaran
No.561/MK.04/2000)
2
Penerbitan Surat Paksa (Pasal
7 Penanggung Pajak tidak Setelah lewat 21 hari UU No. 19/2000 dan Pasal 9 Melunasi utang Pajaknya sejak diterbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dan kepadanya telah Teguran atau Surat No.561/MK.04/2000) ditebitkan Surat Teguran Peringatan atau surat atau Surat Peringatan atau lain sejenisnya
surat lain sejenisnya
3 Surat perintah Melaksanakan Penanggung Pajak tidak
Setelah lewat 2x24 jam
Penyitaan (SPMP) (Pasal 12 Melunasi utang Pajaknya setelah surat paksa UU No.19/2000) dan kepadanya telah diberitahukan kepada ditebitkan Surat Paksa Penanggung pajak 4
Pengumuman Lelang (Pasal
26 Setelah Pelaksanaan Paling singkat 14 hari UU No. 19/2000) Penyitaan ternyata sejak penyitaan
Penanggung Pajak tidak
Melunasi utang Pajaknya
5 Penjualan/Pelelangan Barang Setelah Pengumuman Paling singkat 14 hari Sitaan (Pasal 26 UU PPSP)
Lelang Ternyata
Penanggung sejak pengumuman
Pajak tidak melunasi utang Lelang
Pajaknya
Sumber: KPP Pratama Medan Kota
Berikut adalah tabel Penagihan Pajak yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota:
(46)
Tabel III.3
Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Atas SKPKB pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Januari-Maret Tahun 2012
Sumber : KPP Pratama Medan Kota SKPKB
Terbit Jumlah Nilai Ketetapan Sisa Th.2011 245 245 803.434.608
Januari 1 246 5.731.902
Februari − 246 −
Maret 3 249 17.568.945
Total 826.735.455
Surat Teguran (ST)
Terbit Jumlah Nilai Ketetapan Sisa Th.2011 105 105 695.394.808
Januari 45 150 26.304.857
Februari 35 185 18.324.510
Maret 62 247 57.860.432
Total 797.884.607
Surat Paksa (SP)
Terbit Jumlah Nilai Ketetapan Sisa Th.2011 80 80 224.317.584
Januari 18 98 27.564.821
Februari 69 167 154.914.974
Maret 36 203 32.481.258
(47)
Maka, dapat.dilihat dari tabel III.3 diatas Pelaksanaan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Atas SKPKB pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Januari-Maret Tahun 2012 sangat Aktif dalam menjalankan penagihan tersebut. Dalam bulan Januari-Maret 2012 ternyata masih ada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang Tertunggak pajaknya.
Tunggakan pajak terjadi jika Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang bayar,maka saat itulah pajak tertunggak.
H. Pengertian Utang Pajak
Ada 2 ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak; a. Ajaran Material
Utang pajak yang timbul pada saat diundangkannya Undang – Undang pajak sepanjang apa yang diatur dalam Undang – Undang tersebut menimbulkan suatu kewajiban bagi seseorang terutang pajak.
b. Ajaran Formal
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak atau SKP oleh fiskus.
(48)
I. Hapusnya Utang Pajak
Hal – hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak adalah: a. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara.
b. Kompensasi
Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.
m. Daluwarsa
Untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa telah lampau waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak dan berakhirnya masa pajak. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak dapat ditagih lagi. n. Pembebasan
Pembebasan tidak diberikan kepada pokok pajaknya, tetapi pembebasan hanya dilakukan terhadap sanksi administrasi.
o. Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya: Perusahaan Wajib Pajak bangkrut dan karena Force Majeur. (Waluyo,2011:19)
(49)
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI DATA
Didalam bab ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan pengertian yang berasal dari suatu perbandingan antara hal-hal yang ditetapkan dari suatu teori dab praktik prosedur pelaksanaan Penagihan Aktif sampai dengan Surat Paksa atas SKPKB PPh Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan pajak sampai Surat Paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Cara penagihan yang terakhir dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ialah penagihan paksa, dimana fiskus melalui jurusita pajak Negara menyampaikan/memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak jika Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya setelah dikeluarkannya surat paksa. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.
Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota kepada penanggung pajak mulai dari penerbitan Surat Teguran sampai Surat Paksa:
(50)
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota mengeluarkan Surat Teguran Setelah 7 (tujuh) hari Jatuh Tempo pembayaran melalui Kantor Pos dari produk hasil penelitian diantaranya:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini:
a. Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.
b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan yang ada untuk diteliti:
1)Apakah ada surat keputusan pembetulan dan keberatan/penghapusan?
2)Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang diperhitungkan?
(51)
3)Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP sesuai dengan jumlah tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa?
4)Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam Surat Paksa, diajukan Keberatan?
3. Bila Wajib Pajak tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha/tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka Jurusita salinan Surat Paksa kepada:
a. Seseorang yang ada ditempat tinggalnya (misalnya: istri, anak, atau pembantu rumah tangga)
b. Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai)
4. Bila Jurusita Pajak menjumpai Wajib Pajak/Penanggung Pajak maka salinan Surat paksa tersebut dapat diserahkan kepada:
a. Keluarga Wajib Pajak atau orang yang bertempat tinggal bersama Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang dewasa dan sehat mental.
b. Anggota pengurus Komisaris atau para persero dari badan usaha yang bersangkutan atau;
c. Pejabat atau pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal tersebut pada butir 1 dan 2 juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang bersangkutan.
d. Jurusita yang telah melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa harus membuat laporan prlaksanaan Surat paksa.
(52)
5. Biaya Penyampaian Surat Paksa
a. Biaya Pelaksanaan atau Penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan Jurusita Pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.
b. Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihannya telah dilunasi atau belum oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencairan piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakni bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.
6. Surat Paksa yang dilaksanakan, diserahkan kepada Kepala Sub Bagian seksi Penagihan disertai laporan pelaksanaan penagihan dan verifikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam buku Register pengawasan Penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/SKP yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan Surat Paksa tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga/perusahaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.
(53)
7. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa
a. Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut.
b. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu:
1) Jenis, Letak dan Taksiran harga dari objek dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.
2) Pengakuan penyelesaian Surat Keberatan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.
3) Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak antara lain: kemampuan bayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap Penetapan/Penagihan Pajak dan Sebagainya, sehingga Jurusita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.
8. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.
Pejabat/Jurusita dapat memperlihatkan/melihat aset-aset atau barang-barang yang dimiliki Wajib Pajak untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika Wajib Pajak masih tetap untuk tidak membayar utangnya
(54)
9. Apabila utang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) oramg yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal Jurusita pajak dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak ridak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang membebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.
10.Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.
B. Pelaksanaan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sampai dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Dengan dianutnya system Self assessment yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang. Pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan penerimaan Negara dari sector pajak tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini berarti bahwa peran Wajib Pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan system perpajakan tersebut.
Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan hutang pajaknya. Banyak
(55)
dari wajib pajak tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Teguran. Begitu juga surat teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan surat paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidakpatuhan wajib pajak ini, maka dilakukan tindakan penagihan aktif dimana sebagai sarana dalam mencapai penerimaan Negara dari sektor pajak.
Analisa Tabel III.3
Dari tabel tersebut dapat kita lihat kinerja aparatur pajak seksi penagihan di KPP Medan Kota dalam melaksanakan penagihan Pajak pada Tahun 2012, ternyata cukup aktif dalam melaksanakan penagihan pajak tahun 2012 per 31 Maret. Dapat kita lihat dari sisa penerbitan SKPKB pada tahun 2011 yaitu 245 lbr, dengan nilai ketetapan sebesar Rp. 803.434.608. Sisa Surat Teguran yang terbit tahun 2011 yaitu 105 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp. 695.394.808. , dan Sisa Surat Paksa yang terbit pada sisa tahun 2011 yaitu 80 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp. 224.317.584.
Pada Bulan Januari SKPKB yang terbit yaitu 1 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp. 5.731.902, Surat Teguran yang terbit yaitu 45 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp.26.304.857, Surat Paksa yang terbit yaitu 18 lbr dengan nilai ketetapan Rp.27.564.821.
Pada Bulan Februari SKPKB yang terbit tidak ada, Surat Teguran yang terbit 35 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp18.324.510, Surat Paksa yang terbit yaitu 69 lbr dengan nilai ketetapan Rp.154.914.974.
(56)
Pada Bulan Maret SKPKB yang terbit yaitu 3 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp.17.568.945, Surat Teguran yang terbit yaitu 62 lbr dengan nilai ketetapan sebesar Rp.57.860.432, Surat Paksa yang terbit yaitu 36 lbr dengan nilai ketetapan Rp.32.481.258.
Jadi, Jumlah keseluruhan SKPKB yang Terbit Sisa Tahun 2011 dengan Tahun 2012 per 31 Maret yaitu 249 lbr dengan Total nilai ketetapan Rp.826.735.455, Jumlah keseluruhan Surat Teguran (ST) yang Terbit Sisa Tahun 2011 dengan Tahun 2012 per 31 Maret yaitu 247 lbr dengan Total Nilai ketetapan Rp 797.884.607, maka 249 lbr – 247 = 2 lbr dan Rp. 826.735.455 – Rp 797.884.607 = Rp. 28. 850.848 yang akan ditindaklanjuti pada Surat Teguran yang tertunggak Pajaknya dan Jumlah keseluruhan Surat Paksa (SP) yang Terbit Sisa Tahun 2011 dengan Tahun 2012 per 31 Maret yaitu 203 lbr dengan Total Nilai ketetapan Rp 439.278.637. maka 247 lbr – 203 lbr = 44 lbr dan Rp. 797.884.607 – Rp. 439.278.637 = Rp 358.605.970,- yang akan ditindaklanjuti pada Surat Paksa yang tertunggak Pajaknya.
C. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif sampai dengan Surat Paksa Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan penagihan pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah:
1. Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak Surat Paksa.
Adakalanya Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan.dan alasan-alasan yang dikemukakan ini kadangkala
(57)
sengaja di cari-cari karena Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau membayar pajaknya.
Apabila penolakan didasarkan pada alasan-alasan lain, misalnya : a. Karena sedang mengajukan Surat Keberatan; atau
b. Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas.
Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang bersangkutan. Dan apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman / tempat kedudukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak ataupun wakilnya, dan dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahukan/ disampaikan.
Dalam prakteknya, kadang terdapat perhitungan yang salah dari pajak yang seharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka Wajib Pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah ditentukan jumlah yang benar (Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK 03 /2007). Apabila dalam melaksanakan penyampaian Surat Paksa, Jurusita menemukan persoalan seperti ini, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut surat ketetapan pajakyang ada pada penanggung pajak,makaJurusita tidak dapat mengubah apa yang tertulis pada Surat Paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya.
(58)
2. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang barang-barangnya akan disita.
3. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang pribadi Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak memperbolehkan Jurusita Pajak untuk menyita barang-barang miliknya juga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan penagihan ini.
4. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita.Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita, para seksi dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara 5. Sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak/Penanggung Pajak guna pelunasan
utang pajaknya menjadi tertunda.
6. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak.Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa WajibPajak/Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.
(59)
D. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa
Pemecahan masalah dalam hal Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa, yaitu:
1. Untuk meningkatkan kedaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita sering ini menganut Self Assesment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.
2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukakan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib Pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.
3. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak fiskus dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.
4. Apabila jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya, Jurusita dapat melaporkan kepada pihak Kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.
(60)
5. Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang milik Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.
6. Wajib Pajak / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan.
7. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak Kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-Undangan.
Dilihat dari masalah-masalah yang timbul di dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak sampai dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak.
(61)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulisan dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Tujuan akhir dari Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak bukanlah hanya semata-mata untuk menyita ataupun lelang, tetapi dengan tujuan pelunasan utang-utang pajak yang terutang yang dimilki oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Jurusita Pajak tidak memiliki sarana yang lain, selain penagihan aktif dalam upaya pencairan tunggakan pajak, maka jurusita pajak dapat melakukan pemblokiran rekening bank penanggung pajak.
2. Masih banyaknya terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan pihak aparatur pajak yang dapat mengakibatkan tunggakan atau pajak yang terutang semakin banyak yang dikarenakan adanya penundaan-penundaan karena berbagai faktor. Masih kurang kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak dalam melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, Masih terdapat Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak memiliki Aktiva/uang yang tersisa, adanya reaksi Wajib
(62)
Pajak/Penanggung Pajak yang berlebihan pada saat Penagihan Surat Teguran dan Surat Paksa, tidak dijumpai Wajib Pajak/Penanggung Pajak dilokasi/alamat yang diberikan oleh Wajib Pajak/Penanggung pajak tersebut , maka dari itu dilakaukan tindakan Penagihan Aktif sebagai sarana penerimaan Negara dari sektor Pajak.
B. Saran
Adapun saran yang dapat membantu Fiskus dan Aparatur Pajak lainnya dalam Pelaksanaan Penagihan, yaitu :
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak haruslah sesuai dengan Undang-undang, hal ini memberikan kekuatan hukum kepada fiskus untuk melakukan tindakan Penagihan Pajak terhadap wajib pajak. Para Aparatur pajak pada Pelaksanaan Penagihan sudah melakukannya secara optimal, tetapi mungkin dengan cara persuasif atau mengajak melalui pendekatan-pendekatan terhadap Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak/Penanggung Pajak menjadi jauh lebih sadar akan kewajibannya sehingga dapat mencapai target dalam pencairan tunggakan-tunggakan pajaknya, sehingga dapat memperkecil kesempatan Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk menghindari pelunasan utang pajak yang dimilikinya. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukakan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib Pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.
2. Setelah melakukan Pemblokiran Rekening Bank dan saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak haruslah membuat Berita Acara
(63)
Pelaksanaan Sita, menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan sehingga terjadi koordinasi yang baik antara ke tiga belah pihak tersebut. Perlunya peningkatan koordinasi serta kerjasama antara Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan pihak aparatur pajak dalam pelaksanaan mekanisme penundaan pembayaran utang pajak ataupun konsultasi penjumlahan pembayaran utang pajak sehingga tidak terjadi perbedaan penghitungan atas jumlah utang pajak. Masih terdapat banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak patuh. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa yang direspon. Dan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan, pihak KPP Pratama Medan Kota perlu meningkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan penyuluhan yang intensif. Sumber Daya Manusia yang terbatas dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pada proses penagihan pajak. Khususnya dalam hal Penagihan Aktif, petugas Jurusita Pajak yang masih belum mencukupi bila dibandingkan dengan volume kerja dan jumlah Wajib Pajak yang menunggak semakin bertambah. Diharapkan kepada aparatur pajak yang ada untuk semakin bertambah. Diharapkan kepada aparatur pajak yang ada untuk mengoptimalkan semua keterampilan dan profesionalitas dalam menyelesaikakan tanggung jawabnya.
(64)
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-29/PJ/2012 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus
Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 20-24 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 Tentang Pemeriksaan Untuk
Tujuan Penagihan Pajak
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pasal 1 angka 20 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Buku:
Fokusmedia. 2010, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Edisi Revisi Tahun 2010,Bandung: CV Fokusmedia,
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011. CV Andi Offset, Yogyakarta.
(1)
D. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa
Pemecahan masalah dalam hal Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa, yaitu:
1. Untuk meningkatkan kedaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta
peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita sering ini
menganut Self Assesment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk
melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.
2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang
pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukakan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib Pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.
3. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak fiskus dengan instansi terkait,
sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.
4. Apabila jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan
tugasnya, Jurusita dapat melaporkan kepada pihak Kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.
(2)
5. Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang milik Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.
6. Wajib Pajak / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan
disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan.
7. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara
Sita, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak Kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-Undangan.
Dilihat dari masalah-masalah yang timbul di dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak sampai dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulisan dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Medan Kota telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Tujuan akhir dari Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak bukanlah hanya semata-mata untuk menyita ataupun lelang, tetapi dengan tujuan pelunasan utang-utang pajak yang terutang yang dimilki oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Jurusita Pajak tidak memiliki sarana yang lain, selain penagihan aktif dalam upaya pencairan tunggakan pajak, maka jurusita pajak dapat melakukan pemblokiran rekening bank penanggung pajak.
2. Masih banyaknya terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak/Penanggung Pajak
dengan pihak aparatur pajak yang dapat mengakibatkan tunggakan atau pajak yang terutang semakin banyak yang dikarenakan adanya penundaan-penundaan karena berbagai faktor. Masih kurang kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak dalam melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, Masih terdapat Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak memiliki Aktiva/uang yang tersisa, adanya reaksi Wajib
(4)
Pajak/Penanggung Pajak yang berlebihan pada saat Penagihan Surat Teguran dan Surat Paksa, tidak dijumpai Wajib Pajak/Penanggung Pajak dilokasi/alamat yang diberikan oleh Wajib Pajak/Penanggung pajak tersebut , maka dari itu dilakaukan tindakan Penagihan Aktif sebagai sarana penerimaan Negara dari sektor Pajak.
B. Saran
Adapun saran yang dapat membantu Fiskus dan Aparatur Pajak lainnya dalam Pelaksanaan Penagihan, yaitu :
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak haruslah sesuai dengan Undang-undang, hal ini
memberikan kekuatan hukum kepada fiskus untuk melakukan tindakan Penagihan Pajak terhadap wajib pajak. Para Aparatur pajak pada Pelaksanaan Penagihan sudah melakukannya secara optimal, tetapi mungkin dengan cara persuasif atau mengajak melalui pendekatan-pendekatan terhadap Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak/Penanggung Pajak menjadi jauh lebih sadar akan kewajibannya sehingga dapat mencapai target dalam pencairan tunggakan-tunggakan pajaknya, sehingga dapat memperkecil kesempatan Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk menghindari pelunasan utang pajak yang dimilikinya. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukakan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib Pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.
2. Setelah melakukan Pemblokiran Rekening Bank dan saldo kekayaan yang
(5)
Pelaksanaan Sita, menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan sehingga terjadi koordinasi yang baik antara ke tiga belah pihak tersebut. Perlunya peningkatan koordinasi serta kerjasama antara Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan pihak aparatur pajak dalam pelaksanaan mekanisme penundaan pembayaran utang pajak ataupun konsultasi penjumlahan pembayaran utang pajak sehingga tidak terjadi perbedaan penghitungan atas jumlah utang pajak. Masih terdapat banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak patuh. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa yang direspon. Dan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan, pihak KPP Pratama Medan Kota perlu meningkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan penyuluhan yang intensif. Sumber Daya Manusia yang terbatas dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pada proses penagihan pajak. Khususnya dalam hal Penagihan Aktif, petugas Jurusita Pajak yang masih belum mencukupi bila dibandingkan dengan volume kerja dan jumlah Wajib Pajak yang menunggak semakin bertambah. Diharapkan kepada aparatur pajak yang ada untuk semakin bertambah. Diharapkan kepada aparatur pajak yang ada untuk mengoptimalkan semua keterampilan dan profesionalitas dalam menyelesaikakan tanggung jawabnya.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-29/PJ/2012 Tentang Kebijakan Penagihan
Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 20-24 Tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 Tentang Pemeriksaan Untuk
Tujuan Penagihan Pajak
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pasal 1 angka 20 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
Buku:
Fokusmedia. 2010, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),
Edisi Revisi Tahun 2010,Bandung: CV Fokusmedia,
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011. CV Andi Offset, Yogyakarta.