Potensi Kopi Arabika Aceh Sebagai Antioksidan Pada Mencit (Mus Musculus L.) Jantan Yang Terpapar Asap Rokok

POTENSI KOPI ARABIKA ACEH SEBAGAI ANTIOKSIDAN
PADA MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN YANG
TERPAPAR ASAP ROKOK

WARYSATUL UMMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN 2016
MENGENAI TESIS DAN

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Kopi Arabika
Aceh sebagai Antioksidan pada Mencit (Mus musculus L.) Jantan yang Terpapar
Asap Rokok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Warysatul Ummah
NIM B151130041

RINGKASAN
WARYSATUL UMMAH. Potensi Kopi Arabika Aceh sebagai Antioksidan Pada
Mencit (Mus musculus L.) Jantan yang Terpapar Asap Rokok. Dibimbing oleh
HERA MAHESHWARI, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan
KOEKOEH SANTOSO.
Kopi adalah salah satu minuman paling populer. Pemikiran bahwa
konsumsi kopi dapat memiliki efek positif dan negatif masih diperdebatkan. Kopi
mengandung senyawa polifenol yang memiliki potensi sebagai antioksidan.
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi kopi arabika Aceh sebagai antioksidan
pada mencit (Mus musculus L.) jantan yang terpapar asap rokok melalui
pengukuran kadar malondialdehid (MDA) serta enzim superoksida dismutase
(SOD) hati dan ginjal, pengukuran nilai hematologi butir darah merah (eritrosit),
Hb, PCV, butir darah putih (leukosit) dan differensial leukosit (neutrofil, limfosit,
monosit, eosinofil, basofil) serta nilai rasio indeks stress (N/L).

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 6
x 4 dengan 3 ulangan, faktor pertama ialah dosis kopi yang terdiri atas tiga level
dosis, yaitu 0,91, 1,82 dan 3,64 mg/g BB dan faktor kedua adalah waktu
pengamatan yang terdiri atas empat level waktu, yaitu hari ke 7, 14, 21 dan hari
28. Bahan penelitian ini menggunakan rokok kretek dan kopi arabika Aceh.
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus
musculus L.) galur Balb-C sebanyak 65 ekor dengan bobot badan ± 20 g, dibagi
menjadi enam kelompok, masing-masing terdiri dari 12 ekor, lima ekor sebagai
kontrol. Kelompok (P0) sebagai kontrol, kelompok (P1) hewan uji hanya diberi
kopi dosis 3,64 mg/g bobot badan/oral. Kelompok (P2), hewan uji dipapar asap
rokok 4 batang/1 jam/hari. Kelompok P3, P4, dan P5 masing-masing dipapar asap
rokok 4 batang/1 jam/hari dalam smoking chamber, kemudian diberi kopi dengan
dosis 0,91, 1,82 dan 3,64 mg/g bobot badan/hari per oral selama 28 hari. Pada hari
ke 7, 14, 21 dan 28, diambil darah untuk pengukuran nilai hematologi serta
diambil organ hati dan ginjal untuk analisis MDA dan SOD.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar MDA dan enzim SOD antar
kelompok tidak berbeda nyata (p>0,05) akan tetapi kelompok P3 pada MDA hati
cenderung memberikan pengaruh menurunkan kadar MDA hati dan kelompok P5
hari ke 21 pada MDA ginjal. Kadar enzim SOD hati cenderung meningkat pada
kelompok P4 hari ke 14, sedangkan pada ginjal kadar enzim SOD cenderung

meningkat pada kelompok kontrol (P0) hari ke 28 dan kelompok P5.
Jumlah BDM, kadar Hb dan nilai PCV pada kelompok yang terpapar asap
rokok lebih tinggi dibandingkan yang diberi asap rokok kombinasi kopi. Hal ini
membuktikan bahwa asap rokok membuat kondisi stress lingkungan sehingga
jumlah BDM, Hb dan PCV meningkat. Meskipun demikian jumlah BDM, Hb,
PCV baik pada kontrol dan perlakuan masih dalam batas normal dan tidak
mengubah gambaran darah. Hadirnya kopi diduga dapat membantu menjaga
komponen darah tetap dalam kondisi normal akibat pemaparan asap rokok.
Parameter BDP dan differensial leukosit menunjukkan tidak ada perbedaan
nyata antar perlakuan (P>0,05) dan tidak menunjukkan adanya interaksi antara
lama hari dengan pemaparan dan pemberian kopi. Hal ini dikarenakan lamanya
waktu pemaparan asap rokok sebagai radikal bebas masih dapat di imbangi

dengan pemberian kopi dosis bertingkat sebagai antioksidan. Nilai hematologi
BDP dan differensiasi mencit juga masih dalam batas normal. Nilai basofil pada
semua perlakuan tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan jumlah basofil dalam
sirkulasi darah relatif sedikit. Jumlah basofil dalam leukosit darah yaitu kurang
dari 1%. Hasil nilai indeks stress (rasio N/L) pada semua kelompok hari ke 7, 14,
21 dan ke-28 masih dalam batas normal, kecuali pada kelompok kopi pada hari ke
21 memiliki rasio N/L sedikit lebih tinggi namun pada hari ke-28 indeks stres

(rasio N/L) pada perlakuan kopi menurun drastis. Hal ini diduga tubuh hewan
coba sudah mampu beradaptasi terhadap perlakuan yang diberikan.
Dapat disimpulkan bahwa kopi arabika Aceh memiliki potensi sebagai
antioksidan pada mencit yang dipapar asap rokok yang terlihat dari
kecenderungan penurunan kadar MDA, peningkatan kadar enzim SOD serta nilai
hematologi dan nilai indeks stres (N/L) yang stabil. Interaksi antara lama hari
pemaparan dan pemberian kopi pada hari ke 21 lebih dominan mempengaruhi
nilai dari setiap parameter.
Kata kunci: antioksidan, kopi, malondialdehida, rokok, superoksida dismutase.

SUMMARY
WARYSATUL UMMAH. The potential of Aceh Arabica coffee as antioxidant
for male mice (Mus musculus L.) exposed to smoke of cigarette. Supervised by
HERA MAHESHWARI, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and
KOEKOEH SANTOSO.
Coffee is one of the most popular beverages. Positive and negative effects
of coffee consumption was still debated. Coffee contains polyphenolic compounds
that have potential as an antioxidants. This study aims to explore the potential of
Aceh arabica coffee as an antioxidant in male mice (Mus musculus L.) suffering
from cigarette smoke exposure by measuring the levels of malondialdehyde

(MDA) and the enzyme superoxide dismutase (SOD) of the liver and kidneys,
hematology value measurement of red blood grains (erythrocytes), Hb, PCV,
grains of white blood (leukocytes) and differential leukocytes (neutrophils,
lymphocytes, monocytes, eosinophils, basophils) and the value ratio of index
stress (N/L).
This study used a completely randomized design (CRD) with a 6 x 4
factorial arrangement with three replications, the first factor was dose of coffee
administration with three levels i.e., 0,91, 1,82 and 3,64 mg/g and the second
factor is the observation time four- time level i.e., 7th, 14th, 21st and day 28th. This
research material used cigarettes and Aceh arabica coffee. Sixty five male mice of
Balb-C strain with approximately ± 20 g were used and were divided into six
groups; each of groups contains 12 mice, the other five mice as control group. The
group (P0) is the control. The treatment animals (P1) were only given coffee dose
of 3,64 mg/g body weight/oral. The treatment animals (P2) were exposed to
smoke of four cigarettes/one hour/day. Group P3, P4, and P5 respectively were
exposed to smoke of four cigarette/one hour/day in the smoking chamber, and
then were given coffee with a dose of 0,91, 1,82 and 3,64 mg/g body weight/day
orally for 28 days. Three mice of each treatment groups were euthanized to take
their blood for measurement the value of hematology, the liver and kidney were
taken for MDA and SOD analysis.

Statistical analysis showed that the levels of MDA and SOD enzyme was
not significantly different (P>0,05), P3 group on liver MDA was tended to
decrease liver MDA levels and kidney MDA levels in P5 group on day 21st. Liver
SOD enzyme levels was tended to increase in P4 group on day 14th, whereas
kidney SOD enzyme levels was tended to increase in the control group (P0) and
the P5 group on day 28th.
Number value of BDM, Hb and PCV in cigarette smoke exposed group
were higher than that given coffee a combination of cigarette smoke. It is proved
that cigarette smoke makes environmental stress conditions so that the number of
BDM, Hb and PCV increased. Nevertheless the number of BDM, Hb, PCV both
in the control and treatment groups was within normal limits. The presence of
aceh arabica coffee can help blood components keep remain in normal conditions
as a result of exposure to cigarette smoke.
Statistical analysis showed that the BDP and differential leukocyte was not
significantly different (P>0,05) and did not show any interaction between the old
days with the presentation and delivery of coffee. This is because cigarette smoke

exposure time as free radicals can still be offset by giving a dose of coffee graded
as antioxidants. BDP hematologic value and differentiation of mice were also
within normal limits. Value basophils in all treatments was not found. The number

of basophils was less than 1%. The results of index stress (ratio of N/L) in all
groups on day 7th, 14th, 21st and 28th is within normal limits, except in coffee
group on day 21st a ratio of N/L was higher. It is suspected that experimental
animals has been able to adapt to the treatment given.
It can be concluded that the Aceh arabica coffee have potential as an
antioxidant in male mice (Mus musculus L.) which was exposed by cigarette
smoke, this condition was indicated by decreased of MDA and increased of SOD
levels, and the stable of hematology values and the stress index score (N / L). The
interaction between the length of exposure days and coffee administration on day
21st is more dominant in influencing the score of each parameter.
Keywords:antioxidants, cigarette, coffee, malondyaldehida, superoxide dismutase.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI KOPI ARABIKA ACEH SEBAGAI ANTIOKSIDAN
PADA MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN YANG
TERPAPAR ASAP ROKOK

WARYSATUL UMMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan, membawa
kita dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai
April 2015 adalah Potensi Kopi Arabika Aceh sebagai Antioksidan Pada Mencit
(Mus musculus L.) Jantan yang Terpapar Asap Rokok.
Penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada dosen
pembimbing yaitu Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc, Dr. Drh. Aryani Sismin
Satyaningtijas, M.Sc dan Dr. Drh. Koekoeh Santoso, atas waktu luang, bimbingan,
arahan, masukan, motivasi dan semangat hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Almarhumah Dr. Nastiti
Kusumorini yang telah membimbing tesis ini dari awal hingga tahap pelaksanaan
penelitian, memberi motivasi dan semangat kepada penulis. Penulis juga
menyampaikan terimakasih kepada Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si, sebagai
penguji luar komisi ujian tesis yang telah memberikan arahan, saran atas
perbaikan tesis ini.
Teristimewa, penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua,
Ayahanda Almarhum Ir. Kasman Bin Usman M.Si dan Ibunda Waki’ah S.Pd yang

selalu mencurahkan segala kasih sayang, do’a, kerja keras, kesabaran, perhatian
serta dukungan motivasi dan semangat kepada penulis, kepada kakanda Wihdatul
Adiya S.St.Pi, Miftahul Jannah S.Pd.I, abang Afdhalul Rizqi S.St.Pi, adinda
Hujjatul Balighah Amd.Keb, Fasihul Lisan dan Thariqatul ‘Amaliah serta
keluarga yang selalu memberikan perhatian, doa, motivasi, semangat dan
kebersaman dalam persaudaraan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) atas pengadaan program Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) yang telah mensponsori
penulis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), ketua
departemen IFO Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, Ph.D dan dosen-dosen
pendidik bagian Anatomi Fisiologi dan Farmakologi (AFF) atas ilmu yang
bermanfaat, staf pegawai akademik departemen IFO yang selalu memfasilitasi
kebutuhan akademik penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu
Asmarida, Ibu Sri Hartini, Bapak Wawan, Bapak Dikdik dan pengelola UPHL
yang telah membantu dan memberikan izin pemakaian fasilitas selama penelitian
berlangsung, teman-teman seperjuangan IFO, Arria Janovie, Fachruddin, Dustan,
Heny Nitbani, La Jumadin dan Aziz, serta sahabat-sahabat penulis Zulvia Maika
Letis, Cut Dara Dewi, Dwi Putri Ramadhani, Nasrianti Syam, Ria Windi Lestari,
Resti Fauziah serta Irmayani Hasibuan dan semua pihak yang telah membantu

penelitian dan penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan dan
dapat memberikan tambahan informasi.
Bogor, Maret 2016
Warysatul Ummah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Senyawa Aktif pada Kopi
Radikal Bebas dan Pengaruh Asap Rokok pada Tubuh
3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Persiapan Hewan Coba dan Rancangan Penelitian
Analisis Fitokimia Biji Kopi Arabika
Analisis DPPH dan Fenol Biji Kopi Arabika
Pembuatan Infusa Kopi dan Dosis Kopi
Sampling Organ
Parameter Pengamatan
Pengukuran Kadar MDA (Malondialdehid) Hati dan Ginjal
Pengukuran Aktifitas Enzim SOD (Superoksida Dismutase)
Hati dan Ginjal
Pengukuran Hematologi
Pengukuran Jumlah Butir Darah Merah
Pengukuran Jumlah Butir Darah Putih dan Diferensial Leukosit
Pengukuran Hemoglobin
Pengukuran Hematokrit
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar MDA (Malondialdehid) Hati dan Ginjal
Analisis Enzim SOD (Superoksida Dismutase) Hati dan Ginjal
Analisis Hematologi
5 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
2
2
2
2
2
4
4
5
7
7
7
8
8
8
8
10
11
11
11
12
12
12
13
13
13
13
14
16
18
23
24
29
33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil uji fitokimia biji kopi arabika
Analisa DPPH biji kopi arabika
Analisa fenol biji kopi arabika
Rataan analisis kadar MDA hati mencit setelah pemaparan asap rokok
dan pemberian kopi dengan dosis bertingkat
Rataan analisis kadar MDA ginjal mencit setelah pemaparan asap rokok
dan pemberian kopi dengan dosis bertingkat
Rataan analisis enzim SOD pada hati mencit
Rataan analisis enzim SOD pada ginjal mencit
Rataan jumlah BDM, BDP, Hb, PCV mencit setelah pemaparan asap
rokok dan pemberian kopi dengan dosis bertingkat
Nilai diferensial leukosit (neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil,
indeks stres) mencit setelah pemaparan asap rokok dan pemberian kopi
dengan dosis bertingkat

8
9
9
14
15
16
16
18

21

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pemikiran
2 Bagan alur penelitian
3 Hemositometer Neubauer dibawah mikroskop

3
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tata cara pemaparan asap rokok
2 Perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan untuk konversi
dosis
3 Prosedur pengujian fitokimia biji kopi arabika Aceh
a.Alkaloid
b.Fenolik
c.Triterpenoid/Steroid
d.Hidro kuinon
4 Prosedur pengujian DPPH dan Fenol biji kopi arabika Aceh

29
29
30
30
31
31
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rokok merupakan salah satu kebutuhan yang dapat dinikmati setiap hari
sebagai media untuk saling berinteraksi dalam kehidupan bersosial. Kebiasaan
merokok ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, mulai dari rasa ingin tahu
untuk mencoba, hingga dorongan dari teman-teman tanpa menghiraukan akibat
yang ditimbulkan bagi kesehatan. Rokok merupakan sumber radikal bebas
eksogen yang dapat mengganggu fungsi sel-sel tubuh, sehingga berdampak
negatif terhadap fisiologi tubuh. Usman dan Suryati (2012) melaporkan bahwa
rokok mengandung lebih dari 4000 zat yang bersifat racun dan 250 zat di
antaranya karsinogenik. Mellawati dan Chichester (1996) menyatakan kelompok
terbesar tembakau rokok mengandung 24% senyawa nitrogen, serta 15%
hidrokarbon. Komponen dalam setiap batang rokok adalah karbon monoksida
(CO) 5-23 mg, asam nitrat 0,1-1,6 mg, asetaldehid 0,2-1,3 mg, asam format 0,11,1 mg, metil klorida 0,1-0,8 mg, asam sianida 0,03-0,7 mg. Dinas Perhutanan dan
Perkebunan Bojonegoro (2014) melaporkan bahwa berat atau jumlah tembakau
pada setiap batang rokok sebanyak 0,75 g dengan kandungan nikotin dalam daun
tembakau 2%. Trabel et al. (2000) mengemukakan bahan kimia yang terkandung
dalam rokok seperti nitrosamin dan oksigen reaktif dapat membentuk radikal
bebas jika teroksidasi menjadi NO (nitrit oksida) dan nitrit peroksida (NO2) dalam
fase gas, dalam fase tar berupa quinon, semiquinon dan hydroquinone (Q, HQ dan
HQ2).
Radikal bebas asap rokok dapat menimbulkan berbagai penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, gangguan kesehatan reproduksi,
kanker mulut, kanker paru-paru dan penyakit kanker lainnya. Penelitian Samsuria
(2009) melaporkan bahwa paparan asap rokok pada tikus bunting menyebabkan
terjadinya kegagalan implantasi, penurunan berat pada ovarium dan uterusplasenta-anak (UPA). Pemaparan asap rokok pada tikus jantan meningkatkan
partikel hitam yang menempel pada dinding alveolus paru-paru, meningkatkan
nilai PCV, dan menurunkan kualitas sperma (Unitly 2013). Efek negatif akibat
rokok merupakan masalah terbesar yang harus ditanggulangi. Radikal bebas dari
asap rokok dapat dinetralisir dengan pemberian antioksidan. Antioksidan dapat
berupa enzimatis (superoksida dismutase atau SOD, katalase dan glutation
peroksidase, vitamin (vitamin A, C, E dan β-karoten) dan senyawa lain berupa
flavonoid, albumin, bilirubin. Antioksidan enzimatis berperan sebagai barier
utama (primer) terhadap kondisi stress oksidatif. Antioksidan non enzimatis
(sekunder) berupa asupan nutrisi yang bersumber dari sayuran dan buah-buahan
seperti vitamin C, E, A dan β-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin.
Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam menangkap senyawa oksidan (radikal
bebas) dan mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi 2007).
Salah satu tanaman yang mengandung senyawa antioksidan yaitu kopi.
Pellegrini et al. (2003) melaporkan bahwa komponen polifenol berupa asam
klorogenat, yakni ester dari asam kafeat dan asam kuinat berperan sebagai
antioksidan dan senyawa ini merupakan komponen terbanyak yang terkandung
dalam kopi. Svilaas et al. (2004) melaporkan bahwa asupan kopi berkontribusi

2
sebagai antioksidan plasma. Kopi yang berkafein atau tidak berkafein sama-sama
mengandung antioksidan yang mampu melawan radikal bebas. Terkuaknya isu
potensi kopi bagi kesehatan menyebabkan lebih dari separuh jumlah penduduk
Amerika mengkonsumsi kopi setiap hari (Winarsi 2007). Merokok dan minum
kopi merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh remaja bahkan yang tua. Di
Indonesia kebiasaan minum kopi selalu di iringi dengan merokok. Namun
demikian, belum diketahui secara pasti efek yang ditimbulkan jika mengkonsumsi
kopi bersamaan dengan merokok. Sehubungan dengan hal tersebut maka
penggunaan kopi sebagai antioksidan yang berpotensi untuk menetralisir radikal
bebas akibat paparan asap rokok perlu di eksplorasi lebih lanjut.
Perumusan Masalah
Asap rokok merupakan sumber radikal bebas yang sangat berbahaya pada
tubuh. Bahan tembakau pada rokok mengandung senyawa nikotin yang bersifat
psikoaktif menyebabkan ketagihan merokok. Merokok seringkali dilakukan
bersamaan dengan meminum kopi. Kopi mengandung senyawa kafein yang dapat
memberikan efek keterjagaan/waspada, meningkatkan konsentrasi. Efek yang
ditimbulkan jika mengkonsumsi kopi bersamaan dengan merokok belum
diketahui secara pasti. Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi potensi
antioksidan kopi Arabika Aceh untuk menetralisir radikal bebas asap rokok pada
mencit (Mus musculus L.) jantan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi kopi arabika Aceh sebagai
antioksidan pada mencit (Mus musculus L.) jantan akibat paparan asap rokok
melalui pengukuran kadar MDA hati dan ginjal, enzim SOD hati dan ginjal, nilai
hematologi serta nilai indeks stres ( rasio N/L).
Hipotesis Penelitian
Kopi arabika Aceh berpotensi sebagai antioksidan yang dapat menetralisir
radikal bebas pada mencit (Mus musculus L.) jantan akibat paparan asap rokok.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi informasi ilmiah mengenai
potensi kopi khususnya kopi arabika Aceh sebagai antioksidan yang dapat
menangkal radikal bebas akibat paparan asap rokok.
Kerangka Pemikiran
Asap rokok yang dihirup mengandung komponen gas dan partikel.
Komponen gas berupa CO, CO2, O2, hidrogen sianida, nitrogen, senyawa
hidrokarbon. Komponen partikel antara lain tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan
cadmium. Radikal bebas asap rokok CO dapat mengurangi daya angkut O2 darah
sebesar 15%. CO menimbulkan desaturasi Hb. CO menggantikan tempat O2 di Hb,
mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (Syahdrajat

3
2007). Radikal bebas asap rokok menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang
di tandai dengan peningkatan kadar malondyaldehid (MDA). MDA merupakan
produk akhir yang di hasilkan dari reaksi asam lemak tak jenuh ganda penyusun
fosfolipid membran sel dengan senyawa oksigen reaktif (ROS) yang membentuk
hidrogen peroksida (Setiawan dan Suhartono 2007).
Radikal bebas dapat distabilkan dengan pemberian senyawa antioksidan.
Salah satu bahan yang mengandung senyawa antioksidan adalah kopi. Kopi
mengandung senyawa kafein yang dapat memberikan efek keterjagaan/waspada
dan meningkatkan konsentrasi (Winarsi 2007). Pellegrini et al. (2003) meyakini
bahwa komponen polifenol berupa asam klorogenat, yakni ester dari asam kafeat
dan asam kuinat bertanggung jawab sebagai antioksidan dan senyawa ini
merupakan komponen terbanyak yang terkandung dalam kopi. Fenomena saat ini,
rokok sering dilakukan dengan minum kopi. Rokok dan kopi merupakan bahan
konsumsi yang sangat digemari oleh masyarakat, terutama laki-laki. Masingmasing bahan tersebut memberikan efek tersendiri pada organ target. Efek yang
ditimbulkan jika merokok bersamaan dengan minum kopi masih belum begitu
diketahui. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran untuk mempelajari potensi kopi
dengan efek positif nya untuk dapat digunakan sebagai antioksidan yang diberikan
pada mencit jantan yang di papari asap rokok.
Asap Rokok
Nikotin,Tar, Co

Radikal bebas

Antioksidan

Kopi

Stress oksidatif

Fungsi Sel
Kematian Sel

Penyakit degeneratif
Ket:

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran

= efek negatf
= efek positif

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Kopi termasuk dalam famili rubiaceae, merupakan tanaman tahunan
berkayu, akar tunggang dengan sistem perakaran yang dangkal, pendek, tegak
lurus kebawah. Batang kopi beruas sekitar 10 cm, disetiap ruas muncul daun yang
berhadapan yang berkembang menjadi cabang. Bunga kopi memiliki tangkai
pendek, berwarna putih ketika mekar, berupa kuncup putih kehijauan dengan
panjang sekitar 5 mm sebelum mekar. Buah kopi berbentuk bulat dengan diameter
sekitar 1 cm. Kulit kopi berwarna hijau saat masih muda, kemudian menjadi
kuning dan berwarna merah setelah matang. Secara umum tanaman kopi yang
dibudidayakan berupa jenis Arabika dan Robusta. Kopi arabika ditemukan pada
tahun 1753. Kopi arabika memiliki kandungan kafein 0,8-1,4 %, memiliki aroma
yang kuat dan wangi. Kualitas bijinya jauh lebih baik dibandingkan kopi liberika
dan robusta. Kopi robusta ditemukan pada tahun 1895. Kopi robusta mengandung
kafein 1,7-4%, aroma khas dan manis, rasanya lebih kasar dibandingkan arabika.
Kopi robusta tumbuh didataran rendah, lebih tahan terhadap penyakit karat
daun/HV (Hemelia vastatrix) karena mendapatkan penyinaran penuh dari cahaya
matahari dibandingkan kopi arabika yang tumbuh didataran tinggi dengan
intensitas sinar matahari yang kurang sehingga proses pembungaannya lebih lama.
Biji kopi mengandung senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil
memberikan pengaruh pada aroma kopi, sedangkan senyawa non volatil
memberikan pengaruh pada mutu kopi. Senyawa non volatil seperti asam
klorogenat berperan sebagai antioksidan kuat pada kopi (Nurhakim dan Rahayu
2014).
Senyawa Aktif pada Kopi
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu mencegah terjadinya
radikal bebas. Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektron kepada
radikal bebas sehingga aktivitas senyawa oksidan dapat dihambat. Berdasarkan
mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer bekerja dengan
mendonorkan atom hidrogen kepada senyawa oksidan sehingga menjadi senyawa
yang lebih stabil. Antioksidan sekunder menghambat senyawa oksigen reaktif
dengan cara merusak pembentukan reaksi berantai. Sedangkan antioksidan tersier
memperbaiki kerusakan biomolekuler seperti DNA-repair dan metionin
sulfoksida reduktase akibat reaksivitas senyawa radikal bebas (Winarsi 2007).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu
antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis berupa
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan
non enzimatis banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan. Selain terdapat
pada sayur dan buah-buahan, antioksidan non enzimatis juga dimiliki oleh jenis
tanaman tertentu (Winarsi 2007). Salah satu tanaman yang mengandung
antioksidan adalah kopi. Biji kopi mengandung senyawa volatil dan non volatil.

5
Senyawa volatil seperti golongan aldehid, keton dan alkohol memberikan
pengaruh pada aroma kopi, sedangkan senyawa non volatil seperti asam
klorogenat memberikan pengaruh pada mutu kopi dan berperan sebagai
antioksidan kuat pada kopi (Nurhakim dan Rahayu 2014).
Kafein pada kopi mengandung golongan senyawa alkaloid bersifat basa,
satu atau lebih atom nitrogen, tidak berwarna, bersifat optis aktif, kebanyakan
berbentuk kristal dan sedikit berupa cairan pada suhu kamar (misalnya nikotina).
Alkaloid sering digunakan dalam bidang pengobatan karena memiliki respon
fisiologi (Harborne 1987).
Lelyana (2008) melaporkan bahwa pemberian larutan kopi 0,72ml/hari dan
2,16 ml/hari pada tikus dapat menurunkan kadar asam urat. Studi epidemiologi
yang dilakukan oleh Andersen et al. (2006) telah menemukan bahwa kopi
dikaitkan dengan penurunan biomarker stress oksidatif. Svilaas et al. (2004)
asupan kopi berkontribusi sebagai antioksidan plasma. Pellegrini et al. (2003)
meyakini bahwa komponen polifenol berupa asam klorogenat, yakni ester dari
asam kafeat dan asam kuinat bertanggung jawab sebagai antioksidan.
Selain efek positif kopi yang tersebut di atas, kopi juga memiliki efek
negatif. Santos et al. (2014) melaporkan konsumsi kopi berdampak negatif
terhadap material dan struktur tulang, mengurangi volume ukuran tulang paha dan
tulang kortikal, membuat tulang lebih lemah hingga patah. Andrade et al. (2013)
melaporkan menghirup asap rokok dan konsumsi kopi memperlambat proses
perbaikan tulang. Kopi juga dapat menurunkan pH saliva karena kopi
mengandung karbohidrat sederhana dalam konsentrasi yang tinggi yaitu sukrosa
dan monosakarida (Andriany et al. 2012).

Radikal Bebas dan Pengaruh Asap Rokok pada Tubuh
Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan bahan pokok dari
pembuatan rokok. Haris et al. (2012) melaporkan rokok diklasifikasikan
berdasarkan bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses
pembuatan rokok dan penggunaan filter pada rokok. Asap rokok yang dihasilkan
dari pembakaran rokok menimbulkan pencemaran udara, dan sangat merugikan
bagi perokok pasif. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa asap rokok
merupakan sumber radikal bebas yang berdampak negatif bagi tubuh. Winarsi
(2007) menyatakan bahwa rokok sumber pembentuk radikal bebas yang berasal
dari lingkungan. Radikal bebas yang dihasilkan dari rokok tidak hanya berdampak
pada tubuh si perokok, akan tetapi merugikan bagi orang yang berada di
sekelilingnya.
Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang mengandung
satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Adanya
elektron yang tidak berpasangan tersebut menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan elektron dengan cara menyerang dan mengikat elektron
atau molekul yang ada disekitarnya. Sumber radikal bebas dapat berasal dari
endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen terbentuk melalui autoinduksi,
oksidasi, enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria
serta oksidasi ion-ion logam transisi. Sedangkan sumber radikal bebas eksogen
berasal dari luar tubuh seperti sinar UV, polusi, makanan, minuman, ozon,

6
pestisida dan asap rokok (Rohmatussolihat 2009). Radikal bebas terbentuk
melalui 3 tahapan reaksi, yaitu tahap inisiasi merupakan awal pembentukan
radikal bebas; tahap propagasi yaitu pemanjangan rantai radikal; tahap terminasi
yaitu senyawa radikal bebas bereaksi dengan senyawa radikal bebas lain sehingga
potensi propagasinya rendah (Winarsi 2007).
Asap rokok terbagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping
(side stream smoke). Asap rokok yang dihirup mengandung komponen gas dan
partikel. Komponen gas berupa CO, CO2, O2, hidrogen sianida, amoniak, nitrogen,
senyawa hidrokarbon. Sebagian besar fase gas adalah CO2, O2 dan nitrogen
(Syahdrajat 2007). Kadar nikotin dalam daun tembakau berbeda-beda tergantung
jenis dan letak posisi daun, daun yang letaknya lebih tinggi diantara daun yang
lainnya memiliki kadar nikotin lebih tinggi. Sekitar 95% alkaloid dalam rokok
adalah nikotin, berat kering sekitar 1,5% tembakau dalam rokok. Rata-rata dalam
sebatang rokok mengandung 10-14 mg nikotin dan sekitar satu mg nikotin di
absorbsi ke dalam sistem pembuluh darah sistemik (Benowitz et al. 2009).
Darah merupakan komponen jaringan ikat terdiri dari sel-sel yang tertanam
dalam matriks cair yaitu plasma. Komponen darah manusia terdiri atas 55%
plasma dan 45% unsur-unsur selular. Bagian penyusun plasma yaitu air, ion-ion
(elektrolit darah) seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida dan
bikarbonat, protein plasma yang terdiri atas albumin untuk keseimbangan dan
osmotik dapar pH, fibrinogen untuk penggumpalan darah, immunoglobulin
(antibodi) sebagai pertahanan tubuh. Selain itu plasma darah juga terkandung zatzat yang di transpor oleh darah seperti nutrien (misalnya glukosa, asam lemak,
vitamin), kemudian zat-zat buangan metabolisme, gas-gas respirasi (O2 dan CO2)
serta hormon. Sedangkan unsur selular darah terdiri dari 5-6 juta per µL (mm3) sel
darah merah (eritrosit), 5.000-10.000 per µL (mm3) sel darah putih (leukosit) yang
terbagi atas basofil, neutrofil, eosinofil, limfosit dan monosit, serta 250.000400.000 platelet yang berperan dalam penggumpalan darah (Campbell et al. 2010).
Komponen gas seperti CO dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut
O2 darah sebesar 15%. CO menimbulkan desaturasi Hb, menurunkan langsung
persediaan O2 untuk jaringan seluruh tubuh termasuk otot jantung. CO
menggantikan tempat O2 di Hb, mengganggu pelepasan oksigen, dan
mempercepat aterosklerosis (Syahdrajat 2007). Merokok sebatang setiap hari akan
meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20
kali per menit (Kurniati et al. 2012). Karbonmonoksida berasal dari proses
pembakaran yang tidak sempurna, merupakan gas beracun, tidak berwarna dan
tidak berbau. Karbonmonoksida memiliki kecenderungan kuat untuk berikatan
dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah dibandingkan oksigen karena daya
ikat karbonmonoksida dengan hemoglobin 200-250 kali lebih kuat dari daya ikat
oksigen dengan hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang mengandung
besi dan berperan dalam mentranspor O2 (Gondodiputro 2007).
Pengaruh radikal bebas asap rokok pada organ hati menyebabkan terjadinya
peroksidasi lipid yang ditandai dengan meningatkanya kadar malondyaldehid
(MDA) hati (Setiawan dan Suhartono 2007). Target utama peroksidasi oleh ROS
adalah asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) dalam lipid membran. MDA
merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang di gunakan sebagai biomarker
untuk menilai stress oksidatif (Retno et al. 2012). Pengaruh asap rokok terhadap

7
ginjal menyebabkan terjadinya kanker saluran kemih dan mempercepat terjadinya
resiko karsinoma pada sel ginjal (Cooper 2006).
Pemaparan asap rokok pada tikus jantan meningkatkan partikel hitam yang
menempel pada dinding alveolus paru-paru, meningkatkan nilai PCV,
menurunkan kualitas sperma (Unitly 2013). Fitriani et al. (2010) melaporkan
semakin lama waktu paparan asap rokok yang diberikan pada mencit, akan
semakin menurunkan kualitas spermatozoa (motilitas, hidup/mati, keutuhan
tudung akrosom dan abnormalitas). Pemaparan asap rokok dengan waktu dua jam
selama 18 hari telah dapat menyebabkan penurunan nyata terhadap kualitas
spermatozoa mencit. Sirajuddin et al. (2011) melaporkan bahwa paparan asap
rokok berhubungan nyata dengan bobot lahir bayi dan jumlah minimal yang
memberikan efek pada status berat lahir rendah adalah minimal 30 batang rokok
per hari. Asap rokok yang diberikan pada tikus bunting terhadap fisiologis induk
menyebabkan kegagalan implantasi, penurunan berat pada ovarium dan uterusplasenta-anak (Samsuria 2009).

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diberbagai tempat. Pemeliharaan hewan
dilakukan di unit pengelolaan hewan laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran
Hewan IPB, analisis fitokimia biji kopi arabika Aceh di laboratorium biofarmaka
LPPM IPB, analisis DPPH dan Fenol biji kopi arabika Aceh di laboratorium
kimia bahan pangan Fakultas Teknik Pertanian (FATETA) IPB dan sampling
hewan dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi (FIF) Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2015
sampai bulan April 2015.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus
musculuss L.), rokok kretek, kopi Arabika Aceh, bahan untuk analisis enzim
superoksida dismutase (SOD) dan malondialdehid (MDA) adalah: SOD murni
(sigma, USA), larutan cytochrom c (Sigma, USA), larutan xantin (Sigma, USA),
larutan xantin oksidase (Sigma, USA), thiobar-biturit acid (TBA),
butilhidroksitoluena (BHT) dan bahan kimia lain (buffer potassium fosfat,
aquades, dan chloroform/etanol), bahan untuk mengukur alat hematologi (larutan
hayem, larutan turk dan reagen drabkins).
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Smoking chamber,
spektrofotometer, sonde, hemositometer, mikroskop, sentrifus, dissecting set,
inkubator dan hematokrit reader.

8
Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Coba dan Rancangan Penelitian
65 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan berumur delapan minggu dengan
berat badan ± 20 g berasal dari bagian hewan percobaan FKH-IPB yang sudah di
adaptasikan selama satu minggu ditempatkan pada kandang kotak plastik ukuran
60cmx50cm, tinggi 10 cm yang ditutupi dengan kawat ram dan sekam sebagai
alas. Mencit diberi pakan standar dan minum ad-libitum. Kandang mencit dijaga
agar tidak lembab, ventilasi yang cukup dengan penerangan14 jam dan 10 jam
gelap. Penanganan hewan percobaan sesuai dengan persyaratan kode etik yang
berlaku, pemberian makanan yang cukup gizi dan sehat serta memperhatikan
kebersihan kandangnya. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan pola faktorial 6 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor pertama ialah dosis
kopi yang terdiri atas tiga level dosis, yaitu 0,91, 1,82 dan 3,64 mg/g BB.
Sementara itu faktor kedua adalah waktu pengamatan yang terdiri atas empat level
waktu, yaitu hari ke 7, 14, 21 dan hari 28.
Analisis Fitokimia Biji Kopi Arabika (LAB Pusat LPPM-IPB 2014)
Analisis fitokomia biji kopi Arabika di lakukan di Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka LPPM-IPB. Analisis uji fitokimia biji kopi arabika Aceh
meliputi identifikasi senyawa Alkaloid (metode Wagner, Mayer dan Dragendorf),
senyawa fenolik (flavonoid, tannin, saponin), senyawa triterpenoid/steroid dan
identifikasi senyawa hidro kuinon.
Tabel 1 merupakan hasil uji analisis fitokimia biji kopi arabika Aceh.
Hasil analisis fitokimia biji kopi arabika Aceh menunjukkan bahwa biji kopi
arabika tidak mengandung triterpenoid. Biji kopi arabika positif mengandung
senyawa flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, hidro kuinon dan steroid.
Tabel 1. Hasil uji fitokimia biji kopi arabika
Nama sampel

Parameter Fitokimia
Wagner
Alkaloid
Mayer
Dragendorf
Steroid
Biji kopi Arabika
Flavonoid
Tannin
Saponin
Triterpenoid
Hidroquinon
Keterangan: - : Negatif, +: Positif lemah, ++: Positif, +++: Positif Kuat

Hasil
++
+
+++
+
+++
+++
+++
+++

Analisis DPPH dan Fenol Biji Kopi Arabika (LAB FATETA-IPB 2014)
Analisis DPPH dan Fenol biji kopi Arabika di lakukan di Laboratorium
Kimia Bahan Pangan FATETA-IPB. Pengujian antioksidan biji kopi arabika Aceh
di lakukan dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Metode DPPH
bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari sampel yang diduga
mengandung antioksidan. Prior et al. (2005) melaporkan bahwa metode DPPH
didasarkan pada pengukuran kemampuan pereduksian terhadap radikal DPPH.
Radikal DPPH merupakan radikal organik nitrogen stabil yang memberikan efek

9
warna ungu. Sebagai standar digunakan larutan asam askorbat. Hasil uji analisis
DPPH biji kopi arabika di sajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Analisis DPPH biji kopi Arabika
Sampel

Biji kopi
hitam

Kopi
seduh

0,093

556,714

0,010

AEAC (mg
Asam
Askorbat/ml)
5,5017

0,095

553,857

0,010

5,4734

0,364

169,571

0,100

42,2416

0,361

173,857

0,100

43,3092

Berat
sampel (g)

1,0119

Abs
(A)

10,0358

Konsentrasi asam Volume
askorbat (mg/L)
(L)

AEAC rata2 (mg
Asam
Askorbat/ml)
5,4876

42,7754

Hasil analisis DPPH menunjukkan bahwa kopi seduh memiliki
kemampuan menangkap radikal DPPH lebih besar di bandingkan dengan biji kopi
hitam yang belum di seduh yaitu (42.7754 mg Asam askorbat/ml). Metode DPPH
(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) akan menetralisasi radikal DPPH dengan
menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan perubahan warna dari
ungu menjadi kuning. Penghilangan warna akan sebanding dengan jumlah
elektron yang diambil oleh DPPH yang diukur secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 517 nm (Prakash et al. 2007).
Tabel 3 merupakan hasil analisis total fenol biji kopi arabika. Pengujian
aktivitas total fenol merupakan dasar dilakukan pengujian aktivitas antioksidan.
Pengukuran total antioksidan dari tanaman dilakukan dengan mengukur kadar
total fenolik menggunakan reagen folin-ciocalteau. Senyawa golongan fenolik dan
polifenolik merupakan komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan.
Senyawa-senyawa golongan tersebut memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas (Ramle et al. 2008).
Tabel 3. Analisa fenol biji kopi arabika
Sampel

Biji
kopi
hitam

Kopi
seduh

Berat
sampel
(g)

Abs
(A)

Konsentrasi
(mg/L)

Volume
(L)

0,171

41,667

0,010

FP

25

Total
Fenol
(mg/g)

Total
Fenol
(g/100g)

10,2942

1,0294

Rata-rata
(g/100g)

1,0788

1,0119
0,183

45,667

0,010

25

11,2824

1,1282

110,333

110,333

0,100

40

43,9759

4,3976

108,667

108,667

0,100

40

43,3116

4,3312

10,0358

4,3644

Hasil analisis Fenol biji kopi arabika (Tabel 3) menunjukkan bahwa
kandungan senyawa fenolik didalam sampel berkorelasi dengan nilai DPPH,

10
kandungan antioksidan pada kopi seduh memiliki kapasitas antioksidan yang
lebih tinggi yaitu (4,3644 g/100g) dibandingkan biji kopi yang belum diseduh
yaitu (1,0788 g/100g).
Pembuatan Infusa Kopi dan Dosis Kopi
Bubuk kopi arabika Aceh (10 g) direbus dalam 100 ml air selama 15 menit
hingga mencapai suhu 90ºC. Hasil rebusan kopi disaring menggunakan kertas
saring kemudian di dinginkan. Dosis pemberian kopi pada mencit berdasarkan
nilai konversi bobot tubuh manusia 70 kg ke bobot tubuh mencit 20 g.
Konsentrasi serbuk kopi per cangkir untuk manusia dewasa yaitu 10 g dalam 200
ml air atau 5% (Lelyana 2008). Dosis standar mencit dengan bobot badan 20 g
adalah 0,0026 dosis manusia (Laurence dan Bacharah 1964). Perhitungan dosis
kopi yang diperoleh yaitu:
70kg/50kg x 10g= 14 g/kg BB x 0,0026 g
= 0,0364 g
= 36,4 mg / 20 gr BB
= 1,82 mg/g BB mencit
Pemberian infusa kopi dilakukan secara per oral menggunakan sonde
dengan dosis bertingkat kelipatan 2. Kelompok kontrol (P0) tidak dipapar asap
rokok dan tidak diberi kopi. Kelompok (P1) hanya diberi kopi dosis 3,64 mg/g BB.
Kelompok (P2) hanya dipapar asap rokok sebanyak empat batang per hari.
Kelompok (P3) dipapar asap rokok dan diberi kopi dosis 0,91 mg/g BB.
Kelompok (P4) dipapar asap rokok dan diberi kopi dosis 1,82 mg/g BB.
Kelompok (P5) dipapar asap rokok dan diberi kopi dosis 3,64 mg/g BB.
Pemberian kopi dan pemaparan asap rokok dilakukan selama 28 hari. Asap
rokok di paparkan selama satu jam terdiri dari empat batang rokok setiap hari.
Proses pemaparan asap rokok dilakukan dalam smoking chamber, katup oksigen
dibuka dengan tekanan 0,5 atmosfer kemudian rokok dipasangkan pada pipa yang
terhubung dengan pompa, rokok dibakar dan pompa dinyalakan. Asap rokok
dibiarkan masuk kedalam chamber hingga asap tersebut habis terhirup. Bagan
berikut adalah alur penelitian yang dilakukan.

11

`

Aklimatisasi

Perlakuan
Minggu ke

-7

1

7

14

21

28

Pemaparan asap rokok dan pemberian
kopi

65 ekor mencit (Mus
musculus L.)

P0
(5 ekor
kontrol)

P1
(12 ekor
perlakuan
Kopi)

P2
(12 ekor
perlakuan
AR)

P3
(12 ekor
perlakuan
AR+K1)

P4
(12 ekor
perlakuan
AR+K2)

P5
(12 ekor
perlakuan
AR+K3)

Tiga ekor mencit pada hari ke 7, 14, 21 28 di sampling
Berat badan, darah, organ hati dan ginjal
Gambar 2. Bagan alur penelitian
Sampling Organ
Sampling dilakukan pada hari ke tujuh, 14, 21 dan 28 masing-masing tiga
ekor mencit dari setiap perlakuan. Mencit yang akan disampling terlebih dahulu
dilakukan pengambilan darah melalui Intra Cardial untuk analisis hematologi
meliputi, jumlah butir darah merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit),
diferensial leukosit dan indeks stress (rasio N/L) serta pengukuran hemoglobin
dan hematokrit, kemudian mencit di bedah, di ambil organ hati dan ginjal untuk
analisis MDA dan SOD.
Parameter Pengamatan
Pengukuran Kadar MDA (Malondialdehida) Hati dan Ginjal Mencit (Conti
et al. 1991).
Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu mempersiapkan larutan
standar berupa larutan kerja 10 µM dibuat dengan mengencerkan stock standar 2,5
mM 1,1,3,3 tetraoksipropana (TEP). Kurva standar dibuat dengan mengencerkan

12
larutan standar hingga menghasilkan beberapa konsentrasi yaitu 500, 1000, 2000,
2500, 3000, 4000 dan 5000 pmol/50µL.
Setelah mencit dinekropsi, organ hati dan ginjal dicuci dengan larutan
fisiologis 0,9% kemudian dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian ditimbang
kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan di freezer pada suhu 20ºC. Sebelum dianalisis dicairkan terlebih dahulu pada suhu ruang. Hati dan
ginjal digerus menggunakan mortar (digerus dalam keadaan dingin), ditambahkan
1,25 ml buffer fosfat yang mengandung 11,5 g/L kalium klorida dalam kondisi
dingin pH 7,4 (disimpan pada suhu 5ºC). Kemudian disentrifuse dengan kecepatan
4000 rpm selama 10 menit, supernatant keruh yang diperoleh diambil dan
disentrifuse lagi 4000 rpm selama 10 menit, 1 ml supernatant yang jernih diambil
dan ditambahkan dengan 1 ml campuran larutan asam klorida dingin 0,25 N (2,23
ml asam klorida pekat/100 ml) yang mengandung 15% asam trikloroasetat (w/v);
0,38% asam tiobarbiurat dan 0,5% butilat hidroksitoluen). Campuran larutan dan
supernatant tersebut dipanaskan pada inkubator dengan suhu 80ºC selama 1 jam,
kemudian didinginkan dengan air mengalir dan disentrifuse 3500 rpm selama 10
menit. Diamati perubahan absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm.
Pengukuran Aktivitas Enzim SOD (Superoksida dismutase) Hati dan Ginjal
Mencit (Chen et al. 1995).
Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu mempersiapkan larutan
standar dengan cara melarutkan SOD (Sigma, USA) murni sehingga
menghasilkan konsentrasi larutan 0, 50, 100, 200, 250, 300, dan 500 unit/ml H2O
dan larutan ini digunakan untuk membuat kurva standar.
Pengukuran aktivitas enzim SOD (Superoksida dismutase) menggunakan
sistem xantin/xantin oksidase. Oksidasi xantin menghasilkan asam urat dan anion
superoksida, selanjutnya mereduksi ferisitokrom c. Reduksi ferrisitokrom c
diamati berdasarkan kenaikan absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.
Pengukuran aktivitas enzim berlangsung pada suhu 25ºC, sebelum digunakan
larutan oksidase harus tetap dalam keadaan dingin (didinginkan selama 15 menit).
Sebelum pengukuran medium reaksi segera dipersiapkan dengan memasukan 2,9
ml larutan A (campuran xantin dan larutan sitokrom c) kedalam tabung reaksi tiga
ml. Selanjutnya ditambahkan 50 µl larutan baku (kontrol) atau sampel/lisat
kemudian divorteks secara perlahan. Reaksi dimulai dengan larutan B (xantin
oksidase) divorteks secara perlahan. Diamati perubahan absorbansi pada
spektrofotometer. Sebagai blanko digunakan buffer fosfat dan sebagai kontrol
digunakan air destilasi.
Pengukuran Hematologi. Pengukuran Jumlah Butir Darah Merah (Eritrosit)
Metode Counting dan Neubauer (Sastradipradja et al. 1989).
Darah diambil menggunakan pipet eritrosit yang telah dihubungkan
dengan aspirometer hingga menunjukkan angka 0,5 kemudian ditambahkn larutan
Hayem sampai menunjukkan angka 101 lalu dihomogenkan dengan gerakan
seperti angka delapan, selanjutnya sebagian cairan pada ujung pipet dibuang dan
sebagian larutan diteteskan kedalam kamar hitung, dihitung butir darah merah
pada kotak R.

13
Pengukuran Jumlah Butir Darah Putih dan Diferensial Leukosit Metode
Counting dan Neubauer (Sastradipradja et al. 1989).
Darah diambil menggunakan pipet leukosit yang telah dihubungkan
dengan aspirometer hingga menunjukkan angka 0,5 kemudian ditambahkan
larutan Turk sampai menunjukkan angka 11 lalu dihomogenkan dengan gerakan
seperti angka delapan, selanjutnya sebagian cairan pada ujung pipet dibuang dan
sebagian larutan diteteskan kedalam kamar hitung, dihitung butir darah putih pada
kotak W.

Gambar 3. Hemositometer Neubauer dibawah mikroskop. Kotak W untuk
menghitung BDP, kotak R untuk menghitung BDM (Sastradipradja et al. 1989).
Pengukuran Hemoglobin Metode Sahli (Sastradipradja et al. 1989).
Pengukuran hemoglobin menggunakan metode sahli. Prinsip kerja
hemoglobin yaitu darah dengan larutan HCl 0,1 N membentuk hematin berwarna
coklat. Warna disamakan dengan warna standar Sahli menggunakan aquadestilata
sebagai pengencer.
Pengukuran Hematokrit Metode Mikrohematokrit (Sastradipradja et al.
1989).
Darah diambil menggunakan mikrokapiler, bagian ujung disumbat dengan
crestaseal kemudian disentrifuse dengan kecepatan 11.500-15.000 rpm selama 5
menit. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan
yang berwarna merah), kemudian dibaca dengan microcapillary hematocrit
reader.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS release 16.
Data kuantitatif (variable dependen) diuji kemaknaanya terhadap pengaruh
kelompok perlakuan (variable independen). Urutan uji diawali dengan uji analysis
of varian (ANOVA). Apabila hasil uji menunjukkan signifikan (p0.05) dan tidak menunjukkan adanya interaksi
antara waktu dan perlakuan dalam menurunkan kadar MDA hati. Perlakuan yang
cenderung memberikan pengaruh menurunkan kadar MDA hati yaitu pada
perlakuan yang dipapar asap rokok dan diberi kopi dosis 0,91 mg/g BB sebesar
3,23 µg/g sampel (Tabel 4).
Tabel 4. Rataan analisis kadar MDA (µg/g sampel) hati mencit setelah pemaparan
asap rokok dan pemberian kopi dengan dosis bertingkat
Waktu pengambilan (hari)
X±SE
P W P*W
7
14
21
28
A
a
a
a
a
Kontrol
4,97±0,85 4,97±0,85 4,97±0,85
6,36±1,11 5,32±0,83
- 4,03±0,63a
5,70±0,69a 7,06±0,65a
Kopi
4,93±1,33a 5,43±0,91A
Asap rokok
3,40±0,68 a 5,49±0,54a 2,49±0,71a 5,66±0,67a 4,26±0,84AB
AR+K1
2,