Parasitemia dan Diferensial Leukosit Kerbau Perah (Bubalus bubalis) Akibat Parasit Darah di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

PARASITEMIA DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT KERBAU
PERAH (Bubalus bubalis) AKIBAT PARASIT DARAH
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA

BANU ARDHIYANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parasitemia dan
Diferensial Leukosit Kerbau Perah (Bubalus bubalis) Akibat Parasit Darah di
Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Banu Ardhiyanto
NIM B04110052

ABSTRAK
BANU ARDHIYANTO. Parasitemia dan Diferensial Leukosit Kerbau
Perah (Bubalus bubalis) Akibat Parasit Darah di Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan HERA
MAHESHWARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase parasit darah, tingkat
parasitemia berdasarkan jenis kelamin dan diferensial leukosit pada kerbau perah
di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sampel darah dikoleksi dari 10
ekor kerbau jantan dewasa dan 10 ekor kerbau betina dewasa menggunakan
metode ulas darah. Sampel diwarnai dengan Giemsa 10% dan diamati
menggunakan mikroskop perbesaran 1000X. Parasitemia dihitung tiap 500 butir
sel darah merah. Diferensial leukosit absolut dihitung dengan mengalikan
diferensial leukosit relatif dengan jumlah total leukosit. Hasil menunjukkan
kerbau terinfeksi oleh Anaplasma sp., Theileria sp, dan Babesia sp. Persentase

tertinggi disebabkan oleh triple infections 45% (Anaplasma sp., Theileria sp.,
Babesia sp.), diikuti double infections 30% (Anaplasma sp., Theileria sp),
berikutnya double infection 10% (Theileria sp., Babesia sp.) dan single infections
10% (Anaplasma sp.), selanjutnya, yang terendah adalah single infections 5%
(Theileria sp.). Berdasarkan jenis kelamin nilai rataan parasitemia tidak
menunjukkan beda nyata(p>0.05). Jumlah total leukosit terhadap single infection
(Anaplasma sp.) dan jumlah limfosit terhadap single infection (Anaplasma sp.),
double infections (Theileria sp., Babesia sp.) serta, triple infections (Anaplasma
sp., Theileria sp., Babesia sp) menunjukkan berbeda nyata (p0.05).
single infection (Anaplasma sp.). Total Leucocyte count about single infection
(Anaplasma sp), and lymphocyte count about single infection (Anaplasma sp.),
double infections (Theileria sp., Babesia sp.),and triple infections (Anaplasma sp.,
Theileria sp., Babesia sp.) were showed significantly different (p0.05), akan tetapi, terdapat perbedaan jika
dibandingkan dengan jumlah diferensial leukosit normal. Jumlah monosit normal

14
pada kerbau adalah 0.39±0.02 × 103/µL (Osman dan Al-Gaabary 2007).
Mayoritas sampel yang diamati mengalami kenaikan jumlah monosit. Monosit
akan bermigrasi ke jaringan membentuk makrofag (Weiss dan Wardrop 2010).
Stafford et al. (2002) menyatakan makrofag berfungsi untuk membatasi replikasi

mikroorganisme intraseluler. Makrofag juga berfungsi sebagai pertahanan tubuh
untuk melawan mikroorganisme seperti Rickettsia dan Theileria sp. (Weiss dan
Wardrop 2010). Anaplasma sp., Theileria sp, dan Babesia sp. merupakan parasit
intraseluler obligat yang menyebakan eritrolitik. Eritrosit yang rusak akan
difagositosis oleh makrofag (Weiss dan Wardrop 2010).
Netrofil merupakan jenis sel darah putih yang mempunyai respon yang
cepat terhadap keberadaan mikroorganisme patogen di dalam tubuh. Jumlah
neutrofil pada kerbau normal 2.92±0.31 × 103/µL (Osman dan Al-Gaabary 2007).
Hasil yang diperoleh menunjukkan kenaikan neutrofil pada sampel yang hanya
terinfeksi Anaplasma sp. Neutrofil berfungsi sebagai pertahanan tubuh untuk
melawan mikroorganisme khususnya bakteri (Harvey 2012). Anaplasma sp.
adalah bakteri Gram negatif dari ordo Rickettsiales yang bersifat intaseluler
obligat (Ashraf et al. 2013). Nazifi et al. (2012) menyatakan sapi yang terinfeksi
A. marginale. akan mengalami peningkatan neutrofil. Respon neutrofil terhadap
anaplasmosis diduga juga dipengaruhi oleh spesies Anaplasma sp. yang
menginfeksi kerbau tersebut, hal tersebut disebabkan spesies A. marginale. lebih
patogen dibandingkan A. central. yang tidak patogen terhadap kerbau.
Eosinofil dan basofil merupakan diferensial sel darah putih yang memiliki
jumlah paling sedikit pada sel darah putih. Eosinofil berfungsi sebagai respon
pertahanan tubuh terhadap helmintiasis, sedangkan basofil memiliki fungsi

sebagai repon terhadap alergi (Weiss dan Wardrop 2010). Nilai rataan eosinofil
dan basofil pada kerbau normal adalah 0.17±0.01 × 103/µL dan 0.01±0.002 ×
103/µL (Osman dan Al-Gaabary 2007). Pengamatan terhadap semua sampel
menunjukkan penurunan pada nilai rataan eosinofil dan adanya respon terhadap
jumlah basofil, meskipun penurunannya tidak signifikan apabila dibandingkan
dengan literatur. Kerbau yang diinfeksi oleh T. anulata. akan mengalami
penurunan jumlah eosinofil dan tidak menunjukkan perubahan nyata terhadap
basofil (Osman dan Al-Gabaary 2007). Menurut Mahmmod et al. (2011) kerbau
yang terinfeksi T. annulata. akan mengalami eosinopenia. Infeksi A. marginale
pada sapi dapat menurunkan nilai eosinofil (Nazifi et al. 2012). Adanya respon
terhadap jumlah basofil diduga disebabkan oleh reaksi alergi yang disebabkan
oleh gigitan caplak. Hasil histopatologi pada lesio akibat gigitan caplak dapat
ditemukan infiltrasil sel basofil (Van der Heijden et al. 2005).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pemeriksaan mikroskopik di temukan infeksi parasit darah
Anaplasma sp., Theileria sp, dan Babesia sp. pada kerbau perah di Tapanuli
Utara. Hasil prevalensi tertinggi adalah triple infections (Anaplasma sp., Theileria
sp., Babesia sp.), diikuti double infections (Anaplasma sp., Theileria sp), double


15
infections (Theileria sp., Babesia sp.) dan single infection (Anaplasma sp.),
selanjutnya, yang terendah adalah single infections (Theileria sp.). Jenis kelamin
tidak menunjukkan berpengaruh (p>0.05) terhadap nilai rataan parasitemia
anaplasmosis, theileriosis dan babesiosis. Jumlah total leukosit terhadap single
infection (Anaplasma sp.) dan jumlah limfosit terhadap single infection
(Anaplasma sp.), double infections (Theileria sp., Babesia sp.) serta, triple
infections (Anaplasma sp., Theileria sp., Babesia sp.) menunjukkan berbeda
nyata (p