Efficiency Analysis of Purse seine Fishing unit in Coastal Fishing Port Lampulo, Banda Aceh.

(1)

LAMPULO BANDA ACEH

RATNA MUTIA APRILLA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ratna Mutia Aprilla NIM C452110011


(3)

di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh. Dibimbing oleh MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI.

Produksi perikanan laut di Kota Banda Aceh yang hampir semuanya (76%) ditopang oleh produksi dari armada penangkapan pukat cincin selama lima tahun terakhir (2007-2011), peningkatan produksi ini seiring dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (DKP Provinsi Aceh 2012). Keberhasilan penangkapan sangat dipengaruhi oleh tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tanpa memperhatikan efisiensi dari penggunaannya. Nelayan dituntut untuk lebih cermat dan bijak (efisien) dalam penggunaan faktor produksi usaha perikanan dalam melakukan operasi penangkapan ikan sehingga tetap diperoleh hasil atau pendapatan yang maksimal.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin, menganalis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin dan menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan, dapat memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal sebagai bahan pertimbangan terhadap pengelolaan usaha perikanan pukat cincin terkait dengan penggunaan faktor produksi sehingga adanya efisiensi faktor-faktor produksi pada pengoperasian pukat cincin.

Faktor produksi yang menunjang hasil tangkapan unit penangkapan pukat cincin seperti ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya perbekalan dianalisis menggunakan pendekatan Cobb-Douglas. Perhitungan produktivitas dengan pendekatan hasil tangkapan pukat cincin selama setahun di bagi dengan besarnya Gross Tonage dan trip penangkapan.

Hasil penelitian menunjukkan produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pukat cincin yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, jumlah awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.432), jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) nilai elastisitas produksinya sudah negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien, sedangkan faktor produksi dari tinggi jaring (0.467) berada pada tahap produksi rasional karena berada antara 0<Ep<1 dan faktor produksi biaya perbekalan (2.181) nilai Ep>1 yang artinya penggunaan faktor produksi belum efisien. Begitu juga secara efisiensi ekonomis penggunaan variabel faktor produksi tersebut tidak efisien karena nilai NPMxi/Pxi < 1.


(4)

SUMMARY

RATNA MUTIA APRILLA. Efficiency Analysis of Purse seine Fishing unit in Coastal Fishing Port Lampulo, Banda Aceh. Under the guidance MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO and NIMMI ZULBAINARNI.

The fisheries production in Banda Aceh was dominantly contributed by purse seines (76%) for the last five years (2007-2011), the increase in production was due to the increasing number of purse seine fishing unit (DKP Aceh Province 2012). Catches was strongly influenced by the fishermen in using of production factors. Each purse seine in PPP Lampulo had a diversity of production factors which would affect to production result. It has caused many of the fishermen increased the used of production factors without regard to the efficiency of its use. Therefore, fishermen should be more careful and wise (efficient) in using production factors for fishing operations to keep the obtained results or maximum revenue.

The objectives of this study are to analyse of productivity and effeciency of purse seine units that based in PPP Lampulo. Hopefully, this study can contribute theory of production in the fisheries sector, to provide input for fishermen as consideration of the purse seine fishery management. There were some factors that support the production catches of purse seine fishing unit such as the size of the vessel, engine power, length of nets, net height, number of crew, fuel, number of light, the amount of ice, clean water usage and supply costs were analyzed using the Cobb-Douglas approach. Productivitiy calculation had done by using the approach of purse seine catches for the year divided by amount of Gross Tonnage and catching trip.

The results showed the highest productivity per trip was 1.86 tons/trip in 2012 and the highest productivity per GT was 9.97 tons/GT in 2011. Production factors which significantly affect to catch of purse seine were engine power, net height, number of crew, number of lights and supply cost. Analysis of the technical efficiency towards 54 vessel showed that the vessel engines power production factors 0.432), the number of crew 1.116), and number of lights (-0.148) the value of its production elasticity were inefficient (Ep <0), whereas purse seine net height (0.467) was at the rational production stage (0<Ep<1) and factor costs of production supplies (2.181) was efficient (Ep>1) which means inefficient use of production factor. Economic efficiency for the use of production factor wass inefficient because the value of NPMxi/PXI<1.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT

CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

LAMPULO BANDA ACEH

RATNA MUTIA APRILLA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

(8)

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Banda Aceh

Nama : Ratna Mutia Aprilla

NIM : C452110011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Mustaruddin, STP Ketua

Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari 2013 ialah efisiensi unit penangkapan ikan, dengan judul Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di PPP Lampulo Banda Aceh.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Mustaruddin STP, Bapak Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf DKP Provinsi Aceh, staf UPTD PPP Lampulo yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, abang, adik, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana (Magister) PSP 2011 atas kebersamaan dan semangatnya.

Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR ISTILAH xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 7

Geografis dan Topografis 7

Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) Lampulo 8

Fasilitas di PPP Lampulo 8

Nelayan di PPP Lampulo 13

Alat Penangkapan Ikan 14

Armada Penangkapan Ikan 15

Musim dan Daerah Penangkapan Ikan 15

Produksi dan Nilai Produksi 16 3 PODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN

DI PPP LAMPULO 18

Pendahuluan 18

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Bahan dan Alat Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Analisis Produktivitas Pukat Cincin 19

Hasil Penelitian 20

Unit Penangkapan Pukat Cincin 20

Hasil Tangkapan 22

Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin 22

Pembahasan 25

Kesimpulan 27

5 EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UNIT

PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO 28


(11)

Jenis dan Sumber Data 29

Teknik Pengumpulan Data 29

Batasan Variabel 29

Analisis Faktor Produksi 30 Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomi 31

Hasil Penelitian 32

Analisis Faktor Produksi 32

Efisiensi Teknis dan Ekonomi 34

Pembahasan 35

Kesimpulan 39

6 PEMBAHASAN UMUM 40

7 KESIMPULAN DAN SARAN 43

Kesimpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

RIWAYAT HIDUP 57

DAFTAR TABEL

1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh

tahun 2007-2011 2

1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh

tahun 2007-2011 2

2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007-2011 15 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada

di PPP Lampulo tahun 2011 15

2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 16 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo tahun 2012 17 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 23 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas

selama tahun 2010-2012 23

3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan

pukat cincin per trip tahun 2012 24

4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin


(12)

4.2 Nilai Koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit

penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 33 4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 34 4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan

pukat cincin di PPP Lampulo 35

DAFTAR GAMBAR

2.1 Peta lokasi penelitian 8

2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo 9

2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo 9

2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo 10

2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo 10

2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo 11

2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo 11

2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo 12

2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo 12

2.10 Tsunami Warning System (WTS) di PPP Lampulo 13

2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo 13

2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang

dilakukan nelayan di PPP Lampulo 14

3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo 20

3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin 20 3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo 21 3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin 22 3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan

Pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards 47 2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan


(13)

Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau beberapa jenis spesies ikan yang dijadikan sebagai target tangkapan.

Efisiensi : Kemampuan menggunakan sumberdaya yang benar dengan memanfaatkan penggunaan faktor produksi yang sekecil-kecilnya.

Elastisitas produksi : Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input.

Nahkoda : Orang yang memiliki kemampuan mengoperasikan armada penangkapan pukat cincin saat melakukan operasi penangkapan menuju daerah penangkapan. Penangkapan ikan : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang

tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat tangkap pukat cincin, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan, mendinginkan, dan menangani hasil tangkapan. Pukat cincin : Alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan

cara melingkarkan jaring pada ikan target kemudian menarik tali purse line sehingga gerombolan ikan terkurung.

Produksi : Hasil akhir dari proses aktivitas penangkapan ikan dengan memanfaatkan beberapa faktor produksi dalam memperoleh hasil tangkapan ikan.

Produktivitas : Nilai yang mencerminkan upaya penangkapan dari unit penangkapan pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran kapal yang digunakan dan trip penangkapan yang dilakukan.

Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan yang tersedia di laut.

Tonase kapal : Volume kapal yang dinyatakan dalam gross tonnage (GT).

Unit penangkapan : Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan yang meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu penangkapan.

Upaya penangkapan : Seluruh kemampuan yang dikerahkan unit penangkapan pukat cincin untuk memperoleh hasil tangkapan.


(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia mempunyai potensi perikanan yang melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Perikanan merupakan salah satu bidang usaha yang diharapkan mampu menjadi penopang kesejahteraan rakyat Aceh. Secara geografis Provinsi Aceh terletak pada koordinat 2º-6º LU dan 95º-98º BT, pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka dan pantai baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas wilayah perairan laut yang mengitari provinsi Aceh adalah sekitar 295370 km² dan terdiri dari perairan kepulauan seluas 56563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238807 km² dengan panjang garis pantai 1660 km (BPS Provinsi Aceh 2011). Letak geografis provinsi Aceh yang strategis memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah sehingga usaha penangkapan ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya ikan pelagis di perairan utara Aceh terdiri atas ikan layang (Decapterus spp), tongkol (Euthynnus spp), sunglir (Elagastis bipinnulatus), teri (Stolephorus indicus), selar (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrellinger spp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).

Perkiraan potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh diestimasi sebesar 15479 ton setiap tahunnya dengan upaya penangkapan optimumnya (F-opt) sebesar 4896 trip. Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh baru mencapai 45.6 persen. Berdasarkan perkiraan tersebut potensi perikanan di Aceh masih berpeluang untuk pengembangan (Raihanah 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaliluddin (2005) menyatakan bahwa perkiraan potensi sumberdaya ikan cakalang di perairan utara Aceh sejauh 3 mil dari tepi pantai adalah 58171.77 ton/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Aceh umumnya dilakukan dalam skala perikanan rakyat (perikanan tradisional). Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan basis perikanan utama di Banda Aceh, hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan yang berbasis di PPP Lampulo adalah sebesar 7903 ton pada tahun 2011 (DKP Provinsi Aceh 2012). Kegiatan penangkapan ikan di PPP Lampulo saat ini dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap, seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, rawai tetap dan pancing ulur.

Usaha penangkapan pukat cincin merupakan kegiatan perikanan utama di PPP Lampulo. Prinsip penangkapan ikan dengan pukat cincin adalah melingkarkan jaring pada kawanan ikan sehingga terkurung, umumnya jenis ikan yang ditangkap adalah jenis ikan pelagis dan bergerombol (Ayodhyoa 1981). Dari data statistik perikanan tangkap Provinsi Aceh, total produksi perikanan laut menggunakan alat tangkap pukat cincin untuk kota Banda Aceh mengalami fluktasi dari tahun 2007-2011, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007–2011.


(15)

Tabel 1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun

2007-2011

Jenis Tahun

Rata-rata

Share (%)

2007 2008 2009 2010 2011

Produksi Ikan (Ton)

Pukat cincin 3717.50 3594.30 6064.70 7094.90 7320.10 5578.30 76.38 JIH 1021.00 1189.30 975.80 205.80 203.20 699.02 9.57 Rawai tetap 910.10 996.40 813.60 147.30 149.80 603.44 8.26 Pancing ulur 202.40 766.40 489.20 139.20 154.90 350.42 4.80 lainnya 68.50 70.03 73.98 72.70 75.00 1242.14 17.01 Jumlah 5919.00 6616.43 8417.3 7659.90 790300 7303.12 100

Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)

Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 1.1 dapat dinyatakan rata-rata produksi ikan di Kota Banda Aceh selama lima tahun terakhir sebesar 7303.12 ton, dimana hampir seluruhnya yaitu sebesar 5578.30 ton dihasilkan oleh alat tangkap pukat cincin. Hal ini terlihat dari kontribusi produksi pukat cincin sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dari total produksi. Hasil tangkapan pukat cincin yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (Tabel 1.2). Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir, namun pada tahun 2008 terdapat penurunan sebesar 0.07 persen. Berdasarkan survei awal ke lapangan penurunan jumlah unit pukat cincin dikarenakan pada tahun tersebut banyak kapal pukat cincin yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi. Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan, dimana pada tahun 2008 terjadi penurunan produksi pukat cincin sebesar 0.03 persen.

Tabel 1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh tahun 2007-2011

Tahun Jumlah unit Growth (%)

2007 97 0.08

2008 90 -0.07

2009 101 0.04

2010 110 0.13

2011 115 0.19

Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)

Selama ini produksi perikanan pukat cincin terus meningkat akan tetapi belum diketahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hal ini sangat bergantung pada tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi, dimana para nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tanpa memperhatikan tingkat efisiensi dari faktor tersebut. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dapat menjadikan faktor tersebut infisiensi. Usaha penangkapan ikan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keutungan usaha,


(16)

perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Pengkajian efisiensi teknis pada hakikatnya menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) dapat dihasilkan per unit masukan (input) tertentu. Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis pada akhirnya menentukan pendapatan yang diterima para nelayan (Effendi dan Oktariza 2006).

Pencapaian keuntungan maksimum pada usaha perikanan pukat cincin tidak terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan dan tingkat produktivitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan suatu kesatuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan, dengan melihat pengaruh dari faktor-faktor produksi yang berperan maka dapat diketahui penggunaan faktor produksi seefisien mungkin. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh.

Perumusan Masalah

Perikanan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo dikarenakan para nelayan beranggapan bahwa usaha perikanan ini memiliki peluang cukup besar untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada dalam mencapai keuntungan maksimum. Hal ini terlihat dari meningkatnya unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, namun ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di Lampulo dalam menjaga produktivitas penangkapan dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan faktor produksi usaha perikanan.

Permasalahan yang dihadapi antara lain daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, yang tentu saja meningkatkan biaya operasional penangkapan. Nelayan sangat bergantung pada faktor-faktor produksi dalam melaksanakan kegiatannya, yang pada beberapa tahun terakhir faktor produksi mengalami kenaikan harga sehingga dengan hasil tangkapan yang cenderung tidak pasti, diduga menyebabkan pendapatan para nelayan cenderung tidak pasti. Pendapatan nelayan di sini sangat ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan mengingat pemberian intensif bagi tenaga kerja (ABK) tidak berdasarkan pada sistem penggajian melainkan dengan sistem bagi hasil yang diterapkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan nelayan dalam mendapatkan hasil jualnya relatif sedikit dikarenakan biaya operasional yang harus dikeluarkan sangat besar sehingga mengurangi pendapatan.

Penggunaan alat tangkap perikanan yang sembarangan dan tidak memperhatikan aspek biologis ikut berperan dalam penurunan hasil tangkapan merupakan suatu cerminan permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin dalam menjaga produktivitas penangkapan. Perubahan upaya penangkapan yang dilakukan nelayan pukat cincin seperti memperbesar ukuran kapal berpengaruh terhadap penanganan dan daya tampung dari kapal. Produktiviitas merupakan suatu indeks terhadap perubahan kelimpahan dalam perikanan, baik itu terhadap distribusi, karakteristik gerombolan maupun densitas yang berubah sebagai akibat


(17)

dari berbagai kelimpahan total. Oleh karena itu produktivitas harus dihitung sebagai hasil tangkapan per trip atau per ukuran kapal yang digunakan dalam suatu daerah penangkapan mengingat banyaknya para nelayan pukat cincin di PPP Lampulo memperbesar ukuran kapal guna meningkatkan produksi ikan.

Pengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi dan pemanfaatan sumber daya ikan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan yang optimum maka perlu diketahui tingkat produktivitas dari alat tangkap pukat cincin dan di dalam kegiatan pengoperasian pukat cincin perlu di analisis bagaimana peran dari komponen faktor produksi tersebut terhadap hasil tangkapan serta penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi akan dapat meningkatkan efisiensi. Setiap armada pukat cincin di PPP Lampulo memiliki keragaman faktor produksi yang tentunya akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Permasalahan-permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo?;

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo?;

3. Bagaimanakah tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo?

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo;

2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo;

3. Menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan terhadap pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap;

2. Memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang lebih baik.

3. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai salah satu alternatif dalam pengelolaan perikanan pukat cincin di Kota Banda Aceh, Aceh.


(18)

Ruang Lingkup Penelitian

Operasi penangkapan ikan menggunakan armada pukat cincin merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang tidak terpisahkan, dimana kegiatan penangkapan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi. Penggunaan komponen faktor produksi secara tepat dapat menghasilkan hasil tangkapan yang optimum, dengan demikian maka proses dari sistem pengoperasian pukat cincin untuk memperoleh hasil terbaik dapat diterapkan.

Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (1) ukuran kapal, (2) daya mesin kapal, (3) panjang jaring pukat cincin, (4) tinggi jaring pukat cincin, (5) jumlah awak kapal, (6) BBM, (7) jumlah lampu, (8) jumlah es, (9) air tawar dan (10) perbekalan. Kombinasi dari keseluruhan faktor produksi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi efisiensi dari penggunaan faktor-faktor tersebut terhadap produksi ikan per trip.

Alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan pukat cincin di PPP Lampulo. Hubungan antara faktor produksi dengan nilai produksi diukur dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan pendugaan (mengestimasi) nilai optimal dari faktor-faktor produksi yang berperan pada unit penangkapan pukat cincin dianalisis menggunakan efisiensi teknis dan ekonomis berdasarkan nilai elastisitas produksi yang dihasilkan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas. Produktivitas kapal pukat cincin sendiri dapat dihitung dengan melihat produksi kapal pukat cincin dalam satu tahun dibagi besarnya Gross Tonage kapal yang bersangkutan dan jumlah trip penangkapannya.

Kerangka Pemikiran

Memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pendapatan yang tinggi merupakan tujuan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai macam upaya yang dilakukan nelayan dan kendala yang dihadapi. Upaya pencarian tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Utara Aceh dalam jangka panjang untuk memberikan hasil tangkapan optimum sangat diperlukan dan memungkinkan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin di PPP Lampulo seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya dapat diselesaikan dengan pendekatan analisis produktivitas dalam mengetahui seberapa besar produksi ikan yang diperoleh secara proporsional dari upaya penangkapan dan ketersediaan ikan. Penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan produksi memerlukan kerjasama yang baik antara setiap faktor produksi tersebut, hal ini menunjukkan bagaimana usaha nelayan menggabungkan faktor-faktor produksi untuk menndapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan perikanan pukat cincin di PPP Lampulo diidentifikasi dan kemudian di analisis hubungannya terhadap produksi dan tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi tersebut baik secara teknis maupun ekonomis


(19)

dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas. Untuk lebih jelasnya, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran penelitian. Efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo Banda Aceh

Permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo, antara lain:

1. Upaya penangkapan meningkat dan tidak memperhatikan keberlangsungan SDI;

2. Daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, sehingga meningkatkan biaya operasional;

3. Faktor produksi yang pada beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan harga;

4. Pendapatan nelayan ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan.

Diketahuinya:

1. Nilai produktivitas penangkapan pukat cincin;

2. Faktor produksi yang berperan terhadap produksi penangkapan pukat cincin; 3. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin

Solusi?

Faktor Produksi usaha perikanan pukat cincin

Analisis Produktivitas

 Produktivitas per trip

 Produktivitas per GT Produktivitas Penangkapan

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Efisiensi teknis dan ekonomis

Nilai Elastisitas Produksi (Ep) Dari Fungsi Produksi


(20)

2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Geografis dan Topografis

Kota Banda Aceh terletak di ujung barat Pulau Sumatera. Perairan Kota Banda Aceh secara umum dipengaruhi oleh persimpangan dan gerakan arus dari Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan Pulau Sumatera, Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar. Posisi tersebut membuat wilayah ini memiliki potensi kekayaan laut yang beranekaragam (DKP Provinsi Aceh 2011). Dengan demikian Kota Banda Aceh sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki posisi strategis dalam pemanfaatan sektor perikanan laut.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ProvinsiAceh (2011), secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05016’15”-05036’16” LU dan 95016’15” -95022’35” BT dengan batas-batas wilayah Kota Banda Aceh sebagai berikut:  Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,  Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Kota Banda Aceh merupakan daerah dataran rendah dengan topografi landai yang beriklim panas dengan tekanan udara berkisar antara 1008 atm sampai dengan 1011.3 atm dan suhu udara sekitar 26.8 0C. Sedangkan kecepatan angin bertiup antara 4.3 m/s sampai dengan 5.4 m/s. Kota banda aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan sungai Krueng Aceh dan 70 persen wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 m dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut dengan tingkat penyebaran salinitas sekitar 34 ppt menjadikan perairan laut di wilayah ini cukup potensial dalam pengembangan perikanan tangkap khususnya di Provinsi Aceh.

Wilayah Kota Banda Aceh memiliki lahan yang cukup luas. Menurut BPS Provinsi Aceh (2011) total luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.36 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan, 20 kelurahan, dan 70 desa. Kecamatan yang berada di Kota Banda Aceh adalah Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng. Namun, kecamatan yang memiliki wilayah pantai hanya terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam dan Syiah Kuala yang masing-masing memiliki luas wilayah sebesar 10.05 km2 dan 14.24 km2.

Berdasarkan total luas wilayah tersebut, penggunaan lahan dari keseluruhan luas wilayah di kota ini dibagi untuk berbagai keperluan seperti 6262 ha untuk bangunan dan halamannya, 389 ha untuk perkebunan, 403 ha untuk tambak, dan 114 ha dijadikan rawa-rawa (BPS Provinsi Aceh 2011). Namun, setelah tsunami banyak lahan di Kota Banda Aceh yang dialihkan fungsinya untuk digunakan sebagai wilayah perumahan. Ini dikarenakan seluruh wilayah yang berjarak 500 meter dari garis pantai yang dulunya merupakan daerah perumahan penduduk telah dijadikan daerah rawa-rawa yang berfungsi sebagai pelindung atau penahan dari gelombang pasang.


(21)

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh, membentang ± 258 m memanjang disisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh pada ordinat 5034"45" LU dan 95019"30" BT. Perairan sungai berjarak sekitar 1 km kemuara laut yang dipengaruhi oleh perubahan pasang surut air laut rata-rata 1.5 m dengan kedalaman perairan pelabuhan pada surut terendah (LWS) di pinggir dermaga mempunyai kemiringan 300 dan kedalaman ditengah perairan rata-rata 3.5 m, sehingga aman untuk kapal yang berbobot di bawah 100 GT.

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian Fasilitas di PPP Lampulo

PPP Lampulo sebagaimana fungsi suatu pelabuhan perikanan, merupakan tempat berlabuhnya kapal, bongkar muat ikan serta pasar dan industri perikanan harus memiliki aspek sarana dan prasarana yang mendukung sebagai suatu pelabuhan perikanan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2013 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (KKP 2013). Berikut beberapa fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo; 1. Fasilitas pokok

a. Dermaga

Dermaga yang terdapat di PPP Lampulo adalah dermaga untuk bertambat, membongkar muatan, dan untuk mengisi bahan perbekalan. Namun, tata letak dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya


(22)

mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas tersebut. Dermaga dengan panjang 180 m2 ini dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011), namun panjang dermaga ini terlihat masih kurang untuk menampung kapal-kapal yang akan bertambat dan membongkar muatan di PPP Lampulo. Hal ini terlihat dari adanya antrian saat banyak kapal yang melakukan pendaratan.

Gambar 2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo b. Kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah fasilitas utama yang harus tersedia di suatu pelabuhan perikanan karena fasilitas ini digunakan sebagai alur pelayaran kapal yang keluar masuk suatu pelabuhan perikanan dan juga sebagai tempat kapal-kapal untuk tambat labuh. Kolam pelabuhan PPP Lampulo berada di muara sungai Aceh dengan luas kolam sekitar 76050 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011). Kolam pelabuhan ini dapat menampung kapal yang berukuran kurang dari 5 GT hingga yang berukuran 60 GT. Sebagian besar kapal yang bertambat dan berlabuh di kolam pelabuhan PPP Lampulo adalah kapal yang berukuran 20-60 GT dengan jumlah kapal yang bertambat setiap harinya sebanyak 20 unit (UPTD PPP Lampulo 2011).

Gambar 2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo 2. Fasilitas fungsional

a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Gedung TPI di PPP Lampulo memiliki luas 480 m2 dan terletak di sebelah timur kompleks PPP Lampulo (UPTD PPP Lampulo 2011). Awalnya, TPI ini dibangun


(23)

sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas lelang, namun kenyataannya menunjukkan bahwa gedung TPI ini dialihkan fungsinya sebagai tempat pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan, sementara itu aktivitas lelang tidak terjadi di PPP Lampulo. Selain itu, gedung TPI di PPP Lampulo ini menjadi tempat penyimpanan cool box yang berukuran besar sehingga hampir setengah dari luas gedung TPI dipenuhi oleh cool box tersebut.

Gambar 2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo b. Bengkel

Fasilitas lainnya yang tersedia di PPP Lampulo adalah fasilitas untuk pemeliharaan dan perbaikan armada seperti bengkel. Bangunan untuk bengkel dibangun pada tahun 2005 dengan bantuan dari pihak Jepang dimana bangunan ini difungsikan untuk memperbaiki mesin kapal. Bengkel ini terletak di bagian belakang kompleks PPP Lampulo dengan luas bangunan 180 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011). Peralatan bengkel yang tersedia cukup lengkap. Namun diperlukan pemeliharaan yang baik terhadap alat-alat tersebut agar tidak cepat rusak sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Gambar 2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo c. Docking

Docking adalah tempat untuk memperbaiki kapal akibat benturan atau segala kerusakan yang terjadi di badan kapal. Fasilitas docking terletak di dekat pintu masuk menuju kolam pelabuhan PPP Lampulo dimana fasilitas ini hanya


(24)

tersedia 1 unit. Fasilitas ini hanya dapat memperbaiki kapal dengan ukuran maksimal 10 GT dengan jumlah kapal yang melakukan perbaikan sekitar 1-4 kapal per bulan (UPTD PPP Lampulo 2011).

Gambar 2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo d. SPBU Pertamina

Pada awalnya fasilitas SPBU yang tersedia di PPP Lampulo ini dibangun 3 bulan sebelum tsunami dan memiliki kapasitas 10 ton. Pasca tsunami, SPBU dibangun kembali dan biasanya menjual sekitar 5000 liter solar/hari (UPTD PPP Lampulo 2011). Penjualan solar hanya kepada nelayan saja. Pelaksana penyaluran BBM solar adalah pihak investor swasta y ang menyalurkan BBM solar langsung kepada para nelayan dengan sistem pembayaran tunai. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya peningkatan harga jual BBM solar jika penyalurannya melalui pedagang eceran. Saat ini hanya tersedia 1 tangki pengisian solar untuk seluruh kapal yang akan mengisi perbekalan melaut.

Gambar 2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo e. Gedung Pengepakan

Terdapat 12 unit gedung pengepakan dengan luas total 540 m2, dimana luas setiap gedung sebesar 5x9 meter (UPTD PPP Lampulo 2011). Gedung pengepakan ini dikelola oleh PERUM PPS cabang Lampulo yang disewa oleh pedagang ikan besar (toke). Besarnya sewa yang ditetapkan oleh pihak PERUM yaitu Rp5 400 000/tahun. Fungsi gedung pengepakan ini adalah untuk


(25)

mempersiapkan dan mengemas ikan hasil tangkapan untuk dikirimkan ke konsumen dalam bentuk segar. Pengepakan ikan segar ini menggunakan cool box. Permintaan ikan segar biasanya berasal dari konsumen lokal, luar kota, bahkan luar Provinsi Aceh seperti Medan. Jenis hasil tangkapan yang biasanya dikirim adalah jenis tuna atau cakalang.

Gambar 2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo f. Tangki air

Sumber air bersih diperoleh dari tangki air yang terdapat di PPP Lampulo. Tangki air ini terdiri dari 2 unit dimana 1 unit terletak disamping gedung pengepakan dan 1 unit lainnya terletak disamping gedung TPI. Tangki air ini mampu menampung 2000 liter air/hari. Air bersih ini diperlukan untuk kebutuhan pembersihan dermaga bongkar dan tempat pelelangan ikan serta untuk toilet.

Gambar 2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo g. Tsunami Warning System (TWS)

Bencana tsunami yang terjadi tahun 2004 silam menjadikan pemerintah menambah fasilitas Tsunami Warning System (TWS) di setiap daerah yang rawan tsunami salah satunya adalah di wilayah pelabuhan perikanan. Tsunami Warning System (TWS) adalah sebuah perangkat yang dapat mendeteksi besar gelombang sehingga dapat memberikan informasi mengenai gelombang yang berpotensi menjadi gelombang tsunami. Sistem kerja alat ini adalah ketika terjadi sebuah gelombang besar dan berpotensi menjadi gelombang tsunami maka alat ini akan


(26)

berbunyi seperti bunyi sirene (UPTD PPP Lampulo 2011). Dengan adanya alat ini diharapkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan tsunami dapat lebih waspada, jika alat ini sudah berbunyi maka masyarakat diharapkan dapat mengambil tindakan penyelamatan dengan menghindari daerah dekat pantai dan melalui jalur penyelamatan yang telah ditetapkan.

Gambar 2.10 Tsunami Warning System (TWS) di PPP Lampulo h. Pos jaga

Terdapat dua unit pos jaga di PPP Lampulo yang dibangun pasca tsunami, satu unit terletak di pintu masuk pelabuhan dan satu unit di pintu keluar PPP Lampulo. Fungsi pos jaga ini adalah sebagai tempat petugas keamanan berjaga, yaitu untuk mengawasi orang dan kendaraan yang keluar masuk lingkungan PPP Lampulo.

Gambar 2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo Nelayan di PPP Lampulo

Dalam menjalankan suatu usaha penangkapan ikan terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi yaitu kapal, alat tangkap, dan nelayan. Nelayan adalah seseorang yang bekerja setengah hari atau sehari penuh untuk menangkap ikan. Berdasarkan waktu tersebut nelayan dibagi atas beberapa kategori yaitu:


(27)

1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk bekerja menangkap ikan;

2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang pekerjaan utamanya digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya digunakan untuk bekerja yang lain; dan

3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang pekerjaan sampingannya digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan utama.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan nelayan yang terdapat di PPP Lampulo pada umumnya adalah lulusan SD atau SLTP dimana menjadi nelayan adalah pekerjaan yang biasanya merupakan turunan atau warisan dari orangtua atau keluarga. Jumlah nelayan yang terdapat di PPP Lampulo sekitar 1493 orang yang terdiri atas nelayan penuh sebanyak 1146 orang, nelayan sambilan utama sebanyak 231 orang, dan nelayan sambilan tambahan sebanyak 116 orang.

Sebagian besar nelayan atau sekitar 80 persen nelayan di PPP Lampulo termasuk kategori nelayan penuh karena sebagian besar nelayan adalah penduduk yang bertempat tinggal di wilayah sekitar PPP Lampulo sehingga menjadi nelayan adalah pekerjaan yang dipilih sebagai pekerjaan utama. Nelayan yang termasuk nelayan sambilan utama atau sambilan tambahan biasanya mempunyai pekerjaan lain sebagai tukang becak atau pedagang ikan.

Gambar 2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang dilakukan nelayan di PPP Lampulo

Alat Penangkapan Ikan

Alat penangkapan ikan merupakan salah satu komponen penting bagi nelayan karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik berupa ikan maupun non ikan. Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Lampulo hanya ada tiga jenis yaitu pukat cincin, pancing ulur dan pancing rawai. Namun, yang paling dominan adalah pukat cincin yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Alat tangkap pancing rawai mulai digunakan sejak tahun 2009, sehingga saat ini jumlahnya belum terlalu banyak. Jumlah alat tangkap menurut jenisnya di PPP Lampulo tahun 2007–2011 dapat dilihat pada Tabel 3.1 jumlah alat tangkap di PPP lampulo 2007-2011.


(28)

Tabel 2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007–2011 Tahun Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai Jumlah

2007 97 31 0 130

2008 90 35 0 125

2009 101 47 6 154

2010 110 57 20 187

2011 115 55 40 210

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012) Armada Penangkapan Ikan

Armada penangkapan ikan yang terdapat di PPP Lampulo adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor, namun yang paling dominan adalah jenis kapal motor. Ukuran kapal motor bervariasi antara 5 GT sampai 60 GT.

Tabel 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada di PPP Lampulo tahun 2011

Jenis Armada Ukuran Jumlah

Perahu Tanpa Motor Perahu papan kecil 3

Motor Tempel 12

Kapal Motor 5-10 GT 40

11-20 GT 55

21-30 GT 47

31-60 GT 53

Jumlah 210

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga 30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan pancing rawai dan pukat cincin trip harian. Kapal dengan ukuran >30 GT digunakan untuk mengoperasikan pukat cincin trip mingguan. Armada penangkapan ikan yang berlabuh atau bertambat di PPP Lampulo tidak semuanya berasal dari Banda Aceh, ada yang berasal dari Aceh Barat dan Aceh Timur. Namun, armada penangkapan yang paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP lampulo adalah yang berasal dari Banda Aceh.

Musim dan Daerah Penangkapan Ikan (DPI)

Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya. Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan nama Musim Barat (April-September) dan Musim Timur (Oktober-Maret) dimana Musim puncak terjadi pada bulan Maret-Agustus, musim biasa/sedang terjadi pada bulan September-Oktober, dan musim paceklik terjadi pada bulan Desember-Februari. Khusus untuk ikan tuna dan cakalang musim puncak terjadi 2 kali dalam setahun yaitu bulan April dan Oktober, musim sedang pada bulan Mei-September, musim Paceklik pada bulan Desember-januari.


(29)

Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang berbasis di PPP Lampulo adalah di perairan Utara Aceh yaitu di sekitar perairan Sabang dan Meulaboh dengan jarak penangkapan sekitar 3-100 mil serta perairan Samudra Hindia dan Selat Malaka dengan jarak tempuh sekitar 15-150 mil. Penangkapan ikan dilakukan sepanjang tahun, dengan sistem penangkapan trip harian dan trip mingguan, dimana trip harian perjalanan melaut dilakukan selama sehari, yaitu pada malam atau pagi hari. Sedangkan untuk trip mingguan bisa mencapai lebih dari tiga hari melaut. Pencarian DPI oleh nelayan Lampulo didasarkan pada pengalaman melaut yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah tsunami nelayan di Lampulo mendapat bantuan dari Livelihood Service Center yang dibawahi oleh NGO (Non-government Organization) OISCA dari Jepang yaitu berupa 2 unit fish finder yang diberikan kepada nelayan secara gratis untuk nelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan kapal yang berukuran 20-30 GT. Adanya bantuan fish finder tersebut diharapkan nelayan dapat menemukan DPI dengan lebih mudah dan juga dapat memperkirakan jumlah ikan yang menjadi target penangkapan.

Produksi dan Nilai Produksi

Jenis ikan yang didaratkan di PPP Lampulo diantaranya kelompok pelagis kecil, pelagis besar, dan demersal. Jumlah produksi tiap bulan dan tiap tahunnya pun selalu berubah-ubah bergantung pada musim ikan, jumlah armada penangkapan yang melakukan operasi penangkapan dan jumlah trip penangkapan dilakukan nelayan. Jenis ikan yang dominan didaratkan di PPP Lampulo selama 5 tahun terakhir (2007-2011) adalah ikan cakalang, tongkol, layang, dan tuna. Pada Tahun 2012, produksi ikan cakalang merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai 1856250 kg, lalu disusul dengan ikan tongkol dengan total produksi 829000 kg, sedangkan produksi yang paling sedikit adalah produksi ikan salam dengan jumlah produksi sebesar 38800 kg (UPTD PPP Lampulo 2012). Berikut Tabel yang menyajikan produksi ikan per alat tangkap setiap bulannya pada tahun 2012.

Tabel 2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 Bulan Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai Total

(Kg)

Januari 452868 2733 - 455601

Februari 377093 6669 2515 386277

Maret 496001 10852 1890 508743

April 589727 19055 1350 610132

Mei 465361 11983 - 477344

Juni 600936 22718 1035 624689

Juli 352594 28487 1350 382431

Agustus 396144 27159 935 424238

September 678119 38781 - 716900

Oktober 704917 63677 - 768594

November 797082 53883 2061 853026

Desember 585401 27932 1850 615183

Jumlah 6496243 313929 12986 6823158


(30)

Nilai produksi mencerminkan harga jual hasil tangkapan yang diperoleh nelayan, nilai produksi terbesar diperoleh dari alat tangkap pukat cincin, hal ini dikarenakan hasil tangkapan pukat cincin lebih banyak daripada alat tangkap lainnya yang terdapat di PPP Lampulo (Tabel 2.3). Beberapa hal yang mempengaruhi harga jual ikan yaitu kualitas ikan yang didaratkan oleh nelayan dan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.

Tabel 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo Tahun 2012

Bulan Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai Total

(Rupiah)

Januari 8 417 550 000 65 230 000 - 8 482 780 000 Februari 8 808 460 000 153 025 000 21 677 500 8 983 162 500 Maret 8 186 880 000 272 015 000 17 437 500 8 476 332 500 April 5 437 980 000 448 175 000 9 450 000 5 895 605 000 Mei 7 070 605 000 301 810 000 - 7 372 415 000 Juni 9 786 415 000 553 125 000 9 315 000 10 348 855 000 Juli 5 832 190 000 672 540 000 12 150 000 6 516 880 000 Agustus 6 199 160 000 678 980 550 8 415 000 6 886 555 550 September 10 903 495 000 955 745 000 - 11 859 240 000 Oktober 9 352 990 000 1 594 100 000 - 10 947 090 000 November 10 330 373 500 1 476 294 000 20 610 000 11 827 277 500 Desember 8 189 490 000 701 640 000 17 575 000 8 908 705 000 Jumlah 98 515 588 500 7 872 679 550 116 630 000 106 504 898 050 Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)


(31)

2

PRODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN

DI PPP LAMPULO

Pendahuluan

Kegiatan perikanan pukat cincin di Banda Aceh telah cukup lama berkembang, hal ini terlihat dari jumlah armada pukat cincin di PPP Lampulo yang terus meningkat setiap tahunnya dan lebih dominan digunakan oleh para nelayan yaitu sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dibandingkan alat tangkap lainnya (DKP Aceh 2012). Alat tangkap pukat cincin mampu menangkap ikan-ikan pelagis dalam jumlah yang besar, sehingga para nelayan lebih dominan menggunakan alat tangkap pukat cincin dan terus meningkatkan upaya dalam memperoleh hasil tangkapan yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para nelayan yaitu dengan memperbesar ukuran kapal yang digunakan. Perubahan peningkatan upaya penangkapan dengan memperbesar ukuran kapal yang dilakukan oleh para nelayan perlu diperhatikan, yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap stok ikan-ikan pelagis yang ada. Upaya penangkapan merupakan salah satu faktor utama untuk menilai kegiatan penangkapan ikan dalam suatu kawasan perairan. McCluskey dan Lewison (2008) menyatakan bahwa upaya penangkapan merupakan ukuran untuk menghasilkan sejumlah hasil tangkapan atau ukuran produktivitas dari unit penangkapan ikan.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60/MEN/2010 produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran kapal, jenis bahan, kekuatan mesin kapal, jenis alat penangkapan ikan yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan pertahun, kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan. Produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan per Gross Tonnage (GT) per tahun berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per kapal dalam 1 (satu) tahun dibagi besarnya GT kapal yang bersangkutan (KKP 2010). Choliq et al. (1994) dalam Setyorini et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas alat tangkap dapat mencakup produktivitas per unit alat tangkap, produktivitas per ABK dan produktivitas per trip penangkapan.

Melihat potensi sumberdaya ikan pelagis yang cukup potensial di perairan Utara Aceh dan terus berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin maka perlu dilakukan penelitian tentang produktivitas penangkapan pukat cincin baik itu ditinjau dari trip penangkapan yang dilakukan dan ukuran kapal yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo mencakup deskripsi armada, komposisi hasil tangkapan dan produktivitas penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berdasarkan trip penangkapan dan ukuran kapal, seberapa besar pengaruh upaya penangkapan dan ukuran kapal terhadap produktivitas penangkapan. Informasi tentang produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sangat diperlukan untuk memperoleh informasi upaya penangkapan optimum yang berkelanjutan.


(32)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan Februari 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku identifikasi untuk mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap, alat dokumentasi berupa kamera, alat tulis dan kuisioner.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa komposisi hasil tangkapan dan kondisi perikanan pukat cincin di PPP Lampulo yang diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara langsung terhadap nelayan dan pelaku usaha perikanan pukat cincin yang terkait, sedangkan data sekunder berupa data hasil tangkapan dan upaya penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir, upaya disini berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh.

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil 54 unit pukat cincin harian di PPP Lampulo. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus, artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi objek penelitian.

Analisis Produktivitas Pukat Cincin

Analisis produktivitas pukat cincin dapat dilakukan melalui pendekatan produksi kapal pukat cincin setiap tripnya dan produksi per ukuran kapal yang digunakan dalam kurun waktu setahun. Dalam penelitian ini jumlah produksi, trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan selama setahun dihitung rata-ratanya, serta pada penelitian ini juga dilihat perkembangan produktivitas per trip setiap bulannya selama setahun terakhir.

 Produktivitas dalam trip = � � −� � produksi

rata−rata trip penangkapan (ton/trip/th)

 Produktivitas dalam GT = � � −� � produksi


(33)

Hasil Penelitian Unit Penangkapan Pukat Cincin

Unit penangkapan pukat cincin merupakan kesatuan dari kapal, alat tangkap, dan nelayan pukat cincin. Dalam analisis produktivitas digunakan data ukuran kapal, trip penangkapan, dan produksi pukat cincin harian sebagai sampel. 1. Kapal pukat cincin

Kapal pukat cincin di PPP Lampulo merupakan kapal dengan mesin inboard (kapal motor). Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, dengan panjang kapal berkisar antara 13.00-21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapal-kapal pukat cincin di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan jenis kayu yang digunakan adalah kayu Meranti Batu, Alban, Bungor, dan Serkoi. Jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan.

Gambar 3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo

Kapal pukat cincin menggunakan mesin utama (main engine) dan mesin pembantu (auxiliary engine). Mesin utama adalah mesin yang digunakan kapal untuk melakukan olah gerak atau manuver, sedangkan mesin pembantu digunakan sebagai sumber tenaga lampu dan mesin penggulung jaring (gardan). Jenis mesin yang digunakan sebagai mesin utama adalah mesin darat, yaitu mesin truk yang telah dimodifikasi. Merek mesin yang paling banyak ditemukan adalah mitsubishi, nissan dan isuzu dengan kapasitas berkisar antara 100-180 HP. Mesin pembantu berupa generator, sebanyak 1-2 unit generator. Mesin pembantu digunakan sebagai pembangkit listrik untuk menyalakan lampu pemikat ikan, mesin pembantu merupakan generator dengan tenaga 15-20 HP (Durand 1994).


(34)

Kapal pukat cincin di PPP Lampulo sudah dilengkapi dengan alat navigasi berupa GPS (Global Positioning System) dan fish finder. Penggunaan GPS dan fish finder ini dapat menentukan kedalaman dan bentuk topografi perairan, dan mempercepat pengambilan keputusan untuk mengoperasikan pukat cincin, sehingga dapat menghindari dan mengurangi resiko tersangkutnya pukat cincin pada karang dan batu. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir biaya kerusakan dan perawatan terhadap pukat cincin yang secara tidak langsung dapat menigkatkan pendapatan kapal tersebut. Disamping itu, dengan adanya GPS dan fish finder dapat menentukan daerah penagkapan, sehingga memudahkan komunikasi antar sesama nelayan dalam memberikan informasi daerah-daerah yang banyak muncul ikan. Dalam hal navigasi, alat ini sangat membantu kapal sewaktu memasuki suatu wilayah, kejadian yang sering terjadi nelayan tidak bisa masuk dan tidak tahu jalan menuju ke tempat pendaratan kapal pada saat listrik mati. Dengan adanya informasi GPS maka akan terlihat pada peta jalan masuk menuju tempat pendaratan kapal yang dituju.

Gambar 3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo 2. Alat tangkap pukat cincin

Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari kantong, badan jaring, dan sayap jaring. Jaring pukat cincin apabila dibentangkan membentuk trapesium. Tali temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali selambar, tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali penarik (purse line). Spesifikasi alat tangkap pukat cincin harian di PPP Lampulo sebagai berikut:

a. Bahan jaring : umumnya nilon twine dan polyethilen b. Dimensi utama jaring : Panjang : 700-1300 m

Tinggi : 45-72 m

c. Ukuran mata jaring : Kantong jaring : 1 inci

Badan jaring : 1.5 inci

Sayap jaring : 2 inci

d. Bahan dan jumlah pemberat : Timah hitam 700 buah

e. Bahan dan jumlah pelampung : Sintesis rubber 12 cm ± 2000 buah f. Bahan dan jumlah cincin : Kuningan ± 150 buah

Ciri khas dari jaring pukat cincin adalah terdapatnya tali penarik (purse line) dan cincin dengan diameter 12 cm digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 m dengan jarak 3 m setiap cincin. Kedalam cincin ini dimasukkan tali penarik (purse line), hal inilah yang memungkinkan bagian


(35)

bawah jaring dikerutkan pada saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan mencegah ikan meloloskan diri.

Gambar 3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin 3. Nelayan pukat cincin

Jumlah nelayan yang ikut dalam sekali trip operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin di setiap kapal berbeda-beda. Jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, dengan sistem pembagian kerja sebagai berikut: a. Nahkoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal yang

bertugas bertugas sebagai penanggung jawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan.

b. Wakil nahkoda: 1 orang, berfungsi menggantikan nahkoda disaat nahkoda harus melakukan hal lain. Wakil nahkoda juga dapat berfungsi sebagai fishing master.

c. Juru mesin: terdiri dari 2-3 orang yang paling berpengalaman dalam memperbaiki kerusakan kapal, biasanya juru mesin pada kapal pukat cincin tidak memiliki pendidikan formal pada bidangnya, hanya mengandalkan pengalaman.

d. Juru lampu: terdiri dari 1-2 orang, bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik.

e. Juru pelampung: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan, f. Juru pemberat: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan

pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,

g. Nelayan biasa: terdiri 3-4 orang yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan,

h. Juru masak: terdiri dari 1 orang yang bertugas menyiapkan makanan dan minuman bagi seluruh awak kapal.

Hasil Tangkapan

Target utama pukat cincin adalah kelompok ikan pelagis besar dan pelagis kecil. Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana selama bulan penelitian ada sembilan spesies yang tertangkap oleh armada penangkapan pukat cincin harian.


(36)

Tabel 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013

No Nama Lokal Komposisi

( Kg ) ( % )

1 Cakalang 235725 49.18

2 Layang 96725 20.18

3 Tongkol komo 20150 4.20

4 Tongkol krai 41775 8.71

5 Tuna (Yellowfin tuna) 29555 6.17

6 Salam 4800 1.00

7 Lemuru 28525 5.95

8 Kembung 3650 0.76

9 Selar 16775 3.50

10 Campuran 1675 0.35

Jumlah 479355 100

Jenis hasil tangkapan pukat cincin yang mendominasi selama bulan penelitian di PPP Lampulo yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen .

Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin

Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan rata-rata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Produktivitas pukat cincin dapat dilihat pada Tabel 4.2 rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2013.

Tabel 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2012.

Tahun Unit Produksi Trip Ukuran Kapal Produktivitas Produktivitas

(ton) (GT) (ton/trip/th) (ton/GT/th)

2010 57 239.02 155 24 1.54 9.95

2011 58 241.47 132 24 1.83 9.97

2012 54 238.86 128 24 1.86 9.92

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Produksi unit penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir tidak terlalu jauh berbeda. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2, nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 241.479 ton dengan jumlah unit pukat cincin 58 unit. Perkembangan produktivitas selama tiga tahun cenderung meningkat, dimana nilai produktivitas per trip tertinggi sebesar 1.86 ton/trip/tahun terjadi pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan nilai 9.97 ton/GT/tahun.


(37)

Untuk melihat perkembangan produktivitas setiap bulannya maka dalam penelitian ini akan dihitung berdasarkan produksi yang dihasilkan kapal pukat cincin setiap bulannya di bagi dengan jumlah trip penangkapan yang dilakukan dalam bulan tersebut.

Tabel 3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin tahun 2012

Bulan Produksi

(ton) Trip

Produktivitas (ton/trip/bln)

Januari 147.29 100 1.37

Februari 148.70 105 1.42

Maret 237.12 136 1.74

April 295.80 147 2.01

Mei 228.77 117 1.96

Juni 243.70 115 2.12

Juli 215.37 116 1.86

Agustus 235.37 133 1.77

September 286.87 159 1.80

Oktober 274.55 157 1.75

November 220.05 128 1.72

Desember 172.78 112 1.54

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin pada tahun 2012, nilai produktivitas tertinggi yaitu 2.12 ton/trip/bulan terdapat bulan juni dan nilai produktivitas terendah yaitu 1.37 ton/trip/bulan pada bulan januari.

Gambar 3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012.

1.37 1.42 1.74 2.01 1.96 2.12 1.86

1.77 1.80 1.75 1.72 1.54 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

P ro d u k tiv itas (to n /trip ) Bulan


(38)

Pembahasan

Jumlah kapal pukat cincin harian yang terdaftar di PPP Lampulo selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 jumlah kapal pukat cincin sebanyak 58 unit kemudian berkurang menjadi 54 unit pada tahun 2012. Seiring dengan penurunan jumlah kapal pukat cincin harian tersebut, jumlah trip operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh armada pukat cincin ikut menurun dari 132 trip pada tahun 2011 menjadi 128 trip pada tahun 2012. Faktor penyebab penurunan jumlah trip operasi penangkapan pukat cincin harian menurut para nelayan adalah fasilitas dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas tersebut.

Terjadinya antrian kapal yang panjang menyebabkan waktu untuk melakukan bongkar muat juga menjadi terhambat dimana ketika kapal yang baru balik dari operasi penangkapan di sore hari bisa saja waktu untuk bongkar muat kapal tersebut pada keesokan harinya. Hal ini yang menyebabkan trip penangkapan juga berkurang, dimana dalam satu bulan operasi armada pukat cincin seharusnya dapat mencapai 20 hari. Dermaga di PPP Lampulo memiliki panjang 180 m2 hanya dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011).

Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis yang bergerombol dan dekat dengan permukaan air laut, selama penelitian (Januari-Februari 2013) komposisi hasil tangkapan pukat cincin menunjukkan bahwa ikan cakalang yang paling banyak tertangkap, yaitu sebesar 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg dan diikuti oleh ikan layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait hasil tangkapan armada penangkapan pukat cincin di Aceh juga menunjukkan bahwa hasil tangkapan pukat cincin yang dominan yaitu ikan cakalang seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hariati (2011), menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin di Banda Aceh terdiri atas ikan cakalang sebesar 51.5 persen, tongkol 31.5 persen, Mandidihang 13.5 persen dan diikuti beberapa jenis ikan lainnya. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahdi (2005), dimana komposisi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Banda Aceh pada tahun 2003 di dominasi oleh cakalang yaitu 24447.11 ton dari total sembilan spesies ikan yang tertangkap.

Distribusi ikan di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor lingkungan yaitu berupa parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas, oksigen terlarut dan kelimpahan makanan. Komponen-komponen ini akan menentukan keberadaan ikan di lokasi perairan sehingga dapat menjadi petunjuk penentuan fishing ground yang dituju. Perairan di sekitar pulau Aceh, pulau Deudab, pulau Bunta, pulau Breuh serta perairan Sabang merupakan perairan yang paling banyak dijadikan daerah penangkapan oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Penentuan daerah penangkapan ditentukan oleh pawang kapal dengan melihat kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut pada saat


(39)

melaut serta berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun dalam melakukan penangkapan. Jarak tempuh dari pangkalan (fishing base) yaitu PPP Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 25 mil sampai dengan 150 mil dengan waktu tempuh 2-9 jam pelayaran.

Kondisi perairan yang dapat dijadikan arahan dalam penentuan fishing ground dari ikan cakalang sebagai jenis ikan dominan yang tertangkap oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo yaitu perairan lapisan permukaan dengan suhu 20-30°C dan salinitas 31-33

0

/00 (Mustaruddin 2011). Ikan ini biasanya hidup bergerombol dan ada juga tertangkap bersama gerombolan ikan lain. Lingkungan perairan utara Aceh dan Pulo Aceh diduga merupakan daerah yang sesuai untuk berkembangnya ikan cakalang. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh muklis et al. (2009), yang menyatakan bahwa kondisi perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berkisar antara 27.00-30.10°C dan klorofilnya berkisar antara 0.26-0.33 mg/m3. Kisaran suhu dan salinitas di perairan Pulo Aceh yaitu 27.83-30.16°C dan 30.20-33.750/00 (Rizwan et al. 2010).

Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan merupakan nilai yang mencerminkan produktivitas armada pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Nilai produktivitas pada penelitian ini dapat diketahui dengan menghitung rata-rata hasil tangkapan kapal pukat cincin harian selama setahun dan upaya penangkapan berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Upaya penangkapan merupakan aktivitas penangkapan yang dilakukan pada suatu daerah penangkapan tertentu dalam suatu satuan waktu dengan menggunakan jenis alat tangkap tertentu, ukuran kapal, memiliki satuan hari melaut (Iriana et al. 2012).

Perkembangan produktivitas dari tahun 2010-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2, selama tiga tahun terakhir produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin harian mengalami peningkatan, produktivitas tertinggi yaitu 1.86 ton/trip/tahun pada tahun 2012 dengan jumlah produksi 238.86 ton dan jumlah trip 128. Seperti yang tertera di Tabel 4.2 jumlah produksi dan jumlah trip penangkapan pada tahun 2012 merupakan yang terendah daripada dua tahun sebelumnya. Jumlah trip penangkapan tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 155 trip dan jumlah produksi tertinggi yaitu pada tahun 2011 sebesar 241.47 ton. Besarnya trip penangkapan belum tentu menunjukkan besarnya hasil tangkapan yang diperoleh pada tahun tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat tangkap pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditunjukkan dengan produktivitasnya. Begitupula sebaliknya, produktivitas tidak hanya diukur berdasarkan pada jumlah produksinya saja, tetapi tergantung pula pada jumlah trip penangkapannya (Iriana et al. 2012).

Tingkat produktivitas unit penangkapan pukat cincin setiap bulannya pada tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dimana trip penangkapan mengalami fluktuasi. Berfluktuasinya produktivitas pada tahun 2012 sangat dipengaruhi jumlah operasi penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan dan hasil tangkapan pukat cincin setiap bulannya di PPP Lampulo. Nilai produktivitas tertinggi adalah 2.12 ton/trip pada bulan Juni dan nilai produktivitas terendah adalah 1.37 ton/trip pada bulan Januari. Atmadja dan Nugroho (2001) dalam Wiyono (2010) menyatakan bahwa nilai produktivitas yang besar


(40)

menggambarkan stok ikan yang tinggi di suatu perairan. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Sparre dan Venema (1989), dimana nilai yang mencerminkan hasil tangkapan per unit upaya penangkapan atau catch per unit effort (CPUE) merupakan indek kelimpahan stok ikan di perairan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, musim penangkapan ikan dan biaya perbekalan pada bulan-bulan tertentu mengalami kenaikan sangat mempengaruhi nelayan tidak melaut. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa musim ikan atau panen ikan jatuh pada bulan April sampai dengan Juli karena pada bulan tersebut rata-rata produksi per tripnya jauh di atas rata-rata produksi per trip selama satu tahun. Sedangkan untuk musim panceklik terjadi pada bulan Desember hingga Februari yang rata produksi per tripnya jauh di bawah rata-rata produksi per trip selama setahun.

Produktivitas per GT pada penelitian ini dilakukan dengan perhitungan rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh armada pukat cincin dalam setahun dibagi dengan rata-rata ukuran kapal pukat cincin yang digunakan oleh para nelayan dalam setahun. Rata-rata ukuran kapal yang digunakan selama tahun 2010-2012 sama yaitu 24 GT. Produktivitas tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.97 ton/GT/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut armada penangkapan pukat cincinnya lebih banyak sehingga hasil tangkapan yang diperoleh lebih banyak dari pada hasil tangkapan pada tahun 2010 dan 2012 (nilai produktivitas untuk tahun 2010 yaitu 9.95 ton/GT/tahun dan tahun 2012 sebesar 9.92 ton/GT/tahun). Hal ini dapat diduga bahwa kapal pukat cincin harian pada tahun 2011 dapat memanfaatkan secara maksimal kapasitas kapal yang berukuran 24 GT. Besarnya tonnage kapal berhubungan langsung dengan produktivitas dan produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh tonnage kapal yang dimiliki (DJPT 2013). Peningkatan produktivitas sangat terkait dengan kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan, dan komponen-komponen yang mendukung operasi penangkapan.

Kesimpulan

Armada penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo memiliki Gross tonnage berkisar 13-30 GT dengan kapasitas mesin penggerak berkisar antara 100-180 HP. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah cakalang yaitu 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg pada bulan penelitian. Trip penangkapan tertinggi diperoleh pada tahun 2010 yaitu sebanyak 155 trip dari 57 unit penangkapan pukat cincin harian. Hasil tangkapan terbanyak terdapat pada tahun 2011 yaitu 241.47 ton dari 58 unit penangkapan pukat cincin. Produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011.


(41)

4 EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN

PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO

Pendahuluan

Setiap bidang usaha pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan hasil yang optimal, para nelayan akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan dengan tujuan untuk memperbesar pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Satria (2009), nelayan sebagai usahawan harus pandai memanfaatkan segala faktor-faktor yang berhubungan dengan penangkapan ikan yang ada dan juga memilih diantara berbagai alternatif dalam kegiatan ekonomi. Usaha pengembangan penangkapan dapat ditempuh dengan program intensifikasi di bidang perikanan. Intensifikasi penangkapan secara umum dapat diartikan sebagai usaha penggunaan lebih banyak faktor yang mempengaruhi penangkapan seperti kinerja awak kapal serta optimalisasi alat tangkap dan kapasitas mesin terhadap proses penangkapan untuk mencapai hasil tangkapan yang lebih besar.

Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari penggunaan faktor produksi yang mempengaruhi produksi yang diperolah. Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut Joesron dan Fathorozi (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Input dari usaha penangkapan pukat cincin yang berkembang di PPP Lampulo sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel faktor produksi yang mendukung operasi penangkapan. Variabel-variabel-variabel tersebut diantaranya ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, air tawar dan perbekalan.

Penggunaan variabel faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap. Pengertian efisiensi itu sendiri dalam suatu usaha merupakan perbandingan jumlah sumberdaya yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Apabila suatu proses produksi dengan jumlah input tertentu masih mempunyai peluang untuk memberi hasil yang lebih tinggi dengan cara yang lain, maka proses produksi tersebut tidak efisien dan sebaliknya apabila dalam suatu proses produksi tersebut tidak mempunyai peluang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi dengan cara lain, maka proses produksi tersebut efisien secara ekonomis (Soeharjo 1982).

Berdasarkan survei ke lapangan, unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo memiliki variabel produksi yang berbeda satu sama lain. Hal ini terlihat dari beragamnya biaya operasional yang dikeluarkan dalam setiap trip penangkapan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, serta menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin baik ditinjau dari efisiensi teknis maupun ekonomi.


(1)

68

Lampiran 6 Data

sheet

untuk penilaian organoleptik hasil tangkapan tuna kapal 4

Kapal Jenis Ikan

Ukuran Uji Organoleptik

Rata_rata ∑ HT ∑ Berat Panjang

(cm)

Berat

(Kg) Mata Insang Lendir Bau Tekstur

4

yellowfin 116 21 8 8 8 8 8 8

66 ekor 115 kg

yellowfin 49 2.5 8 7 7 7 7 7,2

yellowfin 38 1.5 8 7 7 6 4 6,4

yellowfin 25 0.5 8 6 7 6 4 6,2

yellowfin 42 1 8 6 7 6 4 6,2

yellowfin 46 2 8 6 8 7 8 7,4

yellowfin 35 1 8 6 7 7 7 7

yellowfin 49 2,5 8 7 7 7 5 6,8

L 10' ; 7

hari 27,5


(2)

(3)

68

Lampiran 7 Spesifikasi nilai organoleptik tuna

Spesifikasi Nilai

1. Mata

Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9

Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8

Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak jernih 7

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 6

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 5

Bola mata cekung, pupil berubah menjadi putih susu, kornea keruh 3

Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1

2. Insang

Warna merah cemerlang, tanpa lender 9

Warna merah kurrang cemerlang, tanpa lender, 8

Warna merah agak kusam, tanpa lender 7

Warna merah agak kusam, sedikit lender 6

Merah kecokelatan, sedikit lender, tanpa lender 5

Warna merah cokelat, lender tebal 3

Warna merah cokelat, sedikit putih, lender tebal 1

3. Lendir Permukaan Badan

Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9

Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna 8

Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan 7

Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan 6

Lender tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5

Lender tebal menggumpal, bewarna putih keruh 3

Lender tebal menggumpal, warna kuning kecokelatan 1

4. Daging (warna dan kenampakan)

Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang

tulang belakang, dinding perut daging utuh 9

Sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

8 Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

7 Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak

5 Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak

3 Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak

1

5. Bau

Bau sangat segar, spesifik jenis 9

Segar, spesifik jenis 8

Netral 7

Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5

Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3

Bau busuk jelas 1

6. Tekstur

Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang

belakang 9

Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang


(4)

69

Lampiran 8 Sebaran ukuran panjang dan berat ikan tuna

No Range Berat (kg)

Jumlah

Ekor Persentase (%)

1 0,0 - 3,5 28 80

2 4,0 - 7,5 6 17

3 8,0 - 11,5 0 0

4 12,0 - 15,5 0 0

5 16,0 - 18,5 0 0

6 19,0-21,5 1 3

Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari

tulang belakang 7

Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek

daging dari tulang belakang 5

Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang

belakang 3

Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali mnyobek daging

dari tulang belakang 1

No Range Panjang (cm) Jumlah

Ekor Persentase (%)

1 25-40 11 31

2 41-56 21 60

3 57-72 1 3

4 73-87 1 3

5 88-103 0 0


(5)

(6)

71

Lampiran 9 Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan

Nilai Organoleptik Jumlah (ekor) Ukuran Persentase (%) Panjang (cm) Berat (kg)

5 6

39 1

17.1

43 1

29 1

31 1

47 2

46 2

6

17

43 2

48.6

45 2

43 1.5

45 2

47 2,5

39 1

63 4,7

55 5

38 1,5

35 1

45 2

40 1.5

52 4

38 1.5

25 0.5

42 1

49 2,5

7 8

42 1

22.9

45 1,5

44 1,5

32 1

55 4

49 2.5

46 2

35 1

8 4

78 7,5

11.4

55 3,5

59 5

116 21

Total sampel

(ekor) 35