Formula Alternatif Dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non Pelayanan Dasar

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formula Alternatif
dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non
Pelayanan Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir


2

ABSTRAK
RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS. Formula Alternatif dalam
Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non
Pelayanan Dasar . Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen fiskal yang
mengambil peranan penting dalam pencapaian prioritas nasional. DAK juga
merupakan salah satu instrumen penting untuk pemerataan dan pembangunan
daerah. Pemerintah Pusat mengalokasikan DAK dengan menggunakan formula
yang terus diperbaharui. Penelitian ini bertujuan mengkaji perbedaan antara
formula DAK yang sudah diterapkan saat ini dengan formula DAK alternatif pada
seluruh tahapan pengalokasian dan membandingkan efektifitasnya. Dalam
penelitian ini juga dihitung korelasi DAK kelompok non pelayanan dasar dari
masing-masing formula dengan PDRB per kapita, IPM dan kemiskinan pada
tingkat kab/kota maupun provinsi di Indonesia. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa dengan penggunaan formula alternatif alokasi DAK lebih
tepat sasaran dibanding saat menggunakan formula existing. Dari hasil analisis
koefisien korelasi menunjukkan bahwa DAK formula alternatif memiliki korelasi

yang lebih baik dibanding formula existing saat dikorelasikan dengan dengan
PDRB per kapita. Hasil berbeda didapatkan dari korelasi antara DAK dengan IPM
dan kemiskinan dimana DAK existing menunjukkan korelasi yang relatif lebih
baik.
Kata kunci:

Reformulasi DAK, Pemerataan, Ketimpangan, Desentralisasi
Fiskal, Otonomi Daerah.

ABSTRACT
RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS. Alternative Formula to Increase
Effectiveness of Specific Grant (DAK) Distribution in Non Basic Service Field.
Supervised by BAMBANG JUANDA.
Specific grant (DAK) is a fiscal instrument that takes important roles in
achieving national priorities. DAK is also one important instrument for equitable
regional development. Central government allocated DAK using a formula that is
constantly updated. The purpose of this study is to assess the difference between
two formula (existing and alternative) at all stages of allocation and comparing its
effectiveness. In this study also calculate the correlation of DAK in non basic
service field (existing and alternative) to regional GDP, HDI and poverty at the

level of districts/cities and provinces in Indonesia. The results obtained show that
the use of alternative formula is more targeted than existing formula in allocation
of DAK. From the analysis of the correlation coefficient indicates that alternative
formula has a stronger lingkages than existing fomula when correlated with GDP
per capita. Different results obtained from the correlation between DAK with the
HDI and poverty which existing DAK showed stronger correlations.
Keywords: DAK Reformulation, Inequality, Fiscal Decentralization, Regional
autonomy

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIFITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN IlMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

4

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan judul Formula Alternatif dalam
Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non
Pelayanan Dasar.
Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada orang tua dan
keluarga penulis, yakni Bapak Imam Sukmono dan Ibu Ratna Rasid. Selain itu,

penulis jugamengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S. dan Ibu Heni Hasanah, S.E., M.Si
selaku dosen penguji skripsi.
3.
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4.
Teman-teman satu bimbingan (Bambang Juanda Squad), Ina Marlina, M.
Sauqi Bimantara, Nia Nirmala Sari.
5.
Sahabat-sahabat terbaik sepanjang masa Aas, Debby, Dini, Relita, Tisyah,
Anisha, Della, Sarah dan Tika atas dukungan dan semangat yang
diberikan.
6.
Teman-teman seperjuangan Ocin, Ginawati, Mico dan Riana.

7.
Sahabat-sahabat penulis Meli, Yuya, Gina, Ghina, Aulia, Dody, Agung,
Idham, Udin, Wina, Cicin, dan Ina Fleury.
8.
Divisi INTEL HIPOTESA 2014 Kati, Ajeng, Tika, Venny, Godil, Indah,
Alex, Aul dan Riandi yang telah menularkan semangat dan motivasinya
kepada penulis.
9.
Teman-teman lorong lima Afit, Mul, Kokom, Ayu, Mima, Sendy,
Dhienar, Sinta, Intan, Uti, Mely dan Fitri.
10. Ekonomi dan Studi Pembangunan angkatan 48 terimakasih untuk
segalanya.
11. Semua pihak yang membantu penyusunan karya ilmiah ini yang tidak bisa
disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Ratih Ayu Anggraini Abdul Muis

8


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR SINGKATAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


TINJAUAN PUSTAKA

4

METODE PENELITIAN

10

Jenis dan Sumber Data

10

Metode Analisis Data

14

Tahapan Analisis Kuantitatif

15


Metode Analisis

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Perbedaan Penerapan Formula Existing dan Formula Alternatif terhadap seluruh
Tahapan Pengalokasian DAK
20
Analisis Koefisien Korelasi
SIMPULAN DAN SARAN

44
53

Simpulan


53

Saran

53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR GAMBAR
1 Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2009 sampai 2013
berdasarkan harga berlaku .................................................................................. 1
2 Indeks gini Indonesia tahun 2009 sampai 2013 .............................................. 1
3 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 9
4 Alur Penentuan Daerah Penerima DAK Formula Alternatif ......................... 17
5 Perbandingan DAK kelompok non pelayanan dasar tingkat kab/kota .......... 49
6 Perbandingan DAK kelompok non pelayanan dasar tingkat provinsi .......... 50
7 Perbandingan DAK kelompok total 14 bidang dasar tingkat kab/kota ......... 50
8 Perbandingan DAK kelompok total 14 bidang tingkat provinsi ................... 50

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data penelitian
2 Kriteria penentuan bobot DAK
3 Jumlah daerah penerima DAK
4 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar
(existing)
5 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar
(alternatif)
6 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran
terbesar (existing)
7 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang sapras
pemadam kebakaran dengan formula existing
8 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran
terbesar (alternatif)
9 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras satpol PP terbesar
(existing)
10 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang sapras
satpol PP dengan formula existing
11 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras satpol PP terbesar
(alternatif)
12 Provinsi penerima DAK sub bidang sapras satpol PP
13 Kab/kota penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar
(existing)
14 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang kelautan dan
perikanan dengan formula existing
15 Kab/kota penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar
(alternatif)
16 Provinsi penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar
(existing)
17 Provinsi penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar
(alternatif)
18 Kab/kota penerima DAK bidang kehutanan terbesar (existing)
19 beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK kehutanan dengan
formula exitsing

10
18
20
21
22
23
23
24
24
25
25
26
27
27
28
28
28
29
29

10
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Kab/kota penerima DAK bidang kehutanan terbesar (alternatif)
Provinsi penerima DAK bidang kehutanan terbesar (existing)
Provinsi penerima DAK bidang kehutanan terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima DAK bidang keluarga berencana terbesar
(existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK keluarga berencana
dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK bidang keluarga berencana terbesar
(alternatif)
Kab/kota penerima DAK bidang pertanian terbesar (existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang pertanian
dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK bidang pertanian terbesar (alternatif)
Provinsi penerima DAK pertanian terbesar (existing)
Provinsi penerima DAK pertanian terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima DAK lingkungan hidup terbesar (existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang lingkungan
hidup dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK lingkungan hidup terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima DAK sub bidang pasar terbesar (existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang pasar
dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK sub bidang pasar terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima DAK sub bidang gudang terbesar (existing)
Kab/kota penerima DAK sub bidang gudang terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang metrologi
dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (alternatif)
Provinsi penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (existing)
Provinsi penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (alternatif)
Kab/kota penerima Dak bidang perumahan dan permukiman terbesar
(existing)
Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang perumahan dan
permukiman dengan formula existing
Kab/kota penerima DAK sub bidang perumahan dan permukiman
terbesar (alternatif)
Koefisien korelasi DAK existing dan alternatif dengan PDRB
Koefisien korelasi DAK existing dan alternatif dengan PDRB

30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
38
39
39
40
40
40
41
41
41
42
42
43
45
48

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan alternatif DAK kelompok pelayanan Dasar (Juta
Rp) tingkat kab/kota
2 Hasil perhitungan alternatif DAK kelompok pelayanan Dasar (Juta
Rp) tingkat provinsi

57
71

DAFTAR SINGKATAN
AM
: Alokasi Minimal
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BPS
: Badan Pusat Statistik
DAK
: Dana Alokasi Khusus
DAU
: Dana Alokasi Umum
DBH
: Dana Bagi Hasil
DBH-DR : Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi
DI
: Daerah Istimewa
IFN
: Indeks Fiskal Neto
IFWT
: Indeks Fiskal Wilayah Teknis
IKK
: Indeks Kemahalan Konstruksi
IKW
: Indeks Kewilayahan
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
IT
: Indeks Teknis
K/L
: Kementerian / Lembaga
KAB
: Kabupaten
Kemenkeu : Kementerian Keuangan
KK
: Kriteria Khusus
KKD
: Kemampuan Keuangan Daerah
KT
: Kriteria Teknis
KTD
: Keselamatan Transportasi Darat
KU
: Kriteria Umum
NK RAPBN: Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PNSD
: Pegawai Negeri Sipil Daerah
PP
: Peraturan Pemerintah
PU
: Pekerjaan Umum
RKP
: Rancangan Kerja Pemerintah
SPM
: Standar Pelayanan Minimum
TA
: Tahun Anggaran
UU
: Undang-undang

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi perekonomian Indonesia menunjukkan tren yang positif selama lima
tahun belakangan ini. Hal tersebut terlihat dari Produk Domestik Bruto yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Gambar 1 menunjukkan PDB Indonesia sejak
tahun 2009 sampai 2013.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Gambar 1 Produk domestik bruto Indonesia tahun 2009 sampai 2013 atas dasar
harga berlaku
Meskipun bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia mengalami
perlambatan selama tahun-tahun setelah krisis dimana pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini mengalami tren yang menurun.
Peningkatan PDB Indonesia yang terjadi diiringi oleh ketimpangan yang masih
terjadi sampai saat ini. Pada Gambar 2 memperlihatkan Indeks Gini Indonesia dari
tahun 2009 sampai 2013 yang menunjukkan tren yang positif. Hal tersebut berarti
bahwa ketimpangan di Indonesia masih terjadi dan menunjukkan kondisi yang
semakin parah. Ketimpangan yang masih terjadi mengindikasikan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dinikmati secara lebih merata oleh seluruh
masyarakat Indonesia.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Gambar 2 Indeks gini Indonesia tahun 2009-2013
Kinerja pembangunan sebuah negara dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan, untuk memperbaiki kinerja pembangunan Indonesia,
pemerintah telah melakukan berbagai cara salah satunya dengan otonomi daerah.

2
Otonomi daerah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 di iringi oleh
permintaan daerah akan pengelolaan fiskal secara mandiri, sehingga penerapan
otonomi daerah turut disertai dengan desentralisasi fiskal. Implementasi
desentralisasi fiskal terlihat dari salah satu komponen belanja negara yakni dana
perimbangan yang memiliki proporsi 80% dari total transfer ke daerah. Secara
ringkas, arah kebijakan anggaran transfer ke daerah dan dana desa pada tahun
2015 adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, mengurangi
ketimpangan sumber pendanaan dan kesenjangan pendanaan pemerintahan
antardaerah serta meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah.
Penerapan kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah
untuk mengelola sendiri daerahnya, sehingga seringkali membuat daerah merasa
bebas untuk mengatur sendiri belanja daerahnya. DAK merupakan satu-satunya
komponen dana perimbangan yang dapat mengontrol pola belanja pemerintah
daerah dimana DAK di tujukan untuk mendorong percepatan pembangunan
daerah dan pencapaian prioritas nasional dengan pembiayaan terhadap 14 bidang
prioritas.
Dalam pengalokasian DAK pemerintah menggunakan formula untuk
menetapkan daerah penerima dan besaran alokasi. Namun, formula yang berlaku
saat ini dinilai belum efektif karena tidak sesuai dengan tujuan DAK itu sendiri
yaitu untuk menyentuh daerah prioritas. Selain itu DAK saat ini ditujukan untuk
membiayai penyediaan sarana dan prasarana yang bersifat fisik pada bidangbidang prioritas nasional, hal ini cenderung mempersulit penyaluran dan
pemanfaatan DAK di daerah. Perubahan pada formula pengalokasian DAK yang
saat ini berlaku tentunya perlu disesuaikan dengan Undang-undang yang ada. Saat
ini sedang diupayakan penyesuaian terhadap landasan hukum utama pelaksanaan
DAK yakni Undang-undang No. 33 tahun 2004, namun butuh waktu yang tidak
sedikit untuk penyesuaian tersebut sehingga diperlukan formula jangka pendek
yang dapat mengoptimalkan formula pengalokasian DAK yang ada namun tetap
sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-undang No.33 Tahun 2004.
Paparan diatas menjadi alasan perlunya dikaji ulang formulasi pendanaan untuk
daerah agar lebih efektif baik dari sisi daerah penerima maupun sisi pemanfaatan
DAK tersebut oleh daerah penerima DAK.
Perumusan Masalah
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen fiskal yang
mengambil peranan penting dalam pencapaian prioritas nasional. Menurut
Undang-undang, hal tersebut ditempuh dengan jalur pembiayaan terhadap 14
bidang yang menjadi prioritas nasional. Kementerian Keuangan juga masih
melibatkan DAK dalam Strategi dan Rencana aksi untuk tahun 2015 dan
mengarahkan DAK tidak hanya sebagai instrumen pelengkap kegiatan sektoral
Kementerian-Lembaga (K/L) namun juga untuk mengadakan kegiatan yang
belum diadakan oleh daerah pada sektor tertentu. Penggunaan Dana Alokasi
Umum (DAU) lebih didominasi oleh belanja pegawai negeri sipil daerah (PNSD)
dan belanja tidak langsung daerah sehingga DAK menjadi pilihan utama dalam
pembiayaan pembangunan.
Beberapa masalah DAK saat ini adalah proporsi DAK sangat kecil
dibanding dana perimbangan lainnya yakni hanya sekitar 7% dari total dana

3
perimbangan, dan masalah lannya yang menjadi masalah utama dan fokus dalam
penelitian ini yaitu alokasi DAK yang seringkali tidak menyentuh daerah prioritas
karena kemampuan keuangan daerah yang dianggap tidak layak atau karena tidak
memiliki karakteristik wilayah menyebabkan ada beberapa daerah menerima
DAK bidang tertentu yang lebih besar daripada yang dibutuhkannya dan berlaku
sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perlu ditinjau kembali formulasi
DAK yang ada saat ini. Maka dari itu, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Bagaimana pengaruh penerapan formula alternatif terhadap seluruh tahapan
pengalokasian DAK bila dibandingkan dengan formula yang saat ini berlaku
dan korelasi antara kedua formula tersebut dengan PDRB per kapita, IPM
dan kemiskinan?
2.
Bagaimana implikasi kebijakan dari perbedaan hasil dari kedua formula
tersebut (formula existing dan alternatif)?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Mengkaji pengaruh penerapan formula alternatif terhadap seluruh tahapan
pengalokasian DAK dibandingkan dengan formula yang saat ini berlaku dan
menganalisis korelasi kedua formula tersebut dengan PDRB per kapita, IPM
dan kemiskinan.
2.
Mengimplikasikan kebijakan dari perbedaan hasil dari kedua formula
tersebut (formula existing dan alternatif).
Manfaat Penelitian
Disamping untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan, hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan
kemnterian atau lembaga terkait dalam penetapan kebijakan. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan bacaan atau bahan rujukan yang dapat memberi
manfaat bagi para pembacanya sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di seluruh kab/kota dan provinsi di Indonesia
dengan menggunakan data tahun 2013 untuk menganalisis formulasi DAK di
tahun 2015. Penelitian ini mencakup perhitungan formula DAK saat ini yaitu
DAK tahun 2015 dibandingkan dengan formula DAK yang baru dan melihat
bagaimana perbedaan antara kedua formula tersebut. Perbedaan tersebut dilihat
pada seluruh tahapan pengalokasian DAK pada delapan bidang yang termasuk
dalam kelompok non pelayanan dasar yang sesuai dengan program prioritas
nasional diantaranya Prasarana Pemda, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan,
Keluarga Berencana, Pertanian, Lingkungan Hidup, Sarana Perdagangan serta
Perumahan dan Permukman.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Pada masa Otonomi Daerah saat ini, daerah diberikan kewenangan yang
lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah
daerah dianggap lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh daerahnya sendiri
dan akan lebih efisien jika pemerintahan dalam bentuk desentralisasi contohnya
dari segi birokrasi. Tujuan penerapan otonomi daerah adalah untuk lebih
mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, selain itu masyarakat
juga dapat memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan tujuan untuk
menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dalam penyediaan kebutuhan
masyarakat dan mendorong terciptanya inovasi. Diberikannya kewenangan
tersebut dengan harapan pemerintah daerah mampu untuk mengolah secara
optimal potensi-potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk memnuhi kebutuhan
pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan
Asli Daerah (PAD). (Sutedi 2009)
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal adalah salah satu bentuk mekanisme transfer dana dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam kaitan dengan
kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkelanjutan (fiscal sustainability). Selain itu juga desentralisasi fiskal
diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap aktivitas perekonomian
masyarakat sehingga dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal
diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah.
Pemerataan yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah otonom. Isu yang berkembang dan menarik dalam
kajian desentralisasi fiskal atau federalisme fiskal adalah pemberian tanggung
jawab fiskal yang lebih jelas pada tingkatan pemerintahan yang tepat. Tanggung
jawab dalam hal ini meliputi proses merancang hingga menerapkan berbagai
aspek yang terkait dalam hubungan keuangan intrapemerintahan.(Rahayu 2010)
Dana Perimbangan
Dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak hanya menekankan pada
pelimpahan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah tetapi juga menekankan pada efisiensi dan efektifitas sumber daya
keuangan. Desentralisasi fiskal diimplementasikan melalui pengelolaan fiskal oleh
daerah khususnya melalui transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Transfer dana yang dimakssud adalah dana perimbangan. Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
merupakan bagian dari Dana Perimbangan. (Adrian 2009)

5

Dana Alokasi Khusus (DAK)
Landasan Hukum yang dijadikan dasar dalam pengelolaan DAK
termasuk di dalamnya perencaaan, penetapan program, dan kegiatan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi DAK adalah:
a.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
b.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
c.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
d.
Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait
e.
Permendagri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Alokasi Khusus di daerah
f.
Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK 07/2008, 900/3556/SJ
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan
Evaluasi Pemanfaatan DAK.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu komponen dana
perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang di alokasikan kepada
daerah. DAK ditujukan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi
bagian dari program prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Ditinjau dari
berbagai landasan teori DAK di Indonesia tergolong transfer bersyarat yang dapat
dikategorikan matching requirement. Apabila ditinjau lebih jauh lagi DAK adalah
transfer bersyarat kategori closed-ended matching grants. DAK berperan sebagai
insentif untuk pemerintah daerah dalam melakukan suatu kegiatan (yang tanpa
subsidi anggaran tidak akan dilakukan oleh pemerintah daerah). Sehingga evaluasi
DAK perlu dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara daerah-daerah
penerima DAK dan daerah-daerah yang tidak menerima DAK. Pembandingan
tersebut dapat difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang menjadi alokasi bidang
DAK sehingga hasil perbandingannya akan lebih relevan. (Supriady et al. 2003).
Daerah-daerah yang berhak menerima DAK ditentukan melalui 3 kriteria
yaitu kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis seperti yang telah
dinyatakan dalam pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
a. Kriteria umum
Kriteria umum dihitung dengan melihat kemampuan APBD untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah. Hal
tersebut terlihat dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja
pegawai.
b. Kriteria Khusus
Dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 40 ayat
3 menyatakan bahwa kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Hal serupa
dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
tentang Dana Perimbangan Pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa kriteria
khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan.

6
rumusan tersebut mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria khusus yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAK
memperhatikan peraturan perundang-undangan. Daerah yang merupakan
daerah khusus adalah daerah kab/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua
Barat dan daerah tertinggal/terpencil; dan karakteristik daerah yang meliputi
daerah daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan
negara lain, daerah rawan bencana, daerah yang masuk dalam kategori
ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.
c. Kriteria Teknis
Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, serta pencapaian teknis
pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Penghitungan alokasi DAK dilakukan
melalui dua tahap yaitu penentuan daerah yang menjadi daerah penerima
DAK dan penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.
Pengalokasian DAK tidak hanya menyangkut penetapan program dan
kegiatan, penentuan daerah penerima dan besaran alokasi DAK saja namun
juga menyangkut administrasi pengelolaan DAK. Untuk menyatakan
komitmen dan tanggungjawab daerah dalam pelaksanaan program yang
didanai DAK, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping
sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang diterimanya
untuk menadanai kegiatan fisik. Dana pendamping tersebut wajib
dianggarkan dalam tahun APBD anggaran berjalan. Jika daerah tidak
menganggarkan dana pendamping tersebut maka pencairan DAK tidak
dapat dilakukan. Adapun administrasi pengelolaan DAK lainnya yaitu
penganggaran dimana untuk mencapai kelancaran pelaksanaan kegiatan
yang dapat dibiayai oleh DAK, Menteri Teknis menetapkan petunjuk teknis
pelaksanaan kegiatan DAK untuk masing-masing bidang. Dan yang terakhir
yang berkaitan dengan pengelolaan DAK adalah pemantauan dan
pengawasan terhadap kegiatan yang dibiayai melalui DAK yang melibatkan
tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan dan
administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang
dibiayai oleh DAK tersebut.
Menteri Keuangan memberikan arahan terhadap reformulasi DAK
diantaranya untuk meningkatkan jumlah pagu bidang DAK, peningkatan
fleksibilitas prioritas, bidang DAK dapat berkurang dan lebih fokus, tidak
formula based, dan untuk mencapai prioritas nasional. Reformulasi
instrumen DAK ditujukan sebagai upaya pemerintah dalam pertumbuhan
dan pemerataan ekonomi daerah di Indonesia.
Penelitian Terdahulu
Usman et al dalam penelitiannya menganalisis mengenai mekanisme dan
penggunaan DAK. Penelitian ini fokus pada 3 sektor utama penerima DAK yaitu
kesehatan, pendidikan dan infrastruktur jalan dengan menggunakan 4 kabupaten
sebagai sample. Metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD)
dengan pihak terkait dan menganalisis kebijakan DAK dengan menggunakan data

7
sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa mekanisme DAK dinilai kurang
efektif dan efisien serta kurangnya koordinasi antar kementerian/lembaga terkait.
Suparno (2010) menganalisis mengenai pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap perekonomian di Indonesia. dan salah satu hasil yang ditemukan adalah
bahwa DAK, DBH, Pajak Daerah dan Laba dari pengelolaan kekayaan daerah
merupakan salah satu anggaran pemerintah yang berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Wibowo et al, (2011) yang menganalisis mengenai konsep awal dari DAK
di Indonesia sebagai bantuan pusat untuk daerah yang bersifat spesifik. Pada awal
tahun 2003 DAK di berikan pada 4 bidang yang terkait dengan prioritas nasional
dan saat ini berkembang menjadi 14 bidang. Dalam penelitian ini juga
dikemukakan peningkatan daerah penerima DAK terjadi setiap tahunnya dan
bahkan saat ini hampir mencapai 90%. Penelitian ini menggunakan data alokasi
DAK tahun 2003-2009 dan menggunakan analisis statistik untuk menganalisis
‘kespesifikan’ DAK. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa susunan dan
besaran DAK yang telah digunakan selama ini tidak memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap tujuan pembangunan nasional.
Qibthiyyah et al, (2013) dalam laporannya menganalisis mengenai inisiatif
pemerintah pusat dan daerah mengenai pengelolaan DAK terkait dengan tahapan
perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Focus Group Discussion (FGD), kuesioner,
wawancara mendalam dengan pihak terkait, dan mengeksplorasi data sekunder.
Penelitian ini fokus pada identifikasi diskresi pemerintah dan menganalisis
efisiensi pengelolaan DAK. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dari sisi
efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan juga antar wilayah.
Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran
pemerintah daerah di bidang terkait.
Juanda (2014) dalam tulisannya menyatakan bahwa reformulasi DAK
dibutuhkan agar dapat mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
daerah di Indonesia. Menurutnya, DAK merupakan instrumen yang dapat
mempengaruhi pola belanja daerah agar tetap sesuai dengan prioritas nasional.
Formulasi alternatif untuk meningkatkan efektifitas pengalokasian DAK
diantaranya mengalokasian DAK yang difokuskan untuk tiga bidang prioritas
nasional dalam jangka panjang yaitu Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur.
Pengalokasian tersebut dengan menggunakan Standar Pelayanan Minimum
(SPM). Ada juga formulasi alternatif yang dapat digunakan dalam jangka pendek
dengan tujuan utama untuk menyentuh daerah-daerah yang saat ini menjadi
prioritas nasional dengan menempatkan kriteria teknis pada urutan pertama dan
disusul dengan kriteria khusus kemudian kriteria umum.
Kerangka Pemikiran
Penerapan otonomi daerah di Indonesia sebagai upaya pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan antar daerah di Indonesia. Kehadiran otonomi daerah
yang memberikan wewenang untuk pemerintah daerah dalam mengelola
daerahnya sendiri diikuti oleh kebutuhan pengelolaan fiskal secara mandiri oleh
daerah. Desentralisasi fiskal di implementasikan oleh pemerintah pusat melalui
transfer ke daerah dengan instrumen dana perimbangan. Dana perimbangan terdiri

8
dari beberapa komponen dana diantaranya Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam penelitian ini komponen
dana perimbangan yang akan dibahas adalah DAK sedangkan DBH dan DAU
tidak dibahas secara mendetail. Pengalokasian DAK sebagai salah satu bentuk
upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pertumbuhan dan pemerataan dirasa
belum cukup efektif sehingga reformula DAK menjadi suatu kebutuhan.
Penelitian ini fokus pada formula alternatif jangka pendek dengan urutan kriteria
yang dibalik yaitu dimulai dari kriteria teknis, khusus kemudian umum. Hasil dari
perhitungan dengan formula DAK alternatif kemudian dibandingkan untuk
seluruh tahapan pengalokasian DAK yang kemudian hasilnya dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk kebijakan berikutnya. Kerangka pemikiran secara
grafik dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

9

Dana Perimbangan

DBH

DAU

DAK
Pengalokasian DAK berdasarkan Formula Existing
Penentuan Daerah Penerima:
1. Kriteria Umum
2. Kriteria Khusus
3. Kriteria Teknis
Tidak mengatasi Masalah Pertumbuhan dan Pemerataan
(Tidak Efektif)
REFORMULASI DAK

Jangka Pendek

Jangka Panjang
(2017-seterusnya)

Formula Alternatif
Penentuan Daerah
Penerima DAK

DAK SPM
(berdasarkan 3 Bidang
Pelayanan Dasar

1. Kriteria Teknis
2. Kriteria Khusus
3. Kriteria Umum
Daerah Layak
Penentuan Besaran
Alokasi DAK
Rekomendasi Kebijakan
Perbedaan antara Formula
Alternatif dengan Formula
Existing
pada
seluruh
tahapan Pengalokasian

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Analisis Koefisien
Korelasi

10
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data Cross Section
dari 34 Provinsi dan 505 Kab/Kota di Indonesia. Adapun jenis dan sumber data
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis Data
Pendapatan Asli Daerah
Dana Alokasi Umum
Dana Bagi Hasil SDA
SBH Pajak
Belanja PNS Daerah
Indeks Daerah Tertinggal
Indeks Daerah Perbatasan
Indeks Pesisir Kepulauan
Indeks Teknis Per Bidang
Indeks Kemahalan Konstruksi
Pagu dan Alokasi Minimal DAK
PDRB per Kapita
Tingkat Kemiskinan
Indeks Pembangunan Manusia

Sumber Data
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
BPS
BPS
BPS

Tahun
2013
2013
2013
2013
2013
2013
2013
2013
2013
2014
2015
2013
2013
2013

Definisi Operasional dari data-data dan variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. PDRB per kapita, menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima
oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah. PDRB
per kapita dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu
wilayah/daerah. PDRB/Kapita diperoleh dari hasil bagi antara PDRB
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun ke i (dalam penelitian ini
tahun 2013).
2. Kemampuan Keuangan Daerah (KKD), menunjukkan bagaimana
kemampuan fiskal daerah/wilayah tersebut yang didapat dari hasil
pengurangan antara penerimaan umum APBD dengan belanja PNSD.
KKD = Penerimaan Umum APBD – Belanja PNSD.

.......(1)

Penerimaan Umum APBD = PAD+DAU+ (DBH-DBH DR)
.......(2)
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah realisasi PAD suatu
daerah/wilayah pada t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian) yang
merupakan data realisasi sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang Pertanggungjawaban APBDt-2, atau realisasi PAD yang
telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau data
anggaran PAD dalam APBDt-2, setelah dikalikan dengan faktor pengali
tertentu.

11
4. Dana Alokasi Umum (DAU), merupakan alokasi DAU daerah/wilayah
yang bersangkutan dalam t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian)
berdasarkan Peraturan Presiden tentang alokasi DAU.
5. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah realisasi penyaluran DBH Pajak dan
DBH SDA dalam t-2 (dua tahun sebelum pengalokasian), tidak termasuk
didalamnya DBH-DR dan bagian dari DBH yang di earmark (ditentukan
penggunaannya)
6. Belanja PNSD adalah realisasi belanja PNS Daerah yang bersangkutan
pada t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian).
7. Indeks Fiskal Netto (IFN) adalah indeks dari KKD yang didapatkan
dari hasil perbandingan antara KKD suatu daerah/wilayah dengan KKD
Nasional.
..........................................................................................(3)
..........................................................................................(4)
N= Jumlah Daerah
8. Indeks Fiskal Netto Invers (IFN-1 ), merupakan nilai invers dari IFN,
untuk keperluan perhitungan indeks komposit selanjutnya. Nilai IFN-1
suatu daerah kemudian di standarisasi kembali dengan cara
membandingkan nilai tersebut dengan nilai rata-rata IFN nasional.
................. ...........................................................................................(5)
...........................................................................................(6)
........ ...........................................................................................(7)
N = Jumlah Daerah
9. Indeks Daerah Tertinggal (IDT), adalah Indeks ketertinggalan suatu
daerah dalam kelompok daerah tertinggal, yang dihitung dengan cara
emmbandingkan nilai ketertinggalan suatu daerah dengan rata-rata nilai
ketertingalan kelompok tersebut.
.........................................................................................(8)
.........................................................................................(9)
N = Jumlah Daerah
10. Indeks Daerah Perbatasan (IDP), adalah Indeks perbatasan suatu
daerah dalam Kelompok Daerah Perbatasan, yang dihitung dengan cara
membandingkan nilai perbatasan suatu daerah dengan rata-rata nilai
perbatasan kelompok Daerah Perbatasan.
.............................................................................(10)
.............................................................................(11)
N = Jumlah Daerah
11. Indeks Daerah Pesisir Kepulauan (IDPK) adalah Indeks Pesisir
Kepulauan suatu daerah dalam kelompok daerah pesisir kepulauan, yang

12
dihitung dengan cara membandingkan nilai pesisir kepulauan daerah
tertentu dengan rata-rata nilai pesisir kepulauan kelompok daerah pesisir
kepulauan.
.

.............................................................................(12)

.............................................................................(13)
N= Jumlah Daerah
12. Indeks Karakteristik Wilayah (IKW), adalah gabungan secara
komposit dari IDT, IDP, dan IDPK suatu daerah, yang dihitung dengan
cara membandingkan indeks wilayah gabungan suatu daerah dengan
rata-rata
indeks wilayah gabungan daerah kelompok Daerah Tertinggal, Daerah
Perbatasan dan Daerah Pesisir Kepulauan.
.........................................(14)
........................................(15)
13. Indikator Teknis adalah data, nilai, kondisi dan/atau keadaan tertentu
yang menggambarkan kondisi sarana dan prasarana layanan publik di
daerah, yang ditetapkan oleh masing-masing K/L untuk diperhitungkan
dengan bobot/porsi tertentu guna membentuk indeks teknis.
14. Indeks Teknis (IT) adalah indeks yang menggambarkan tingkat
kebutuhan pembangunan dan/atau perbaikan terhadap kondisi sarana
dan prasarana bidang DAK tertentu suatu daerah secara relatif
dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Indeks teknis suatu daerah
dihitung dengan cara membandingkan indikator teknis gabungan suatu
daerah dengan rata-rata indikator teknis gabungan seluruh daerah.
15. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan variabel yang
menceriminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan
tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah.
16. Bobot DAK per Bidang (BD) dihitung berdasarkan maksimum IT
dikali IKK sesuai dengan kondisi kelayakan masing-masing daerah.
17. Alokasi DAK per Bidang (ADB) adalah hasil perhitungan porsi BD
suatu daerah dengan pagu bidang DAK. Porsi BD suatu daerah adalah
perbandingan antara BD suatu daerah dengan jumlah total BD.
18. Pagu Bidang DAK adalah nilai pagu suatu bidang atau sub bidang
DAK.
19. Alokasi Minimum (AM) adalah jumlah alokasi minimal yang akan
dialokasikan kepada daerah penerima DAK bidang tertentu. AM
tersebut diperoleh dari pagu bidang atau sub bidang yang bersangkutan.
20. Alokasi DAK per daerah (AD) adalah jumlah alokasi DAK suatu
daerah yang diperoleh dari hasil penjumlahan ADB untuk seluruh
bidang yang diperoleh oleh daerah/wilayah tersebut.
Pada Nota Keuangan dan Rancanganan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, dilakukan restrukturisasi bidang

13
DAK agar kebih fokus dan memberikan dampak yang signifikan terhadap
peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik. Dengan restrukturisasi
bidang tersebut, maka DAK dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1)
Kelompok DAK pelayanan dasar yang terdiri dari enam bidang dan (2)
Kelompok DAK non pelayanan dasar yang terdiri dari delapan bidang.
Pada penelitian ini hanya akan dibahas mengenai kelompok DAK
pelayanan dasar. Adapun arah kebijakan kegiatan kelompok DAK non
pelayanan dasar tahun 2015 adalah sebagai berikut:
(1) DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan sarana dan
prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, dan
penyuluhan dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan
perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana dan prasarana
terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau
kecil.
(2) DAK Bidang Pertanian
DAK Bidang Pertanian diarahkan untuk meningkatkan
produksi dan ekspor komoditas pertanian strategis serta mendukung
pengembangan bioindustri dan bioenergi dengan melakukan
refocusing kegiatan DAK bidang pertanian tahun ini pada
pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana fisik dasar
pembangunan pertanian.
(3) DAK Bidang Prasarana Pemerintah Daerah
DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja
pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di
daerah pemekaran, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta
daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan
memadai. Kegiatan yang dilaksanakannya menggunakan DAK bidang
prasarana pemerintahan daerah diutamakan bagi kegiatan yang terkait
dengan pelayanan terhadap masyarakat.
(4) DAK Bidang Lingkungan Hidup
Pada bidang ini arah kebijakannya yaitu: (1) memanfaatkan
pagu nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung
pencapaian prioritas nasional; (2) mendukung program yang menjadi
prioritas nasional di dalam RKP 2015 sesuai dengan kerangka
pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework)
dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); (3)
membantu daerah-daerah yang memiliki keuangan relatif rendah dalam
membiayai pelayanan publik sesuai SPM dalam rangka pemerataan
pelayanan dasar publik; (4) meningkatkan penyediaan data-data teknis,
koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan
daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai
APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan DAK di daerah; (5) mendukung SPM kegiatan
yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan
(6) mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/institusi pengelolaan
lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan

14
prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan
pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
(5) DAK Bidang Kehutanan
DAK bidang kehutanan diarahkan untuk meningkatkan kinerja
kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL) dan kesatuan pengelolaan
hutan produksi (KPHP), meningkatkan daya dukung kesatuan
pengelolaan hutan (KPH), pemberdayaan masyarajat dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan,
tanah dan air. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan
lebih lanjut terhadap sumber daya hutan yang berada dalam aliran
sungai (DAS) dan daerah rawan bencana, dengan melaksanakan
rehabilitasi serta perlindungan dan pengamanan hutan di dalam
kawasan hutan dalam kerangka KPHP/KPHL, Hutan Kota, Taman
Hutan Raya, serta pengembangan dan peningkatan Hutan Rakyat.
(6) DAK Bidang Keluarga Berencana (KB)
Arah kebijakan untuk bidang ini yaitu untuk meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui
(1) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan,
pembinaan program KB lini lapangan; (2) Peningkatan sarana dan
prasarana pelayanan KB; (3) peningkatan sarana pelayanan advokasi,
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; (4)
peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja; dan
(5) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis
teknologi informasi.
(7) DAK Bidang Sarana Perdagangan
Pada bidang ini DAK diarahkan agar dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung
peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi nasional,
perlindungan konsumen dan kesejahteraan rakyat. DAK bidang sarana
dan prasarana perdagangan terdiri dari tiga sub bidang, yaitu sub
bidang pasar, gudang dan metrologi.
(8) DAK Bidang Perumahan dan Permukiman
DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas
prasarana, sarana dan utilitas umum (PDU) perumahan dan kawasan
pemukiman (PKP) pada perumahan umum yang dibangun oleh badan
usaha, pemerintah daerah, maupun masyarakat dan kelompok
masyarakat dalam rangka mewujudkan perumahan dan permukiman
yang layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif. Metode kuantitatif
digunakan dalam kegiatan penelitian dalam usaha untuk menarik kesimpulan atas
hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data-data kuantitatif yang
diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20 untuk melihat
daerah mana saja yang berhak menerima DAK, jumlah alokasi DAK per daerah
penerima dan perbedaan pada seluruh tahapan pengalokasian DAK antara dua

15
formula tersebut, koefisien korelasi antara PDRB/kapita, IPM dan kemiskinan
dengan formula existing maupun formula alternatif.
Tahapan Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan daerah-daerah yang layak
menjadi daerah penerima DAK. Tahapan mengolah data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan indeks kemampuan keuangan setiap daerah baik kab/kota
maupun provinsi di Indonesia untuk melihat apakah wilayah tersebut layak
menurut kriteria umum. Setelah itu, menentukan indeks fiskal wilayah dan
teknis untuk melihat apakah wilayah tersebut layak menurut kriteria khusus
dan kriteria teknis.
2.
Menetapkan daerah mana saja yang layak menjadi daerah penerima dengan
menggunakan formulasi yang berbeda dari formulasi awal. Reformulasi ini
menggunakan kriteria teknis sebagai kriteria pertama layak atau tidak layak
nya suatu daerah kemudian di ikuti oleh kriteria khusus dan kriteria umum
adalah kriteria terakhir.
3.
Menentukan besaran DAK yang diterima tiap daerah di Indonesia
berdasarkan indeks fiskal wilayah teknis masing-masing daerah
Metode Analisis
a.

Penentuan Daerah Penerima DAK

RAPBN 2016 dirancang untuk memperbaiki kesalahan formulasi DAK saat
ini yaitu untuk memininimalisir kemungkinan DAK tidak teralokasikan sesuai
kebutuhan daerah. Untuk menentukan daerah-daerah yang termasuk dalam
kategori layak menjadi daerah penerima DAK maka ada tiga kriteria yang harus
dipenuhi oleh masing-masing daerah, jika mengacu pada fomulasi alokasi tahun
2015 kriteria tersebut adalah kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis.
Pada formulasi alternatif tetap menggunakan tiga kriteria tersebut namun dengan
urutan yang berbeda yaitu kriteria teknis, kriteria khusus dan kriteria umum.
Analisis pada tahap ini menggunakan software Microsoft Excel dengan formula
yang telah ditentukan.
a.

Kriteria Teknis
Indeks teknis (IT) bidang/sub bidang DAK adalah indeks yang ditentukan
oleh kementerian/lembaga terkait atau yang bertanggungjawab terhadap
bidang/sub bidang tersebut dan kemudian IT tersebut disampaikan kepada
Kementerian Keuangan sebagai data resmi untuk perhitungan DAK TA. 2015.
Pada tahap pertama dalam formula alternatif dalam menentukan apakah
daerah tersebut layak menjadi penerima DAK atau tidak, indeks teknislah yang
digunakan sebagai indikator. Daerah tersebut dikatakan layak menerima DAK bila
daerah tersebut memiliki IT yang tergolong sedang atau tinggi, dan tidak memiliki
IFN yang tergolong tinggi. IT diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu rendah,
sedang, dan tinggi, dengan pertimbangan seperti di bawah ini:

16
1) IT Rendah
2) IT Sedang
3) IT Tinggi

0 < IT ≤ ∝
∝ ∝

Dimana:
∝ : Nilai kuartil tiga dari selruh data IT
b.

∝ : Nilai kuartil satu dari seluruh data IT

Kriteria Khusus
Daerah yang tidak layak secara teknis (kriteria teknis) masih
berpotensi menjadi daerah penerima DAK menurut kriteria khusus
tergantung apakah wilayah tersebut memenuhi standar dalam kriteria
khusus atau tidak, adapun kriterianya seperti di bawah ini:
1. Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
Berdasarkan Undang-undang yang mengatur tentang Daerah
Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, disebutkan bahwa daerah
kab/kota yang berada dalam provinsi tersebut di prioritaskan untuk
mendapatkan DAK. Dengan kriteria ini seluruh kab/kota yang
berada di Provinsi dan Papua Barat secara otomatis langsung
menjadi daerah penerima DAK.
2. Karakteristik Daerah
Dalam kriteria ini memperhitungkan karakteristik daerah yaitu
daerah tertinggal, daerah perbatasan dan daerah pesisir kepulauan,
dimana nilai suatu daerah ditentukan oleh karakteristik tersebut
melalui kementerian atau lembaga terkait. Dari nilai tersebut dapat
dihitung indeks dari masing-masing karakteristik tersebut dan
setelah itu indeks tersebut digabungkan secara komposit menjadi
indeks karakteristik wilayah (IKW). Suatu daerah layak menerima
DAK menurut kriteria khusus jika indeks karakteristik wilayah
yang merupakan Indeks gabungan dari beberapa Indeks lainnya
lebih dari satu.
c. Kriteria Umum
Kriteria umum melihat secara umum melalui kemampuan
keuangan dari masing-masing daerah (fiscal netto) kemudian dihitung
indeks fiskal netto dari setiap daerah. Data yang seharusnya digunakan
dalam perhiitungan DAK adalah realisasi PAD berdasarkan hasil audit
BPK atas APBD 2013 baik yang sudah di Perda-kan dalam Perda
Pertanggungjawaban maupun belum. Namun pada kenyataannya sampai
pada batas waktu yang telah ditentukan, tidak semua data tersebut tersedia
sehingga perlu ada perlakuan berbeda untuk daerah dengan data yang
belum diaudit. Perlakuan tersebut dengan cara mengalikan data anggaran
dengan faktor pengali PAD yang dihitung dari rata-rata realisasi PAD
secara nasional dibandingkan dengan rata-rata PAD data anggaran tahun
yang sama.
Pengolahan data yang tersedia menjadi data yang sesuai seperti
langkah sebelumnya untuk mendapatkan angka fiskal netto atau
kemampuan keuangan daerah. Jumlah tertentu KKD dapat diubah dalam
bentuk indeks sehingga dapat dilihat indeks fiskal netto (IFN) dari masing-

17
masing daerah. Perbedaan alokasi DAK TA. 2015 dengan formulasi DAK
sebelumnya yaitu adanya klasifikasi IFN dimana IFN dengan kategori
tinggi langsung dikeluarkan dan tidak dimasukkan d

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksananaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Negeri Kota Medan

22 175 191

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

5 68 181

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Desentralisasi Fiskal Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara.

3 59 139

Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh

7 61 130

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Studi Empiris Di Kabupaten/ Kota Provinsi Aceh

1 53 124

The influence of original local government revenues, general allocation funds and special allocation funds to local government expenditures

0 12 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Formula Alternatif Dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Pelayanan Dasar

0 9 79

Desentralisasi fiskal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di propinsi Yogyakarta

1 12 14

Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; dan

0 0 41