Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh

(1)

S E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N

A

ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG

DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

TESIS

Oleh

EDIE SYAPUTRA

097003009/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG

DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDIE SYAPUTRA

097003009/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

Nama Mahasiswa : Edie Syaputra

Nomor Pokok : 097003009

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Komisi Pembimbing,

Ketua

(Prof. Bachtiar Hasan Miraza)

(Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec) (

Anggota Anggota

Drs.Rujiman, MA)

Tanggal lulus : 25 Agustus 2011 Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2011

Ketua Program Studi

Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE

Direktur


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hasan Miraza

Anggota : Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec

Drs. Rudjiman, MA

Prof. lic. rer. Reg. Sirojuzilam, SE Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D. Ak


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan pembangunan non fisik di Kecamatan Blangkejeren serta menganalisis kendala apa saja yang dihadapi pemerintah kampung dan kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren

Responden dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah kampung yang berjumlah 35 responden serta para ahli/pakar atau masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren yang berjumlah 21 responden. Untuk menganalisis permasalahan pertama dilakukan uji beda rata-rata (t-test), sedangkan untuk menganalisis masalah kedua dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) serta untuk menganalisis masalah ketiga dilakukan dengan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang diperoleh antara lain: terdapat perbedaan penerimaan kampung antara sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, penerimaan kampung meningkat setelah adanya pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung berdampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) prioritas dalam pembangunan fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Pembangunan irigasi, 2) Pembangunan jalan kampung, 3) Pembangunan Jembatan. Sedangkan prioritas dalam pembangunan non fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Peningkatan ekonomi masyarakat, 2) Pemberdayaan masyarakat, 3) Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung dan 4) Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung. Dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung juga terdapat kendala antara lain: 1) Tahap pencairan dan penyaluran dana Alokasi Dana Kampung tidak efektif dan efisien, 2) Sosialisasi pelaksanaan Alokasi Dana Kampung terhadap masyarakat masih sangat kurang, 3) Tidak kreatifnya lembaga masyarakat kampung serta 4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Kata Kunci : Alokasi Dana Kampung, Kesejahteraan Masyarakat, Prioritas Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung,


(6)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze whether there were differences villages income before and after village fund allocation implementation in District Blangkejeren and to analyze public perception of the priority utilization of village fund allocation for physical development and non-physical development in the Blangkejeren district and to analyze any constraints that government district and government village face in the implementation of village fund allocation in district Blangkejeren.

Respondents in this study is the village government officials, amounting to 35 respondents and experts/specialists or people who were directly involved in the implementation of village fund allocation in District Blangkejeren, amounting to 21 respondents. To analyze the first issue in this study we carried an average of different test (t-test), while the second carried out to analyze the problem by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP) to analyze the problem and all three performed with descriptive analysis.

The results obtained are: there is a difference between village income before and after implementation of village fund allocation, revenues increased after the implementation of village fund allocation. Implementation of village fund allocation has a positive and significant impact on public welfare. Based on the analysis of Analytical Hierarchy Process (AHP) in the physical development priorities in the implementation of village fund allocation are: 1) Construction of irrigation, 2) Construction of village roads, 3) Construction of Bridge. While the priority in the non-physical development in the implementation of village fund allocation are: 1) Improving the local economy, 2) community empowerment, 3) Improved village quality of public education and 4) Improved quality of public health. In the implementation of village fund allocation there are also constraints include: 1) Phase distribution and disbursement of fund in the village fund allocation ineffective and inefficient, 2) socialization of the implementation of Village Fund Allocation to society is lacking, 3) villages representation not creative/less idea and 3) Low quality of human resources.


(7)

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbilalamiin puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Adapun judul dari tesis ini adalah Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh, tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister di Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan dari semua pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tek terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan kemudahan dalam proses pendidikan di PPS-USU ini;

2. Bapak Prof. Dr. lic. rer. Reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan yang telah banyak memberikan wawasan tentang pembangunan wilayah dan pedesaan;

3. Bapak Prof. Bachtiar Hasan Miraza selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec dan Bapak Drs. Rudjiman. MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan tesis ini;

5. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D. Ak, Bapak Ir. Supriadi. MS serta Bapak Agus Suriadi, S.Sos. MS selaku komisi pembanding yang telah menyampaikan berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini;


(8)

6. Seluruh Civitas Akademika Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademik;

7. Orang tua, adik-adik dan keluarga besar saya serta teman-teman sekelas di PWD’09 yang selalu membantu dan mendoakan saya untuk maju dan berkembang;

8. Seluruh aparat pemerintahan di Kabupaten Gayo Lues khususnya di Kecamatan Blangkejeren yang telah banyak memberikan informasi tentang pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, serta masyarakat dan pimpinan desa/kampung yang banyak memberikan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini;

Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan tesis ini. yang tidak tercantum dalam tulisan ini, semoga segala bentuk kebaikan yang telah diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari ALLAH SWT. Amiin

Medan, 23 Agustus 2011

Edie Syaputra NIM. 097003009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Edie Syaputra lahir di Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Propinsi Aceh

pada tanggal 8 Nopember 1986, anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak

Drs. H. Syehnurdin, MM dan Ibu Hj. Nurmani, S.Pd.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1

Blangkejeren lulus pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama Swasta Modern

Shalahuddin lulus pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas Swasta Patra

Nusa di Aceh Tamiang lulus pada tahun 2004 selanjutnya kuliah di Sekolah

Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor Jawa Barat lulus pada

tahun 2009.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Badan

Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues Propinsi Aceh


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Kesejahteraan Sosial ... 9

2.1.1.Masalah Kesejahteraan Sosial ... 13

2.1.2.Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Sebagai Salah Satu Masalah Kesejahteraan Sosial ... 15

2.2. Alokasi Dana Kampung ... 17

2.2.1. Pengertian Alokasi Dana Kampung ... 17

2.2.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung ... 19

2.2.3. Prinsip dalam Pengelolaan Alokasi Dana Kampung ... 20

2.2.4. Rumus Penetapan Alokasi Dana Kampung ... 25

2.2.5. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung ... 25

2.3. Penelitian Sebelumnya ... 27

2.4. Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30


(11)

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Metode Pemilihan Responden ... 31

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Kuesioner ... 32

3.4.2. Interview (Wawancara) ... 32

3.4.3. Observasi ... 33

3.4.4. Dokumentasi ... 34

3.5. Metode Analisis Data ... 35

3.6. Analytical Hierarchy Process ... 38

3.6.1. Decomposition ... 43

3.6.2. Comparative Judgement ... 44

3.6.3. Synthesis Of Priority ... 48

3.6.4. Logical Concitency ... 48

3.7. Merubah Data dari Skala Ordinal Menjadi Skala Interval ... 50

3.8. Defenisi Operasional Penelitian ... 51

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Kondisi Geografis Kecamatan Blangkejeren... 53

4.1.2. Demografi dan Keadaan Penduduk di Kecamatan Blangkejeren ... 55

4.1.3. Penduduk Menurut Mata Pencahararian di Kecamatan Blangkejeren ... 58

4.2. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Blangkejeren ... 58

4.2.1. Sarana Pendidikan ... 59

4.2.2. Sarana Kesehatan ... 60

4.2.3. Sarana Ekonomi dan Industri di Kecamatan Blangkejeren ... 62

4.3. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren ... 65

4.3.1. Proses Pencairan Alokasi Dana Kampung di Kabupaten Gayo Lues ... 69


(12)

4.4. Analisis Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung ... 78

4.5. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Prioritas Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung Bagi Pembangunan Fisik dan Non Fisik Kampung di Kecamatan Blangkejeren ... 80

4.6. Kendala-kendala dalam Pelaksaanaan Alokasi Dana Kampung ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 90


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif ... 24

3.1 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 45

3.2 Skala Penilaian Perbandingan ... 46

3.3 Pembangkit Random... 49

4.1 Nama Kampung dan Status Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 54

4.2 Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Lahan, Tahun 2009 ... 55

4.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama Dirinci per Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 56

4.4 Jumlah Penduduk, Jenis Kelamin dan Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 57

4.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Blangkejeren Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009 ... 58

4.6 Jumlah Sekolah dan Kelas Negeri/Swasta Menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 59

4.7 Kondisi Ruangan Kelas di Sekolah Negeri/Swasta Menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 60

4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana Masing-masing Kampung di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 61

4.9 Jumlah Pos KB, Sub Pos KB dan Posyandu Menurut Kampung Di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 62

4.10 Jumlah Sarana Industri di Masing-masing Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 63

4.11. Jumlah Sarana Ekonomi/Kegiatan Ekonomi di Masing-masing Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 64


(14)

4.12 Jumlah Penerimaan Alokasi Dana Kampung (ADK) Kabupaten Gayo Lues dan Kecamatan Blangkejeren,

Tahun 2007-2011 ... 67 4.13 Besaran Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2007 sampai

dengan Tahun 2011 ... 68 4.14 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 ... 73 4.15 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008 ... 74 4.16 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009 ... 75 4.17 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2010 ... 76 4.18 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 ... 77 4.19 Tabulasi Kuesioner Pembangunan Fisik Kampung

di Kecamatan Blangkejeren ... 81 4.20 Tabulasi Kuesioner Pembangunan Non Fisik Kampung


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Pembangunan Kesejahteran Sosial dalam Konteks

Pembangunan Nasional ... 12 2.2 Kerangka Berpikir ... 29 4.1 Siklus Pencairan Alokasi Dana Kampung (ADK)


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung ... 94 2 Kuesioner Penelitian Persepsi Masyarakat Terhadap Prioritas

Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung Bagi Pembangunan Fisik Dan Pembangunan Non Fisik di Kecamatan Blangkejeren ... 97 3 Tabel Data Skala Ordinal Sebelum Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 102 4 Tabel Data Skala Ordinal Setelah Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 103 5 Tabel Data Skala Interval Sebelum Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 104 6 Tabel Data Skala Interval Setelah Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 105 7 Tabel Hasil Analisis T-test Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan

Blangkejeren dengan Menggunakan Program SPSS 18 ... 106 8 Foto Pembangunan Fisik Kampung Dana Pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung dan Partisipasi Masyarakat Serta Sosialisasi Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung

di Kabupaten Gayo Lues ... 107 9 Analisis Hasil Analytical Hierarchy Process dengan


(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan pembangunan non fisik di Kecamatan Blangkejeren serta menganalisis kendala apa saja yang dihadapi pemerintah kampung dan kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren

Responden dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah kampung yang berjumlah 35 responden serta para ahli/pakar atau masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren yang berjumlah 21 responden. Untuk menganalisis permasalahan pertama dilakukan uji beda rata-rata (t-test), sedangkan untuk menganalisis masalah kedua dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) serta untuk menganalisis masalah ketiga dilakukan dengan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang diperoleh antara lain: terdapat perbedaan penerimaan kampung antara sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, penerimaan kampung meningkat setelah adanya pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung berdampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) prioritas dalam pembangunan fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Pembangunan irigasi, 2) Pembangunan jalan kampung, 3) Pembangunan Jembatan. Sedangkan prioritas dalam pembangunan non fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Peningkatan ekonomi masyarakat, 2) Pemberdayaan masyarakat, 3) Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung dan 4) Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung. Dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung juga terdapat kendala antara lain: 1) Tahap pencairan dan penyaluran dana Alokasi Dana Kampung tidak efektif dan efisien, 2) Sosialisasi pelaksanaan Alokasi Dana Kampung terhadap masyarakat masih sangat kurang, 3) Tidak kreatifnya lembaga masyarakat kampung serta 4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Kata Kunci : Alokasi Dana Kampung, Kesejahteraan Masyarakat, Prioritas Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung,


(18)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze whether there were differences villages income before and after village fund allocation implementation in District Blangkejeren and to analyze public perception of the priority utilization of village fund allocation for physical development and non-physical development in the Blangkejeren district and to analyze any constraints that government district and government village face in the implementation of village fund allocation in district Blangkejeren.

Respondents in this study is the village government officials, amounting to 35 respondents and experts/specialists or people who were directly involved in the implementation of village fund allocation in District Blangkejeren, amounting to 21 respondents. To analyze the first issue in this study we carried an average of different test (t-test), while the second carried out to analyze the problem by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP) to analyze the problem and all three performed with descriptive analysis.

The results obtained are: there is a difference between village income before and after implementation of village fund allocation, revenues increased after the implementation of village fund allocation. Implementation of village fund allocation has a positive and significant impact on public welfare. Based on the analysis of Analytical Hierarchy Process (AHP) in the physical development priorities in the implementation of village fund allocation are: 1) Construction of irrigation, 2) Construction of village roads, 3) Construction of Bridge. While the priority in the non-physical development in the implementation of village fund allocation are: 1) Improving the local economy, 2) community empowerment, 3) Improved village quality of public education and 4) Improved quality of public health. In the implementation of village fund allocation there are also constraints include: 1) Phase distribution and disbursement of fund in the village fund allocation ineffective and inefficient, 2) socialization of the implementation of Village Fund Allocation to society is lacking, 3) villages representation not creative/less idea and 3) Low quality of human resources.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa

merupakan pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak

lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial

masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah Negara bernama

Indonesia ini. Namun, hingga saat ini pembangunan desa masih dianggap sebelah

mata oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa hingga

saat ini masih jauh dari harapan kita semua

memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan

keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa serta proses pembangunan

desa.

Hingga saat ini fakta menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia

masih didominasi oleh penduduk desa. Data Badan Pusat Statistik 2010

menyebutkan bahwa persentase jumlah penduduk miskin yang tinggal di kota dan

desa tidak banyak berubah. Dari 31,02 juta jiwa, sebanyak 64 persen atau 19,9

juta orang tinggal di perdesaan. Sisanya 36 persen atau 11,1 juta jiwa adalah

warga perkotaan. Berdasarkan data yang ada diatas dapat dikatakan bahwa

pemerintah kurang serius dalam membangun desa. Padahal itu penting karena

desa merupakan sumber kehidupan masyarakat kota. Selama ini desa hanya

dijadikan alat untuk memperkuat kehidupan masyarakat kota. Masyarakat desa


(20)

justru memiskinkan mereka. Ini merupakan bukti ketidakadilan sosial di negara

kita,

Jika pemerintah berbicara tentang program pengentasan kemiskinan dan

kesejahteraan masyarakat sudah sepatutnya sasaran yang menjadi prioritas

pemerintah adalah mereka yang tinggal di desa. Fokus terhadap warga desa

dianggap perlu karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya di

desa. Hingga Tahun 2009, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di desa

jumlahnya masih cukup besar dibandingkan yang tinggal di kota. Dari 237 juta

jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 57 persen atau sekitar 135 juta jiwa bermukim

dan menggantungkan hidupnya di desa. Sementara sisanya 43 persen atau sekitar

102 juta memutuskan tinggal di kota baik permanen maupun temporer karena

bekerja. Jadi sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang cukup

besar terhadap pembangunan desa.

Hingga saat ini jumlah desa tertinggal di Indonesia sebanyak 45 persen atau

hampir separuh dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa

walaupun sebagian besar desa tertinggal tersebut berada di wiliyah Indonesia

timur. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ingin melihat anak-anak yang

banyak putus sekolah kebanyakan ada di desa, jika ingin melihat gizi buruk dan

perempuan yang menerima ketidakadilan (cultural-structural) pasti sebagian

besar ada di desa, jalan setapak dari tanah, para pekerja migran yang mendapat

masalah di luar negeri sebagaian besar adalah warga desa, semuanya dengan

mudah akan kita dapati di desa serta kondisi-kondisi memprihatinkan lainnya.

Kelahiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian diperkuat


(21)

hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan Kabupaten/kota. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 68 ayat 1 huruf c, desa

memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa yang diberikan

ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan

anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial

kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui Alokasi Dana Desa, desa berpeluang untuk

mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara

otonom.

Menteri Dalam Negeri tertanggal 17 Agustus 2006 mengeluarkan Surat

Kawat bernomor 140/1841/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan

Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk segera merealisasikan Alokasi Dana

Desa, terutama kepada Kabupaten/ kota yang sama sekali belum melaksanakan

Alokasi Dana Desa. Dalam Surat Kawat tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan

jelas menyebutkan bahwa percepatan Alokasi Dana Desa dilakukan untuk

mendukung peningkatan kinerja pemerintahan desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah ditegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan

tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta dan

pemberdayaan masyarakat desa yang pada akhirnya untuk kesejahteraan

masyarakat. Hal tersebut senada dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan

Daerah bahwa keseluruhan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya untuk memenuhi


(22)

membuktikan kemampuan dalam penyelenggaraan kewenangan dalam bidang

keuangan dan pelayanan umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa mengatakan

bahwa penyelenggaraan urusan pemerintah desa yang menjadi kewenangan desa

didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa dan bantuan pemerintah

daerah, Desa mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan

retribusi daerah Kabupaten serta bagian dari dana perimbangan keuangan pusat

dan daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Kebijakan Alokasi Dana Desa disusun oleh pemerintah daerah Kabupaten/

kota. Tahapan dan proses menyusun kebijakan Alokasi Dana Desa ini, tentu

mengikuti prinsip dan cara penyusunan kebijakan daerah yang partisipatif.

Kebijakan partisipatif adalah penyusunan kebijakan pemerintah daerah yang

melibatkan berbagai pihak di daerah, dari awal sampai akhir.

Alokasi Dana Desa harus berpihak kepada masyarakat desa, jangan sampai

mengulang kesalahan masa lalu dimana bantuan-bantuan yang diperoleh dari

dinas atau instansi pemerintah Kabupaten/kota untuk desa selain tidak menjamin

keberlanjutannya juga tidak disertai kewenangan yang luas untuk memanfaatkan

sesuai dengan kebutuhan desanya. Akibatnya, program itu tidak berhasil karena

mengabaikan keberadaan desa sebagai pemerintahan yang bisa menjalankan

fungsi yang lebih baik dalam mendorong partisipasi masyarakatnya. Dengan ini,

maka pemerintah desa akan benar-benar menjalankan fungsinya, melayani

masyarakat desa.

Alokasi dana desa atau di Provinsi Aceh disebut dengan Alokasi Dana


(23)

kampung dan mensejahterakan masyarakatnya. Pemberian Alokasi Dana

Kampung merupakan wujud dari pemenuhan hak kampung untuk

menyelenggarakan otonomi kampung agar tumbuh dan berkembang mengikuti

pertumbuhan dari kampung itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi,

otonomi asli demokratisai, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran

pemerintah kampung dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Sesuai dengan pedoman pelaksanaan alokasi dana desa, bahwa peruntukan

alokasi dana desa adalah untuk pembangunan desa yakni kegiatan pembangunan

fisik dan non fisik desa yang berhubungan dengan indikator perkembangan desa.

Indikator tersebut meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat

kesehatan dan pembinaan pemuda.

Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah untuk menggerakkan ekonomi

kampung tersebut, pemanfaatan Alokasi Dana Kampung ini melalui pembangunan

fisik dan pembangunan non fisik. Pembangunan non fisik dilakukan melalui

pemberian bantuan kepada masyarakat kampung yang berhak untuk menerimanya

yakni para perempuan, anak-anak, petani, buruh, nelayan dan kaum miskin

kampung yang lainnya. Selain pemanfaatan untuk pembangunan non fisik, alokasi

dana kampung juga digunakan untuk pembangunan fisik kampung yang meliputi

pembangunan sarana dan prasarana produksi, perhubungan dan sosial. Hal ini

karena sebagian besar kampung kondisinya cukup memprihatinkan sehingga perlu

diadakan pembenahan seperti yang telah disebutkan di atas.

Secara keseluruhan kebijakan Alokasi Dana Kampung di samping bertujuan


(24)

bekerjanya demokrasi di tingkat kampung, memperkuat otonomi kampung dan

menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan kampung. Dengan adanya Alokasi Dana Kampung, pemerintah

kampung dituntut untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan

kampung, memperbaiki layanan publik di kampung dan mendorong efektivitas

dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung. Kebijakan Alokasi

Dana Kampung disusun oleh pemerintah Kabupaten/kota untuk melindungi,

meningkatkan kesejahteraan rakyat kampung, sekaligus untuk memenuhi hak-hak

kampung.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Dampak Program Alokasi Dana

Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Propinsi Aceh”.


(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang yang ada di atas, penulis

terdorong untuk mengkaji lebih jauh dan merumuskan masalah penelitian ini,

antara lain:

1. Bagaimana penerimaan kampung sebelum dan sesudah

pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan

Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan nonfisik

kampung di Kecamatan Blangkejeren?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah kampung dan

pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung

di Kecamatan Blangkejeren?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung

sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di

Kecamatan Blangkejeren.

2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap prioritas

pemanfaatan Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan


(26)

3. Untuk menganalisis kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh

pemerintah kampung dan pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini merupakan suatu bentuk latihan bagi penulis untuk

dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam

memecahkan masalah secara ilmiah dan menjadi bekal dalam

melaksanakan tugas serta pengabdian di lapangan pada masa yang

akan datang.

2. Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues, khususnya

pemerintah Kecamatan Blangkejeren dalam pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung untuk mensejahterakan masyarakat kampung.

3. Hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan

pengetahuan, sebagai tambahan referensi untuk penelitian-penelitian

yang berkaitan dengan pembangunan kampung/desa dan


(27)

BAB II Landasan Teori

2.1. Kesejahteraan Sosial

Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah

kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua

mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun,

dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam

kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha

untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh

atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinya

dilakoni oleh manusia. Jangankan yang halal, yang harampun rela dilakukan demi

kesejahteraan hidup.

Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi

sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk

kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian,

perumahan, pendidikan dan perwatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial

juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian

pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang

beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan

sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah

contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai


(28)

taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik

belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan

spiritual. Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu

masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan

ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan

sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas

disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada

kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia

yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga

berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan

kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya dapat dilihat dari aspek

pertumbuhan saja. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan

paradigma pertumbuhan semata adalah munculnya kesenjangan antara kaya

miskin, serta pengangguran yang merajalela. Pertumbuhan selalu dikaitkan

dengan peningkatan pendapatan nasioanal (gross national products) (Todaro,

1998).

Menurut Jayadinata (1999), bahwasanya pembangunan meliputi tiga

kegiatan yang saling berhubungan, antara lain:

1. Menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan

serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan

terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat;


(29)

3. Menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud agar

terjadinya pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan

melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial

untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial,

serta memperkuat institusi-institusi sosial (Suharto, 1997). Lebih lanjut Suharto

(2009), menyatakan bahwasanya tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah

untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan

jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok

masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan

perlindungan sosial;

2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan system dan kelembagaan

ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat

kemanusiaan;

3. Penyempurnaan kebebesan melalui perluasan aksesibilitas dan

pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar

kemanusiaan.

Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat

dirumuskan dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah Negara-bangsa

(nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan


(30)

Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha”

(misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan

financial yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi

perawatan masyarakat menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga

Negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya

menderita sakit, terjerembab kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial).

Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan

kompetensi Sumber Daya Manusia yang menjamin tersedianya angkatan kerja

yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan

nasioanal berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek

tersebut harus dicakup secara seimbang.

Gambar 2.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Konteks Pembangunan Nasional

Berdasarkan Indonesian Human Devalopment Report 2004 bahwasanya

Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang

dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan

masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat Pertumbuhan

Ekonomi

(Keuangan, Industri)

Perawatan Masyarakat

(Kesehatan, Kesejahteraan Sosial) Pengembangan

Manusia


(31)

sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat

dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur capaian

umum suatu daerah dalam tiga dimensi utama pembangunan manusia, yaitu

panjangnya usia (diukur dengan angka harapan hidup), pengetahuan (diukur

dengan capaian pendidikan), dan kelayakan hidup (diukur dengan pendapatan

yang telah disesuaikan).

2.1.1. Masalah Kesejahteraan Sosial

Menurut Fadhil Nurdin (1990), timbulnya masalah-masalah yang berkaitan

dengan kesejahteraan sosial disebabkan oleh 5 hambatan:

1. Ketergantungan Ekonomi. Ketergantungan ekonomi merupakan

hambatan utama yang menyebabkan adanya berbagai masalah. Hal ini

dapat dilihat pada kesulitan yang dialami individu, kelompok dan

masyarakat. Sebab dari Ketergantungan ekonomi sebagian besar

disebabkan kurangnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi

standar kehidupan minimal dalam kehidupannya, atau ketidakmampuan

mengelola pendapatan mereka yang seharusnya dapat mencukupi. Dari

hambatan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah social antara

lain kemiskinan;

2. Ketidakmampuan Menyesuaikan Diri. Ketidakmampuan menyesuaikan

diri ini timbul dari masalah kemiskinan dan emosional, yaitu

ketidakmampuan menyesuaikan diri. Hal ini merupakan jenis hambatan

yang dikenal dengan istilah “hambatan sosial psikologis”. Masalah yang


(32)

perubahan, baik sikap maupun perilakunya dalam berinteraksi dengan

orang lain dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang

berlaku di lingkungan tertentu. Masalah-masalah penyesuaian diri dapagt

menimbulkan berbagai bentuk masalah seperti kenakalan remaja,

pelacuran dan lain sebagainya;

3. Kesehatan Yang Buruk. Kesehatan yang buruk dapat disebabkan

beberapa factor: lingkungan yang buruk atau kotor, adanya berbagai

penyakit dan ketidakmengertian anggota masyarakat itu sendiri. Ketiga

factor tersebut berkaitan pula dengan kemiskinan dan kurangnya

pendidikan. Persoalan-persoalan yang bersumber dari berbagai factor

diatas dapat menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan

penyakit-penyakit menular, kekurangan gizi, yang akhirnya menuju

kematian;

4. Rekreasi dan Pengisian Waktu Senggang. Rekreasi dan pengisian waktu

senggang merupakan kebutuhan yang fundamental bagi kehidupan

seseorang serta memiliki fungsi-fungsi lain untuk memberikan

keseimbangan dalam kehidupan seseorang, pembebasan dari suasana

rutin yang terus menerus, penyegaran dari beban pikiran dan tanggung

jawab yang berat, atau perasaan jenuh selama bejerja di kantor. Perlunya

memperhatikan rekreasi dan pengisian waktu luang yang positif setiap

ada waktu luang yang digunakan dengan baik sifatnya cenderung

digunakan secara negative. Pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai

macam masalah seperti kenakalan remaja, perkelahian, penyalahgunaan


(33)

5. Kondisi Sosial, Penyediaan dan Pengelolaan Pelayanan Sosial yang

Kurang atau Tidak Baik. Kondisi sosial, penyediaan dan pengelolaan

pelayanan sosial yang kurang atau tidak baik misalnya keadaan

lingkungan pergaulan yang buruk sehingga dapat dengan kuat

mempengaruhi kepribadian individu. Demikian pula halnya dengan

penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial yang kurang atau tidak

baik, akan mengakibatkan hasil pelayanan yang kurang memadai

terhadap para pengguna pelayanan tersebut. Misalnya, kurangnya

kualitas pelayanan rumah sakit, kurangnya sarana pendidikan yang

memadai dan sebagainya. Masalah-masalah dapat ditimbulkan oleh

kondisi social, pelayanan yang kurang atau tidak baik dapat menjangkau

penerima pelayanan.

Paling tidak, kelima jenis hambatan diatas (selain banyak lagi masalah

sosial lainnya yang belum teridentifikasi) merupakan dasar atau sumber timbulnya

masalah-masalah kesejahteraan sosial masyarakat yang mau tidak mau harus

diatasi, tidak hanya oleh masing-masing individu, melainkan oleh pemerintah

daerah.

2.1.2. Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Sebagai Salah Satu Masalah Kesejahteraan Sosial

Dari hasil penelitian Gayo (2001), setidaknya dapat disimpulkan,

bahwasanya terdapat beberapa faktor utama penyebab semakin terpuruknya

kondisi ekonomi masyarakat desa baik itu petani, nelayan, perajin, peternak dan


(34)

1. Kuatnya posisi pedagang perantara yang didukung oleh birokrat

perdesaan yang juga turut menikmati sebagian keuntungan dari

mekanisme pasar yang tidak berpihak pada petani;

2. Seluruh pasar baik lokal, regional maupun ekspor umumnya telah

dikuasai pedagang dengan distribusi income yang semakin tidak adil bagi

produsen di perdesaan;

3. Bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah jumlahnya sangat kecil

yang benar-benar sampai kepada masyarakat yang menjadi target;

4. Tingkat pendidikan masyarakat desa yang relatif rendah sehingga tidak

mampu menerma modernisasi dalam upaya meningkatkan teknologi

untuk mengefesienkan kegiatan ekonomi mereka.

Tujuan pengembangan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat perdesaan secara bertahap, pola yang dapat diterapkan untuk

mewujudkannya antara lain:

1. Pembentukan lembaga koperasi oleh masyarakat, agar masyarakat

mampu melaksanakan processing, pemasaran dan melindungi dirinya

dari ulah para spekulan;

2. Pengembangan produk pertanian unggulan yang berkaulitas dan berdaya

saing tinggi;

3. Peningkatan kesempatan berusaha dan bekerja guna peningkatan


(35)

4. Pengemabangan lembaga-lembaga pemerintah untuk memfasilitasi

kebutuhan modal, kegiatan usaha dan pengembangan sumber daya

manusia di perdesaan.

Kini pendekatan pengembangan perdesaan dilaksanakan secara holistik

melalui core business yakni penyediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan

dengan memprhatikan kelestarian lingkungan, sehingga dicapai pembangunan

yang berkelanjutan. Pengembangan perdesaan melalui bina manusia, bina

lingkungan dan bina usaha (Tribina).

Sedangkan bina usaha meliputi usaha-usaha pengembangan agribisnis,

industry kecil/pengolahan, kerajinan rakyat, pariwisata (agro-eko-kultur). Semua

itu termasuk ditribusi dan pemasarannya serta pemanfaatan sumber daya alam,

diimbangi dengan tumbuhnya agropolitan.

Konsep dan pendekatan baru tersebut, menurut M.Yusuf Gayo, merupakan

solusi jitu bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Jadi tantangan

kedepannya adalah mewujudkan hal tersebut.

2.2. Alokasi Dana Kampung

2.2.1. Pengertian Alokasi Dana Kampung

Alokasi Dana Kampung merupakan komponen penting yang diharapkan

mendorong kemandirian pemerintahan kampung dalam mengelola keuangan dan

pertanggungjawabannya secara transparan. Alokasi Dana Kampung merupakan

wujud nyata upaya untuk mengangkat derajat dan martabat kehidupan masyarakat


(36)

pemerintahan yang terdiri dari kewenangan, pembangunan, dan keuangan desa.

Alokasi Dana Kampung (ADK) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk kampung (menjadi hak kampung), yang bersumber dari

bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota. Alokasi Dana Kampung merupakan instrument penting untuk

terselenggaranya otonomi dan desentralisasi di tingkat kampung. Pelaksanaan

alokasi dana kampung sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004

tentang pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mengembangkan pemerintahan

kampung yang mandiri dan mampu menjalankan fungsi desentralisasi. Alokasi

Dana Kampung merupakan bagian keuangan kampung yang diperoleh dari bagi

hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah

yang diterima oleh Kabupaten. Berdasarkan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor

16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung bahwa

besaran Alokasi Dana Kampung minimal 10% (sepuluh persen) dari dana

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten setelah

dikurangi belanja aparatur. Hal tersebut telah sesuai dengan peraturan menteri

dalam negeri nomor 37 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa

pada pasal 18 bahwasanya Alokasi Dana Desa berasal dari APBD

Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat

dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota untuk desa paling sedukit 10%

(sepuluh persen). Alokasi Dana Kampung merupakan bagian dari pendapatan

kampung yang dimasukkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung


(37)

Qanun Kampung setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan

Kampung.

Alokasi Dana Kampung dimaksudkan untuk membiayai program

pemerintahan Kampung dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan,

pembangunan, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari Alokasi

Dana Kampung adalah

1. Menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan;

2. Meningkatkan kemandirian kampung dalam penyusunan perencanaan

dan penganggaran pembangunan ditingkat kampung dan pemberdayaan

masyarakat;

3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur skala kampung;

4. Meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka

peningkatan sosial kemasyarakatan;

5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;

6. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kampung dalam rangka

pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;

7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;

8. Meningkatkan pendapatan kampung dan masyarakat kampung melalui

badan usaha milik kampung (BUMK).

2.2.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 212 ayat 3 yang berbunyi: sumber pendapatan desa terdiri dari;


(38)

2) Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang

diterima oleh Kabupaten/Kota;

4) Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah

Kabupaten/Kota;

5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (Pasal 68

ayat 1 huruf c)

3. Surat Edaran Mendagri Nomor 140/640/SJ tertanggal 22 Maret 2005

Tentang Pedoman Alokasi Dana Desa yang ditujukan kepada pemerintah

Kabupaten/kota

4. Surat Edaran Mendagri Nomor.140/286/SJ tertanggal 17 Februari 2006

tentang Pelaksanaan Alokasi Dana Desa

5. Surat Edaran Mendagri No. 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006

tentang perintah penyediaan Alokasi Dana Desa kepada Provinsi

(evaluator) dan Kabupaten/kota sebagai pelaksana.

6. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman

Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

2.2.3. Prinsip Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

Pengelolaan Alokasi Dana Kampung harus menyatu di dalam pengelolaan

APBKp, sehingga prinsip pengelolaan Alokasi Dana Kampung sama persis

dengan pengelolaan APBKp, yang harus mengikuti prinsip-prinsip good


(39)

1. Partisipatif

Proses pengelolaan Alokasi Dana Kampung, sejak perencanaan,

pengambilan keputusan sampai dengan pengawasan serta evaluasi harus

melibatkan banyak pihak. Artinya, dalam mengelola Alokasi Dana Kampung

tidak hanya melibatkan para elit desa saja (Pemerintah Kampung, BPK, Pengurus

LKMK ataupun tokoh-tokoh masyarakat), tetapi juga harus melibatkan

masyarakat lain seperti petani, kaum buruh, perempuan, pemuda, dan sebagainya.

Sebagai contoh, dalam musrenbangdes di Desa Tanjungan Klaten, agar

seluruh pihak dapat terlibat maka musyawarah dilakukan di lapangan terbuka

(bukan di kantor desa) pada malam hari. Bahkan anak-anak pun dapat difasilitasi

keterlibatannya melalui kegiatan menggambar. Mereka diminta untuk

menggambarkan desa seperti apa yang mereka harapkan sekaligus menyampaikan

apa saja sarana yang mereka butuhkan.

2. Transparan

Semua pihak dapat mengetahui keseluruhan proses secara terbuka. Selain

itu, diupayakan agar masyarakat desa dapat menerima informasi mengenai tujuan,

sasaran, hasil, manfaat yang diperolehnya dari setiap kegiatan yang menggunakan

dana ini.

Sebagai contoh, pada beberapa desa di Sanggau-Kalimantan Barat,

catatan/hasil dari setiap pertemuan, perencanaan dan penggunaan anggaran di

kampung ditempelkan di tempat-tempat umum, sehingga seluruh masyarakat


(40)

3. Akuntabel

Keseluruhan proses penggunaan Alokasi Dana Kampung, mulai dari usulan

peruntukkannya, pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak terutama masyarakat kampung.

Sebagai contoh, di Desa Wiladeg Gunung Kidul dalam setiap pembahasan

program dan anggaran dilakukan oleh pemerintah desa beserta masyarakat dan

disiarkan langsung melalui radio komunitas. Sehingga masyarakat bisa

memahami argumentasi setiap pos-pos anggaran dan keluaran yang dicapai.

4. Kesetaraan

Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Alokasi Dana Kampung

mempunyai hak dan kedudukan yang sama.

Sebagai contoh, di Komunitas Sedulur Sikep (masyarakat Samin) – Jawa

Tengah, ketika membahas suatu persoalan, maka setiap orang memiliki hak bicara

yang sama dan terdapat semacam aturan bahwa setiap orang harus mempunyai

pendapatnya sendiri untuk masalah yang dibahas.

Peruntukkan Alokasi Dana Kampung seharusnya dimusyawarahkan antara

Pemerintah Kampung dengan Masyarakat Kampung serta pihak lainnya (BPK,

Lembaga Adat, LSM, dll) untuk kemudian dituangkan dalam Peraturan Kampung

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKp) tahun yang

bersangkutan.

Sebagai langkah awal, kampung harus terlebih dahulu merencanakan

penggunaan APBKp (dimana Alokasi Dana Kampung masuk ke dalamnya)


(41)

dengan masa lalu, dimana program untuk desa direncanakan dan ditetapkan dari

atas (oleh dinas/instansi pemerintah Kabupaten/ kota terkait), bukan berasal dari

kebutuhan yang sebenarnya di desa/kampung. Sehingga, meskipun programnya

baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kampung.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 64, mengamanatkan

bahwa setiap desa harus menyusun RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa) 5 tahunan. Dan selanjutnya RPJMDes dirinci menjadi RKPDes

(Rencana Kerja Pembangunan Desa) Tahunan. Secara umum, tahapan yang biasa

dilakukan dalam proses perencanaan dan penganggaran RKPKp adalah sebagai

berikut: Dengan adanya Alokasi Dana Kampung, kampung memiliki tambahan

dana yang lebih besar, sehingga bisa lebih leluasa untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat kampung. Selain itu, yang terpenting masyarakat dapat

langsung merealisasikan beberapa kebutuhannya yang kemudian dituangkan


(42)

Tabel 2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif

Kegiatan Mekanisme Pihak yang Terlibat

I. Tahap Perencanaan Pembangunan Desa

A. Menyusun usulan-usulan kegiatan pembangunan dusun/kampung/RT/R W Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dusun/kampung/RT/RW

Seluruh warga, Kepala Dusun, Ketua RT/RW. Kelompok-kelompik

masyarakat yang ada di dusun serta lembaga terkait lainnya (LSM, Lembaga Adat, dll) B.1.Membahas Usulan kegiatan pembangunan yang diajukan dusun/kampung/RT/R W Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa

Kepala Desa, Kepala Dusun, Masyarakat dan lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll) B.2.Menyusun skala

prioritas kegiatan pembangunan B.3.Mengkonsultasikan

hasil prioritas kegiatan pembangunan

B.4.Menyusun Usulan yang diterima dalam format APBDes (pos-pos pendapatan belanja) B.5.Pengajuan RAPBDes

untuk dibahas oleh BPD

II.Tahap Pembahasan Anggaran Desa A.1.Mengkonsultasikan

RAPBDes ke masyarakat melalui BPD

Rapat/musyawarah BPD, Masyarakat Desa dan lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll) A.2.Penyusunan

tanggapanb, koreksi, dan usulan perbaikan A.3.Perumusan dan

Penetapan persetujuan B. Penetapan pengesahan

dan pengundangan (menjadi Perdes mengenai APBDes)

Rapat paripurna pengesahan RAPBDes

Kepala Desa, BPD, Masyarakat

C. Sosialisasi Pengumuman dan

sosialisasi melalui saluran-saluran komunikasi yang ada di desa


(43)

2.2.4. Rumus Penetapan Alokasi Dana Kampung

Berdasarkan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang

Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung bahwa rumus yang digunakan

dalam penetapan Alokasi Dana Kampung untuk masing-masing kampung adalah:

1. Azas merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung yang sama

untuk setiap kampung, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Kampung

Minimal (ADKMx);

2. Azas adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung berdasarkan

nilai bobot kampung (BKx) yang dihitung dengan rumus dan variabel

independent utama (misalnya: kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan,

jumlah penduduk, luas wilayah) serta variabel independent tambahan

(misalnya: keterjangkauan, potensi ekonomi, partisipasi masyarakat,

jumlah dusun) yang selanjutnya disebut dengan Alokasi Dana Kampung

Proporsional (ADKPx).

3. Besaran prosentasi perbandingan antara azas merata dan azas adil yaitu

besaran Alokasi Dana Kampung Minimal (ADKM) minimal 60% dan

besaran Alokasi Dana Kampung Proporsional (ADKP) maksimal 40%

dari total jumlah Alokasi Dana Kampung.

2.2.5. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

Pengelolaan Alokasi Dana Kampung merupakan satu kesatuan dengan

pengelolaan keuangan kampung oleh sebab itu pengelolaan Alokasi Dana

Kampung harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk mengelola Alokasi


(44)

tim pelaksana, tim pengawas dan tim evaluasi secara khusus. Tim-tim tersebut

dibutuhkan agar Alokasi Dana Kampung dapat terkelola dengan baik dan sesuai

dengan kepentingan masyarakat. Hal tersebut bercermin pada kebijakan masa lalu

dimana bantuan untuk kampung/desa dari pemerintah daerah Kabupaten/kota

secara kelembagaan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota

tersebut, maka dengan adanya Alokasi Dana Kampung pelaksana program adalah

perangkat kampung bersama masyarakatnya.

Umumnya yang terjadi, kelembagaan pengelola Alokasi Dana Kampung

untuk tingkat Kabupaten/kota diserahkan kepada Kabupaten/kota terkait.

Demikian pula dengan desa, dimana kelembagaan pengelola Alokasi Dana

Kampung juga diserahkan kepada kepala kampung (Gecik) atau yang setingkat.

Yang terpenting dalam tim pengelola Alokasi Dana Kampung tersebut, adalah

mengupayakan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan Alokasi


(45)

2.3. Penelitian Sebelumnya

Sulistianto (2001), dalam penelitian Sulistianto yang berjudul “Pengaruh

Program dana Bantuan Desa Terhadap Perkembangan Desa Di Kecamatan

Stabat”. menunjukkan bahwa desa-desa di Kecamatan Stabat menyatakan ada

hubungan yang positif dan signifikan antara Dana Bantuan Desa dengan indikator

Perkembangan Desa dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1999.

Sinaga (2004), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Proyek

Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) Terhadap Pembangunan Desa di

Kecamatan Dolok Pangaribuan Kabupaten Simalungun” Dalam penelitian ini

menyatakan tujuan untuk menggambarkan proses dan peran masyarakat dalam

pelaksanaan Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) dan mengetahui

manfaat Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) di Kecamatan Dolok

Pangaribuan Kabupaten Simalungun. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) memberikan Pengaruh

yang positif terhadap Pembangunan Desa.

Purba (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi

Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan

Gunung Malela Kabupaten Simalungun”. Dari penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa karakteristik umur, pendidikan serta pendapatan berpengaruh

positif terhadap partisipasi masyarakat, sehingga Partisipasi Masyarakat dapat

berpengaruh dalam keberhasilan program bantuan pembangunan desa.

Simanjuntak (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Alokasi

Dana Desa APBD Serdang Bedagai Terhadap Pengembangan Desa Di Kecamatan


(46)

tangga sebelum dan setelah pelaksanaan alokasi dana desa di Kecamatan Sei

Rampah. Serta terdapat perbedaan tanggapan yang signifikan menurut pemimpin

desa dan masyarakat desa dalam pemanfaatan Alokasi Dana Desa di Kecamatan

Sei Rampah bagi peningkatan produksi, sedangkan sarana pendidikan dan

pembinaan pemuda tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

2.4. Kerangka Berpikir

Alokasi Dana Kampung merupakan salah satu alat dari Pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

khususnya di tingkat kampung. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues melaksanakan

Alokasi Dana Kampung ke setiap kampung di Kabupaten Gayo Lues sebagai

wujud nyata pemenuhan hak kampung dalam membiayai program pemerintahan

kampung dalam melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat di kampung. Alokasi Dana Kampung digunakan dalam pembangunan


(47)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

APBD Kabupaten Gayo Lues

Alokasi Dana Kampung

Tercapainya Kesejahteraan

Masyarakat Kampung

Pembangunan Fisik Kampung:

1. Pembangunan Jalan 2. Pembangunan jembatan 3. Pembangunan irigasi 4. Pembangunan sarana

pendidikan tingkat kampung

Pembangunan Non Fisik Kampung:

1. Pemberdayaan masyarakat kampung

2. Pengurangan angka kemiskinan di kampung 3. Peningkatan usaha ekonomi

masyarakat kampung 4. Peningkatan derajat

kesehatan masyarakat 5. Peningkatan kualitas

pendidikan dasar

1. Peningkatan pendapatan masyarakat kampung

2. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung

3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung


(48)

BAB III Metode Penelitian

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tujuh kampung di Kecamatan Blangkejeren

Kabupaten Gayo Lues. Kampung yang akan dilakukan obyek penelitian adalah

kampung Kutelintang, kampung Penampaan Uken, kampung Rak Lunung

kampung Bukit, kampung Jawa dan kampung Penampaan serta kampung Porang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data yang akan digunakan penulis dalam penelitian adalah data

sekunder dan data primer. Data Sekunder diperoleh penulis melalui buku-buku,

data yang didapat dari lembaga yang berkaitan dengan penelitian yakni data dari

BPS, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Pengelolaan Alokasi Dana

Kampung. Penulis juga mengumpulkan data dari kampung-kampung yang

menjadi obyek penelitian di Kecamatan Blangkejeren serta Badan Pemberdayaan

Masyarakat Kabupaten Gayo Lues sebagai instansi yang bertanggung jawab

dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Data Primer diperoleh Penulis

dengan menggunakan pedoman wawancara kepada Kepala Bagian Pemerintahan

Kampung Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gayo Lues, Kepala

Kampung (Gecik) dan masyarakat kampung, observasi serta kuesioner dari

perseorangan masyarakat sesuai dengan sasaran penelitian.

Menurut Arikunto (2006) Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari


(49)

1. Person adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa

jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui

angket;

2. Place sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam

dan bergerak;

3. Paper sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka,

gambar atau symbol-simbol lainnya.

3.3. Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau

pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden merupakan orang yang

dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait

dengan pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren.

Pemilihan Responden untuk Uji T-Test, diperoleh dengan melakukan

kegiatan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap ±

35 responden, yang terdiri dari aparat pemerintahan kampung pada

masing-masing kampung di wilayah studi yang terpilih.

Sedangkan untuk pemilihan Responden dengan menggunakan metode AHP,

diperoleh dengan melakukan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuesioner

yang dilakukan terhadap ±21 responden, yang terdiri dari masyarakat yang

memiliki keahlian khusus (pakar), masyarakat yang terlibat langsung atau

masyarakat yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan


(50)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar unutuk

memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2003).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan (Sugiyono, 2007)

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

3.4.1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel

yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono,

2008). Kuesioner dalam penelitian akan diberikan kepada masyarakat kampung.

3.4.2. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).

Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang (Suharsimi,

2006).

Ada beberapa macam wawancara (Esterberg 2002) dalam Sugiyono (2007),


(51)

1) Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,

apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti

tentang informasi yang akan diperoleh.

2) Wawancara Semiterstruktur (Semistructured Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept

interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara tersturktur tujuan wawancara jenis

ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,

dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan

ide-idenya.

3) Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawacara yang telah tersusun

secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman

wawacara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara akan dilakukan kepada Kepala Bagian Pemerintahan Kampung

BPM Kabupaten Gayo Lues, perangkat kampung serta masyarakat kampung di

Kecamatan Blangkejeren.

3.4.3. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri


(52)

kuesioner. Observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak

terlalu besar (Sugiyono, 2008). Observasi dilakukan penulis dengan pengamatan

langsung ke lapangan mengenai proses pelaksanaan Alokasi Dana Kampung.

3.4.4. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya document, yang artinya barang-barang

tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen-dokumen

,peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Suharsimi, 2006).

Data yang akan dikumpulkan penulis antara lain:

1. Peraturan perundang-undangan;

2. Peraturan pemerintah;

3. Peraturan Menteri;

4. Peraturan Daerah (Qanun);

5. Data dari BPS Kabupaten Gayo Lues;

6. Data dari BPM Kabupaten Gayo Lues;

7. Data dari Kantor Kecamatan Blangkejeren;

8. Data dari Kantor Kampung yang menjadi obyek penelitian, dan;

9. Bacaan-bacaan lainnya yang dapat dijadikan literatur dalam


(53)

3.5. Metode Analisis Data

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode penelitian yang dapat

mempermudah tujuan penelitian. Metode penelitian merupakan suatu proses

pencarian sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu. Desain dari penelitian

adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan

penelitian (Nazir, 2005).

Menurut Sugiyono (2008) bahwasanya Metode penelitian deskriptif adalah

suatu metode dalam penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Penelitian

deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.

Demikian, metode penilitian dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian

deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian deskriptif yang

menggunakan data yang berupa angka-angka hasil koding dari jawaban responden

atas angket yang disebarkan.

Metode penelitian Kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode

ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk

penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistic karena berlandaskan

pada filsafat positivistik.

Menurut Sugiyono (2008) Metode penelitian Kuantitatif adalah suatu

metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu


(54)

karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek

baru atau data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic.

Dalam penelitian kuantitatif dapat melihat hubungan variable terhadap objek

yang diteliti lebih bersifat sebab akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada

variable independen dan dependen. Dari variable tersebut selanjutnya dicari

seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variable dependen.

Analisis data dalam penelitian kuantitatif merupakan kegiatan setelah data

dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul, sebab melalui analisislah

data tersebut diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah

penelitian.

Selanjutnya menurut Nazir (2005), analisis adalah mengelompokkan,

membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah

dibaca. Menurut Arikunto (1997) dijelaskan bahwa analisis data meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan

2. Tabulasi Data

3. Penerapan Data sesuai dengan penelitian

Dalam menjawab rumusan masalah dilakukan secara metode analisis data

sebagai berikut:

1. Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama penulis akan

melakukan uji signifikansi perbedaan penerimaan kampung sebelum


(55)

merumuskan hipotesis penelitian yaitu “Ada perbedaan penerimaan

kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung”.

Hipotesis operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. H0

2. H

= Penerimaan Kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung adalah sama.

1

Patokan pengambilan keputusan:

= Penerimaan Kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung adalah tidak sama.

1. Jika probabilitas atau signifikansi > 0.05 maka H0 diterima dan

H1

2. Jika probabilitas atau signifikansi < 0.05 maka H ditolak.

0

ditolak dan H1

diterima.

Dengan analisis Uji T-Test maka akan dilihat ada atau tidaknya

perbedaan penerimaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah

pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Seluruh perhitungan statistik

yang diterapkan pada penelitian ini akan menggunakan program SPSS

18.

2. Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua penulis akan

melakukan Analitycal Hierarchy Process (AHP) yakni Suatu metode

untuk memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur

suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan

menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau


(56)

menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur,

strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel

dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diart

ikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (mult

ikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat

dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang,

serta ketidakakuratan data yang tersedia. Seluruh perhitungan

Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diterapkan pada penelitian

ini akan menggunakan program Expert Choice 11.

3. untuk menjawab permasalahan yang ketiga dilakukan analisis

deskriptif, yaitu untuk menganalisis apakah ada kendala yang dihadapi

oleh pemerintah kecamatan dan pemerintah kampung dalam

pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren. Hal

ini dilakukan melalui observasi dan wawancara/interview.

3.6. Analytical Hierarchy Process

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap indikator dalam

menghitung Prioritas Pembangunan Fisik dan non fisik dalam pelaksanaan

Program Alokasi Dana Kampung. Skor yang digunakan antara skala 1-9.

Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator dilakukan dengan

menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui FGD di antara para

pakar atau ahli, tokoh masyarakat dan masyarakat sendiri yang terlibat langsung


(57)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh

Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970.

Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai

alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari,

seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.

Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan

yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak

dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai

jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang

digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan

yang diskrit maupun berkelanjutan. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil

dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan

preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan

dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses

pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam

bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi

nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan

mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana

yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil

pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang

kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta


(58)

dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak

(multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari

pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta

ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini membantu memecahkan

persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang

berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna

mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan

dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu

mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok

dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada

pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus

tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam

dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang

terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks

perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat

berkebalikan.Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B

maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan


(59)

dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika

membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete

hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna

(incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi

dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan

data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di

rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing

tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan

berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan

menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen

lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di


(60)

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak

konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen

vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh

dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk

mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat

hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 15;

maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency)

yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan

indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan

adalah skala 1 sampai 9, dimana:

1. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang

lainnya

2. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

3. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya

4. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan

lainnya.

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan


(61)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

3.6.1. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut

dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut

disusun secara hirarkis.

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses

pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan

suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem

yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari

tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen

yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa

elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi

elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat

suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada

kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus

bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan

tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat


(62)

1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.

2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.

4) Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

3.6.2. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen

pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian

ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan

prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan.

Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks

pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen

dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan

berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam

bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam


(63)

matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi

kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua

segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n

alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 A3 ……. An

A1 A11 A12 A13 ……. A1n

A2 A21 A22 A23 ……. A

A

2n A

3 31 A32 A33 ……. A

…….

3n

……. ……. ……. ……. …….

An An1 An2 An3 ……. Ann

Nilai A11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1

1) Seberapa jauh tingkat kepentingan A

(kolom) yang

menyatakan hubungan:

1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1

2) Seberapa jauh dominasi A

(kolom) atau

1 (baris) terhadap A1 3) Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A

(kolom) atau

1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).


(64)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari

skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 2.2. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty

mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut

merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai

terhadap elemen Aj.

Tabel 3.2 Skala Penilaian Perbandingan Skala Tingkat

Kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama

Pentingnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit Lebih

Penting

Pengalaman dan penilaian sedikit melihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih

Penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat

Penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9

Mutlak Lebih Penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai

Tengahn

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij=1/A

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

ij


(1)

Lampiran 8.

Foto Pembangunan Fisik Kampung Dana Pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung dan Partisipasi Masyarakat

Serta Sosialisasi Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung

di Kabupaten Gayo Lues

Foto Pembangunan Irigasi di Kecamatan Blangkejeren Foto Pembangunan Irigasi di Kecamatan Blangkejeren


(2)

Foto Pembangunan Jalan di Kecamatan Blangkejeren


(3)

Foto Pembangunan Drainase di Kecamatan Blangkejeren


(4)

Foto Pembangunan Drainase di Kecamatan Blangkejeren


(5)

(6)