Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kelancaran Kredit Dan Penilaian Kesehatan Pada Amartha Microfinance Di Kabupaten Bogor.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN
PADA AMARTHA MICROFINANCE
DI KABUPATEN BOGOR

PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha
Microfinance di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono
NIM H24110079

ABSTRAK
PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO. Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha
Microfinance di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO
dan YUSRINA PERMANASARI.
Amartha Microfinance memiliki nilai Portofolio at Risk > 30 hari sebesar
0% sejak tahun 2011 sampai dengan 2014. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengelolaan dan faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran kredit
serta menganalisis tingkat kesehatan dan peramalan keuangan. Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, analisis tren dan
peramalan. Hasil penelitian menunjukkan kunci utama pengelolaan penyaluran
kredit adalah proses pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota,

sistem tanggung renteng selalu berjalan, serta disiplin kehadiran dan angsuran
zero tollerant. Faktor SDM yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek
moral hazard dan morale hazard masing-masing sebesar 75.1%, sedangkan faktor
anggota yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek capital sebesar 64.3%,
aspek capacity 52.2% dan aspek character 50.2%. Rasio likuiditas dan
solvabilitas berada pada kondisi sehat, peramalan rasio likuiditas dan solvabilitas
cenderung menurun.
Kata kunci :

kelancaran kredit, kesehatan keuangan, lembaga keuangan mikro,
portofolio at risk
ABSTRACT

PUTERI NURANI NUR SYARI'ATI PRAMONO. Analysis of Factors Affecting
Performing Loan and Health Assessment on Amartha Microfinance in Bogor
Regency. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and YUSRINA
PERMANASARI.
Amartha Microfinance has a Portfolio at Risk value > 30 days on 0% since
2011 until 2014. This research aimed to analyze how Amartha organizes its credit
and factors of human resources and customer that affecting performing loan and

analyze the level of financial health and forecasting. This research used
descriptive analysis, factor analysis, ratio analysis, trend analysis and forecasting.
The results showed the key factors on credit organizations are the communitymaking system that is chosen personally by its members, back-up funding system
that is always happened, absencing dedications and zero tollerant paying. Human
resources factors affecting performing loan were moral hazard and morale hazard,
respectively by 75.1%, while the customer factors that affecting performing loan
were capital aspect amounted to 64.3%, capacity aspects 52.2% and of the
character aspect of 50.2%. Liquidity and solvency ratios were at a healthy
condition, forecasting liquidity and solvency ratios tend to decrease.
Keywords : financial health, microfinance institutions, performing loan, portfolio
at risk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN
PADA AMARTHA MICROFINANCE
DI KABUPATEN BOGOR

PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran
Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto,
MSc dan Ibu Yusrina Permanasari, SSos, ME selaku pembimbing yang begitu
sabar sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda,

Adik-Adik, serta seluruh keluarga dan teman-teman Kamajaya 48 dan Manajemen
48 yang membantu penulis dari segi moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015

Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Keuangan Mikro
Kredit
Risiko Kredit
Studi Terdahulu yang Relevan


4
4
4
5
6

METODE
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengambilan Sampel
Uji Instrumen
Pengolahan dan Analisis Data

6
6
7
7
8

8
9
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Amartha Microfinance
Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha
Faktor-faktor yang Memengaruhi Gagal Bayar
Kesehatan Keuangan Amartha serta Tren dan Peramalannya
Implikasi Manajerial

12
12
13
16
19
22

SIMPULAN DAN SARAN


22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Communalities SDM
2 Communalities anggota
3 Peramalan rasio likuiditas

16

17
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Peningkatan penyaluran kredit Amartha
Kerangka pemikiran penelitian
Grafik rasio likuiditas
Analisis tren solvabilitas

2
7
19
21

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Tabel studi terdahulu yang relevan
Uji validitas dan reliabilitas SDM
Uji validitas dan reliabilitas anggota
Analisis faktor indikator dan variabel SDM
Analisis faktor indikator dan variabel anggota
Rasio likuiditas
Rasio solvabilitas

26
26
27
27
29
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lembaga keuangan non bank saat ini menjadi perhatian utama pemerintah,
khususnya Otoritas Jasa Keuangan. Pemberdayaan lembaga keuangan non bank
dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan di
Indonesia. Lembaga keuangan non bank yang dimaksud salah satunya adalah
lembaga keuangan mikro. Perhatian pemerintah tersebut terbukti dengan
diberlakukannya UU No 1 tahun 2013 pada 8 Januari 2015 dan Peraturan OJK No
12, 13 dan 14 tahun 2014 yang mendukung UU tersebut. Lembaga keuangan
mikro seperti yang didefinisikan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2013 merupakan lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik
melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi
pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Kabupaten Bogor menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013)
merupakan kabupaten dengan jumlah keluarga prasejahtera sebesar 195 706 atau
15.7% dari keseluruhan jumlah keluarga di kabupaten Bogor pada tahun 2013, hal
ini mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat di kabupaten Bogor yang
membutuhkan bantuan untuk diangkat menjadi keluarga sejahtera. Lembaga
keuangan mikro memiliki dua bentuk badan hukum, yaitu koperasi dan perseroan
terbatas. Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bogor serta Sekretariat
Bagian Ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan pada tahun
2013 hanya terdapat 65 koperasi yang tergolong lembaga keuangan mikro dan 1
lembaga keuangan mikro dalam bentuk perseroan terbatas. Jika dibandingkan
dengan jumlah keluarga prasejahtera yang ada di kabupaten Bogor,
perbandingannya cukup besar yaitu 1 : 2 965. Oleh karena itu sangat diperlukan
lembaga keuangan mikro yang memiliki sistem pembiayaan yang baik untuk
memberikan bantuan pada masyarakat agar terbebas dari kondisi kemiskinan dan
prasejahtera dengan memberikan pinjaman modal dan pelatihan kewirausahaan.
Lembaga keuangan mikro juga dibutuhkan agar masyarakat tidak melakukan
pinjaman pada rentenir yang memiliki bunga sangat tinggi sehingga tidak semakin
memperburuk kondisi keuangan keluarga.
Amartha Microfinance merupakan salah satu lembaga keuangan mikro di
Kabupaten Bogor yang berbadan hukum koperasi dengan sistem pembiayaan
syariah tanpa jaminan. Lembaga ini telah membantu masyarakat 67 desa di
Kabupaten Bogor yang jauh dari jangkauan perbankan dengan jumlah anggota per
Desember 2014 adalah sebesar 6 763 anggota dan 100% adalah perempuan (4th
Quarterly Report Amartha Microfinance 2014).
Sistem pembiayaan yang dilakukan tanpa jaminan tentunya memiliki
risiko yang sangat tinggi terkait dengan kemampuan anggota dalam
mengembalikan pinjaman yang telah disalurkan. Setiap lembaga keuangan mikro
sangat identik dengan risiko kredit yang menyebabkan non performing loan
(lembaga keuangan mikro menyebutnya PAR atau portofolio at risk > 30 hari)
pada lembaga tersebut tinggi. Sedangkan pada Amartha, sejak tahun 2011 sampai

2
dengan tahun 2014 memiliki PAR>30 hari sebesar 0%. Tetapi selama 2 tahun
terakhir sejak April 2013 sampai dengan Maret 2015, jumlah penyaluran kredit
Amartha semakin meningkat, dapat dilihat pada Gambar 1.

Jumlah (miliar rupiah)

Penyaluran Kredit
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Waktu (bulan)

Gambar 1 Peningkatan penyaluran kredit Amartha
Kenaikan jumlah penyaluran kredit disertai dengan nilai PAR > 30 hari
yang selalu 0% memicu pertanyaan apakah lembaga ini tidak memiliki risiko
kredit sama sekali dan bagaimana sistem yang dilakukan oleh Amartha selama ini
untuk mempertahankan nilai PAR > 30 hari selalu pada angka nol. Oleh karena itu,
diperlukan analisa sistem manajemen risiko kredit yang dilakukan oleh Amartha
Microfinance dengan menganalisa faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
kelancaran kredit, untuk mengetahui bagaimana harus mengelola risiko tersebut
dengan baik untuk kelangsungan lembaga ini ke depannya.

Perumusan Masalah
Risiko kredit merupakan risiko yang dapat dikelola, tetapi tidak semua
lembaga keuangan mikro dapat mengelola risikonya dengan baik. Gagal bayar
merupakan indikator apakah risiko kredit pada lembaga keuangan mikro bisa
dikatakan baik atau tidak dengan melihat angka PAR > 30 hari yang dihasilkan
lembaga setiap periodenya. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut serta
peramalan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi risiko pada Amartha
Microfinance yang terjadi ke depannya. Berdasarkan latar belakang yang telah
dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga
sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen?
2. Apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi kelancaran
kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen?
3. Bagaimana kesehatan keuangan serta tren dan peramalan dilihat dari rasio
likuiditas dan solvabilitas?

3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Menganalisis pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga
sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen.
2. Menganalisis apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi
kelancaran kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen.
3. Menganalisis kesehatan keuangan serta tren dan peramalan dilihat dari rasio
likuiditas dan solvabilitas.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan bagi peneliti ketika melakukan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menerapkan
konsep dan teori yang selama ini dipelajari di bangku kuliah pada keadaan
yang sebenarnya.
2. Bagi lembaga
Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengelola risiko
kredit yang dihadapi dengan baik.
3. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya
agar dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik, serta diharapkan mampu
membantu masyarakat untuk belajar mengenai risiko kredit terutama faktorfaktor yang memengaruhi gagal bayar.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada pembahasan mengenai risiko kredit saja
terutama faktor gagal bayar, risiko-risko lain seperti risiko pasar dan operasional
tidak dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada satu lembaga
keuangan mikro yaitu Amartha Microfinance yang terletak di Kabupaten Bogor
sebagai lembaga keuangan yang perlu untuk dikaji mengenai sistem manajemen
risiko kreditnya. Amartha memiliki 6 cabang perusahaan, tetapi dalam penelitian
ini hanya berfokus di Ciseeng sebagai lokasi pusat dari Amartha karena
keterbatasan waktu, tenaga serta biaya dari peneliti, dan agar lebih efektif dan
efisien dalam pengambilan data.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga keuangan mikro merupakan sebuah institusi yang memiliki
tujuan profit dan sosial, kegiatan dari lembaga ini lebih bersifat community
development tetapi tanpa mengesampingkan peran utama sebagai lembaga
intermediasi keuangan (Bagaskara 2013). Lembaga keuangan mikro mempunyai
aktivitas berupa simpan pinjam dan juga mendorong anggotanya agar memiliki
kesadaran untuk menabung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut
UU No 1 tahun 2013, tujuan dari lembaga keuangan mikro adalah :
1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas
masyarakat; dan
3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah
Sedangkan kegiatan usaha dari lembaga keuangan mikro adalah :
1. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian
jasa konsultasi pengembangan usaha.
2. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah.
Jenis-jenis lembaga keuangan mikro yang dimaksud menurut Otoritas Jasa
Keuangan (2015) adalah sebagai berikut :
Bank Desa
Lumbung Desa
Bank Pasar
Bank Pegawai
Badan Kredit
Desa (BKD)
6. Badan Kredit
Kecamatan
(BKK)

1.
2.
3.
4.
5.

Kredit Usaha
Rakyat Kecil
(KURK)
8. Lembaga
Perkreditan
Kecamatan (LPK)
9. Bank Karya
Produksi (BKPD)
10. Badan Usaha
Kredit Pedesaan
(BUKP)
7.

Baitul Maal wa Tamwil
(BMT)
12. Baitul Tamwil
Muhammadiyah (BTM)
13. Dan/atau lembaga-lembaga
lainnya yang dipersamakan
dengan itu

11.

Kredit
Pengertian Kredit
Kredit merupakan istilah dari bahasa Latin “credere” yang berarti
kepercayaan (Usman 2003). Sedangkan kredit menurut UU No. 10 tahun 1998
merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
yang berdasarkan pada kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak

5
lain yang mengharuskan peminjam mengembalikan pinjamannya dalam jangka
waktu tertentu dan dengan pemberian bunga pada setiap pinjaman.
Prinsip Kredit
Prinsip kredit yang digunakan untuk mengukur risiko gagal bayar suatu
perusahaan menurut Djohanputro (2008) dikenal dengan 5C yaitu :
1. Character
Karakter ini berkaitan dengan sikap atau perilaku calon debitur dalam
keinginannya untuk memenuhi atau membayar kewajiban.
2. Capacity
Kapasitas menunjukkan kemampuan dari calon debitur dalam membayar
kewajiban pinjam-meminjam.
3. Capital
Kapital dapat dilihat dari perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri
dari calon debitur, sejauh mana modal yang dimiliki dalam membayar
pinjaman yang telah dilakukan.
4. Collateral
Jaminan merupakan piranti pengaman pinjaman yang diberikan oleh debitur
yang digunakan apabila debitur menyatakan tidak dapat membayar dan
pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi.
5. Condition
Kondisi ini mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang memengaruhi
kelangsungan perusahaan, seperti kondisi ekonomi, politik, selera konsumen,
lingkungan, dan faktor lain yang terkait dengan kepentingan pihak tertentu
(stakeholders).

Risiko Kredit
Pengertian Risiko
Djohanputro (2008) mengungkapkan bahwa risiko merupakan
ketidakpastian yang telah diketahui probabilitas kejadiannya. Menurut Silalahi
(1997) dalam Umar (2001), risiko merupakan potensi atau kesempatan akan
timbul kerugian pada suatu hal, serta penyimpangan yang terjadi yang tidak sesuai
dengan keinginan yang diharapkan.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan pengelolaan risiko yang dilakukan organisasi
agar organisasi dapat bertahan dan dapat mengelola risiko secara optimal (Hanafi,
2009). Sedangkan menurut Ali (2006) manajemen risiko merupakan proses yang
dilakukan secara berkelanjutan untuk menekan pengaruh dari risiko buruk yang
terjadi.
Risiko Kredit
Menurut Ali (2006) risiko kredit merupakan sebuah risiko kerugian kredit
yang diderita oleh suatu bank akibat counterparty tidak mampu memenuhi
kewajibannya pada saat masa jatuh tempo pembayaran. Seperti yang dipaparkan

6
oleh Hanafi (2009) risiko kredit akan terjadi jika counterparty tidak dapat
memenuhi kewajiban pembayaran kredit yang dilakukan.
Portfolio at Risk (PAR)
LKM menggolongkan kolektibilitas menggunakan istilah yang berbeda
yaitu PAR (Portfolio at Risk), dan sebagian besar LKM di dunia menggolongkan
PAR berdasarkan kelipatan setiap 30 hari tunggakan. Sedangkan kredit yang
digolongkan sebagai Non Performing Loan (NPL) apabila kredit tersebut
termasuk dalam kategori PAR > 30 hari. Penggolongan PAR adalah sebagai
berikut (Microsave 2008 dalam Rachmawan 2014) :
1.
PAR 0 hari
: tunggakan 0
2.
PAR 1 – 30 hari
: tunggakan 1 sd 30 hari
3.
PAR 31 – 90 hari
: tunggakan 31 sd 90 hari
4.
PAR 91 – 180 hari
: tunggakan 91 sd 180 hari
5.
PAR > 180 hari
: tunggakan lebih dari 180 hari
Portfolio at risk atau portofolio berisiko merupakan sisa pokok pinjaman
yang belum terbayar dari semua pinjaman yang tertunggak. PAR digunakan untuk
mengukur nilai pinjaman berisiko terhadap total portofolio pinjaman. Pinjaman
berisiko tersebut terdiri dari pinjaman yang mengalami keterlambatan lebih dari
30 hari atau PAR > 30 hari (Tim Penyusun Panduan Pengembangan LKMP di
Maluku 2012).
Studi Terdahulu yang Relevan
Ketiga studi terdahulu yang relevan menjelaskan mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi risiko kredit, sedangkan penelitian ini juga membahas
mengenai risiko kredit tetapi lebih tepatnya membahas faktor-faktor yang
memengaruhi kelancaran kredit dari suatu lembaga keuangan mikro. Metode yang
umum digunakan dalam penelitian terdahulu adalah analisis deskriptif serta
regresi, tetapi dalam penelitian ini menggunakan metode analisis faktor. Rincian
mengenai penelitian terdahulu yang relevan dapat dilihat pada Lampiran 1.

METODE
Kerangka Pemikiran
Seluruh lembaga keuangan mikro pasti memiliki risiko kredit, baik dengan
kapasitas risiko yang rendah maupun tinggi. Risiko kredit tersebut biasanya
diukur dengan seberapa banyak anggota yang mengalami kredit macet atau
bahkan gagal bayar. Tetapi Amartha memiliki nilai PAR > 30 hari sebesar nol
persen. Lebih lanjut, sistem manajemen yang baik perlu dilihat mulai dari cara
pengelolaan kredit yang dilakukan oleh Amartha, faktor-faktor SDM dan anggota
apa saja yang selama ini memengaruhi kelancaran kredit Amartha, serta
bagaimana tingkat kesehatan keuangan sekaligus tren dan peramalan dari
kesehatan tersebut selama 2 tahun terakhir. Ketiga analisis tersebut dapat

7
dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, serta analisis
rasio dan tren berturut-turut. Selanjutnya dapat dianalisis implikasi manajerial dan
rekomendasi strategi apa yang dapat diterapkan pada Amartha kedepannya.
Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Amartha Microfinance

PAR > 30 hari = 0%

Pengelolaan
penyaluran kredit

Faktor SDM dan
nasabah yang
memengaruhi
Kelancaran kredit

Kesehatan keuangan
serta tren dan peramalan
1. Likuiditas
2. Solvabilitas

Analisis deskriptif

Analisis faktor

Analisis rasio serta tren
dan peramalan

Implikasi manajerial

Rekomendasi strategi

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Amartha Microfinance yang berlokasi di Bukit
Indraprasta D3/No. 1 Telaga Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Waktu
penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu Maret sampai dengan Mei 2015.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri dari data yang didapatkan langsung dari sumber
yaitu berupa hasil survey menggunakan kuesioner dengan SDM Amartha
Microfinance serta anggota. Sedangkan data sekunder terdiri dari laporan
keuangan Amartha, studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal, skripsi, thesis,
dan media elektronik.

8
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data mengenai manajemen risiko kredit pada Amartha
Microfinance adalah sebagai berikut :
1. Survey dan wawancara
Survey dilakukan dengan cara memberikan kuesioner pada sejumlah
anggota dan juga SDM Amartha. Sedangkan wawancara dilakukan dengan
pihak manajemen Amartha yang memiliki keterkaitan dengan penelitian
ini.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data secara sekunder
yang dilakukan dengan analisis data keuangan historis Amartha
Microfinance serta studi literatur, penelusuran, dan kepustakaan, buku,
media cetak dan media elektronik.
Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak untuk sampel anggota, seperti menurut Umar
(2001) semua populasi (anggota) pada probability sampling dianggap memiliki
peluang yang sama untuk dijadikan sampel, dan metode yang digunakan adalah
simple random sampling. Populasi yang cukup besar membuat penelitian ini harus
membatasi jumlah sampel, dan jumlah sampel yang akan diambil yaitu
menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi ( )
sebesar 10% dengan rumus 1.
.....................................................(1)
Keterangan :
= Jumlah sampel
= Populasi
= Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi
Jumlah anggota cabang Ciseeng sebanyak 1 927 anggota per akhir april
2015. Oleh karena itu setelah dimasukkan kedalam rumus Slovin, sampel yang
diambil yaitu sebanyak :

Setelah dilakukan pembulatan keatas maka didapatkan responden sebanyak 96
anggota. Sedangkan responden dari SDM Amartha diambil secara sensus, yaitu
dengan memberikan kuesioner kepada seluruh karyawan di kantor cabang Ciseeng
dan kantor pusat yang berada di Ciseeng karena keterbatasan SDM yaitu sebanyak
9 karyawan di kantor cabang dan 23 karyawan di kantor pusat, agar data yang
digunakan dapat diuji validitas dan reliabilitasnya.

9
Uji Instrumen
Uji Validitas
Suliyanto (2005) menjelaskan bahwa validitas merupakan sejauh mana
ketepatan dan kecermatan yang dapat dihasilkan oleh suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Jadi valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung
pada sejauh mana kemampuan alat tersebut mengukur objek dengan cermat dan
tepat. Suatu alat ukur yang tepat, belum temtu cermat. Oleh karena itu instrumen
tersebut harus dapat memberikan gambaran yang cermat mengenai data yang diuji,
gambaran yang cermat adalah gambaran tentang perbedaan yang sekecil-kecilnya
antara suatu objek dengan objek yang lain. Setelah dilakukan uji validitas, dari 13
pertanyaan untuk anggota dan 6 pertanyaan untuk SDM menunjukkan
keseluruhan pertanyaan valid atau setiap pertanyaan memiliki nilai sign. < 0.05.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas menggambarkan sejauh mana hasil dari suatu pengukuran
dapat dipercaya (Suliyanto 2005). Jika suatu hasil pengukuran dilakukan secara
berulang kali dan menghasilkan hasil yang relatif sama, maka pengukuran tersebut
bisa dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Meskipun demikian tetap
ada batas toleransi dari perbedaan hasil pengukuran, tetapi jika perbedaan tersebut
terlalu besar, maka dapat dikatakan hasil pengukuran tersebut tidak reliabel.
Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap 13 pertanyaan dari kuesioner anggota,
maka didapatkan hasil Alpa Cronbach’s sebesar 0.624 atau lebih dari batas
minimum nilai Alpha yaitu 0.6 (Bahri dan Zamzam 2014). Sedangkan hasil uji
reliabilitas dari 6 pertanyaan yang diajukan pada karyawan Amartha
menghasilkan nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.8 artinya seluruh pertanyaan
reliabel.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 5 alat
analisis yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, peramalan serta
analisis tren.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk transformasi dari data-data
mentah menjadi suatu informasi yang mudah dimengerti dan diterjemahkan
(Wibisono 2002). Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk
menjelaskan secara merinci tentang sistem pengelolaan kredit dari Amartha.
Analisis Faktor
Analisis faktor menurut Widagdo dan Widayat (2011) merupakan suatu
analisis yang digunakan untuk meringkas variabel dengan jumlah yang banyak
kedalam satu atau beberapa faktor. Analisis faktor banyak digunakan untuk
penelitian eksplorasi, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan pada
penelitian eksplanasi atau sekedar menguji instrumen atau alat penelitian untuk
mengambil data penelitian, yaitu validitas instrumen. Sedangkan menurut

10
Suliyanto (2005), analisis faktor merupaka suatu teknik untuk menganalisis
tentang ketergantungan dari beberapa variabel dengan tujuan untuk
menyederhanakan beberapa variabel yang saling berhubungan menjadi sejumlah
faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti, dan juga dapat
menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Tahapan yang harus
dilakukan dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :
1. Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis
a. Faktor SDM terdiri dari variabel/aspek moral hazard dan morale hazard
(Gumayantika dan Irwanto 2010). Indikator moral hazard terdiri dari
kesengajaan membantu saudara yang menjadi anggota meskipun tidak
layak dan kesengajaan tidak melakukan survey ke rumah calon anggota
karena malas. Sedangkan indikator dari morale hazard terdiri dari
kejujuran, integritas, kerja keras, dan motivasi.
b. Faktor anggota terdiri dari variabel/aspek 5C (Hanis dan Nursyamsi 2013).
Tetapi dalam penelitian ini, karena Amartha tidak menggunakan jaminan,
maka aspek collateral tidak dianalisis. Indikator dari aspek character
terdiri dari anggota merasa diri sendiri adalah jaminan di Amartha, rasa
malu saat tidak dapat membayar angsuran, menghindari tanggung renteng,
dan mendahulukan angsuran daripada kebutuhan lain. Aspek capacity
terdiri dari catatan pendapatan usaha, pinjaman dana di tempat lain,
penyisihan uang angsuran dari pendapatan, dan sumber pendapatan lain.
Aspek capital terdiri dari pendapatan setiap hari yang tidak menentu,
penggunaan pinjaman, kepemilikan lahan dan tabungan sebagai modal
usaha. Terakhir adalah aspek condition yang terdiri dari bencana alam
yang memengaruhi kemampuan anggota membayar angsuran.
2. Melakukan uji variabel-variabel dengan uji korelasi atau keterkaitan antar
variabel, uji KMO dan MSA.
a. Uji korelasi dilakukan dengan uji Bartlett’s Test of Spericity yaitu uji
statistik yang dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa suatu variabel
tidak saling berkorelasi dalam populasi. Tetapi dalam analisis faktor, hasil
yang diinginkan adalah antarvariabel saling berkorelasi dengan kuat, oleh
karena itu variabel harus memiliki nilai Bartlett hitung > Bartlett tabel atau
Sign < Alpha 5%, hal itu menunjukkan adanya korelasi yang kuat
antarvariabel sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan.
b. Uji Kaiser-Mayer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA), uji
KMO menunjukkan indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi
dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Jika
jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial diantara seluruh pasangan
variabel bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien
korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu.
Sedangkan untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO yang
dianggap cukup adalah jika nilai KMO ≥ 0.5.
c. Uji Measures of Sampling Adequacy memiliki tujuan sama dengan uji
KMO. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA yang dianggap
cukup adalah jika nilai MSA ≥ 0.5. Apabila ada variabel yang memiliki
nilai MSA ≤ 0.5, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis
faktor secara bertahap satu persatu karena variabel tidak dapat diprediksi
dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut (Santoso 2010)

11
3. Analisis Communalities
Nilai ekstraksi yang terdapat pada tabel communalities menunjukkan
seberapa besar suatu variabel atau aspek mendefinisikan faktor. Atau dengan
kata lain, jumlah varians (bisa dalam presentase) dari suatu variabel mulamula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada (Santoso 2010). Suatu
variabel dapat dikatakan baik dalam mendefinisikan faktor adalah jika nilai
ekstraksi lebih dari 0.5, begitu pula sebaliknya, sebuah variabel dikatakan
kurang baik dalam mendefinisikan faktor apabila nilai ekstraksi berada
dibawah 0.5.
Tahapan analisis faktor dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing faktor,
yaitu proses menentukan keeratan hubungan indikator dengan variabel, dan yang
kedua menentukan keeratan hubungan variabel dengan faktor. Karena kebutuhan
pengolahan hanya sampai dengan tahap ini, maka tahap selanjutnya seperti proses
factoring, rotasi faktor, dan penamaan faktor yang terbentuk tidak dilakukan
dalam penelitian ini.
Analisis Rasio
Analisis rasio merupakan suatu teknik untuk mengetahui secara cepat
kondisi keuangan perusahaan (Rangkuti 2006). Analisis rasio keuangan
digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan saat ini dan untuk memprediksi
kondisi keuangan di masa depan. Analisis rasio keuangan terdiri dari 5 jenis rasio
pengukuran, tetapi pada LKM hanya dilakukan analisis pada rasio likuiditas dan
solvabilitas (Peraturan OJK No. 13 pasal 15 tahun 2014). Rumus dari masingmasing rasio menurut Peraturan OJK No. 13 pasal 16 dan 17 tahun 2014 adalah
sebagai berikut :
................................(2)
....................................(3)
Batas minimum nilai likuiditas adalah sebesar 3%, jika nilai likuiditas lebih dari
3% maka LKM tersebut dapat dianggap likuid atau sehat. Sedangkan batas
minimum untuk nilai solvabilitas adalah 110%, jika nilai solvabilitas berada pada
angka lebih dari sama dengan 110% maka LKM tersebut dapat dikatakan sehat
atau solvable.
Peramalan
Peramalan menurut Gofur dan Widianti (2013) merupakan teknik yang
digunakan untuk mengidentifikasi model yang dapat digunakan untuk
meramalkan kondisi pada masa yang akan datang. Hasil peramalan tersebut dapat
digunakan untuk membuat perencanaan sebagai dasar pengambilan keputusan di
masa depan. Jenis peramalan ada dua yaitu kualitatif dan kuantitatif, dalam
penelitian ini yang digunakan adalah peramalan kuantitatif menggunakan metode
autoregresi dengan model AR atau Autoregressive. Autoregresi merupakan model
yang dikembangkan untuk menganalisis data runtun waktu (Wibowo, Kusnandar
dan Satyahadewi 2013). Peramalan menggunakan metode ini hanya dilakukan

12
pada rasio likuiditas saja karena data bersifat stasioner dan homoskedastik.
Setelah dilakukan uji otokorelasi maka didapatkan rumus 4.
.............................................(4)
Analisis Tren
Analisis tren merupakan suatu teknik analisis laporan keuangan dan
merupakan metode analisis horizontal yang menggambarkan kecenderungan
perubahan suatu pos laporan keuangan selama beberapa periode (Praptiwi dan
Senda 2010). Analisis tren dilakukan pada nilai rasio dari solvabilitas yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan LKM. Analisis tren ini digunakan
untuk mengetahui bagaimana kecenderungan data dan memprediksi peramalan
rasio solvabilitas selama 3 bulan kedepan. Sedangkan asumsi untuk peramalan 3
bulan kedepan dari kedua rasio tersebut adalah ceteris paribus, yaitu semua
variabel lain dianggap konstan atau sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Amartha Microfinance
Amartha Microfinance merupakan sebuah lembaga keuangan mikro yang
memiliki badan hukum koperasi dan terdaftar resmi sebagai Koperasi Amartha
Indonesia yang berorientasi pada bisnis sosial. Lembaga ini berdiri sejak tahun
2010 sampai dengan saat ini. Lembaga ini bergerak di bidang pembiayaan dengan
keseluruhan anggota yang dibiayai adalah perempuan. Amartha mengadopsi
sistem dari Grameen Bank yaitu pemberian kredit tanpa agunan yang dilakukan
dengan sistem tanggung renteng per kelompok apabila ada anggota yang
menunggak. Kantor pusat Amartha berada di Bukit Indraprasta D3/No. 1 Telaga
Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Amartha memiliki moto “Life for Greater
Purpose” dengan visinya yaitu menjadi LKM skala nasional yang menyediakan
jasa keuangan terjangkau bagi 100 000 keluarga prasejahtera pada tahun 2017.
Sedangkan misi dari Amartha yaitu memfokuskan kepada pelayanan jasa
keuangan terjangkau untuk masyarakat prasejahtera di pelosok pedesaan, sehingga
mereka dapat mengejar kehidupan dengan tujuan yang lebih besar. Misi sosial
tersebut dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui layanan pendidikan
keuangan dasar dan pengorganisasian masyarakat yang melengkapi pelayanan
jasa keuangannya.
Amartha memiliki badan hukum koperasi dan pelaksanaannya berdasar
pada aturan koperasi yang berlaku, tetapi kegiatan usahanya berupa microfinance
karena ingin mengedepankan misi sosial. Amartha telah memiliki 6 cabang usaha
yang tersebar sebagian besar di kabupaten Bogor, dan satu cabang baru berada di
kabupaten Bandung pada awal 2015. Sedangkan saat ini Amartha sedang dalam
proses menuju pembaruan badan hukum yaitu perseroan terbatas (PT).

13

Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha
Amartha menerapkan sistem penyaluran kredit yang terintegrasi dan
terkendali, sehingga seluruh tahapan dan prosesnya harus dilakukan dengan
seksama. Berikut tahapan penyaluran kredit yang dilakukan oleh Amartha :
1. Survey wilayah cabang baru
Survey wilayah pada cabang baru dilakukan oleh tim pembukaan wilayah,
yaitu dengan melihat data BPS tentang seberapa banyak penduduk miskin di
wilayah tersebut dan kategori-kategori lain yang mendukung pembukaan
cabang pada wilayah tersebut. Survey lapangan juga dilakukan dengan tujuan
mengetahui situasi dan kondisi sebenarnya dari wilayah tersebut. Jumlah
LKM dan ketersediaan bank pada wilayah tersebut juga menjadi
pertimbangan apakah pembukaan cabang baru berpotensi baik dilakukan di
wilayah tersebut. Setelah semua survey dilakukan, kemudian diputuskan buka
wilayah atau tidak. Ketika keputusan berada pada buka wilayah, maka
langsung diadakan pertemuan umum yaitu sosialisasi mengenai produkproduk yang dimiliki oleh Amartha yang dilakukan di kantor kelurahan, RT
dan RW. Kemudian setelah penyuluhan tingkat RT, dilakukan pengumpulan
data orang-orang yang ingin melakukan pembiayaan dengan Amartha.
2. Proses pembentukan kelompok dan majelis
Proses pembentukan kelompok ini merupakan tahap awal dalam penyaluran
kredit atau pembiayaan, tetapi proses ini sangat penting dan perlu untuk
diperhatikan. Proses pembentukan kelompok ini dilakukan sendiri oleh
anggota dengan memilih teman sekelompok yang dirasa baik dan dapat
diandalkan.
3. Uji kelayakan
Setiap orang yang ingin melakukan pembiayaan di Amartha harus diuji
apakah layak ataukah tidak. Pengujian kelayakan dilakukan setelah adanya
pembentukan kelompok yang dilakukan oleh anggota sendiri. Uji kelayakan
dilakukan dengan wawancara mendalam dengan calon anggota dan pengisian
formulir uji kelayakan, kemudian melakukan survey tempat tinggal atau
rumah, dan survey mengenai kepribadian dari orang tersebut melalui
tetangga-tetangga yang mengenal orang tersebut.
4. Latihan wajib kumpulan
Ketika uji kelayakan telah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah dengan
latihan wajib kumpulan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Latihan
tersebut menjelaskan lebih lanjut kepada anggota apa saja kewajiban yang
harus dilakukan oleh anggota selama menjadi anggota dari Amartha.
5. Pelayanan majelis
Pelayanan majelis pada Amartha dilakukan setiap minggu oleh pendamping
lapang. Setiap pelayanan majelis, harus selalu mengedepankan disiplin
kehadiran dan angsuran. Pelayanan majelis ini memiliki 5 kegiatan utama,
yaitu :
a. Pengajuan
Pengajuan dilakukan ketika anggota baru pertama kali melakukan pinjaman
di Amartha, atau ketika anggota telah menyelesaikan pinjaman di Amartha
dan ingin mengajukan pinjaman selanjutnya. Pengajuan pinjaman pertama

14

b.

c.

d.

e.

6.

maksimal Rp1 500 000 dan pinjaman selanjutnya (tahun berikutnya)
maksimal bertambah Rp1 000 000 sejak pengajuan pertama. Pengajuan
pinjaman dilakukan dengan cara anggota memberikan pernyataan kepada
anggota majelisnya kalau anggota tersebut ingin mengajukan pinjaman
sebesar berapa dan untuk apa, kemudian menanyakan apakan seluruh anggota
majelis setuju dan apakah siap untuk tanggung renteng. Ketika semua sudah
terpenuhi, pengajuan pinjaman tersebut baru dapat diproses.
Pencairan
Setelah proses pengajuan pinjaman dilakukan, kantor akan melakukan
evaluasi mengenai anggota tersebut, apakah layak untuk diberikan pinjaman
secara penuh dan tepat waktu, atau harus dilakukan penundaan untuk
pencairannya, atau juga harus dikurangi jumlah uang yang dicairkan, tidak
sesuai dengan jumlah uang yang diajukan. Setelah keputusan tersebut didapat,
maka pencairan dilakukan. Uang akan diterima oleh anggota apabila telah
dilaksanakan akad antara anggota dengan pendamping lapang yang
disaksikan oleh seluruh anggota majelis tanpa terkecuali. Proses pengajuan
dan pencairan hanya dapat dilakukan apabila seluruh anggota majelis hadir,
apabila ada satu anggota yang tidak hadir karena alasan apapun, maka
pengajuan dan pencairan tidak dapat dilakukan pada hari tersebut.
Angsuran dan tabungan
Angsuran dilaksanakan setiap minggu selama 50 minggu sejak diterimanya
dana pinjaman, oleh karena itu setiap minggu selalu dilaksanakan proses
angsuran yang diikuti dengan tabungan wajib dan atau tabungan sukarela.
Tabungan wajib merupakan tabungan yang menyertai angsuran dan wajib
dibayar setiap minggu dengan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya,
serta hanya dapat diambil ketika anggota tersebut keluar dari Amartha.
Tabungan sukarela merupakan tabungan yang dilakukan sukarela oleh
anggota, waktu dan jumlah tabungannya sesuai dengan kehendak anggota
tersebut dan dapat diambil kapanpun tanpa ada batasan.
Pembinaan
Pembinaan oleh pendamping lapang dilakukan setiap minggu dengan materi
yang berbeda-beda setiap minggunya. Pembinaan dilakukan dengan tujuan
untuk menambah wawasan para anggota, baik wawasan tentang pengetahuan
umum maupun mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan
wirausaha.
Pelaksanaan tanggung renteng
Setiap anggota pasti sudah mengerti mengenai aturan tanggung renteng, yaitu
ketika anggota tidak dapat membayar angsuran dengan alasan apapun,
anggota yang lain harus siap untuk melakukan tanggung renteng, yaitu sistem
pembayaran yang menggunakan uang seluruh anggota (patungan) untuk
membayarkan angsuran anggota yang tidak dapat membayar pada saat itu
Home visit
Kunjungan rumah dilakukan kepada seluruh anggota. Kunjungan ini biasanya
dilakukan oleh pendamping lapang, tetapi tidak menutup kemungkinan
Branch Manager atau karyawan lain yang melakukan kunjungan. Kunjungan
rumah dilakukan terutama pada anggota yang tidak hadir pada saat
pembinaan dengan alasan apapun. Kunjungan ini dilakukan untuk
meminimalisir tingkat gagal bayar dan untuk mempererat silaturahmi antara

15
pendamping lapang atau karyawan Amartha dengan anggota Amartha itu
sendiri.
7. Penyelesaian tunggakan
Hal terakhir yang menjadi perhatian dalam penyaluran kredit adalah dengan
penyelesaian tunggakan. Penyelesaian tunggakan ini dilakukan untuk anggota
yang bermasalah ketika melakukan kredit di Amartha. Bermasalah dalam hal
ini didefinisikan dengan tidak pernah hadir pada saat pelayanan majelis, tidak
pernah membayar angsuran atau kabur, dan berbagai macam hal lain yang
merugikan anggota majelisnya serta merugikan Amartha.
Proses penyaluran kredit telah secara terang menjelaskan sistem
pengelolaan penyaluran kredit, tetapi jika diperhatikan secara seksama, terdapat 3
poin penting yang dapat dijadikan kunci utama dalam pengelolaan penyaluran
kredit sehingga PAR > 30 hari 0%. Poin pertama ada pada proses pembentukan
kelompok dan majelis yang dilakukan sendiri oleh anggota, pembentukan
kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota mendorong anggota untuk
memilih teman-teman sekelompok yang menurut mereka nyaman. Pemilihan
tersebut pasti juga didorong oleh sikap baik yang dimiliki oleh teman
sekelompoknya. Jika anggota tersebut tidak baik, pasti anggota yang lain tidak
mau menerima. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin akrab satu anggota
kelompok dengan anggota yang lain, semakin baik pula masa depan dari
kelompok tersebut karena tidak akan ada anggota yang melakukan tanggung
renteng. Ketika tidak ada anggota yang melakukan tanggung renteng, maka PAR
> 30 hari akan tetap bertahan pada angka nol persen karena tidak ada anggota
yang macet pembiayaannya atau bahkan gagal bayar.
Poin kedua terletak pada sistem tanggung renteng yang harus terus
berjalan, tanggung renteng ini harus berjalan setiap kali ada anggota yang tidak
dapat membayar angsuran, karena hal ini salah satu cara untuk menghindari risiko
gagal bayar terkait dengan sistem kredit di Amartha yang sama sekali tidak
meminta jaminan dari anggotanya. Tanggung renteng merupakan kunci utama
dari Amartha, karena jaminan dari pembiayaannya bergantung pada tanggung
renteng. Poin 1 diatas menunjukkan pembentukan kelompok yang dilakukan
sendiri akan meminimalisir tanggung renteng yang terjadi, tetapi masih ada angka
“minimal” yang dimungkinkan akan terjadinya tanggung renteng pada suatu
majelis atau kelompok. Tidak menjadi masalah ketika terdapat tanggung renteng,
tetapi anggota yang lain mau menanggung angsuran anggota yang tanggung
renteng tersebut. Lain masalahnya bila terdapat anggota yang tanggung renteng,
tetapi anggota yang lain tidak mau menanggungnya, maka akan muncul angka
adanya tunggakan atau kredit macet pada laporan keuangan Amartha. Oleh karena
itu, kunci dari pertahanan PAR > 30 hari tetap pada angka nol persen selama ini
adalah tanggung renteng yang selalu berjalan pada setiap kelompok dan juga
majelis. Ketika ada anggota yang tanggung renteng dan anggota lain mau
menanggung angsurannya, maka laporan keuangan mengenai kredit macet akan
terselamatkan dan PAR > 30 hari akan bertahan pada angka nol persen.
Poin terakhir ada pada disiplin kehadiran dan angsuran zero tolerant,
disiplin merupakan kunci sukses saat melakukan pertemuan atau pelayanan
majelis. Kedisiplinan dimulai dari pendamping lapang yang memberikan contoh
kepada para anggota untuk tidak terlambat dan hadir maksimal 15 menit sebelum
pelayanan dimulai. Hal ini akan mendorong anggota untuk ikut menjadi disiplin.

16
Disiplin dalam hal ini tidak hanya disiplin tentang kehadiran, tetapi angsuran juga.
Disiplin kehadiran juga berarti bahwa tidak akan absen selama pelayanan
berlangsung yaitu sepanjang 50 minggu harus selalu hadir pelayanan apapun yang
terjadi, karena sudah menjadi perjanjian di awal bahwa kehadiran merupakan
jaminannya. Ketika ketidakhadiran menjadi sesuatu yang dibiasakan, maka
peluang gagal bayar juga akan semakin tinggi, karena ketidakhadiran
mengindikasikan bahwa anggota tersebut bisa saja kabur dan tidak mau
membayar angsuran. Oleh karena itu, tidak ada toleransi untuk tidak hadir pada
pelayanan dan pembayaran angsuran. Jika anggota tidak hadir, maka pendamping
lapang harus segera menindaklanjuti dengan mendatangi rumah anggota yang
tidak hadir tersebut, dan menanyakan apa alasan anggota tersebut tidak hadir pada
pertemuan mingguan. Poin disiplin ini menjadi salah satu kunci untuk tetap
mempertahankan anggota agar tetap hadir dan membayar angsuran. Jika anggota
suatu majelis memiliki kedisiplinan tinggi terhadap kehadiran dan pembayaran
angsuran, maka sudah dapat dipastikan bahwa PAR > 30 hari tidak akan terusik
dan akan tetap pada angka nol persen.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit
Faktor Sumber Daya Manusia
Menurut Gumayantika dan Irwanto (2010), aspek SDM yang
memengaruhi risiko kredit dalam hal ini gagal bayar terdiri dari moral hazard dan
morale hazard. Moral hazard merupakan suatu tindakan yang secara sengaja
dilakukan oleh karyawan untuk kepentingan dirinya sendiri dan merugikan
perusahaan sehingga menimbulkan risiko kredit. Sedangkan morale hazard
merupakan tindakan kurang hati-hati yang dilakukan oleh karyawan pada saat
melakukan transaksi dengan anggota sehingga menimbulkan risiko kredit, hal ini
erat kaitannya dengan mutu SDM pada perusahaan tersebut. Penelitian ini
menggunakan aspek tersebut untuk menganalisis faktor SDM. Hasil dari analisis
faktor setelah dilakukan pengolahan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada
32 karyawan Amartha mulai dari pengujian kelayakan indikator dan variabel
sampai dengan hasil analisis communalities (lihat Lampiran 5) menunjukkan
bahwa moral hazard dan morale hazard memiliki tingkat kepentingan yang sama,
hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Communalities SDM
Variabel/Aspek

Nilai
Ekstraksi

Moral Hazard

0.751

Morale Hazard

0.751

Indikator
Meloloskan anggota yang tidak layak
karena saudara
Tidak melakukan survey karena malas
Kejujuran
Integritas
Kerja Keras

Nilai Ekstraksi
0.804
0.821
0.691
0.716
0.813

Nilai ekstraksi pada Tabel 3 menunjukkan kekuatan aspek tersebut dalam
mendefinisikan faktor SDM yang berpengaruh pada gagal bayar. Moral hazard
dan morale hazard masing-masing menunjukkan nilai 0.751 atau 75.1%, dapat

17
dikatakan bahwa kedua aspek tersebut sama-sama kuat dalam mendefinisikan
faktor SDM karena kedua nilai tersebut berada di atas 0.5. Atau dapat dikatakan
bahwa aspek moral hazard dan morale hazard dapat mendefinisikan faktor SDM
sebesar masing-masing 75.1%. Sedangkan komponen atau indikator dari moral
hazard yang paling besar mendefinisikan aspek/variabel adalah tidak melakukan
survey pada calon anggota karena malas dengan nilai ekstraksi sebesar 0.821 atau
82.1%. Indikator selanjutnya yaitu meloloskan anggota yang tidak layak karena
saudara dengan nilai ekstraksi sebesar 0.804 atau 80.4%. Nilai ekstraksi dari
indikator dapat dikatakan cukup tinggi karena mendekati 1, oleh karena itu perlu
perhatian khusus dari perusahaan tentang hal-hal tersebut.
Variabel atau aspek dari faktor SDM selanjutnya adalah morale hazard
dengan indikator yang dapat mendefinisikan variabel paling tinggi adalah kerja
keras dengan nilai ekstraksi sebesar 0.813 atau 81.3%, kemudian indikator
integritas dapat mendefinisikan variabel sebesar 0.716 atau 71.6%, dan terakhir
adalah indikator kejujuran yang dapar mendifinisikan variabel sebesar 0.691 atau
69.1%. SDM memang sangat penting dan sangat erat kaitannya dengan gagal
bayar. Amartha sendiri memiliki aturan-aturan khusus yang dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya hazard yang dapat merugikan perusahaan. Salah
satunya adalah dengan sistem perekrutan yang selektif, pengadaan pelatihan
sebelum resmi bekerja dan melakukan evaluasi kinerja selama kurang lebih 6
bulan sekali untuk melihat kinerja karyawan.
Faktor Anggota
Hanis dan Nusyamsi (2013) menyebutkan bahwa prasyarat kredit (5C)
memiliki pengaruh terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh anggota. Tetapi
dalam kasus pada Amartha, lembaga ini tidak menggunakan jaminan sehingga
aspek collateral dihilangkan dalam pengambilan sampai dengan pengolahan data.
Berdasarkan aspek 4C (character, capacity, capital dan condition) yang telah
dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 96 anggota Amartha yang
diambil secara acak, menggunakan analisis faktor dari proses uji indikator dan
variabel sampai dengan tahap analisis communalities (lihat Lampiran 6)
didapatkan hasil pada Tabel 2.
Tabel 2 Communalities anggota
Variabel/Aspek
Character

Capacity
Capital

Nilai
Ekstraksi
0.502

0.522
0.643

Indikator
Merasa diri sendiri adalah jaminan
Malu saat tidak dapat membayar angsuran
Menghindari tanggung renteng
Mendahulukan angsuran daripada
kebutuhan lain
Pendapatan di luar usaha
Pendapatan tidak menentu
Penggunaan pinjaman untuk modal usaha
Memiliki lahan untuk usaha
Memiliki tabungan untuk usaha

Nilai Ekstraksi
0.683
0.779
0.596
0.258
0.601
0.690
0.758
0.602
0.405

Analisis awal dilakukan menggunakan 4C, tetapi pada tahap pegujian
MSA atau Measure of Sampling Adequacy menunjukkan bahwa aspek condition
memiliki nilai MSA < 0.5, sehingga aspek tersebut tidak dapat dilanjutkan ke

18
pengolahan lebih lanjut karena aspek tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak
dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil dari pengolahan tanpa menggunakan condition
didapatkan hasil ekstraksi terbesar ada pada aspek capital yaitu sebesar 0.643 atau
64.3%. Aspek ini cukup kuat dalam mendefiniskan faktor anggota karena
memiliki nilai diatas 0.5. Atau dapat dikatakan bahwa aspek capital dapat
mendefinisikan faktor nasabar sebesar 64.3%. Selama ini Amartha memiliki
anggota yang memiliki aspek capital yang perlu untuk diperhatikan, indikator
terpenting yang dapat mendefinisikan aspek capital adalah penggunaan pinjaman
untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.758 atau 75.8%. Indikator
terpenting selanjutnya adalah pendapatan yang tidak menentu dengan nilai 0.690
atau 69.0% dapat mendefinisikan aspek. Indikator ketiga dari aspek capital
dengan nilai 0.602 atau 60.2% dapat mendefinisikan aspek yaitu kepemilikan
lahan untuk modal usaha. Sedangkan indikator terakhir yaitu memiliki tabungan
untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.405 atau 40.5%, indikator ini
tidak terlalu kuat mendefinisikan variabel karena berada di bawah 0.5. Indikatorindikator tersebut penting untuk diperhatikan, karena jika tidak di