Pengaruh Ketebalan Dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.).
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI
KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA
TEMPE GRITS KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Ketebalan
dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.)”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Alexander Tommy Wicaksono
NIM F24100055
ABSTRAK
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi
terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris
L.).Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ANTUNG SIMA FIRLIEYANTI.
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia dan terutama digunakan sebagai bahan bakuuntuk pembuatan
tempe. Namun kacang kedelai tersebut sebagian besar dipenuhi dari impor. Agar
ketergantungan terhadap kedelai dapat dikurangi, maka pembuatan tempe perlu
memanfaatkan jenis kacang-kacangan lokal yang tersedia dan dapat
dibudidayakan dengan baik di Indonesia. Salah satu jenis kacang yang potensial
adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L).Penelitian ini mengembangkan
tempe kacang merah, terutama dalam bentuk grits kacang merah berukuran 10
meshdengan tujuan untuk memperbaiki karakteristik tempe yang dihasilkan
terutama kandungan proteinnya. Pengaruh ketebalan tempe(1, 2, dan 3 cm) serta
persen aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) terhadap sifat fisikokimia tempe grits kacang
merah dijadikan sebagai perlakuan untuk diamati pengaruhnya. Bentuk grits
mempengaruhi tempe yang dihasilkan, yaitu dapat meningkatkan kadar protein
dan mengurangi kadar lemak. Ketebalan dan aerasi yang berbeda mempengaruhi
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut tempe grits
kacang merah. Kombinasi perlakuan (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%) memberikan
tempe yang terbaik berdasarkan parameter penampakan, rendemen, warna
kromatik, kadar protein terlarut dan kemudahan untuk diproduksi.
Kata kunci: Tempe, kacang merah, protein terlarut, persen aerasi
ABSTRACT
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO.Effect of Different Thickness and
Aeration Area on Physicochemical Properties of Red Kidney Beans (Phaseolus
vulgaris L) Tempeh.Supervised by FERI KUSNANDAR and ANTUNG SIMA
FIRLIEYANTI.
Soybeans are the main source of vegetable protein for most inhabitants of
Indonesia and mainly used as raw material for making tempeh. However,
soybeans are largely filled from imports. In order to reduce the dependence of
soybeans, the tempeh making needs to make use of local type beans that available
and can be cultivated in Indonesia. One potential beans is red kidney beans
(Phaseolus vulgaris L.). This research develops red kidney beans tempeh, mainly
in the form of red kidney beans-sized 10 mesh grits with the aim to improve the
characteristics of resulting tempeh especially the protein content. Effect of
different thickness (1 cm, 2 cm, and 3 cm) and areation area (1%, 2.5%, and 4%)
on physicochemical of red kidney beans tempeh used as treatment for observed
the effects. The form of grits affects the resulting tempeh, which can increase
protein content and decrease fat content.The different thickness and aeration area
affects the appearance, yield, chromatic colour, and dissolved protein content of
red kidney beans tempeh. Treatment combination (1 cm of thickness and 1% of
aeration area) provides the best tempeh based on parameters of appearance, yield,
chromatic colour, dissolved protein content, and ease to be produced.
Keywords : Tempeh, red kidney beans, dissolved protein, aeration area
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI
KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA TEMPE GRITS
KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Penelitian dengan judul
“Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)”dilaksanakanpada Juli 2013 hingga Mei
2014.Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
dan Ibu Antung Sima Firlieyanti, S.TP, M.Sc selaku dosen pembimbing serta
Bapak Dr. Ir, Eko Hari Purnomo, M.Sc selaku dosen penguji, atas bimbingannya
selama penelitian ini berlangsung. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada
teman-teman satu kelompok penelitian kacang merah, Vega Widya Karisma,
Isnaini Ayu Lestari, Lulu Maknun, Dewi Ratna Sari, Andini Giwang Kinasih, dan
Barli Abiyoga atas segala kebersamaan, kerjasama dan bantuannya selama
berlangsungnya penelitian ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada seluruh teknisi laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER serta staf UPTD
ITP dan Mba Tika atas segala pengetahuan, bimbingan, dan bantuan yang telah
diberikan selama penelitian ini berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,ibu,dan seluruh
keluarga atas doa dan dukungannya. Tidak lupa juga ucapan terima kasih
ditujukan kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik IPB dan Ilmu
Teknologi Pangan angkatan 47 khususnya teman-teman Qobs atas bantuan dan
kebersamaannya selama ini.
Penulis mengharapkan segala masukan dan kritik yang membangun karena
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan terutama untuk perkembangan teknologi
pangan. Terima kasih.
Bogor, Juli2014
Alexander Tommy Wicaksono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Tahapan Penelitian
3
Metode Analisis
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi tempe grits kacang merah
Karakterisasi tempe grits kacang merah perlakuan terbaik
SIMPULAN DAN SARAN
7
7
15
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai
Penampakan tempe grits kacang merah
Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah
Hasil Analisis Proksimat sampel tempe grits kacang merah dengan
dimensi ketebalan 1 cm dan aerasi 1%
Hasil Uji Sensorisampel tempe grits kacang merah dengan dimensi
ketebalan 1 cm dan aerasi 1%
1
7
15
15
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan
ketebalan
Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Kadar protein basis kering (%) tempe grits kacang merah pada
tingkat aerasi dan ketebalan
Kadar protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada tingkat
aerasi dan ketebalan
Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan
9
10
11
11
11
12
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah
2 Hasil uji rating hedonik
21
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai
2.2 juta ton. Berdasarkan data BPS (2012), produksi kedelai tahun 2012 mencapai
783.16 ribu ton biji kering (29% dari total kebutuhan kedelai nasional). Untuk
memenuhi sisa 71% kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia mengimpor 2.09
juta ton kedelai (Marsiela 2012).Sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia
diolah menjadi tempe dengan jumlah mencapai 1.2 juta ton/tahun (Rosalina
2011).Tempe merupakan hasil olahan berbasis kacang kedelai yang diperoleh
melalui proses fermentasi menggunakan kultur kapang Rhizopus(SNI 3144:2009).
Tingginya impor kacang kedelai Indonesia mendorong pemanfaatan kacangkacangan jenis lain sebagai bahan baku tempe, salah satunya adalah kacang merah
(Phaseolus vulgaris L). Tabel 1 merupakan perbandingan kandungan gizi antara
kacang merah dan kacang kedelai.Kacang merah memiliki kadar karbohidrat
tertinggi dibanding kacang-kacangan lainnya, kadar lemak yang jauh lebih rendah
dibanding kacang kedelai dan kacang tanah, serta kadar serat yang setara dengan
kadar serat kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang tanah (Angioiet al 2010).
Kacang merah mengandung flavonoid yang baik untuk mengurangi resiko
penyakit jantung serta phytosterol yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam
darah (Lanza et al2006).
Tabel 1.Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai
Zat Gizi per 100 gram
Kacang Merah
Kacang Kedelai
Energi (kkal)
336
331
Protein (g)
23.1
34.9
Lemak (g)
1.7
18.1
Karbohidrat (g)
59.5
34.8
Kalsium (mg)
80
227
Fosfor (mg)
400
585
Besi (mg)
5.0
8.0
Vitamin A (IU)
0
110
Vitamin B1 (mg)
0,6
1.07
Air (g)
12.0
7.5
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Kacang merah tidak baik dikonsumsi mentah karena masih mengandung
beberapa senyawa antinutrisi seperti asam fitat, hemaglutinin, antitripsin, dan
goitrogen yang menghambat fungsi kelenjar tiroid.Namun jika kemampuan asam
fitat dalam mengikat ion mineral hilang, maka dihasilkan inositol dan asam fosfat
yang menjadi sumber fosfor bagi tubuh (Ekawati 1999).Selain asam fitat,
kandungan tanin pada kacang merah mentah cukup tinggi dan sebagian besar
berada pada bagian kulitnya (Astawan 2009).Pengolahan kacang merah menjadi
tempedapatmembantu mengurangi bahkan menghilangkan senyawa antinutrisi
tersebut.
2
Pengembangan tempe kacang merah masih memiliki kekurangan berupa
kadar protein yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tempe kedelai. Salah
satu upaya untuk meningkatkan kadar proteinnya adalah dengan pengecilan
ukuran kacang menjadi bentuk gritsuntuk meningkatkan luas area penetrasi
kapang ke dalam tempe.Oksigen dan dimensi ketebalan tempe juga penting untuk
diperhatikan. Pertumbuhan kapang membutuhkan oksigen yang cukup. Oksigen
yang terlalu banyak mengakibatkan metabolisme kapang terlalu cepat sehingga
panas yang ditimbulkan akan membunuh kapang tersebut (Suliantari 1996). Oleh
karena itu, pembuatan tempe harus memperhitungkan jumlah aerasi pada kemasan
dengan tepat. Dimensi ketebalan tempe berpengaruh terhadap penetrasi kapang ke
dalam tempe untuk menghasilkan miselium yang kompak (Sapuan dan Noer
2001). Tempe dengan ketebalan yang terlalu besar menyebabkan kapang tidak
dapat berpenetrasi dengan optimal sehingga miselium yang dihasilkan tidak
merata.
Penelitian ini mengembangkan tempe kacang merah dengan ukuran grits
kacang merah 10 mesh dengan perbedaan dimensi ketebalan dan persen aerasi
kemasan untuk melihat sifat fisikokimia yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses terbaik, yaitu
ketebalan dan persen aerasi kemasan dari tempe grits kacang merah berdasarkan
parameter sifat fisikokimianya.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam persiapan sampel adalah kacang merah dan air.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah cuka makan Dixie™, air,
dan laru termodifikasi. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah tempe grits
kacang merah, minyak goreng, asam sulfat pekat (H2SO4), air raksa oksida (HgO),
kalium sulfat (K2SO4), larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3, larutan asam borat jenuh
(H2BO3), larutan HCl 0.02 N, larutan NaOH 0.02 N, air destilata, indikator pp,
larutan HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim pankreatin, larutan buffer pospat, larutan
NaOH 0.5 N, natrium azida 0.005 M, larutan TCA 10%, etil eter, dan reagen
Bradford.
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan tempegrits kacang merah
adalahdiscmill, oven pengering,hammer mill, timbangan, kompor gas, panci,
ember, sendok makan, plastik, alat pelubang, dan sealer. Alat yang digunakan
dalam analisis adalah chromameter, texture analyzer, neraca analitik, oven, cawan
aluminium, gegep, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, labu Kjeldahl, labu takar,
buret, labu Erlenmeyer, pipet ukur, bulb, pipet tetes, magnetic stirrer, botol
3
semprot, mortar, alu, sentrifuse, vortex, spektrofotometer, rotary shaker, kompor
gas, dan wajan.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini memproduksi tempegrits kacang merah dengan variasi tiga
perlakuan ketebalan yaitu 1 cm, 2 cm, dan 3 cm serta persen aerasi yaitu 1%,
2.5%. dan 4%.Produk yang dihasilkan dianalisis sifat fisik meliputi rendemen,
tekstur, warna serta sifat kimia meliputi kadar protein kasar, kadar protein terlarut,
dan daya cerna protein. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pembuatan GritsKacang Merah
Pembuatan gritskacang merah diawali dengan perendaman kacang merah
kering selama 7 jam dalam air hingga muncul busa. Setelah itu dilakukan
pembilasan dan pengupasan kulit menggunakan Disc Mill.Perendaman sebelum
pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit.Kacang yang telah
dikupas lalu dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 4 jam. Setelah kering,
kacang dimasukkan dalam Hammer Mill yang telah diatur untuk menghasilkan
grits dengan ukuran 10 mesh.
Proses Pembuatan Tempe Grits Kacang Merah
Proses pembutan tempe kacang merah yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Jaisan (2013)
dengan dilakukan sedikit modifikasi.Grits kacang merah direbus selama 10 menit
kemudian ditiriskan dan didinginkan sejenak.Setelah itu, grits direndam dalam air
asam dengan takaran 1 sendok makan cuka Dixie™dalam 400 ml air selama 2
malam hingga muncul busa pada permukaan rendaman. Air asam kemudian
dibuang dan grits dibilas hingga bau asam hilang. Langkah selanjutnya adalah
pengukusan selama 10 menit lalu didinginkan hingga hangat untuk kemudian
dilakukan pelaruan dengan takaran 0.005% bobot grits kacang merah. Setelah itu,
grits dikemas dalam plastik dan diatur dimensi ketebalannya menjadi 1 cm, 2 cm,
dan 3 cm serta aerasi sebesar 1%, 2.5%, dan 4%. Pembuatan aerasi dilakukan
dengan jarum yang sebelumnya disterilkan dengan alkohol.Jumlah aerasi dihitung
sebagai berikut:
Selanjutnya, dilakukan proses fermentasi selama 36 jam pada suhu 30oC untuk
menghasilkan tempe.
Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah
Tempe yang dihasilkan dari berbaga perlakuan tersebut dianalisis sifat fisik
(rendemen, daya iris, dan warna) serta sifat kimia (kadar protein kasar, kadar
protein terlarut, dan daya cerna protein).Tempe yang menunjukkan hasil terbaik
dipilih untuk dianalisis proksimat dan penerimaan secara sensorinya.
4
Metode Analisis
Rendemen
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan
total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi. Hasil penimbangan
kemudian dibandingkan dan dihitung persentase perubahannya.
% Rendemen =
Daya Iris
Daya iris tempe diukur dengan menggunakan Texture Analyzer (TA-XT2i)
dengan probe Warner-Bratzler Blader berbentuk pisau.Probe diatur untuk
mengiris tempedengan kecepatan 1.5 mm/detik dan jarak 35 mm. Data yang
diperoleh dari alat ini adalah kerja (gs) yang menyatakan besar gaya keseluruhan
yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.
Warna(Metode Hunter)
Warna diukur dengan Minolta CR 300 Chromameter dengan menggunakan
sistem Hunter (L, a*, dan b*). Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang
memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* menyatakan warna kromatik
campuran merah dan hijau, dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +100 untuk
warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b*
menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning, dengan nilai +b* (positif)
dari 0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70
untuk warna kuning (Hunterlab 2008).
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dahulu dalam oven selama 15
menit, setelah itu cawan didinginkan dalam desikator.Cawan yang sudah kering
diambil dengan penjepit dan ditimbang beratnya.Sampel (1-2 g) dimasukkan
kedalam cawan, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 3
jam. Setelah 3 jam ambil cawan dengan penjepit lalu dinginkan dalam desikator
dan timbang.Kadar air dihitung dalam basis kering dengan persamaan sebagai
berikut :
ada ai
k
o o a an samp l
o o a an samp l s
la
Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan
kering. Tahapan analisis diawali dengan cawan porselen beserta tutupnya
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu dinginkan dalam
desikator.Setelah dingin, cawan porselen tersebut ditimbang.Sebanyak 2-3 gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kembali kemudian arangkan
terlebih dahulu di atas nyala pembakar.Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam
tanur listrik dan dipanaskan pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan
sempurna.Setelah pengabuan selesai, sampel dan cawan didinginkan di dalam
5
desikator lalu ditimbang.Kadar abu ditentukan dalam basis kering dengan
persamaan sebagai berikut :
ada a
k
o o a an
samp l s
la p n a an
o o a an
Kadar ProteinKasar (AOAC, 1995)
Kadar protein total dianalisis menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.10.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0+0.1
gram K2SO4, 40+10 ml HgO, dan 2.0+0.1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan
sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke
dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air
destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan
dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5%
Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3
jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian
0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam larutan H3BO3 kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15
ml destilat. Destilatyang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu.
Setelah diperoleh kadar protein total basis basah kemudian dihitung kadar
protein total basis kering. Kadar protein total basis kering adalah jumlah protein
dalam sampel tanpa mengukur kadar air sampel sehingga nilainya akan lebih
tinggi dibandingkan kadar protein basis basah. Diperlukan nilai kadar air basis
basah (bb) dan kadar protein basis basah (bb) untuk menentukan kadar protein
basis kering (bk).
Kadar protein (% bk) = kadar protein (bb)x 100
(100 – kadar air(bb))
Kadar Protein Terlarut(Bradford, 1976)
Analisis kadar protein terlarut menggunakan metode Bradford.Pengukuran
kadar protein terlarut dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan standar
protein. Larutan protein yang digunakan adalah Bovine Serum Albumin
(BSA).Larutan standar BSA tersebut diukur absorbansinya hingga diperoleh
kurva standar.Sebanyak 1 gram sampel digerus dan ditambah 5 ml aquades
kemudian disaring dengan tisu. Larutan diambil sebanyak 1 ml kemudian
ditambah 1 ml aquades dan 1 ml larutan TCA 10% untuk dilakukan sentrifuse
3000 rpm 25oC selama 10 menit.
Hasil sentrifuse dibuang supernatannya lalu ditambah 2 ml larutan ethyl eter
pada endapannya untuk dilakukan sentrifuse 3000 rpm 25oC selama 10 menit.
Setelah itu biarkan selama semalam pada suhu ruang hingga kering.Setelah kering
ditambahkan 4 ml H20 dan 1 ml reagen Bradford.Vortex hingga homogen lalu
tunggu 2-60 menit untuk kemudian dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 595 nm.Kadar protein ditentukan dari kurva standar BSA.
6
Daya Cerna Protein(Anderson, 1969)
Analisis daya cerna protein menggunakan metode Anderson. Sebanyak 250
mg sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml lalu ditambah 15 ml HCl 0.1 N
yang mengandung 1.5 mg enzim pepsin. Kocok dengan shaker kecepatan rendah
suhu 37oC selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg
enzim pankreatin didalam 7.5 ml buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang
mengandung natrium azida 0.005 M. Kocok dengan shaker kecepatan rendah suhu
37oC selama 24 jam lalu sentrifuse 2500 rpm selama 5 menit. Padatan disaring
dengan kertas Whitman dan dikeringkan di oven 105oC selama 2 jam lalu
ditimbang. Daya cerna protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya cerna protein (%) = Total protein – N tidak tercerna x 100
Total protein
Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Kadar lemak dianalisis dengan metode soxhlet. Sebanyak 1-2gram
contohditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25% kemudian dididihkan
selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji.Larutan tersebut
disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH
netral bila diuji dengan kertas lakmus.Kertas saring tersebut dikeringkan dalam
oven bersuhu 105°C hingga kering.Kertas saring yang telah kering dimasukkan ke
dalam selongsong dengan sumbat kapas.Selongsong tersebut kemudian
dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor
dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan
di bawahnya. Pelarut heksana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap.
Kadar Karbohidrat (Metode By Difference)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot
sampel selain air, abu, lemak dan protein.
Uji Sensori (Meilgard, 2005)
Uji sensori tempe kacang merah menggunakan uji rating hedonik pada
atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan secara keseluruhan (overall). Panelis yang
diambil responnya adalah panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang.Tempe
digoreng dahulu sebelum disajikan Tempe goreng disajikan dalam wadah,
kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan
adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),
netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah
Penampakan tempegrits kacang merah
Tempe grits kacang merah yang diinginkan adalah tempe yang berbentuk
kompak dan miselium yang terbentuk menutupi seluruh permukaan secara merata.
Pertumbuhan miselium kapang dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan,
viabilitas laru, suhu, serta pH (de Reu et al. 1993).Berdasarkan foto pada Tabel 2
terlihat bahwa seluruh permukaan sampel tertutupi oleh miselium kapang.Aerasi
yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga
pertumbuhan-nya terhambat.Namun ketika aerasi terlalu banyak, kapang tumbuh
dengan cepat dan terjadi sporulasi yang tidak dikehendaki dalam pembuatan
tempe (Kovac dan Raspor 1997).
Tabel 2.Penampakan tempegrits kacang merah
Aerasi Ketebalan
Foto
(%)
(cm)
Keterangan
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
1
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits
namun tidak banyak.
1
2
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium terlihat tipis
menutup permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk
kurang kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
2.5
1
Tempe yang terbentuk
kompak
8
Aerasi Ketebalan
(%)
(cm)
2
Foto
Keterangan
Miselium hampir menutup
seluruh permukaan grits,
namun penampakannya tidak
lebat.
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium tipis terlihat
menutupi permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk cukup
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
1
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutup hampir
seluruh permukaan grits.
4
2
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk cukup
kompak.
Perlakuan ketebalan dan persen aerasi menghasilkan tempe grits kacang
merah dengan pertumbuhan miselium dan kekompakan yang berbeda. Tempe
grits kacang merah terbaik diperoleh dengan ketebalan 1 cm pada semua
perlakuan persen aerasi karena miselium menutupi hampir seluruh permukaan
grits dan tempe yang terbentuk kompak. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan 1
cm merupakan ketebalan yang terbaik dalam pembuatan tempe grits kacang
merah. Produk dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm menghasilkan tempe yang kurang
kompak karena dimensi ketebalan yang terlalu besar menyebabkan kapang tidak
dapat berpenetrasi dengan baik sehingga pertumbuhan miselium kurang merata.
9
Rendemen
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan
total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi.Gambar 1
memperlihatkangrafik hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan
rendemen tempe grits kacang merah.Rendemen terbesar diperoleh pada sampel
tempe dengan dimensi ketebalan 1cm dengan persen aerasi 1% dan sampel tempe
dengan dimensi ketebalan 2cm dengan persen aerasi 1% sebesar 95%. Selama
fermentasi, laru menumbuhkan miselium kapang pada grits kacang merah yang
mengikat setiap kotiledon grits kacang merah dan merupakan biomassa sumber
protein (Khan et al. 2009). Selama proses fermentasi juga terjadi penetrasi
miselium kapang ke dalam bagian kacang untuk selanjutnya menyelimuti kacang
(Shurtleff dan Aoyagi 1979). Pertumbuhan miselium inilah yang menyebabkan
perubahan bobot tempe.
Rendemen (%)
100
80
60
1 cm
40
2 cm
20
3 cm
0
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 1.Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan
ketebalan.Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Rendemen tempe grits kacang merah juga dipengaruhi oleh perlakuan
persen aerasi. Hal ini terlihat dari sampel dengan persen aerasi terbesar yaitu 4%
memiliki rendemen yang terendah yaitu 93% pada sampel dengan dimensi
ketebalan 1 cm, 94% pada sampel dengan dimensi ketebalan 2 cm, dan 94% pada
sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm. Jumlah aerasi yang besar tersebut
menyebabkan penguapan air yang terjadi lebih besar sehingga mempengaruhi
perubahan bobot tempe dan menghasilkan tempe dengan rendemen yang lebih
rendah. Tempe grits kacang merah memiliki rendemen yang lebih besar
dibandingkan tempe kacang merah utuh (90%)(Munirah 2013). Hal ini terjadi
karena luas permukaan tempe grits kacang merah lebih besar sehingga miselium
kapang dapat berpenetrasi ke area yang lebih luas dan menghasilkan miselium
yang lebih kompak.
10
Kerja (g s)
Tekstur
Sifat yang ingin diketahui dari tekstur tempe grits kacang merah yang
dihasilkan adalah daya iris.Pengukuran tekstur berupa daya iris tempe grits
kacang merah perlu dilakukan untuk melihat kemudahan produk untuk dilakukan
pengirisan ketika dilakukan proses pengolahan. Gambar 2 menunjukkan nilai daya
iris tempe grits kacang merah sebagai akibat perlakuan ketebalan dan persen
aerasi. Nilai daya iris berkisar 10088.8-14429.0 gs.Nilai ini menunjukkan
resistensi produk dan kemudahan untuk dilakukan pengirisan (Park et al.
1994).Semakin tinggi nilainya berarti semakin sulit untuk dilakukan pengirisan.
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
1 cm
2 cm
3 cm
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 2.Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Daya iris juga dipengaruhi oleh kekompakan miselium yang terbentuk
dimana semakin kompak miselium maka nilai kerja semakin besar dan lebih sulit
untuk dilakukan pengirisan. Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak
mempengaruhi daya iris tempe grits kacang merah. Data di atas juga
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang dihasilkan antar perlakuan
ketebalan dan persen aerasi. Tempe grits kacang merah memiliki luas area yang
lebih besar bila dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sebesar 5508 gs
(Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pengecilan ukuran kacang merah
mempengaruhi daya iris tempe yang dihasilkan. Tempe grits kacang merah
menghasilkan tempe dengan miselium yang lebih kompak dibandingkan dengan
tempe kacang merah utuh sehingga lebih sulit untuk dilakukan pengirisan.
Warna
Pengukuran warna perlu dilakukan karena penerimaan konsumen terhadap
tempe dipengaruhi oleh warna tempe yang dihasilkan, terutama warna putih pada
permukaan tempe
yang dihasilkan dari miselium tempe
yang
terbentuk.Pengukuran dilakukan pada permukaan tempe untuk melihat warna
yang dominan pada tempe grits kacang merah. Gambar 3, 4 dan 5 berturut-turut
menunjukkan pengaruhperlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan nilai L,
a*,dan b*.
11
80.00
Nilai L
60.00
40.00
1 cm
20.00
2 cm
0.00
3 cm
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
Gambar 3.Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Nilai a
15.00
10.00
1 cm
5.00
2 cm
0.00
3 cm
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
Gambar4.Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Nilai b
30.00
20.00
1 cm
10.00
2 cm
0.00
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
3 cm
Gambar 5.Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Seluruh sampel menghasilkan warna akromatik putih dengan kisaran 53.29
hingga 71.54 dimana sampel yang paling menghasilkan warna akromatik putih
adalah sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% (Gambar 3).
Warna putih tersebut berasal dari miselium kapang yang menyelimuti seluruh
permukaan tempe (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tempe grits kacang merah
memiliki warna akromatik putih yang lebih tinggi dibandingkan tempe kacang
merah utuh (57.17) (Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits
kacang merah menghasilkan miselium berwarna putih yang lebih kompak
dibanding tempe kacang merah utuh.
12
Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik
dominan merah dengan nilai positif kisaran 1.03 hingga 13.06 dimana sampel
dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 4% memiliki nilai a* tertinggi
(Gambar 4). Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik
dominan kuning dengan nilai positif kisaran 10.02 hingga 19.88 dimana sampel
dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% memiliki nilai b* tertinggi
(Gambar 5).Tempe kacang merah utuh juga memiliki warna kromatik merah dan
kuning (Munirah 2013) sehingga perlakuan pengecilan ukuran tidak
mempengaruhi warna tempe yang dihasilkan. Perlakuan ketebalan mempengaruhi
nilai a* dan b* tempe grits kacang merah dimana semakin meningkatnya
ketebalan maka nilai a* dan b* semakin besar.
Berdasarkan Tabel 2,meningkatnya ketebalan tempe menghasilkan tempe
dengan miselium yang menurun kekompakannya sehingga grits kacang merah
tidak tertutup sempurna. Hal ini terlihat pada nilai a* dan b* yang semakin
meningkat seiring meningkatnya ketebalan karena warna kromatik merah dan
kuning berasal dari grits kacang merah yang belum tertutup sempurna oleh
miselium kapang yang berwarna putih.
Kadar Protein Kasar
Pengukuran kadar protein kasar perlu dilakukan karena produk tempe
dikenal sebagai produk pangan sumber protein. Kadar protein yang diperoleh
merupakan kadar protein basis kering setelah diketahui kadar protein basis basah
dan kadar air tempe grits kacang merah.Gambar 6 merupakan grafik hubungan
perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein kasar.
40
Kadar protein (%)
35
30
25
20
1 cm
15
2 cm
10
3 cm
5
0
1%
2.5%
4%
kontrol 1
kontrol 2
Aerasi (%)
Gambar 6.Kadar protein kasar basis kering (%) tempegrits kacang merah pada
tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol 1 merupakan tempe kacang
kedelai dan kontrol 2 merupakan tempe kacang merah.
Kadar protein kasar seluruh sampel berada pada kisaran 28.33-35.43%
(Gambar 6).Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar protein adalah
aktivitas proteolitik dari miselium kapang serta hilangnya beberapa komponen
terlarut seperti mineral dan gula dari biji kacang (Bavia et al.2012). Perlakuan
ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap kadar protein kasar. Hal
13
ini terlihat dari kadar protein semua sampel yang relatif sama. Meskipun demikian,
Tabel 2 memperlihatkan bahwa tempe grits kacang merah dengan ketebalan 1 cm
memiliki miselium yang lebih kompak dibanding perlakuan ketebalan yang lain
sehingga terlihat dari data bahwa kadar protein kasar tempe dengan perlakuan
ketebalan 1 cm nilainya relatif lebih tinggi dibanding perlakuan ketebalan yang
lain.Pembuatan tempe dari grits kacang merah ternyata mampu meningkatkan
kadar protein kasar dari kacang merah hingga melebihi kadar protein kasar tempe
kedelai sebesar 18.30% (Depkes 1996). Perlakuan pembuatan grits juga
meningkatkan kadar proteinkasar pada tempe yang dihasilkan jika dibandingkan
dengan tempe kacang merah utuh sebesar 24.32% (Munirah 2013).Hal ini terjadi
karena luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan
aktivitas proteolitik dari miselium kapang.
Kadar protein terlarut
Pengukuran kadar protein terlarut perlu dilakukan untuk menunjukkan
jumlah protein yang mudah dicerna oleh tubuh karena berbentuk oligopeptida dan
kemampuan protein larut di dalam air sehingga protein akan mudah dicerna
(Purwoko dan Noor 2007). Gambar 7 memperlihatkan hubungan perlakuan
ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein terlarut.
Kadar Protein Terlarut
(%)
35
30
25
20
1cm
15
2cm
10
3cm
5
0
1%
2.50%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 7.Kadar protein terlarut (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh
Berdasarkan data yang diperoleh, kadar protein terlarut seluruh sampel
berada pada kisaran 7.53 hingga 26.40%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan
kadar protein terlarut adalah aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang
menguraikan protein menjadi asam amino sehingga nitrogen terlarutnya semakin
meningkat selama fermentasi (Susi 2012). Selain itu, terjadi peningkatan jumlah
N yang larut air dan padatan larut air sehingga menyebabkan kadar protein terlarut
meningkat. Perlakuan ketebalan mempengaruhi kadar protein terlarut tempe grtis
kacang merah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar protein terlarut
menurun seiring dengan meningkatnya ketebalan. Hal ini terjadi karena ketebalan
yang terlalu besar mempersulit penetrasi miselium kapang ke dalam grits
sehingga menyebabkan miselium yang dihasilkan tidak kompak dan penguraian
protein selama fermentasi menjadi tidak maksimal. Perlakuan pembuatan grits
14
juga meningkatkan kadar protein terlarut. Data menunjukkan bahwakadar protein
terlarut tempe grits kacang merah lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe
kacang merah utuh sebesar 21.48% (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena luas
permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan aktivitas
proteolitik dari miselium kapang untuk menguraikan protein selama fermentasi.
Daya Cerna Protein (%)
Daya Cerna Protein
Pengukuran daya cerna protein perlu dilakukan karena menunjukkan
kemampuan enzim protease untuk mencerna protein.Semakin tinggi daya cerna
protein maka protein tersebut dapat dihidrolisis menjadi asam-asam amino dengan
baik sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh
tinggi (Pellet dan Young 1980).Gambar 8 merupakan grafik hubungan perlakuan
ketebalan dan persen aerasi dengan daya cerna protein tempegrits kacang
merah.Daya cerna protein seluruh sampel berada pada kisaran 84.26 hingga
88.60%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan daya cerna protein adalah
aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang menguraikan protein menjadi
fragmen-fragmen yang lebih mudah larut air selama proses fermentasi (Steinkraus
1983). Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya
cerna protein tempe grits kacang merah. Hal ini terlihat dari nilai daya cerna
protein semua sampel yang relatif sama. Perlakuan pembuatan tempe dari grits
kacang merah ternyata mampu meningkatkan daya cerna protein dibanding tempe
kedelai sebesar 81.04% (Nurhidajah 2009).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 cm
2 cm
3 cm
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi (%)
Gambar 8.Daya cerna protein (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang kedelai.
Penentuan Sampel Terbaik
Perlakuan pembuatan tempe grits kacang merah terbaik ditentukan
berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia yang telah dijelaskan di atas.
Parameter yang dipengaruhi oleh perlakuan ketebalan dan persen aerasi adalah
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut (Tabel
3).Berdasarkan parameter tersebut, diperoleh dua sampel terbaik yaitu tempe grits
kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% serta tempe grits kacang
merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 2.5%. Penentuan sampel terbaik juga
mengacu pada kemudahan dalam memproduksi sehingga sampel tempe grits
15
kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% dipilih sebagai sampel
terbaik untuk dilakukan karakterisasi dengan analisis proksimat dan analisis
sensori.
Tabel 3.Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah
Analisis
Kisaran nilai
Dipengaruhi oleh perlakuan
Penampakan
Rendemen
Daya iris
Warna
Protein kasar
Protein terlarut
Daya cerna protein
0.93 – 0.95
10088.8 gs - 14429.0 gs
Kuning dan merah
28.33 - 35.43%
7.53 - 26.40%
84.26-88.60%
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah Terbaik
Kandungan Proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada sampel tempe grits kacang merah
denganketebalan 1 cm dan aerasi 1%. Analisis yang dilakukan meliputi analisis
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Hasil
yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4.Hasil analisis proksimat sampel tempe grits
kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%)
Analisis
Hasil (%)
Kadar air (bk)
71.58
Kadar abu (bk)
0.42
Kadar lemak (bk)
0.18
Kadar protein (bk)
40.75
Kadar karbohidrat (bk)
16.24
Kadar air tempe lebih tinggi dibandingkan kadar air kacang merah sebesar
12% (Depkes 1992). Peningkatan kadar air dipengaruhi oleh proses perebusan dan
perendaman karena terjadi peningkatan kadar air kacang merah pada kedua proses
tersebut. Peningkatan kadar air juga dipengaruhi oleh proses fermentasi karena
selama 24 jam pertama proses fermentasi, air akan keluar dari tempe sehingga
terjadi penurunan kadar air tetapi pada jam-jam berikutnya sampai waktu
fermentasi selesai terjadi lagi peningkatan kadar air karena air tersebut diserap
lagi oleh kacang (Syarief et al. 1999).
Kadar lemak dan karbohidrat tempe lebih rendah dibandingkan kadar lemak
dan karbohidrat kacang merah sebesar 1.7% dan 59% (Depkes 1992). Hal ini
terjadi karena selama proses fermentasi lemak terhidrolisis oleh enzim lipase yang
16
ada pada kapang tempe menjadi molekul yang lebih kecil yang larut air sehingga
menurunkan kadar lemak (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Selain itu, selama proses
fermentasi senyawa karbohidrat kompleks diubah menjadi molekul yang lebih
sederhana seperti gula monosakarida sehingga kadar karbohidrat tempe menurun
(Dwianingsih 2010).
Perlakuan pembuatan grits mempengaruhi kadar lemak dan karbohidrat
tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki kadar lemak dan
karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 3.68% dan 22.79% (Munirah 2013). Hal ini
terjadi karena perlakuan pembuatan grits meningkatkan luas permukaan kacang
merah sehingga luas area penetrasi kapang ke dalam tempe dan aktivitas
pemecahan lemak dan karhodirat menjadi molekul sederhana juga meningkat.
Mutu Sensori
Uji sensori dilakukan padasampel tempe grits kacang merah dengan
ketebalan 1 cm dan aerasi 1% menggunakan uji rating hedonik. Uji rating hedonik
dilakukan untuk mengukur penerimaan konsumen terhadap sampel berdasarkan
kesukaan dari tiap karakteristik uji mulai dari sangat tidak suka hingga sangat
suka.Hasil analisis sensori ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis sensorisampel tempe grits
kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%)
Karakteristik uji
Hasil rerata
Warna
5.0
Aroma
3.9
Tekstur
3.6
Rasa
2.5
Overall
3.2
Tempe grits kacang merah hanya diterima konsumen untuk atribut warna.
Aroma dan tekstur tempe grits kacang merah agak tidak disukai oleh konsumen.
Rasa tempe grits kacang merah tidak disukai oleh konsumen. Hal ini terjadi
karena tekstur tempe grits kacang merah yang lebih keras daripada tempe kacang
kedelai yang biasa dikonsumsi menyebabkan ketidaksukaan konsumen terhadap
produk ini. Selain itu, rasa kacang merah yang berbeda dengan kacang kedelai
yang biasa dikonsumsi sehari-hari menyebabkan konsumen tidak menyukai rasa
dari tempe grits kacang merah. Keseluruhan atribut menggambarkan bahwa
konsumen agak tidak suka terhadap karakteristik sensori tempe grits kacang
merah.
Perlakuan pembuatan grits juga mempengaruhi karakteristik uji sensori
tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki hasil yang lebih baik
dibanding tempegrits kacang merah pada uji rasa dengan nilai 4.2 dan 4.1 secara
overall (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena penampakan tempe kacang merah
utuh menyerupai tempe kedelai pada umumnya sehingga konsumen lebih
menyukai tempe kacang merah utuh
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ketebalan dan aerasi yang berbeda dalam pembuatan tempe grits kacang
merah mempengaruhipenampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein
terlarut tempe grits kacang merah. Tempe terbaik diperoleh dengan dimensi
ketebalan 1 cm dan aerasi 1% karena memberikan hasil yang terbaik pada analisis
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut serta dalam
kemudahan memproduksi.Tempe dari grits kacang merah dapat meningkatkan
kadar proteindan mengurangi kadar lemak.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mmperbaiki teknik pengemasan
tempesehingga meningkatkan umur simpan tempe grits kacang merah. Penelitian
juga menunjukkan tekstur tempe masih terlalu keras, sehingga perlu upaya untuk
memperbaikinya. Waktu perendaman dan pemasakan tempe dapat dioptimasi lagi
untuk dapat menghasilkan tekstur tempe yang lebih baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995.Official Methods of
Analysis.16th ed. Arlington : AOAC.
[BPS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Produksi Sayuran di Indonesia, 19972012.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id
_subyek=55¬ab=70[Internet]. 10 Juni 2013
[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 3144-2009. Tempe Kedelai.
Jakarta(ID): Badan Standar Nasional.
[BSN]. Badan Standar Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standar Nasional.
[Depkes]. Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta (ID) : Bhartara Karya Aksara.
Angioi S, Rau D, Attene G, Nanni L, Bellucci E, Logozzo G, Negri V,
Spagnoletti, Zeuli P, and Papa R. 2010. Beans in Europe: origin and
structure of the European landraces of Phaseolus vulgaris L. TAG
Theoretical and Applied Genetics., 121(5), 829-843.
Astawan, M.2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, dan Panizzi MC.
2012. Chemical Composition of Tempeh from Soybeans Cultivars Specially
Developed for Human Comsuption. Sci.Technol. Aliment. 32(3):613-620.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method of the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding.
Journal of Analytical Biochemistry 76: 248-254.
De Reu JC, Zwietering MH, Rombouts FM, Nout MJR. 1993. Appl. Microniol.
Bioechnol. 40:261-265
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Kandungan Gizi Kacang.
Jakarta(ID): Departemen Kesehatan RI.
Dwianingsih EA. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi
bahan baku kedelai atau beras dan penambahan angkak serta variasi lama
fermentasi. Skripsi. Surakarta (ID):Universitas Negeri Sebelas Maret.
Ekawati D. 1999. Pembuatan cookies dari tepung kacang merah (Phaseolus
vulgaris
L)
sebagai
makanan
pendamping
ASI
(MP-ASI)
[skripsi].Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Hunterlab. 2008.Hunterlab Applications Note. USA : Hunter Associates
Laboratory.
Jaisan C. 2013. Optimizing of fermentation process of red bean tempe [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
19
Khan et al. 2009.Production of fungal single cell protein using Rhizopus
oligosporus grown on fruit waste.Biological Forum – An International
Journal, 1(2):32-39.
Kovac B, Raspor P. 1997. The Use of The Mould Rhizopus oligosporus in Food
Production.Food Technol. Biotechnol. 35(1):65-73.
Lanza E, Hartman TJ, Albert PS, Shields R, Slattery M, Caan B, Paskett E, Iber F,
Kikendall JW, Lance P, Daston C, and Schatzkin A. 2006. High dry bean
intake and reduced risk of advanced colorectal adenoma recurrence among
participants in the polyp prevention trial.Journal of Nutrition. 136:18961903.
Marsiela
A.
2012.
Kedelai,
Potret
Ketakberdayaan
http://www.suarapembaharuan.com/ekonomidanbisnis/kedelaipotretketakberdayaannegara/22868[Internet]. 12 Juni 2013.
Negara.
Meilgard M. 2005. Sensory Evaluation Techniques 2nd edition. USA: CRC Press
Inc.
Nurhidajah. 2009. Daya terima dan kualitas protein invitrotempe kedelai yang
diolah dengan suhu tinggi. Tesis. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Park JW, Aristippos G, Alice HB, Curtis LW, Robert FT. 1994. Water Favor
Permeability on Soy Protein Isolate Film.Journal of Industrial Crops and
Products.2(1):189-195.
Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo: The
United Nation University.
Purwoko T dan Noor SH. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi
moromi hasil fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas.
8(2): 223-227.
Rosalina.
2011.
Swasembada
Kedelai
Terancam
Gagal.
http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/swasembadakedelai-terancam-gagal[Internet]. 12 Juni 2013
Sapuan dan Noer S. 2001.The Complete Handbook of Tempe: The Unique
Fermented Soyfood of Indonesia 2nd ed. Jonathan A, editor. Singapore
(SG): American Soybean Association Southeast Asia Regional Office.
Shurtleff W dan Aoyagi A. 1979.The Book of Tempeh. New York (US): Harper &
Row.
Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York:
Marcel Dekker Inc.
20
Suliantari. 1996. Modul Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe :
Prosedur Pembuatan Tempe. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor.
Susi. 2012. Komposisi kimia dan asam amino pada tempe kacang nagara (Vigna
unguiculata ssp. Cylindrica). Jurnal Agroscientiae 19 (1): 28-36.
Syarief R, Joko H, Haryadi P, Wiraatmaja S, Suliantari, Syah D, Suyatman NE,
Saragih P, Ariasasmita JH, Kuswandari I, dan Astuti M. 1999. Wacana
Tempe Indonesia. Surabaya
Munirah WE. 2013.Effect of different aeration area and thickness on
physicochemical properties of red kidney beans tempeh.Skripsi. Selangor
(MAL) : UiTM
21
Lampiran 1.Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah
Titrasi
Kadar protein
Sampel Ulangan Berat sampel (g)
Rerata
(ml)
%)
1 cm
1
0.0578
3.8
10.81
1%
10.86
2
0.0607
4.0
10.90
1 cm
1
0.0593
3.9
10.84
2,5%
10.85
2
0.0609
4.0
10.86
1 cm
1
0.0626
3.5
9.10
4%
9.01
2
0.0906
4.8
8.92
2 cm
1
0.0859
5.1
10.05
9.94
1%
2
0.0617
3.7
9.83
2 cm
1
0.0558
3.6
10.54
2,5%
9.82
2
0.0626
3.5
9.10
2 cm
1
0.0921
5.7
10.57
4%
10.52
2
0.0562
3.6
10.46
3 cm
1
0.0703
4.4
10.45
1%
10.19
2
0.0704
4.2
9.92
3 cm
1
0.0746
4.4
9.23
9.73
2,5%
2
0.0539
3.4
10.23
3cm
1
0.0689
4.4
10.67
4%
10.32
2
0.0824
4.9
9.97
22
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Lampiran 2.Hasil uji rating hedonik
Warna Aroma Tekstur Rasa
Overall
4
3
4
2
4
5
6
5
3
4
4
1
6
1
2
6
2
2
2
3
5
3
4
3
3
2
1
3
1
2
5
2
3
2
3
5
4
6
4
5
4
4
3
2
3
4
5
3
2
4
5
4
4
3
3
4
5
3
4
4
6
5
6
4
5
5
3
2
1
2
3
5
1
1
1
4
3
5
6
5
7
7
5
4
5
4
4
3
2
2
6
2
2
2
2
3
1
3
2
2
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
6
6
5
2
3
6
5
1
2
2
4
6
6
5
5
6
4
5
3
4
6
4
3
2
5
6
6
2
2
2
4
3
3
2
3
6
5
3
3
4
6
3
4
2
3
5
5
4
4
3
6
6
6
2
3
6
5
3
2
4
6
5
2
1
2
4
4
4
1
2
6
5
6
3
5
6
4
5
5
5
6
4
6
1
2
6
4
3
3
3
5
4
3
2
3
6
5
6
2
3
23
Panelis Warna Aroma Tekstur Rasa
Overall
43
4
3
4
3
4
44
4
3
3
2
2
45
4
5
2
1
1
46
6
3
6
2
5
47
6
3
4
6
5
48
5
5
4
2
3
49
3
2
1
1
2
50
4
6
3
2
3
51
6
5
4
2
3
52
7
4
4
3
5
53
6
3
2
2
2
54
6
2
3
2
3
55
5
3
2
2
3
56
4
3
3
4
3
57
3
3
3
2
3
58
6
7
4
4
5
59
6
5
6
3
3
60
6
6
2
1
2
61
5
6
3
2
3
62
3
3
3
2
2
63
5
4
3
2
2
64
7
2
2
1
2
65
2
2
1
1
1
66
6
4
4
4
5
67
6
6
7
3
4
68
6
5
5
6
5
69
5
4
5
3
4
70
5
1
1
1
2
Keterangan :
1 : sangat tidak suka
2 : tidak suka
3 : agak tidak suka
4 : netral
5 : agak suka
6 : suka
7 : sangat suka
24
RIWAYAT HIDUP
Alexander Tommy Wicaksono lahir di Jakarta pada tanggal 18
Juni 1992 dari pasangan Mulyanto Antonius dan Emi
Subrata.Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara.Penulis memulai jenjang pendidikan dari TK
Bunda Hati Kudus Jakarta Barat (1996-1998) kemudian
meneruskan pendidikan di SD Bunda Hati Kudus Jakarta Barat
(1998-2004), SMP Bunda Hati Kudus Jakarta Barat (20042007) dan SMA Negeri 78 Jakarta (2007-2010). Setelah lulus
meneruskan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2010-2014).
Selama menempuh pendidikan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan nonakademik yang bersifat organisasi
KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA
TEMPE GRITS KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Ketebalan
dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.)”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Alexander Tommy Wicaksono
NIM F24100055
ABSTRAK
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi
terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris
L.).Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ANTUNG SIMA FIRLIEYANTI.
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia dan terutama digunakan sebagai bahan bakuuntuk pembuatan
tempe. Namun kacang kedelai tersebut sebagian besar dipenuhi dari impor. Agar
ketergantungan terhadap kedelai dapat dikurangi, maka pembuatan tempe perlu
memanfaatkan jenis kacang-kacangan lokal yang tersedia dan dapat
dibudidayakan dengan baik di Indonesia. Salah satu jenis kacang yang potensial
adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L).Penelitian ini mengembangkan
tempe kacang merah, terutama dalam bentuk grits kacang merah berukuran 10
meshdengan tujuan untuk memperbaiki karakteristik tempe yang dihasilkan
terutama kandungan proteinnya. Pengaruh ketebalan tempe(1, 2, dan 3 cm) serta
persen aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) terhadap sifat fisikokimia tempe grits kacang
merah dijadikan sebagai perlakuan untuk diamati pengaruhnya. Bentuk grits
mempengaruhi tempe yang dihasilkan, yaitu dapat meningkatkan kadar protein
dan mengurangi kadar lemak. Ketebalan dan aerasi yang berbeda mempengaruhi
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut tempe grits
kacang merah. Kombinasi perlakuan (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%) memberikan
tempe yang terbaik berdasarkan parameter penampakan, rendemen, warna
kromatik, kadar protein terlarut dan kemudahan untuk diproduksi.
Kata kunci: Tempe, kacang merah, protein terlarut, persen aerasi
ABSTRACT
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO.Effect of Different Thickness and
Aeration Area on Physicochemical Properties of Red Kidney Beans (Phaseolus
vulgaris L) Tempeh.Supervised by FERI KUSNANDAR and ANTUNG SIMA
FIRLIEYANTI.
Soybeans are the main source of vegetable protein for most inhabitants of
Indonesia and mainly used as raw material for making tempeh. However,
soybeans are largely filled from imports. In order to reduce the dependence of
soybeans, the tempeh making needs to make use of local type beans that available
and can be cultivated in Indonesia. One potential beans is red kidney beans
(Phaseolus vulgaris L.). This research develops red kidney beans tempeh, mainly
in the form of red kidney beans-sized 10 mesh grits with the aim to improve the
characteristics of resulting tempeh especially the protein content. Effect of
different thickness (1 cm, 2 cm, and 3 cm) and areation area (1%, 2.5%, and 4%)
on physicochemical of red kidney beans tempeh used as treatment for observed
the effects. The form of grits affects the resulting tempeh, which can increase
protein content and decrease fat content.The different thickness and aeration area
affects the appearance, yield, chromatic colour, and dissolved protein content of
red kidney beans tempeh. Treatment combination (1 cm of thickness and 1% of
aeration area) provides the best tempeh based on parameters of appearance, yield,
chromatic colour, dissolved protein content, and ease to be produced.
Keywords : Tempeh, red kidney beans, dissolved protein, aeration area
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI
KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA TEMPE GRITS
KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
ALEXANDER TOMMY WICAKSONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Penelitian dengan judul
“Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)”dilaksanakanpada Juli 2013 hingga Mei
2014.Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
dan Ibu Antung Sima Firlieyanti, S.TP, M.Sc selaku dosen pembimbing serta
Bapak Dr. Ir, Eko Hari Purnomo, M.Sc selaku dosen penguji, atas bimbingannya
selama penelitian ini berlangsung. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada
teman-teman satu kelompok penelitian kacang merah, Vega Widya Karisma,
Isnaini Ayu Lestari, Lulu Maknun, Dewi Ratna Sari, Andini Giwang Kinasih, dan
Barli Abiyoga atas segala kebersamaan, kerjasama dan bantuannya selama
berlangsungnya penelitian ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada seluruh teknisi laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER serta staf UPTD
ITP dan Mba Tika atas segala pengetahuan, bimbingan, dan bantuan yang telah
diberikan selama penelitian ini berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,ibu,dan seluruh
keluarga atas doa dan dukungannya. Tidak lupa juga ucapan terima kasih
ditujukan kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik IPB dan Ilmu
Teknologi Pangan angkatan 47 khususnya teman-teman Qobs atas bantuan dan
kebersamaannya selama ini.
Penulis mengharapkan segala masukan dan kritik yang membangun karena
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan terutama untuk perkembangan teknologi
pangan. Terima kasih.
Bogor, Juli2014
Alexander Tommy Wicaksono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Tahapan Penelitian
3
Metode Analisis
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi tempe grits kacang merah
Karakterisasi tempe grits kacang merah perlakuan terbaik
SIMPULAN DAN SARAN
7
7
15
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai
Penampakan tempe grits kacang merah
Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah
Hasil Analisis Proksimat sampel tempe grits kacang merah dengan
dimensi ketebalan 1 cm dan aerasi 1%
Hasil Uji Sensorisampel tempe grits kacang merah dengan dimensi
ketebalan 1 cm dan aerasi 1%
1
7
15
15
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan
ketebalan
Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan
Kadar protein basis kering (%) tempe grits kacang merah pada
tingkat aerasi dan ketebalan
Kadar protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada tingkat
aerasi dan ketebalan
Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan
9
10
11
11
11
12
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah
2 Hasil uji rating hedonik
21
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai
2.2 juta ton. Berdasarkan data BPS (2012), produksi kedelai tahun 2012 mencapai
783.16 ribu ton biji kering (29% dari total kebutuhan kedelai nasional). Untuk
memenuhi sisa 71% kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia mengimpor 2.09
juta ton kedelai (Marsiela 2012).Sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia
diolah menjadi tempe dengan jumlah mencapai 1.2 juta ton/tahun (Rosalina
2011).Tempe merupakan hasil olahan berbasis kacang kedelai yang diperoleh
melalui proses fermentasi menggunakan kultur kapang Rhizopus(SNI 3144:2009).
Tingginya impor kacang kedelai Indonesia mendorong pemanfaatan kacangkacangan jenis lain sebagai bahan baku tempe, salah satunya adalah kacang merah
(Phaseolus vulgaris L). Tabel 1 merupakan perbandingan kandungan gizi antara
kacang merah dan kacang kedelai.Kacang merah memiliki kadar karbohidrat
tertinggi dibanding kacang-kacangan lainnya, kadar lemak yang jauh lebih rendah
dibanding kacang kedelai dan kacang tanah, serta kadar serat yang setara dengan
kadar serat kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang tanah (Angioiet al 2010).
Kacang merah mengandung flavonoid yang baik untuk mengurangi resiko
penyakit jantung serta phytosterol yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam
darah (Lanza et al2006).
Tabel 1.Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai
Zat Gizi per 100 gram
Kacang Merah
Kacang Kedelai
Energi (kkal)
336
331
Protein (g)
23.1
34.9
Lemak (g)
1.7
18.1
Karbohidrat (g)
59.5
34.8
Kalsium (mg)
80
227
Fosfor (mg)
400
585
Besi (mg)
5.0
8.0
Vitamin A (IU)
0
110
Vitamin B1 (mg)
0,6
1.07
Air (g)
12.0
7.5
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Kacang merah tidak baik dikonsumsi mentah karena masih mengandung
beberapa senyawa antinutrisi seperti asam fitat, hemaglutinin, antitripsin, dan
goitrogen yang menghambat fungsi kelenjar tiroid.Namun jika kemampuan asam
fitat dalam mengikat ion mineral hilang, maka dihasilkan inositol dan asam fosfat
yang menjadi sumber fosfor bagi tubuh (Ekawati 1999).Selain asam fitat,
kandungan tanin pada kacang merah mentah cukup tinggi dan sebagian besar
berada pada bagian kulitnya (Astawan 2009).Pengolahan kacang merah menjadi
tempedapatmembantu mengurangi bahkan menghilangkan senyawa antinutrisi
tersebut.
2
Pengembangan tempe kacang merah masih memiliki kekurangan berupa
kadar protein yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tempe kedelai. Salah
satu upaya untuk meningkatkan kadar proteinnya adalah dengan pengecilan
ukuran kacang menjadi bentuk gritsuntuk meningkatkan luas area penetrasi
kapang ke dalam tempe.Oksigen dan dimensi ketebalan tempe juga penting untuk
diperhatikan. Pertumbuhan kapang membutuhkan oksigen yang cukup. Oksigen
yang terlalu banyak mengakibatkan metabolisme kapang terlalu cepat sehingga
panas yang ditimbulkan akan membunuh kapang tersebut (Suliantari 1996). Oleh
karena itu, pembuatan tempe harus memperhitungkan jumlah aerasi pada kemasan
dengan tepat. Dimensi ketebalan tempe berpengaruh terhadap penetrasi kapang ke
dalam tempe untuk menghasilkan miselium yang kompak (Sapuan dan Noer
2001). Tempe dengan ketebalan yang terlalu besar menyebabkan kapang tidak
dapat berpenetrasi dengan optimal sehingga miselium yang dihasilkan tidak
merata.
Penelitian ini mengembangkan tempe kacang merah dengan ukuran grits
kacang merah 10 mesh dengan perbedaan dimensi ketebalan dan persen aerasi
kemasan untuk melihat sifat fisikokimia yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses terbaik, yaitu
ketebalan dan persen aerasi kemasan dari tempe grits kacang merah berdasarkan
parameter sifat fisikokimianya.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam persiapan sampel adalah kacang merah dan air.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah cuka makan Dixie™, air,
dan laru termodifikasi. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah tempe grits
kacang merah, minyak goreng, asam sulfat pekat (H2SO4), air raksa oksida (HgO),
kalium sulfat (K2SO4), larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3, larutan asam borat jenuh
(H2BO3), larutan HCl 0.02 N, larutan NaOH 0.02 N, air destilata, indikator pp,
larutan HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim pankreatin, larutan buffer pospat, larutan
NaOH 0.5 N, natrium azida 0.005 M, larutan TCA 10%, etil eter, dan reagen
Bradford.
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan tempegrits kacang merah
adalahdiscmill, oven pengering,hammer mill, timbangan, kompor gas, panci,
ember, sendok makan, plastik, alat pelubang, dan sealer. Alat yang digunakan
dalam analisis adalah chromameter, texture analyzer, neraca analitik, oven, cawan
aluminium, gegep, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, labu Kjeldahl, labu takar,
buret, labu Erlenmeyer, pipet ukur, bulb, pipet tetes, magnetic stirrer, botol
3
semprot, mortar, alu, sentrifuse, vortex, spektrofotometer, rotary shaker, kompor
gas, dan wajan.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini memproduksi tempegrits kacang merah dengan variasi tiga
perlakuan ketebalan yaitu 1 cm, 2 cm, dan 3 cm serta persen aerasi yaitu 1%,
2.5%. dan 4%.Produk yang dihasilkan dianalisis sifat fisik meliputi rendemen,
tekstur, warna serta sifat kimia meliputi kadar protein kasar, kadar protein terlarut,
dan daya cerna protein. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pembuatan GritsKacang Merah
Pembuatan gritskacang merah diawali dengan perendaman kacang merah
kering selama 7 jam dalam air hingga muncul busa. Setelah itu dilakukan
pembilasan dan pengupasan kulit menggunakan Disc Mill.Perendaman sebelum
pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit.Kacang yang telah
dikupas lalu dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 4 jam. Setelah kering,
kacang dimasukkan dalam Hammer Mill yang telah diatur untuk menghasilkan
grits dengan ukuran 10 mesh.
Proses Pembuatan Tempe Grits Kacang Merah
Proses pembutan tempe kacang merah yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Jaisan (2013)
dengan dilakukan sedikit modifikasi.Grits kacang merah direbus selama 10 menit
kemudian ditiriskan dan didinginkan sejenak.Setelah itu, grits direndam dalam air
asam dengan takaran 1 sendok makan cuka Dixie™dalam 400 ml air selama 2
malam hingga muncul busa pada permukaan rendaman. Air asam kemudian
dibuang dan grits dibilas hingga bau asam hilang. Langkah selanjutnya adalah
pengukusan selama 10 menit lalu didinginkan hingga hangat untuk kemudian
dilakukan pelaruan dengan takaran 0.005% bobot grits kacang merah. Setelah itu,
grits dikemas dalam plastik dan diatur dimensi ketebalannya menjadi 1 cm, 2 cm,
dan 3 cm serta aerasi sebesar 1%, 2.5%, dan 4%. Pembuatan aerasi dilakukan
dengan jarum yang sebelumnya disterilkan dengan alkohol.Jumlah aerasi dihitung
sebagai berikut:
Selanjutnya, dilakukan proses fermentasi selama 36 jam pada suhu 30oC untuk
menghasilkan tempe.
Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah
Tempe yang dihasilkan dari berbaga perlakuan tersebut dianalisis sifat fisik
(rendemen, daya iris, dan warna) serta sifat kimia (kadar protein kasar, kadar
protein terlarut, dan daya cerna protein).Tempe yang menunjukkan hasil terbaik
dipilih untuk dianalisis proksimat dan penerimaan secara sensorinya.
4
Metode Analisis
Rendemen
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan
total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi. Hasil penimbangan
kemudian dibandingkan dan dihitung persentase perubahannya.
% Rendemen =
Daya Iris
Daya iris tempe diukur dengan menggunakan Texture Analyzer (TA-XT2i)
dengan probe Warner-Bratzler Blader berbentuk pisau.Probe diatur untuk
mengiris tempedengan kecepatan 1.5 mm/detik dan jarak 35 mm. Data yang
diperoleh dari alat ini adalah kerja (gs) yang menyatakan besar gaya keseluruhan
yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.
Warna(Metode Hunter)
Warna diukur dengan Minolta CR 300 Chromameter dengan menggunakan
sistem Hunter (L, a*, dan b*). Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang
memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* menyatakan warna kromatik
campuran merah dan hijau, dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +100 untuk
warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b*
menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning, dengan nilai +b* (positif)
dari 0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70
untuk warna kuning (Hunterlab 2008).
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dahulu dalam oven selama 15
menit, setelah itu cawan didinginkan dalam desikator.Cawan yang sudah kering
diambil dengan penjepit dan ditimbang beratnya.Sampel (1-2 g) dimasukkan
kedalam cawan, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 3
jam. Setelah 3 jam ambil cawan dengan penjepit lalu dinginkan dalam desikator
dan timbang.Kadar air dihitung dalam basis kering dengan persamaan sebagai
berikut :
ada ai
k
o o a an samp l
o o a an samp l s
la
Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan
kering. Tahapan analisis diawali dengan cawan porselen beserta tutupnya
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu dinginkan dalam
desikator.Setelah dingin, cawan porselen tersebut ditimbang.Sebanyak 2-3 gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kembali kemudian arangkan
terlebih dahulu di atas nyala pembakar.Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam
tanur listrik dan dipanaskan pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan
sempurna.Setelah pengabuan selesai, sampel dan cawan didinginkan di dalam
5
desikator lalu ditimbang.Kadar abu ditentukan dalam basis kering dengan
persamaan sebagai berikut :
ada a
k
o o a an
samp l s
la p n a an
o o a an
Kadar ProteinKasar (AOAC, 1995)
Kadar protein total dianalisis menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.10.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0+0.1
gram K2SO4, 40+10 ml HgO, dan 2.0+0.1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan
sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke
dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air
destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan
dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5%
Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3
jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian
0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam larutan H3BO3 kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15
ml destilat. Destilatyang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu.
Setelah diperoleh kadar protein total basis basah kemudian dihitung kadar
protein total basis kering. Kadar protein total basis kering adalah jumlah protein
dalam sampel tanpa mengukur kadar air sampel sehingga nilainya akan lebih
tinggi dibandingkan kadar protein basis basah. Diperlukan nilai kadar air basis
basah (bb) dan kadar protein basis basah (bb) untuk menentukan kadar protein
basis kering (bk).
Kadar protein (% bk) = kadar protein (bb)x 100
(100 – kadar air(bb))
Kadar Protein Terlarut(Bradford, 1976)
Analisis kadar protein terlarut menggunakan metode Bradford.Pengukuran
kadar protein terlarut dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan standar
protein. Larutan protein yang digunakan adalah Bovine Serum Albumin
(BSA).Larutan standar BSA tersebut diukur absorbansinya hingga diperoleh
kurva standar.Sebanyak 1 gram sampel digerus dan ditambah 5 ml aquades
kemudian disaring dengan tisu. Larutan diambil sebanyak 1 ml kemudian
ditambah 1 ml aquades dan 1 ml larutan TCA 10% untuk dilakukan sentrifuse
3000 rpm 25oC selama 10 menit.
Hasil sentrifuse dibuang supernatannya lalu ditambah 2 ml larutan ethyl eter
pada endapannya untuk dilakukan sentrifuse 3000 rpm 25oC selama 10 menit.
Setelah itu biarkan selama semalam pada suhu ruang hingga kering.Setelah kering
ditambahkan 4 ml H20 dan 1 ml reagen Bradford.Vortex hingga homogen lalu
tunggu 2-60 menit untuk kemudian dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 595 nm.Kadar protein ditentukan dari kurva standar BSA.
6
Daya Cerna Protein(Anderson, 1969)
Analisis daya cerna protein menggunakan metode Anderson. Sebanyak 250
mg sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml lalu ditambah 15 ml HCl 0.1 N
yang mengandung 1.5 mg enzim pepsin. Kocok dengan shaker kecepatan rendah
suhu 37oC selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg
enzim pankreatin didalam 7.5 ml buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang
mengandung natrium azida 0.005 M. Kocok dengan shaker kecepatan rendah suhu
37oC selama 24 jam lalu sentrifuse 2500 rpm selama 5 menit. Padatan disaring
dengan kertas Whitman dan dikeringkan di oven 105oC selama 2 jam lalu
ditimbang. Daya cerna protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya cerna protein (%) = Total protein – N tidak tercerna x 100
Total protein
Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Kadar lemak dianalisis dengan metode soxhlet. Sebanyak 1-2gram
contohditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25% kemudian dididihkan
selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji.Larutan tersebut
disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH
netral bila diuji dengan kertas lakmus.Kertas saring tersebut dikeringkan dalam
oven bersuhu 105°C hingga kering.Kertas saring yang telah kering dimasukkan ke
dalam selongsong dengan sumbat kapas.Selongsong tersebut kemudian
dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor
dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan
di bawahnya. Pelarut heksana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap.
Kadar Karbohidrat (Metode By Difference)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot
sampel selain air, abu, lemak dan protein.
Uji Sensori (Meilgard, 2005)
Uji sensori tempe kacang merah menggunakan uji rating hedonik pada
atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan secara keseluruhan (overall). Panelis yang
diambil responnya adalah panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang.Tempe
digoreng dahulu sebelum disajikan Tempe goreng disajikan dalam wadah,
kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan
adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),
netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah
Penampakan tempegrits kacang merah
Tempe grits kacang merah yang diinginkan adalah tempe yang berbentuk
kompak dan miselium yang terbentuk menutupi seluruh permukaan secara merata.
Pertumbuhan miselium kapang dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan,
viabilitas laru, suhu, serta pH (de Reu et al. 1993).Berdasarkan foto pada Tabel 2
terlihat bahwa seluruh permukaan sampel tertutupi oleh miselium kapang.Aerasi
yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga
pertumbuhan-nya terhambat.Namun ketika aerasi terlalu banyak, kapang tumbuh
dengan cepat dan terjadi sporulasi yang tidak dikehendaki dalam pembuatan
tempe (Kovac dan Raspor 1997).
Tabel 2.Penampakan tempegrits kacang merah
Aerasi Ketebalan
Foto
(%)
(cm)
Keterangan
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
1
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits
namun tidak banyak.
1
2
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium terlihat tipis
menutup permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk
kurang kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
2.5
1
Tempe yang terbentuk
kompak
8
Aerasi Ketebalan
(%)
(cm)
2
Foto
Keterangan
Miselium hampir menutup
seluruh permukaan grits,
namun penampakannya tidak
lebat.
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium tipis terlihat
menutupi permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk cukup
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
1
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutup hampir
seluruh permukaan grits.
4
2
Tempe yang terbentuk
kompak.
Miselium menutupi hampir
seluruh permukaan grits.
3
Tempe yang terbentuk cukup
kompak.
Perlakuan ketebalan dan persen aerasi menghasilkan tempe grits kacang
merah dengan pertumbuhan miselium dan kekompakan yang berbeda. Tempe
grits kacang merah terbaik diperoleh dengan ketebalan 1 cm pada semua
perlakuan persen aerasi karena miselium menutupi hampir seluruh permukaan
grits dan tempe yang terbentuk kompak. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan 1
cm merupakan ketebalan yang terbaik dalam pembuatan tempe grits kacang
merah. Produk dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm menghasilkan tempe yang kurang
kompak karena dimensi ketebalan yang terlalu besar menyebabkan kapang tidak
dapat berpenetrasi dengan baik sehingga pertumbuhan miselium kurang merata.
9
Rendemen
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan
total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi.Gambar 1
memperlihatkangrafik hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan
rendemen tempe grits kacang merah.Rendemen terbesar diperoleh pada sampel
tempe dengan dimensi ketebalan 1cm dengan persen aerasi 1% dan sampel tempe
dengan dimensi ketebalan 2cm dengan persen aerasi 1% sebesar 95%. Selama
fermentasi, laru menumbuhkan miselium kapang pada grits kacang merah yang
mengikat setiap kotiledon grits kacang merah dan merupakan biomassa sumber
protein (Khan et al. 2009). Selama proses fermentasi juga terjadi penetrasi
miselium kapang ke dalam bagian kacang untuk selanjutnya menyelimuti kacang
(Shurtleff dan Aoyagi 1979). Pertumbuhan miselium inilah yang menyebabkan
perubahan bobot tempe.
Rendemen (%)
100
80
60
1 cm
40
2 cm
20
3 cm
0
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 1.Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan
ketebalan.Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Rendemen tempe grits kacang merah juga dipengaruhi oleh perlakuan
persen aerasi. Hal ini terlihat dari sampel dengan persen aerasi terbesar yaitu 4%
memiliki rendemen yang terendah yaitu 93% pada sampel dengan dimensi
ketebalan 1 cm, 94% pada sampel dengan dimensi ketebalan 2 cm, dan 94% pada
sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm. Jumlah aerasi yang besar tersebut
menyebabkan penguapan air yang terjadi lebih besar sehingga mempengaruhi
perubahan bobot tempe dan menghasilkan tempe dengan rendemen yang lebih
rendah. Tempe grits kacang merah memiliki rendemen yang lebih besar
dibandingkan tempe kacang merah utuh (90%)(Munirah 2013). Hal ini terjadi
karena luas permukaan tempe grits kacang merah lebih besar sehingga miselium
kapang dapat berpenetrasi ke area yang lebih luas dan menghasilkan miselium
yang lebih kompak.
10
Kerja (g s)
Tekstur
Sifat yang ingin diketahui dari tekstur tempe grits kacang merah yang
dihasilkan adalah daya iris.Pengukuran tekstur berupa daya iris tempe grits
kacang merah perlu dilakukan untuk melihat kemudahan produk untuk dilakukan
pengirisan ketika dilakukan proses pengolahan. Gambar 2 menunjukkan nilai daya
iris tempe grits kacang merah sebagai akibat perlakuan ketebalan dan persen
aerasi. Nilai daya iris berkisar 10088.8-14429.0 gs.Nilai ini menunjukkan
resistensi produk dan kemudahan untuk dilakukan pengirisan (Park et al.
1994).Semakin tinggi nilainya berarti semakin sulit untuk dilakukan pengirisan.
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
1 cm
2 cm
3 cm
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 2.Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Daya iris juga dipengaruhi oleh kekompakan miselium yang terbentuk
dimana semakin kompak miselium maka nilai kerja semakin besar dan lebih sulit
untuk dilakukan pengirisan. Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak
mempengaruhi daya iris tempe grits kacang merah. Data di atas juga
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang dihasilkan antar perlakuan
ketebalan dan persen aerasi. Tempe grits kacang merah memiliki luas area yang
lebih besar bila dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sebesar 5508 gs
(Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pengecilan ukuran kacang merah
mempengaruhi daya iris tempe yang dihasilkan. Tempe grits kacang merah
menghasilkan tempe dengan miselium yang lebih kompak dibandingkan dengan
tempe kacang merah utuh sehingga lebih sulit untuk dilakukan pengirisan.
Warna
Pengukuran warna perlu dilakukan karena penerimaan konsumen terhadap
tempe dipengaruhi oleh warna tempe yang dihasilkan, terutama warna putih pada
permukaan tempe
yang dihasilkan dari miselium tempe
yang
terbentuk.Pengukuran dilakukan pada permukaan tempe untuk melihat warna
yang dominan pada tempe grits kacang merah. Gambar 3, 4 dan 5 berturut-turut
menunjukkan pengaruhperlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan nilai L,
a*,dan b*.
11
80.00
Nilai L
60.00
40.00
1 cm
20.00
2 cm
0.00
3 cm
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
Gambar 3.Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Nilai a
15.00
10.00
1 cm
5.00
2 cm
0.00
3 cm
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
Gambar4.Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Nilai b
30.00
20.00
1 cm
10.00
2 cm
0.00
1%
2.5%
4%
Aerasi (%)
kontrol
3 cm
Gambar 5.Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.
Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.
Seluruh sampel menghasilkan warna akromatik putih dengan kisaran 53.29
hingga 71.54 dimana sampel yang paling menghasilkan warna akromatik putih
adalah sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% (Gambar 3).
Warna putih tersebut berasal dari miselium kapang yang menyelimuti seluruh
permukaan tempe (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tempe grits kacang merah
memiliki warna akromatik putih yang lebih tinggi dibandingkan tempe kacang
merah utuh (57.17) (Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits
kacang merah menghasilkan miselium berwarna putih yang lebih kompak
dibanding tempe kacang merah utuh.
12
Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik
dominan merah dengan nilai positif kisaran 1.03 hingga 13.06 dimana sampel
dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 4% memiliki nilai a* tertinggi
(Gambar 4). Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik
dominan kuning dengan nilai positif kisaran 10.02 hingga 19.88 dimana sampel
dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% memiliki nilai b* tertinggi
(Gambar 5).Tempe kacang merah utuh juga memiliki warna kromatik merah dan
kuning (Munirah 2013) sehingga perlakuan pengecilan ukuran tidak
mempengaruhi warna tempe yang dihasilkan. Perlakuan ketebalan mempengaruhi
nilai a* dan b* tempe grits kacang merah dimana semakin meningkatnya
ketebalan maka nilai a* dan b* semakin besar.
Berdasarkan Tabel 2,meningkatnya ketebalan tempe menghasilkan tempe
dengan miselium yang menurun kekompakannya sehingga grits kacang merah
tidak tertutup sempurna. Hal ini terlihat pada nilai a* dan b* yang semakin
meningkat seiring meningkatnya ketebalan karena warna kromatik merah dan
kuning berasal dari grits kacang merah yang belum tertutup sempurna oleh
miselium kapang yang berwarna putih.
Kadar Protein Kasar
Pengukuran kadar protein kasar perlu dilakukan karena produk tempe
dikenal sebagai produk pangan sumber protein. Kadar protein yang diperoleh
merupakan kadar protein basis kering setelah diketahui kadar protein basis basah
dan kadar air tempe grits kacang merah.Gambar 6 merupakan grafik hubungan
perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein kasar.
40
Kadar protein (%)
35
30
25
20
1 cm
15
2 cm
10
3 cm
5
0
1%
2.5%
4%
kontrol 1
kontrol 2
Aerasi (%)
Gambar 6.Kadar protein kasar basis kering (%) tempegrits kacang merah pada
tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol 1 merupakan tempe kacang
kedelai dan kontrol 2 merupakan tempe kacang merah.
Kadar protein kasar seluruh sampel berada pada kisaran 28.33-35.43%
(Gambar 6).Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar protein adalah
aktivitas proteolitik dari miselium kapang serta hilangnya beberapa komponen
terlarut seperti mineral dan gula dari biji kacang (Bavia et al.2012). Perlakuan
ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap kadar protein kasar. Hal
13
ini terlihat dari kadar protein semua sampel yang relatif sama. Meskipun demikian,
Tabel 2 memperlihatkan bahwa tempe grits kacang merah dengan ketebalan 1 cm
memiliki miselium yang lebih kompak dibanding perlakuan ketebalan yang lain
sehingga terlihat dari data bahwa kadar protein kasar tempe dengan perlakuan
ketebalan 1 cm nilainya relatif lebih tinggi dibanding perlakuan ketebalan yang
lain.Pembuatan tempe dari grits kacang merah ternyata mampu meningkatkan
kadar protein kasar dari kacang merah hingga melebihi kadar protein kasar tempe
kedelai sebesar 18.30% (Depkes 1996). Perlakuan pembuatan grits juga
meningkatkan kadar proteinkasar pada tempe yang dihasilkan jika dibandingkan
dengan tempe kacang merah utuh sebesar 24.32% (Munirah 2013).Hal ini terjadi
karena luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan
aktivitas proteolitik dari miselium kapang.
Kadar protein terlarut
Pengukuran kadar protein terlarut perlu dilakukan untuk menunjukkan
jumlah protein yang mudah dicerna oleh tubuh karena berbentuk oligopeptida dan
kemampuan protein larut di dalam air sehingga protein akan mudah dicerna
(Purwoko dan Noor 2007). Gambar 7 memperlihatkan hubungan perlakuan
ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein terlarut.
Kadar Protein Terlarut
(%)
35
30
25
20
1cm
15
2cm
10
3cm
5
0
1%
2.50%
4%
kontrol
Aerasi
Gambar 7.Kadar protein terlarut (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh
Berdasarkan data yang diperoleh, kadar protein terlarut seluruh sampel
berada pada kisaran 7.53 hingga 26.40%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan
kadar protein terlarut adalah aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang
menguraikan protein menjadi asam amino sehingga nitrogen terlarutnya semakin
meningkat selama fermentasi (Susi 2012). Selain itu, terjadi peningkatan jumlah
N yang larut air dan padatan larut air sehingga menyebabkan kadar protein terlarut
meningkat. Perlakuan ketebalan mempengaruhi kadar protein terlarut tempe grtis
kacang merah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar protein terlarut
menurun seiring dengan meningkatnya ketebalan. Hal ini terjadi karena ketebalan
yang terlalu besar mempersulit penetrasi miselium kapang ke dalam grits
sehingga menyebabkan miselium yang dihasilkan tidak kompak dan penguraian
protein selama fermentasi menjadi tidak maksimal. Perlakuan pembuatan grits
14
juga meningkatkan kadar protein terlarut. Data menunjukkan bahwakadar protein
terlarut tempe grits kacang merah lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe
kacang merah utuh sebesar 21.48% (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena luas
permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan aktivitas
proteolitik dari miselium kapang untuk menguraikan protein selama fermentasi.
Daya Cerna Protein (%)
Daya Cerna Protein
Pengukuran daya cerna protein perlu dilakukan karena menunjukkan
kemampuan enzim protease untuk mencerna protein.Semakin tinggi daya cerna
protein maka protein tersebut dapat dihidrolisis menjadi asam-asam amino dengan
baik sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh
tinggi (Pellet dan Young 1980).Gambar 8 merupakan grafik hubungan perlakuan
ketebalan dan persen aerasi dengan daya cerna protein tempegrits kacang
merah.Daya cerna protein seluruh sampel berada pada kisaran 84.26 hingga
88.60%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan daya cerna protein adalah
aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang menguraikan protein menjadi
fragmen-fragmen yang lebih mudah larut air selama proses fermentasi (Steinkraus
1983). Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya
cerna protein tempe grits kacang merah. Hal ini terlihat dari nilai daya cerna
protein semua sampel yang relatif sama. Perlakuan pembuatan tempe dari grits
kacang merah ternyata mampu meningkatkan daya cerna protein dibanding tempe
kedelai sebesar 81.04% (Nurhidajah 2009).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 cm
2 cm
3 cm
1%
2.5%
4%
kontrol
Aerasi (%)
Gambar 8.Daya cerna protein (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang kedelai.
Penentuan Sampel Terbaik
Perlakuan pembuatan tempe grits kacang merah terbaik ditentukan
berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia yang telah dijelaskan di atas.
Parameter yang dipengaruhi oleh perlakuan ketebalan dan persen aerasi adalah
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut (Tabel
3).Berdasarkan parameter tersebut, diperoleh dua sampel terbaik yaitu tempe grits
kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% serta tempe grits kacang
merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 2.5%. Penentuan sampel terbaik juga
mengacu pada kemudahan dalam memproduksi sehingga sampel tempe grits
15
kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% dipilih sebagai sampel
terbaik untuk dilakukan karakterisasi dengan analisis proksimat dan analisis
sensori.
Tabel 3.Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah
Analisis
Kisaran nilai
Dipengaruhi oleh perlakuan
Penampakan
Rendemen
Daya iris
Warna
Protein kasar
Protein terlarut
Daya cerna protein
0.93 – 0.95
10088.8 gs - 14429.0 gs
Kuning dan merah
28.33 - 35.43%
7.53 - 26.40%
84.26-88.60%
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah Terbaik
Kandungan Proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada sampel tempe grits kacang merah
denganketebalan 1 cm dan aerasi 1%. Analisis yang dilakukan meliputi analisis
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Hasil
yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4.Hasil analisis proksimat sampel tempe grits
kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%)
Analisis
Hasil (%)
Kadar air (bk)
71.58
Kadar abu (bk)
0.42
Kadar lemak (bk)
0.18
Kadar protein (bk)
40.75
Kadar karbohidrat (bk)
16.24
Kadar air tempe lebih tinggi dibandingkan kadar air kacang merah sebesar
12% (Depkes 1992). Peningkatan kadar air dipengaruhi oleh proses perebusan dan
perendaman karena terjadi peningkatan kadar air kacang merah pada kedua proses
tersebut. Peningkatan kadar air juga dipengaruhi oleh proses fermentasi karena
selama 24 jam pertama proses fermentasi, air akan keluar dari tempe sehingga
terjadi penurunan kadar air tetapi pada jam-jam berikutnya sampai waktu
fermentasi selesai terjadi lagi peningkatan kadar air karena air tersebut diserap
lagi oleh kacang (Syarief et al. 1999).
Kadar lemak dan karbohidrat tempe lebih rendah dibandingkan kadar lemak
dan karbohidrat kacang merah sebesar 1.7% dan 59% (Depkes 1992). Hal ini
terjadi karena selama proses fermentasi lemak terhidrolisis oleh enzim lipase yang
16
ada pada kapang tempe menjadi molekul yang lebih kecil yang larut air sehingga
menurunkan kadar lemak (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Selain itu, selama proses
fermentasi senyawa karbohidrat kompleks diubah menjadi molekul yang lebih
sederhana seperti gula monosakarida sehingga kadar karbohidrat tempe menurun
(Dwianingsih 2010).
Perlakuan pembuatan grits mempengaruhi kadar lemak dan karbohidrat
tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki kadar lemak dan
karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 3.68% dan 22.79% (Munirah 2013). Hal ini
terjadi karena perlakuan pembuatan grits meningkatkan luas permukaan kacang
merah sehingga luas area penetrasi kapang ke dalam tempe dan aktivitas
pemecahan lemak dan karhodirat menjadi molekul sederhana juga meningkat.
Mutu Sensori
Uji sensori dilakukan padasampel tempe grits kacang merah dengan
ketebalan 1 cm dan aerasi 1% menggunakan uji rating hedonik. Uji rating hedonik
dilakukan untuk mengukur penerimaan konsumen terhadap sampel berdasarkan
kesukaan dari tiap karakteristik uji mulai dari sangat tidak suka hingga sangat
suka.Hasil analisis sensori ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis sensorisampel tempe grits
kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%)
Karakteristik uji
Hasil rerata
Warna
5.0
Aroma
3.9
Tekstur
3.6
Rasa
2.5
Overall
3.2
Tempe grits kacang merah hanya diterima konsumen untuk atribut warna.
Aroma dan tekstur tempe grits kacang merah agak tidak disukai oleh konsumen.
Rasa tempe grits kacang merah tidak disukai oleh konsumen. Hal ini terjadi
karena tekstur tempe grits kacang merah yang lebih keras daripada tempe kacang
kedelai yang biasa dikonsumsi menyebabkan ketidaksukaan konsumen terhadap
produk ini. Selain itu, rasa kacang merah yang berbeda dengan kacang kedelai
yang biasa dikonsumsi sehari-hari menyebabkan konsumen tidak menyukai rasa
dari tempe grits kacang merah. Keseluruhan atribut menggambarkan bahwa
konsumen agak tidak suka terhadap karakteristik sensori tempe grits kacang
merah.
Perlakuan pembuatan grits juga mempengaruhi karakteristik uji sensori
tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki hasil yang lebih baik
dibanding tempegrits kacang merah pada uji rasa dengan nilai 4.2 dan 4.1 secara
overall (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena penampakan tempe kacang merah
utuh menyerupai tempe kedelai pada umumnya sehingga konsumen lebih
menyukai tempe kacang merah utuh
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ketebalan dan aerasi yang berbeda dalam pembuatan tempe grits kacang
merah mempengaruhipenampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein
terlarut tempe grits kacang merah. Tempe terbaik diperoleh dengan dimensi
ketebalan 1 cm dan aerasi 1% karena memberikan hasil yang terbaik pada analisis
penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut serta dalam
kemudahan memproduksi.Tempe dari grits kacang merah dapat meningkatkan
kadar proteindan mengurangi kadar lemak.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mmperbaiki teknik pengemasan
tempesehingga meningkatkan umur simpan tempe grits kacang merah. Penelitian
juga menunjukkan tekstur tempe masih terlalu keras, sehingga perlu upaya untuk
memperbaikinya. Waktu perendaman dan pemasakan tempe dapat dioptimasi lagi
untuk dapat menghasilkan tekstur tempe yang lebih baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995.Official Methods of
Analysis.16th ed. Arlington : AOAC.
[BPS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Produksi Sayuran di Indonesia, 19972012.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id
_subyek=55¬ab=70[Internet]. 10 Juni 2013
[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 3144-2009. Tempe Kedelai.
Jakarta(ID): Badan Standar Nasional.
[BSN]. Badan Standar Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standar Nasional.
[Depkes]. Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta (ID) : Bhartara Karya Aksara.
Angioi S, Rau D, Attene G, Nanni L, Bellucci E, Logozzo G, Negri V,
Spagnoletti, Zeuli P, and Papa R. 2010. Beans in Europe: origin and
structure of the European landraces of Phaseolus vulgaris L. TAG
Theoretical and Applied Genetics., 121(5), 829-843.
Astawan, M.2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, dan Panizzi MC.
2012. Chemical Composition of Tempeh from Soybeans Cultivars Specially
Developed for Human Comsuption. Sci.Technol. Aliment. 32(3):613-620.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method of the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding.
Journal of Analytical Biochemistry 76: 248-254.
De Reu JC, Zwietering MH, Rombouts FM, Nout MJR. 1993. Appl. Microniol.
Bioechnol. 40:261-265
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Kandungan Gizi Kacang.
Jakarta(ID): Departemen Kesehatan RI.
Dwianingsih EA. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi
bahan baku kedelai atau beras dan penambahan angkak serta variasi lama
fermentasi. Skripsi. Surakarta (ID):Universitas Negeri Sebelas Maret.
Ekawati D. 1999. Pembuatan cookies dari tepung kacang merah (Phaseolus
vulgaris
L)
sebagai
makanan
pendamping
ASI
(MP-ASI)
[skripsi].Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Hunterlab. 2008.Hunterlab Applications Note. USA : Hunter Associates
Laboratory.
Jaisan C. 2013. Optimizing of fermentation process of red bean tempe [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
19
Khan et al. 2009.Production of fungal single cell protein using Rhizopus
oligosporus grown on fruit waste.Biological Forum – An International
Journal, 1(2):32-39.
Kovac B, Raspor P. 1997. The Use of The Mould Rhizopus oligosporus in Food
Production.Food Technol. Biotechnol. 35(1):65-73.
Lanza E, Hartman TJ, Albert PS, Shields R, Slattery M, Caan B, Paskett E, Iber F,
Kikendall JW, Lance P, Daston C, and Schatzkin A. 2006. High dry bean
intake and reduced risk of advanced colorectal adenoma recurrence among
participants in the polyp prevention trial.Journal of Nutrition. 136:18961903.
Marsiela
A.
2012.
Kedelai,
Potret
Ketakberdayaan
http://www.suarapembaharuan.com/ekonomidanbisnis/kedelaipotretketakberdayaannegara/22868[Internet]. 12 Juni 2013.
Negara.
Meilgard M. 2005. Sensory Evaluation Techniques 2nd edition. USA: CRC Press
Inc.
Nurhidajah. 2009. Daya terima dan kualitas protein invitrotempe kedelai yang
diolah dengan suhu tinggi. Tesis. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Park JW, Aristippos G, Alice HB, Curtis LW, Robert FT. 1994. Water Favor
Permeability on Soy Protein Isolate Film.Journal of Industrial Crops and
Products.2(1):189-195.
Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo: The
United Nation University.
Purwoko T dan Noor SH. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi
moromi hasil fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas.
8(2): 223-227.
Rosalina.
2011.
Swasembada
Kedelai
Terancam
Gagal.
http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/swasembadakedelai-terancam-gagal[Internet]. 12 Juni 2013
Sapuan dan Noer S. 2001.The Complete Handbook of Tempe: The Unique
Fermented Soyfood of Indonesia 2nd ed. Jonathan A, editor. Singapore
(SG): American Soybean Association Southeast Asia Regional Office.
Shurtleff W dan Aoyagi A. 1979.The Book of Tempeh. New York (US): Harper &
Row.
Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York:
Marcel Dekker Inc.
20
Suliantari. 1996. Modul Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe :
Prosedur Pembuatan Tempe. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor.
Susi. 2012. Komposisi kimia dan asam amino pada tempe kacang nagara (Vigna
unguiculata ssp. Cylindrica). Jurnal Agroscientiae 19 (1): 28-36.
Syarief R, Joko H, Haryadi P, Wiraatmaja S, Suliantari, Syah D, Suyatman NE,
Saragih P, Ariasasmita JH, Kuswandari I, dan Astuti M. 1999. Wacana
Tempe Indonesia. Surabaya
Munirah WE. 2013.Effect of different aeration area and thickness on
physicochemical properties of red kidney beans tempeh.Skripsi. Selangor
(MAL) : UiTM
21
Lampiran 1.Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah
Titrasi
Kadar protein
Sampel Ulangan Berat sampel (g)
Rerata
(ml)
%)
1 cm
1
0.0578
3.8
10.81
1%
10.86
2
0.0607
4.0
10.90
1 cm
1
0.0593
3.9
10.84
2,5%
10.85
2
0.0609
4.0
10.86
1 cm
1
0.0626
3.5
9.10
4%
9.01
2
0.0906
4.8
8.92
2 cm
1
0.0859
5.1
10.05
9.94
1%
2
0.0617
3.7
9.83
2 cm
1
0.0558
3.6
10.54
2,5%
9.82
2
0.0626
3.5
9.10
2 cm
1
0.0921
5.7
10.57
4%
10.52
2
0.0562
3.6
10.46
3 cm
1
0.0703
4.4
10.45
1%
10.19
2
0.0704
4.2
9.92
3 cm
1
0.0746
4.4
9.23
9.73
2,5%
2
0.0539
3.4
10.23
3cm
1
0.0689
4.4
10.67
4%
10.32
2
0.0824
4.9
9.97
22
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Lampiran 2.Hasil uji rating hedonik
Warna Aroma Tekstur Rasa
Overall
4
3
4
2
4
5
6
5
3
4
4
1
6
1
2
6
2
2
2
3
5
3
4
3
3
2
1
3
1
2
5
2
3
2
3
5
4
6
4
5
4
4
3
2
3
4
5
3
2
4
5
4
4
3
3
4
5
3
4
4
6
5
6
4
5
5
3
2
1
2
3
5
1
1
1
4
3
5
6
5
7
7
5
4
5
4
4
3
2
2
6
2
2
2
2
3
1
3
2
2
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
6
6
5
2
3
6
5
1
2
2
4
6
6
5
5
6
4
5
3
4
6
4
3
2
5
6
6
2
2
2
4
3
3
2
3
6
5
3
3
4
6
3
4
2
3
5
5
4
4
3
6
6
6
2
3
6
5
3
2
4
6
5
2
1
2
4
4
4
1
2
6
5
6
3
5
6
4
5
5
5
6
4
6
1
2
6
4
3
3
3
5
4
3
2
3
6
5
6
2
3
23
Panelis Warna Aroma Tekstur Rasa
Overall
43
4
3
4
3
4
44
4
3
3
2
2
45
4
5
2
1
1
46
6
3
6
2
5
47
6
3
4
6
5
48
5
5
4
2
3
49
3
2
1
1
2
50
4
6
3
2
3
51
6
5
4
2
3
52
7
4
4
3
5
53
6
3
2
2
2
54
6
2
3
2
3
55
5
3
2
2
3
56
4
3
3
4
3
57
3
3
3
2
3
58
6
7
4
4
5
59
6
5
6
3
3
60
6
6
2
1
2
61
5
6
3
2
3
62
3
3
3
2
2
63
5
4
3
2
2
64
7
2
2
1
2
65
2
2
1
1
1
66
6
4
4
4
5
67
6
6
7
3
4
68
6
5
5
6
5
69
5
4
5
3
4
70
5
1
1
1
2
Keterangan :
1 : sangat tidak suka
2 : tidak suka
3 : agak tidak suka
4 : netral
5 : agak suka
6 : suka
7 : sangat suka
24
RIWAYAT HIDUP
Alexander Tommy Wicaksono lahir di Jakarta pada tanggal 18
Juni 1992 dari pasangan Mulyanto Antonius dan Emi
Subrata.Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara.Penulis memulai jenjang pendidikan dari TK
Bunda Hati Kudus Jakarta Barat (1996-1998) kemudian
meneruskan pendidikan di SD Bunda Hati Kudus Jakarta Barat
(1998-2004), SMP Bunda Hati Kudus Jakarta Barat (20042007) dan SMA Negeri 78 Jakarta (2007-2010). Setelah lulus
meneruskan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2010-2014).
Selama menempuh pendidikan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan nonakademik yang bersifat organisasi