Pengaruh ketebalan dan persen aerasi terhadap karakteristik tempe grits kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) ukuran 8 mesh
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP
KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH
ISNAINI AYU LESTARI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolusvulgaris L.) Ukuran 8 Mesh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014 Isnaini Ayu Lestari NIM F24100062
(4)
ABSTRAK
ISNAINI AYU LESTARI. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh. Dibimbing oleh EKO HARI PURNOMO.
Salah satu komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Kacang merah kaya akan karbohidrat kompleks dan serat, namun kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan kacang kedelai. Oleh karena itu, diperlukan adanya rekayasa proses untuk meningkatkan kadar protein dan rendemen tempe kacang merah. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah grits kacang merah dan laru campuran R. oligosporus dengan R. oryzae (1:1). Penelitian ini menggunakan perlakuan luas aerasi kemasan (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1cm, 2cm, dan 3cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya iris tempe grits kacang merah berkurang seiring bertambahnya ketebalan tempe. Kecerahan lebih rendah dibandingkan dengan tempe kedelai dan menunjukkan warna kromatik merah serta kuning. Rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11%- 96.79%. Tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1cm mempunyai kadar protein tertinggi sebesar 41.13% (bk), protein terlarut 23.31 g/100 g, dan daya cerna protein tertinggi 91.26%. Pengembangan tempe menggunakan grits kacang merah dapat meningkatkan kadar protein dan daya cerna protein karena luas permukaan kacang semakin besar sehingga kapang dapat tumbuh maksimal dan penguraian protein maupun zat nutrisi lainnya menjadi lebih baik.
Kata kunci : grits kacang merah, protein, rendemen, tempe
ISNAINI AYU LESTARI. Effect of Thickness and Percent Aeration on Red Beans Grits Tempe (Phaseolus vulgaris L.) Size 8 Mesh. Supervised by EKO HARI PURNOMO.
One of the commodities that can be used to make tempe is red beans (Phasolus vulgaris L.). Red beans are rich in carbohydrate complex and fiber, but the protein content is lower than soybean. Therefore, process engineering is required to increase protein content and yield of red beans tempe. The raw material used in this research is grits of red beans and starter (mixture of R. oligosporus and R. oryzae (1:1)). Two process parameters studied in this research are aeration area (1%, 2.5%, 4%) and thickness of tempe (1cm, 2cm, 3cm). The result showed that the force to slice tempe decreases as the thickness of tempe increases. The brigthness of red bean tempe is lower than soybean tempe and showing cromatic colors of red and yellow. The yield of red beans grits tempe ranges between 92.11%-96.79 %. Tempe with aeration treatment 4% and thickness 1 cm having the highest protein content (41.13 % db), soluble protein 23.31 g/100 g, and higest protein digestibility 91.26 %. Process engineering (size reduction and aeration level) applied in this research increases protein content and its digestibility because of the increased surface area which eventually maximize the gowth of fungi and hidrolize protein more effectively.
(5)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP
KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH
ISNAINI AYU LESTARI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(6)
(7)
(8)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah karakteristik tempe grits kacang merah, dengan judul Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Hari Purnama, STP, MSc. selaku pembimbing, Ibu Antung Sima Firlieyanti STP, MSc. yang telah banyak memberi banyak saran dalam penelitian, serta Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. dan Ibu Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen penguji. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Bapak Ahsan Busro, Ibu Sri Lestari, dan kakak Dhanang Agus Musthofa atas doa dan motivasi yang diberikan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh laboran di laboratorium ITP dan SEAFAST Center, staf UPT, rekan-rekan sepenelitian, Vega Widya Karisma, Alexander Tommy Wicaksono, Dewi Ratna Sari, Lulu Maknun, Barli Abiyoga, Andini Giwang Kinasih, dan teman-teman ITP 47 atas kebersamannya, segenap dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang diberikan kepada penulis, keluarga Pondok Iswara atas kekeluargaan yang hangat di Bogor. Terima kasih kepada teman-teman KSR PMI Unit I IPB, teman-teman Paguyuban Putra-Putri Kota ATLAS (PATRA ATLAS Semarang), teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB) atas kebersamaan dan pembelajaran selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih.
Bogor, September 2014 Isnaini Ayu Lestari
(9)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Analisis Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Karakteristik Fisik 6
Karakteristik Kimia 13
Mutu Sensori 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
(10)
DAFTAR TABEL
1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1
cm) 16
2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh
perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm 18
DAFTAR GAMBAR
1 Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah 3
2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah 7
3 Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 8 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 9 5 Nilai a tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 10 6 Nilai b tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 7 Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 12 8 Kadar protein kasar % (bk) tempe grits kacang merah pada tingkat
aerasi dan ketebalan 13
9 Protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan 14
10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan 15
11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi data analisis daya iris tempe grits kacang merah 22
2 Rekapitulasi data analisis warna tempe grits kacang merah 22
3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah 23
4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah 23
5 Rekapirulasi data absorbansi standar BSA 24
6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah 24
7 Rekapitulasi data analisis daya cerna (%) tempe grits kacang merah 25
8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan
ketebalan 1 cm) 25
9 Form kuesioner rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah
(11)
PENDAHULUAN
Latar BelakangTempe merupakan produk fermentasi tradisional Indonesia dengan bantuan kapang. Standar Nasional Indonesia (2009) menyebutkan bahwa tempe kedelai merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan, dan berbau khas tempe. Kapang yang biasa digunakan antara lain
Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, dan R. arrhizus (Dwinaningsih
2010).
Pengembangan tempe dengan bahan baku selain kedelai kini telah banyak dilakukan karena pemenuhan kebutuhan kacang kedelai sebagian besar masih dipenuhi dengan impor. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produksi kacang merah di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 116 397 ton pada tahun 2010. Namun apabila dilihat dari kandungan proteinnya, kacang merah memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada kacang kedelai. Kadar protein kacang merah sebesar 23.1 g/100 g, sedangkan kadar protein kacang kedelai mencapai 34.9 g/100 g (Depkes 1992).
Oleh karena beberapa hal di atas, diadakan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh berbagai perlakuan untuk menghasilkan tempe kacang merah dengan karakteristik terbaik, salah satunya dengan pengecilan ukuran kacang merah. Tempe yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan grits kacang merah ukuran 8 mesh sebagai bahan baku dengan perlakuan ketebalan dan persen aerasi yang berbeda. Laru yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran R. oligosporus dan R. oryzae dengan perbandingan 1:1. R. oligosporus lebih banyak menyintesis enzim pemecah protein (protease) dan R. oryzae lebih banyak menyintesis enzim pemecah pati ( amilase) selama proses fermentasi (Sapuan dan Sutrisno 2001).
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya substitusi bahan baku pembuatan tempe selain kedelai oleh pengajin tempe. Selain itu, dapat membantu petani dalam memanfaatkan potensi kacang merah yang melimpah ketika panen.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat tempe dengan bahan baku grits kacang merah?
2. Bagaimana pengaruh perlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan terhadap karakteristik (fisik dan kimia) tempe grits kacang merah?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ketebalan tempe dan persen aerasi kemasan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh.
(12)
2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui proses pembuatan grits kacang merah, pembuatan tempe grits kacang merah, serta mengetahui rekayasa proses yang dilakukan sehingga dapat meningkatkan kadar proteinnya dan memperoleh karakteristik tempe terbaik. Melalui penelitian ini, dapat membantu masyarakat dalam memanfaatkan kacang merah sebagai produk pangan yang mempunyai nilai lebih.
2. METODE
2.1 BahanBahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain grits kacang merah berukuran 8 mesh, laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae, serta plastik polipropilen sebagai kemasan. Kacang merah diperoleh dari Pasar Bogor dan pembuatan grits dilakukan di Pilot Plant SEAFAST Center, IPB. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain kertas saring Whatman No.2 dan 41, heksana, HCl 25%, akuades, H2SO4 pekat ,HgO, K2SO4, larutan 60%
NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, HCl 0.02 N, batu didih, H2BO3 jenuh, indikator metilen
red-metilen blue, indikator phenolftalein 1%, TCA 10%, ethyl eter, coomassis briliant blue G-250, etanol 90%, asam folat 85%, HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim pankreatin, larutan buffer fosfat 0.2 M pH 8.0 yang mengandung natrium azida 0.005 M. Selain itu digunakan pula tempe komersial yang diperoleh dari pasar sebagai pembanding dalam analisis daya iris dan warna.
2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni alat untuk membuat grits dan tempe serta alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan grits dan tempe antara lain panci, oven, loyang,
Hammer Mill, Ginder, ember, rak plastik, jarum pembuatan lubang aerasi, dan
sealer. Adapun alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain oven pengering, tanur listrik, alat ekstraksi soxhlet berupa kondensor dan pemanas listrik, pemanas kjeldahl lengkap, alat destilasi lengkap, buret, spektrometer UV-Vis, alat sentrifus, Texture Analyzer, chromameter, cawan alumunium, neraca analitik, pHmeter, pipet volumetrik, desikator, erlenmeyer, shaker, serta alat-alat analisis fisik dan kimia lainnya.
2.3 Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu pembuatan grits kacang merah ukuran 8 mesh, pembuatan tempe, dan analisis karakteristik tempe. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi :
(13)
3 2.3.1 Pembuatan Grits Kacang Merah
Langkah pembuatan grits kacang merah antara lain merendam kacang selama 7 jam di dalam air hingga muncul busa. Setelah itu, dilakukan pembilasan dan pengupasan kulit kacang merah dengan menggunakan Grinder. Perendaman sebelum pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit. Setelah kulit kacang dikupas, kacang dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 selama 4 jam. Setelah kering, kacang dimasukkan ke dalam Disc Mill yang telah diatur untuk menghasilkan grits dengan ukuran 8 mesh.
2.3.2 Pembuatan Tempe
Pembuatan tempe grits kacang merah pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Proses pembuatan tempe diawali dengan perebusan grits, perendaman asam, pembilasan, pengukusan, penirisan dan pendinginan, pelaruan, pengemasan dalam plastik, pelubangan kemasan, dan fermentasi. Berikut meupakan Diagram alir pembuatan tempe grits kacang merah dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah Pengukusan 10 menit
Pelaruan
Pengemasan ke dalam plastik.Ketebalan : 1, 2, 3 cm Pelubangan kemasan : 1%, 2,5%, 4%
Fermentasi 36 jam
Penirisan dan pendinginan hingga 35 oC – 40 oC Perendaman asam 2 malam
Perebusan grits 10 menit
Pembilasan grits
Laru 5 g/kg bahan
Tempe grits kacang merah
Air asam : 1 sdm DixiTMdalam
(14)
4
2.3.3 Analisis Karakteristik Tempe 2.3.3.1 Analisis Fisik
Pertumbuhan Miselium
Pengamatan miselium dilakukan secara subjektif terhadap penampakan tempe grits kacang merah secara keseluruhan. Pengamatan meliputi pertumbuhan miselium dan kekompakan tempe.
Daya Iris
Pengukuran daya iris tempe dilakukan dengan menggunakan alat Texture
Analyzer. Probe yang digunakan adalah Warner-Bratzler Blader dengan
pengaturan kecepatan probe mengiris tempe sebesar 1.5 mm/detik dan distance 35 mm. Data yang diperoleh dari alat ini adalah kerja (g s) yang menyatakan besar gaya keseluruhan yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.
Warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolata Chroma Meters CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara menekan tombol Index Set, kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercata pada alat Paper Sheat. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antar 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau. Nilai + a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru.
Rendemen
Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot tempe grits kacang merah yang dihasilkan dengan bobot grits sebelum fermentasi.Hasil penimbangan kemudian dibandingkan dan dihitung. Hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan persen.
Rendemen (%) =
2.3.3.2 Analisis Kimia
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven 105 selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu sampel ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak
(15)
5 lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat akhirnya.
Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 0.1 sampai 0.2 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu,
diekstrusi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna cokelat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi
dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar Protein Terlarut Metode Bradford (AOAC 1995)
Sampel digerus dan ditimbang sebanyak 2 gam, kemudian ditambah 5 ml aquades sambil diaduk. Setelah itu, cairan disaring dengan menggunakan kertas saring atau kasa. Setelah disaring, cairan diambil sebanyak 1 ml, ditambah 1 ml aquades dan 1 ml TCA 10%. Penambahan TCA bertujuan untuk mendenaturasi protein. Larutan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu 25 , selama 10 menit. Supernatan kemudian dibuang dan pada endapan ditambahkan 2 ml ethyl eter. Sentrifugasi kemudian dilakukan dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu 25 , selama 10 menit. Setelah itu, endapan dibiarkan satu malam pada suhu ruang hingga endapan kering (tidak ada cairan di dalam tabung sentrifuse). Setelah endapan kering, ditambahkan 4 ml aquades dan 6 ml reagen Bradford, divortex, kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 595 nm. Sebelum dilakukan pengukuran sampel, sebelumnya harus dilakukan pembuatan kurva standar.
Daya Cerna Protein Metode Anderson (1969)
Sampel sebanyak 250 mg dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml, kemudian ditambah 15 ml HCl 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin, dan dikocok pada kecepatan rendah pada suhu 37 selama 3 jam dengan shaker. Larutan kemudian dinetralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg enzim pankreatin di dalam 7.5 ml larutan buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang mengandung natrium azida 0.005 M. Larutan yang diperoleh dikocok dengan kecepatan rendah pada suhu 37 selama 24 jam dengan menggunakan shaker, kemudian disentrifuse pada 2 500 rpm selama 5 menit. Padatan yang diperoleh dari akhir penyaringan dengan kertas Whatman 41, dikeringkan dalam oven 105 selama 2 jam, lalu ditimbang (sebelumnya bobot kering kertas saring sudah dicatat). Setelah itu sampel dianalisis kandungan nitrogennya dengan menggunakan metode Kjeldahl.
Daya cerna protein (%) =
Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang. Kemudian sampel
(16)
6
sebanyak 5 g di dalam cawan diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian kondensor dan labu dipasang pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang. Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diasumsikan sebagai bobot sampel selain air, abu, lemak, dan protein.
2.3.3.3 Analisis Sensori (Meilgard 1991)
Analisis sensori yang dilakukan menggunakan uji rating hedonik untuk menentukan penerimaan konsumen terhadap tempe kacang merah. Uji sensori dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih. Tempe yang telah digoreng disajikan di atas piring, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap aroma, rasa, warna, tekstur, dan penerimaan keseluruhan (over all). Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Fisik3.1.1 Pertumbuhan Miselium
Kacang merah merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi kedelai dalam pembuatan tempe. Pengembangan tempe kacang merah telah banyak dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Munirah (2013). Tempe kacang merah yang dihasilkan pada penelitian tersebut mempunyai penampakan yang baik, miselium dapat menutup permukaan tempe, dan terbentuk tekstur kompak (Munirah 2013).
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pada seluruh sampel, permukaan tempe dapat tertutup oleh miselium kapang. Miselium berwarna putih dan tempe yang dihasilkan kompak pada ketebalan 1 cm dan 2 cm. Namun pada tempe dengan ketebalan 3 cm mempunyai tekstur yang kurang kompak karena penetrasi kapang tidak mampu mencapai bagian dalam tempe, sehingga tempe yang
(17)
7 dihasilkan rapuh. Pertumbuhan miselium dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan, viabilitas laru, suhu, konsentrasi asam organik yang tidak terdisosiasi, serta pH (De Reu et al 1993). Gambar tempe grits kacang merah dengan berbagai perlakuan ketebalan dan persen aerasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Aerasi 1% 1 cm Aerasi 1% 2 cm Aerasi 1% 3 cm
Aerasi 2.5% 1 cm Aerasi 2.5% 2 cm Aerasi 2.5% 3 cm
Aerasi 4% 1 cm Aerasi 4% 2 cm Aerasi 4% 3 cm
Gambar 2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Kondisi inkubasi sangat mempengaruhi pertumbuhan kapang dan pembentukan miselium. Pembuatan lubang kemasan (aerasi) berperan dalam penyediaan oksigen untuk pertumbuhan kapang. Aerasi yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhannya terhambat. Namun ketika lubang kemasan terlalu banyak, kapang akan tumbuh dengan cepat dan terjadi sporulasi (Kovac dan Raspor 1997). Hal ini tidak dikehendaki dalam pembuatan tempe. Sporulasi akan menyebabkan munculnya spora berwarna hitam pada permukaan tempe (Frazier 1976).
Selama proses fermentasi, kapang akan menghasilkan hifa berwarna putih yang mengikat grits kacang sehingga diperoleh tekstur tempe yang kompak. Ketebalan hifa akan berkurang seiring jarak penetrasi yang bertambah (Hesseltine
et al 1963). Hifa kapang berpenetrasi pada dinding sel dan tumbuh sepanjang
pertengahan lamela atau tumbuh pada area intraselular yang tersedia (Jurus dan Sundberg 1976). Hifa mengeluarkan berbagai enzim ekstraseluer dan menggunakan komponen di dalam kacang sebagai sumber nutrisinya. Kumpulan hifa akan membentuk struktur yang disebut miselium. Panjang miselium dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Hifa akan berukuran sangat panjang
(18)
8
ketika tumbuh pada permukaan medium, sedangkan jika tumbuh di bawah permukaan, hifa akan terputus-putus, mempunyai ukuran yang lebih pendek dan bercabang-cabang (Fardiaz 1987). Semakin besar nilai persen aerasi, terlihat bahwa miselium yang tumbuh semakin lebat namun tidak sampai terjadi sporulasi. Tempe dengan perlakuan aerasi 4% mempunyai pertumbuhan miselium yang paling baik dan tempe yang lebih kompak dibandingkan perlakuan persen aerasi lainnya.
3.1.2 Daya Iris
Kerja (g s) pada pengukuran menggunakan Texture Analyzer menunjukkan besarnya gaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengiris tempe. Nilai ini diperoleh dari luas area gafik yang diperoleh dari data daya iris. Gambar 3 menunjukkan data pengujian daya iris tempe grits kacang merah dengan menggunakan Texture Analyzer.
Gambar 3 Daya iris tempe grits kacang merah pada pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya iris tempe grits kacang merah (Gambar 3). Hal ini dikarenakan nilai error bar yang besar pada uji daya iris. Nilai error bar ditunjukkan oleh garis vertikal di atas setiap balok data. Apabila dibandingkan dengan tempe komersial, nilai kerja pada tempe komersial semakin tinggi seiring dengan bertambahnya ketebalan tempe. Hal ini menunjukkan bahwa pada tempe komersial, perbedaan ketebalan mempengaruhi daya iris. Hasil pengujian daya iris tempe grits kacang merah 8 mesh menunjukkan hasil 9 388.83-13 661.70 gs. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tempe grits kacang merah ukuran 10 mesh yakni mencapai 10 088.80-14 429.00 gs (Wicaksono 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Ke
rja
(g
s)
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm
(19)
9 grits 8 mesh yang lebih besar sehingga lebih sulit untuk menggabungkan antargrits. Tekstur kompak pada tempe disebabkan oleh miselium kapang yang merekatkan biji-biji kacang sehingga terbentuk tekstur memadat dan kompak (Steinkraus 1960). Miselium kapang berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat grits satu dengan grits lainnya menjadi satu kesatuan. Miselium tampak rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma enak pada tempe yang baik (Indriani 1990).
3.1.3 Warna
Parameter warna diukur dengan menggunakan Minolata Chroma Meters CR310. Data yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Nilai L pada pengukuran warna secara objektif digunakan untuk menyatakan kecerahan warna. Nilai L hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerahan sampel berkisar antara 51.52 hingga 67.34. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 2 cm mempunyai nilai L tertinggi, yakni 67.34. Nilai L terendah dimiliki sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm (Gambar 4).
Gambar 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Kecerahan tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium yang menutupi permukaan tempe. Semakin banyak miselium yang tumbuh menutupi permukaan tempe, semakin tinggi nilai L (kecerahan) yang dihasilkan pada uji menggunakan Chromameter. Nilai L seluruh sampel lebih rendah jika dibandingkan dengan tempe komersial. Hal ini menunjukkan bahwa miselium pada tempe komersial lebih rata dan tumbuh dengan baik pada permukaannya sehingga nilai L yang tinggi.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Nilai L
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm
(20)
10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Nilai a
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm
Gambar 5 Nilai a tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Parameter a pada pengukuran warna secara objektif menggunakan Chromameter digunakan untuk menyatakan warna kromatik merah hingga hijau. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +100 menunjukkan warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai – 80 menunjukkan warna hijau. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a tertinggi, yakni 9.00. Sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a terendah, yakni 1.80 (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits kacang merah cenderung berwarna merah karena nilai a bernilai positif. Nilai a yang diperoleh dari seluruh sampel, sebagian besar lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada sampel perlakuan aerasi 2.5% dan 4% pada ketebalan 1cm. Pengujian pada tempe komersial menunjukkan bahwa nilai a semakin rendah seiring dengan meningkatnya ketebalan tempe. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian sampel. Sampel dengan ketebalan 1 cm pada aerasi 2.5% dan 4% mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan sampel dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm.
Nilai b menyatakan warna kromatik biru hingga kuning. Nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 menunjukkan warna kuning, sedangkan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 menunjukkan warna biru. Gambar 6 menunjukkan hasil uji b berkisar 9.29-19.71 pada tempe grits kacang merah.
(21)
11
0 5 10 15 20 25
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Ni
lai
b
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm
Gambar 6 Nilai b tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Tempe grits kacang merah dengan perlakuan ketebalan 2 cm pada masing-masing perlakuan aerasi memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ketebalan lainnya. Nilai uji b seluruh sampel mempunyai nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits kacang merah cenderung berwarna kuning. Hampir seluruh sampel mempunyai nilai b yang lebih rendah dibandingkan dengan tempe komersial, kecuali sampel dengan perlakuan aerasi 2.5% dan 4% pada ketebalan 1 cm. Warna kuning pada tempe merupakan hasil sintesis Rhizopus sp, yang berupa karoten. Jumlah karoten pada tempe sekitar 5.0 IU/g (Pawiroharsono 2010). Pengujian pada kontrol menunjukkan bahwa semakin meningkat ketebalan tempe maka semakin rendah nilai b. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian sampel. Sampel dengan ketebalan 1 cm pada semua perlakuan aerasi mempunyai nilai b yang lebih rendah dibandingkan tempe dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm. Hal ini dimungkinkan terjadi karena tempe dengan ketebalan 1 cm mempunyai massa grits yang lebih kecil, sehingga substrat yang dapat digunakan oleh kapang untuk menyintesis karoten lebih sedikit dibandingkan dengan tempe ketebalan 2 cm dan 3 cm. Namun demikian, pada tempe dengan ketebalan 3 cm mempunyai nilai b lebih kecil dibandingkan tempe dengan ketebalan 2 cm. Hal ini dapat dikarenakan penetrasi miselum yang tidak dapat mencapai bagian dalam tempe pada sampel dengan ketebalan 3 cm, sehingga kapang tidak dapat menyintesis karoten dengan maksimal meskipun mempunyai massa grits yang lebih banyak.
(22)
12
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1 2.5 4
R
ende
men
(%
)
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm 3.1.4 Rendemen
Rendemen tempe merupakan perbandingan bobot tempe grits kacang merah (g) yang dihasilkan dengan total berat grits sebelum fermentasi (g). Rendemen tempe sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan tempe. Gambar 7 menunjukkan hasil pengujian rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11% hingga 96.79%
Gambar 7 Rendemen tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1). . Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan antarsampel akibat perlakuan. Proses pembuatan tempe grits kacang merah sangat mempengaruhi rendemen tempe yang dihasilkan. Selama proses perendaman, kacang mengalami proses hidrasi sehingga kadar airnya meningkat hingga dua kali lipat (Dwinaningsih 2010). Hidrasi merupakan proses penyerapan air sebanyak-banyaknya dengan cara merendam kacang dalam air pada suhu ruang maupun air mendidih (Nurhaida 1999). Perendaman menggunakan air mendidih memerlukan waktu yang lebih singkat yakni 1 hingga 1.5 jam, dengan perebusan 20-30 menit. Perendaman pada suhu ruang dapat biasanya dilakukan selama 10-24 jam. Perendaman ini dimaksudkan untuk mencapai tingkat keasaman (pH) yang sesuai untuk pertumbuhan kapang, yakni pH 3.5-5.2. Selain itu, proses hidrasi juga terjadi pada saat perebusan. Perebusan berfungsi untuk melunakkan kacang sehingga miselium kapang akan mudah berpenetrasi, menjadikan kandungan air di dalam kacang cukup untuk pertumbuhan kapang, serta untuk mematikan bakteri yang tumbuh selama perendaman (Rohani 1999).
(23)
13 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
1 2.5 4
Ka da r P rote in (% bk)
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm 3.2 Karakteristik Kimia
3.2.1 Kadar Protein Kasar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein kasar tempe grits kacang merah berkisar antara 29.60% sampai 41.13% (Gambar 8). Sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai kadar protein tertinggi, yakni mencapai 41.13% (bk). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh yang mempunyai kadar protein tertingi sebesar 24.32 % (bk) (Munirah 2013).
Gambar 8 Kadar protein kasar (% bk) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Peningkatan kadar protein pada tempe disebabkan oleh hilangnya beberapa komponen terlarut seperti mineral dan gula dari biji kedelai (Bavia et al 2012). Miselium kapang juga berkontribusi untuk meningkatkan kadar protein karena mempunyai aktivitas proteolitik (Rahayu 2004). Selama proses fermentasi, enzim protease diproduksi dalam jumlah banyak dan memecah lebih dari 50% protein menjadi asam amino dan zat terlarut lainnya sehingga mudah diserap oleh tubuh (Shurtleff dan Aoyagi1979). Aktivitas enzim protease dapat terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan miselium kapang masih relatif sedikit. Hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi hanya sekitar 5%, sisanya terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino (Deliani 2008). Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein tempe semakin turun seiring bertambahnya ketebalan. Hal ini dapat disebabkan oleh penetrasi kapang yang rendah pada tempe dengan ketebalan 3 cm sehingga kemampuan untuk menguraikan protein berkurang.
(24)
14
3.2.2 Kadar Protein Terlarut
Metode Bradford digunakan untuk mengukur jumlah protein terlarut pada bahan pangan. Pengukurannya didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue G250 ke protein. Bentuk kationik zat ini berwarna merah dan hijau dengan panjang gelombang serapan 470 nm sampai 650 nm, sedangkan untuk anionik berwarna biru dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 595 nm (Bradford 1976).
Gambar 9 Protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Protein terlarut merupakan jenis oligosakarida dan terdapat rantai kurang dari 10 asam serta memiliki sifat yang mudah diserap oleh pencernaan (Purwoko dan Handajani 2007). Hasil pengukuran kadar protein terlarut tempe grits kacang merah berkisar antara 7.04 g/100 g sampai 23.31 g/100 g (Gambar 9). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein terlarut tempe kacang merah utuh, yakni 21.48 g/100 g (Munirah 2013). Sampel dengan perlakuan aerasi 4 % dan ketebalan 1 cm mempunyai kadar protein terlarut tertinggi, yakni 23.31 g/100 g. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 3 cm mempunyai kadar protein terlarut 21.15 g/100 g. Sampel dengan perlakuan aerasi 2.5% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai terendah, yakni 4.85 g/100 g. Enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kacang menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat. Kandungan protein kasar hanya mengalami sedikit perubahan selama fermentasi, tetapi kelarutannya meningkat menjadi sekitar 50% (Deliani 2008). Nilai kadar protein terlarut tertinggi diperoleh pada sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm. Hal ini dapat terjadi karena pada tempe dengan ketebalan 1 cm mempunyai pertumbuhan miselium yang baik dan kompak
0 5 10 15 20 25 30
1 2.5 4
P rote in T erla rut (g /100 g ) Aerasi (%) 1cm 2cm 3cm
(25)
15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1 2.5 4
Da y a C erna P rote in (% )
Aerasi (%)
1 cm 2 cm 3 cm
sehingga penguraian protein pun menjadi lebih maksimal dibandingkan dengan perlakuan ketebalan yang lain.
3.2.3 Daya Cerna Protein
Daya cerna protein menunjukkan kemampuan suatu protein untuk dicerna oleh enzim protease (Pellet dan Young 1980). Semakin tinggi daya cerna protein maka protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi, begitu pula sebaliknya.
Gambar 10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Daya cerna protein berkisar antara 84.12% hingga 91.26% (Gambar 10). Perlakuan tidak mempengaruhi hasil daya cerna protein antarsampel. Namun demikian, tempe dengan perlakuan luas aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai daya cerna tertinggi yakni 91.26%. Hal ini dapat disebabkan oleh luas aerasi yang semakin besar sehingga ketersediaan O2 semakin besar untuk tumbuhnya
kapang. Semakin banyak kapang yang tumbuh, maka semakin banyak pula protein yang dipecah oleh kapang sehingga daya cerna protein semakin tinggi. Selain itu, tempe dengan ketebalan 1 cm memudahkan penetrasi kapang ke dalam grits sehingga seluruh bagian tempe ditumbuhi kapang dan penguraian protein menjadi lebih maksimal. Pertumbuhan kapang hasil penelitian menunjukkan bahwa tempe dengan ketebalan 1 cm dan 2 cm mempunyai tekstur yang kompak yang menunjukkan penetrasi miselium dapat mencapai bagian dalam tempe (Gambar 1). Namun pada ketebalan tempe 3 cm mempunyai daya penetrasi miselium yang rendah, sehingga penguraian protein pun lebih rendah
(26)
16
dibandingkan dengan tempe 1 cm dan 2 cm. Daya cerna protein tempe semakin meningkat seiring dengan bertambahnya luas aerasi, namun menurun seiring dengan bertambahnya ketebalan.
Selama proses fermentasi, kapang memproduksi enzim yang dapat mengubah sebagian besar nutrisi menjadi padatan terlarut dan nitrogen terlarut, sehingga daya cerna protein meningkat (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Menurut Steinkraus (1983), nitrogen larut air meningkat karena adanya aktivitas enzim protease yang menguraikan protein menjadi fragmen-fragmen yang lebih mudah larut air. Nitrogen larut air mengalami peningkatan dari 0.5% menjadi 28% setelah fermentasi selama 72 jam. Peningkatan jumlah padatan dan nitrogen larut air disebabkan oleh peningkatan jumlah asam amino bebas selama fermentasi kacang (Murata 1967).
3.2.4 Komposisi Gizi Makro
Uji proksimat dilakukan pada sampel terbaik dari beberapa pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, meliputi pengujian fisik dan kimia. Tempe grits kacang merah menghasilkan tempe dengan permukaan tertutup miselium putih, selain itu miselium juga mengikat grits sehingga membentuk tekstur yang kompak pada ketebalan 1 cm dan 2 cm. Namun demikian, sampel dengan ketebalan 3 cm mempunyai tekstur yang rapuh (Gambar 2). Tekstur tempe berpengaruh terhadap daya iris tempe. Semakin kompak tempe, semakin besar kerja yang diperlukan untuk mengiris tempe. Nilai kerja untuk mengiris tempe pada sampel dengan ketebalan 2 cm mempunyai nilai tertinggi yang menunjukkan teksturnya paling kompak. Rendemen tempe yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan antarsampel. Berdasarkan uji kadar protein kasar, sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan 1 cm mempunyai nilai tertinggi yakni 41.13%. Begitu pula hasil uji kadar protein terlarut dan daya cerna protein, sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai tertinggi pada semua sampel. Berdasarkan hasil berbagai pengujian tersebut, maka diperoleh sampel terbaik adalah sampel dengan perlakuan 4% dan ketebalan 1 cm. Berikut merupakan hasil uji proksimat sampel terbaik:
Kadar air tempe grits kacang merah dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mencapai 64.42%. Nilai ini memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2009 tentang tempe, yakni maksimal 65%. Kadar abu sampel Tabel 1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1
cm)
Uji Hasil (%)
Kadar air (bb) 64.42
Kadar abu (bb) 0.17
Kadar lemak (bb) 0.11
Kadar protein (bb) 12.92
Kadar karbohidrat (bb)
(27)
17 mencapai 0.17%. Nilai ini masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan SNI 3144:2009, yaitu maksimal 1.5%. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Proses pembuatan tempe sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi tempe yang dihasilkan.
Kadar lemak tempe grits kacang merah hasil pengukuran adalah 0.11%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan SNI 3144:2009 yakni minimal 10%. Penurunan kadar lemak selama fermentasi mencapai 0.8% sampai 2.8% (Murata
et al 1971). R. oligosporus dan R. oryzae menghasilkan enzim lipase yang akan
mengubah lemak menjadi trigliserida dan asam lemak bebas selama fermentasi (Astuti et al 2000). Kapang menggunakan asam lemak bebas tersebut sebagai sumber karbon (De Reu et al 1994). Jumlah gliserol hasil hidrolisis yang lebih sedikit mengindikasikan bahwa trigliserida dihidrolisis menjadi mono- dan digliserida serta asam lemak bebas (Ruiz-Teran dan Owens 1996).
Kadar protein tempe grits kacang merah mencapai 12.92% (bb). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan standar SNI 3144:2009 yang menetapkan kadar protein tempe kedelai minimal 16.00% (bb). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan, yakni grits kacang merah. Kacang merah mempunyai kandungan protein 23.1 g/100g bahan, sedangkan pada kacang kedelai mempunyai kandungan protein 34.9 g/100g bahan (Depkes 1992). Namun nilai 12.92% (bb) ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh, yakni sebesar 10.16% (Munirah 2013). Hal ini dapat membuktikan bahwa pengembangan tempe menggunakan grits kacang merah dapat meningkatkan kadar protein tempe kacang merah. Aktivitas proteolitik R. oligosporus dan R.
oryzae sangat berperan dalam peningkatan protein selama proses fermentasi
tempe. Kapang menggunakan asam-asam amino (albumin, globulin) dan basa terlarut untuk pertumbuhannya (Handoyo dan Morita 2006).
Kadar karbohidrat sampel adalah 22.38%. Selain menghasilkan enzim protease, kapang juga menghasilkan enzim amilase dan lipase yang digunakan untuk menguraikan karbohidrat dan lemak. Aktifitas enzim amilase ditemukan pada R. oryzae yang aktif yang mencapai puncaknya pada 12 jam fermentasi, ditandai dengan jumlah maltosa tertinggi pada jam tersebut (Sapuan dan Soetrisno 2001). Sebagian gula (karbohidrat) terdegadadsi selama perendaman, pemasakan, dan fermentasi tempe (Mulyowidarso et al 1991; Egounlety dan Aworh 2003). Dinding sel yang tersusun atas polisakarida seperti pektin, selulosa, dan hemiselulosa sebagian terdegadasi selama fermentasi oleh enzim yang diproduksi oleh kapang yang membuatnya lebih larut air (Kiers et al 2000).
3.3 Mutu Sensori
Uji sensori dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan 70 panelis tidak terlatih terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh dengan perlakuan aerasi 4 % dan ketebalan 1 cm. Tempe dipotong dadu dengan ukuran 2x2 cm dan digoreng selama 5 menit tanpa penambahan bumbu.
(28)
18
Table 2 menunjukkan bahwa parameter warna pada uji rating hedonik mempunyai nilai 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa warna tempe grits kacang merah masih dapat diterima oleh panelis karena berada pada hasil penilaian netral (4) hingga agak suka (5). Warna tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium. Namun parameter warna yang dinilai dalam penelitian ini adalah warna tempe setelah digoreng. Begitu pula pada parameter aroma dan tekstur tempe grits kacang merah, berada pada penilaian netral hingga agak suka. Panelis tidak menyukai rasa tempe grits kacang merah, penilaian untuk parameter rasa berkisar antara agak tidak suka hingga tidak suka. Penilaian sampel secara keseluruhan (over all) berkisar pada penilaian agak tidak suka hingga netral. Karakteristik yang kurang disukai pada tempe dikarenakan adanya rasa asam meskipun sampel telah digoreng. Rasa asam ini dimungkinkan muncul karena tahap perendaman air asam yang dilakukan pada proses pembuatan tempe selama dua malam. Perendaman asam yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penetrasi asam ke dalam grits sehingga terdapat rasa asam pada produk akhir. Waktu untuk perendaman asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan rasa asam pada produk akhir.
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanPerlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan mempengaruhi karakteristik tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh antara lain penampakan secara visual, warna, kadar protein kasar, dan protein terlarut. Tempe dengan karakteristik terbaik adalah tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm. Pengembangan tempe grits kacang merah 8 mesh dapat meningkatkan kadar protein tempe kacang merah. Analisis sensori menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap sampel secara keseluruhan (over all) berkisar pada penilaian agak tidak suka hingga netral.
Tabel 2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh perlakuan 4% aerasi ketebalan 1 cm
Uji Penilaian (skala 1-7)
Warna 4.9
Aroma 4.1
Tekstur 4.1
Rasa 2.8
(29)
19 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik penyimpanan tempe grits kacang merah agar dapat disimpan dalam waktu lebih lama dan kualitasnya terjaga. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan tempe grits kacang merah yang tepat sehingga karakteristik produk dapat diterima oleh panelis dengan tetap mempertahankan nilai gizi terutama proteinnya. Waktu perendaman grits menggunakan air asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan rasa asam pada produk akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson SJ, Lall SP, Anderson DM, McNiven MA. 1969. Evaluation of protein quality in fish meals by chemical and biologycal assays. Aquaculture. 115: 305-325.
Astuti M, Andreanyta CG, Halmer H, and Siljestrom M. 1983. Rapid enzymatic assayof insoluble and soluble dietary fiber. J Agic Food Chem. 31(1): 476-482.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC
(US): AOAC.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC
(US): AOAC.
Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, and Carrao Panizzi MC. 2012. Chemical composition of tempeh from soybeans cultivars specially developed for human consumption. Cienc Tecnol Aliment. 32(3):613-620.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methode for the quantitation of microgam quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem. 72:248-54.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kacang Merah. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Deliani. 2008. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein, lemak, komposisi asam lemak dan asam fitat pada pembuatan tempe [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Kandungan Gizi Kacang. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI.
De Reu JC, MH Zwietering, FM Rombouts, MJR Nout. 1993. Appl. Microniol. Bioechnol. 40:261-265.
De Reu JC, Ramdarasa D, Rombouts FM, and Nout MJR. 1994. Changes in soya bean lipids during tempe fermentation. Food Chem. 50:171-175.
Dwinaningsih EA. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama fermentasi [skripsi]. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret.
(30)
20
Egounlety M, Aworh OC. 2003. Effect of soaking, dehulling, and fermentation with Rhizopus oligosporus on the oligosaccharides, trypsin inhibitor, phytic acid and tannins of soybean (Glycine max Merr), cowpera (Vigna
unguiculata L. Walp), and goundbean (Macrotyloma geocarpa Harms). J
Food Eng. 56:249-254.
Fardiaz S. 1987. Fisioligi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas.
Frazier WC. 1976. Food Microbuology 2nd Edition. New Delhi (IN): Mc Gaw-Hill Publishing Company LTD.
Handoyo T, Naofumi M. 2006. Structural and Functional Properties of Fermented Soybean (Tempeh) by Using Rhizopus oligosporus. I Journal of Food Properties. (9):347-355. doi:10.1080/10942910500224746.
Hesseltine, CW Smith, B Bradle, Djien KS. 1963. Investigations of tempeh, an Indonesian food. Dev. Ind Microbiol. 4:275-278.
Indriani EA. 1990. Pengaruh substitusi NaCl dengan KCl terhadap sifat mikrobiologi, kimiawi, dan sensoris tauco [skrpisi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Jurus AM, Sundberg WJ. 1976. Penetration of Rhizopus oligosporus into soybean in tempeh. American Soc. for Microbiol. 32(2):284-287.
Kiers EG, Nout MJR, dan Rombouts FM. 2000. In vitro digestibility of processed and fermented soya bean, cowpea, and maize. J Scie Food Agic. 80:163-169. Kovac B, Raspor P. 1997. The use of the mould Rhizopus oligosporus in food
production. Food Technol. Biotechnol. 35(1):69-73.
Meilgard. 1991. Sensory Evaluation Techniques 2nd Edition. Florida (USA): CRC Press Inc.
Mulyowidarso RK, Fleet GH, Buckle KA. 1991. Changes in the concentration of carbohydrates during the soaking of soybenas for tempe production. Int J Food Sci Tech. 26:595-606.
Munirah W. 2013. Effect of different aeration area and thickness on physicochemical properties of red kidney beans (Phaseolus vulgaris L) tempeh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murata K, H Ikehata, T Miyamoto. 1967. Studies on the nutritional value of tempeh. J. Food Sci. 32:580.
Nurhaida R. 1999. Kajian pengaruh pengkukusan dan lama penyimpanan tempe terhadap mutu keripik tempe [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pariwoharsono S. 2010. Fermentation and biosynthesis of functional active compounds in tempeh for products application. 3rd Soy Symposium: Health, Social-Cultural and Market Perspectives; 2010 Agust 2-3; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): BPPT .
Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo (JP): The United Nation University.
Purwoko, Handajani. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi moromi hasil fermentasi Rhizophus oryzae dan R. oligosporus. Jurnal Ilmiah Biodiversity 8 (2):223-227.
Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Edition. New York (US): Marcel Dekker, Inc.
Rohani E. 1999. Pengaruh jenis kedelai dan jenis laru terhadap perubahan sifat fisiko-kimia keripik tempe [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
(31)
21 Ruiz-Teran, Owens JD. 1996. Chemical and enzymatic changes during the fermentation of bacteria-free soya bean tempe. J Sci Food Agic. 71:523-530. Sapuan, Sutrsino N. 2001. The Complete Handbook of Tempeh. Jonathan A, editor.
Singapura (SG): American Soybean Association.
Santoso BH. 2005. Kandungan Gizi Tahu dan Tempe. Jakarta (ID): PT Gamedia. Shurtleff W, Aoyagi A. 1979. The Book of Tempe. New York (US): Harper &
Row.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3144 Tahun 2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Steinkraus KH, YB Hwa, JP Van Buren, MI Provvidenti, DB Hand. 1960. Studies in tempeh-an Indonesian fermented soybean food. Food Res. 25:777-778. Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York (US):
Mercel Dekker, Inc.
Wicaksono AT. 2014. Pengaruh ketebalan dan persen aerasi kemasan terhadap sifat fifikokimia tempe grits kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
(32)
22
Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis nilai L tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 62.45 62.46 62.46
Aerasi 1% 2 cm 69.81 64.87 67.34
Aerasi 1% 3 cm 64.31 64.34 64.33
Aerasi 2.5% 1 cm 53.25 53.25 53.25
Aerasi 2.5% 2 cm 67.05 67.40 67.23
Aerasi 2.5% 3 cm 63.39 63.39 63.39
Aerasi 4% 1 cm 51.50 51.53 51.52
Aerasi 4% 2 cm 65.86 66.48 66.17
Aerasi 4% 3 cm 64.53 64.61 64.57
Kontrol 76.90 77.30 77.10
Lampiran 2b Rekapitulasi data analisis nilai a tempe grits kacang merah
Sampel Nilai a Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 3.58 3.57 3.58
Aerasi 1% 2 cm 4.44 4.93 4.96
Aerasi 1% 3 cm 3.58 3.61 3.60
Aerasi 2.5% 1 cm 2.33 2.32 2.33
Aerasi 2.5% 2 cm 4.56 4.59 4.58
Aerasi 2.5% 3 cm 3.92 3.95 3.94
Aerasi 4% 1 cm 1.81 1.79 1.80
Aerasi 4% 2 cm 4.37 4.44 4.41
Lampiran1 Rekapitulasi data analisisi daya iris tempe grits kacang merah
Sampel Kerja (g s) Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 6 431.00 12 346.67 9 388.83 Aerasi 1% 2 cm 6 369.50 13 606.67 10 711.80 Aerasi 1% 3 cm 7 008.00 13 260.00 10 134.00 Aerasi 2.5% 1 cm 8 610.33 14 406.67 11 508.50 Aerasi 2.5% 2 cm 11 563.33 15 760.00 13 661.67 Aerasi 2.5% 3 cm 7 877.67 13 853.33 10 865.50 Aerasi 4% 1 cm 9 475.00 14 070.00 11 772.50 Aerasi 4% 2 cm 8 189.67 16 883.33 12 536.50 Aerasi 4% 3 cm 3 802.67 18 023.33 10 913.00 Kontrol 10 083.34 13 250.00 11 666.67
(33)
23
Aerasi 4% 3 cm 4.02 3.98 4.00
Kontrol 3.00 2.60 2.80
Lampiran 2c Rekapitulasi data analisis nilai b tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 16.16 16.16 16.16
Aerasi 1% 2 cm 18.26 21.16 19.71
Aerasi 1% 3 cm 18.07 18.11 18.09
Aerasi 2.5% 1 cm 11.02 10.99 11.01
Aerasi 2.5% 2 cm 18.28 18.38 18.33
Aerasi 2.5% 3 cm 16.96 16.98 16.97
Aerasi 4% 1 cm 9.28 9.30 9.29
Aerasi 4% 2 cm 17.76 17.91 17.84
Aerasi 4% 3 cm 16.18 16.51 16.17
Kontrol 11.10 11.70 11.40
Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah
Sampel Kadar protein kasar (% bk) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 33.34 36.73 35.04
Aerasi 1% 2 cm 37.74 37.61 37.67
Aerasi 1% 3 cm 33.28 37.56 35.42
Aerasi 2.5% 1 cm 31.13 40.10 35.62
Aerasi 2.5% 2 cm 36.76 40.79 38.77
Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah
Sampel Rendemen
Aerasi 1% 1 cm 96.79
Aerasi 1% 2 cm 94.11
Aerasi 1% 3 cm 89.48
Aerasi 2.5% 1 cm 92.67
Aerasi 2.5% 2 cm 93.96
Aerasi 2.5% 3 cm 95.42
Aerasi 4% 1 cm 92.11
Aerasi 4% 2 cm 92.31
(34)
24
y = 0.0007x + 0.0486 R² = 0.9819
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0 200 400 600 800 1000 1200
Absor
ba
nsi
Konsentrasi BSA (ppm)
Aerasi 2.5% 3 cm 32.22 34.11 33.17
Aerasi 4% 1 cm 38.89 43.37 41.13
Aerasi 4% 2 cm 36.41 41.35 38.88
Aerasi 4% 3 cm 27.63 31.56 29.60
Lampiran 5 Rekapitulasi data absorbansi standar BSA Konsentrasi
(ppm)
Protein terlarut (%)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
0 0 0 0 0
100 0.109 0.109 0.108 0.109
200 1.219 0.222 0.221 0.221
400 0.397 0.397 0.395 0.396
600 0.532 0.533 0.534 0.533
800 0.633 0.634 0.633 0.633
1000 0.756 0.755 0.755 0.755
Gambar 11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang
merah
Sampel Rata-rata
Aerasi 1% 1 cm 10.55
Aerasi 1% 2 cm 8.79
(35)
25
Aerasi 2.5% 1 cm 4.85
Aerasi 2.5% 2 cm 10.28
Aerasi 2.5% 3 cm 8.32
Aerasi 4% 1 cm 23.31
Aerasi 4% 2 cm 7.04
Aerasi 4% 3 cm 16.17
Lampiran 7 Rekapitulasi data analisis daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah
Sampel Daya cerna protein (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 88.07 86.56 87.32
Aerasi 1% 2 cm 87.07 87.57 87.32
Aerasi 1% 3 cm 85.86 85.77 85.82
Aerasi 2.5% 1 cm 89.12 89.70 89.41
Aerasi 2.5% 2 cm 88.30 88.68 88.49
Aerasi 2.5% 3 cm 84.03 84.21 84.12
Aerasi 4% 1 cm 90.87 91.65 91.26
Aerasi 4% 2 cm 89.05 89.78 89.42
Aerasi 4% 3 cm 85.54 85.43 85.49
Lampiran 8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)
Sampel Kadar (%) Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Kadar air 64.85 64.00 64.42
Kadar abu (%bk) 0.47 0.49 0.48
Kadar lemak (%bk) 0.64 0.32 0.48
Kadar protein (% bb) 13.06 12.66 12.86
Lampiran 9 Form kuesioner sensori rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah goreng terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)
Nama : Tanggal :
(36)
26
Instruksi :
Di hadapan Anda terdapat satu sampel tempe goreng. Anda diminta untuk melakukan pencicipan dan memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan atribut secara keseluruhan (over all). Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai terhadap sampel dengan skala kategori 1-7. Skala 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka.
Atribut Nilai (skala 1-7)
Warna Aroma Tekstur Rasa Over all
(37)
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah Isnaini Ayu Lestari, putri kedua dari dua bersaudara. Lahir di Boyolali, 18 Oktober 1992 dari pasangan Ahsan Busro dan Sri Lestari. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 1 Kembang pada tahun 2004, jenjang SMP di SMP Negeri 1 Ampel pada tahun 2007, dan jenjang SMA di SMA Negeri 1 Salatiga pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ketika kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Ikatan Keluarga Muslim TPB (2010-2011), Forum Bina Islami Fateta (2011-2013), Organisasi Mahasiswa Daerah Semarang (PATRA ATLAS), Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB), dan Korps Sukarela PMI Unit I IPB (2011-2013). Penulis aktif sebagai panitia MPKMB Sahabat Tani 48 (2011), Save Our Water Asrama TPB IPB (2011), Agotechnology Fair and Contest (2011), Techno-F (2012), BAUR-Access (2012), LCTIIP XX, Canvasing IPB di Semarang (2012), Seminar Nasional Halal is Scientific (HASSASIN) 2012 dan 2013.
Penulis mempunyai pengalaman mengajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Bantar Kambing, Bogor. Beberapa prestasi penulis antara lain menjadi Juara I Duta Lingkungan Gedung A1 Asrama Putri TPB IPB (2010), Juara Harapan III Cabang Karya Tulis Al Qur’an MTQ Mahasiswa Nasional XIII di Padang (2013), Juara I LKTIA Festival Ilmuwan Muslim Nasional Serum G (2013). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh” di bawah bimbingan Dr. Eko Hari Purnomo, STP, MSc.
(1)
22
Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis nilai L tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 62.45 62.46 62.46
Aerasi 1% 2 cm 69.81 64.87 67.34
Aerasi 1% 3 cm 64.31 64.34 64.33
Aerasi 2.5% 1 cm 53.25 53.25 53.25
Aerasi 2.5% 2 cm 67.05 67.40 67.23
Aerasi 2.5% 3 cm 63.39 63.39 63.39
Aerasi 4% 1 cm 51.50 51.53 51.52
Aerasi 4% 2 cm 65.86 66.48 66.17
Aerasi 4% 3 cm 64.53 64.61 64.57
Kontrol 76.90 77.30 77.10
Lampiran 2b Rekapitulasi data analisis nilai a tempe grits kacang merah
Sampel Nilai a Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 3.58 3.57 3.58
Aerasi 1% 2 cm 4.44 4.93 4.96
Aerasi 1% 3 cm 3.58 3.61 3.60
Aerasi 2.5% 1 cm 2.33 2.32 2.33
Aerasi 2.5% 2 cm 4.56 4.59 4.58
Aerasi 2.5% 3 cm 3.92 3.95 3.94
Aerasi 4% 1 cm 1.81 1.79 1.80
Aerasi 4% 2 cm 4.37 4.44 4.41
Lampiran1 Rekapitulasi data analisisi daya iris tempe grits kacang merah
Sampel Kerja (g s) Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 6 431.00 12 346.67 9 388.83 Aerasi 1% 2 cm 6 369.50 13 606.67 10 711.80 Aerasi 1% 3 cm 7 008.00 13 260.00 10 134.00 Aerasi 2.5% 1 cm 8 610.33 14 406.67 11 508.50 Aerasi 2.5% 2 cm 11 563.33 15 760.00 13 661.67 Aerasi 2.5% 3 cm 7 877.67 13 853.33 10 865.50 Aerasi 4% 1 cm 9 475.00 14 070.00 11 772.50 Aerasi 4% 2 cm 8 189.67 16 883.33 12 536.50 Aerasi 4% 3 cm 3 802.67 18 023.33 10 913.00 Kontrol 10 083.34 13 250.00 11 666.67
(2)
23
Aerasi 4% 3 cm 4.02 3.98 4.00
Kontrol 3.00 2.60 2.80
Lampiran 2c Rekapitulasi data analisis nilai b tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 16.16 16.16 16.16
Aerasi 1% 2 cm 18.26 21.16 19.71
Aerasi 1% 3 cm 18.07 18.11 18.09
Aerasi 2.5% 1 cm 11.02 10.99 11.01
Aerasi 2.5% 2 cm 18.28 18.38 18.33
Aerasi 2.5% 3 cm 16.96 16.98 16.97
Aerasi 4% 1 cm 9.28 9.30 9.29
Aerasi 4% 2 cm 17.76 17.91 17.84
Aerasi 4% 3 cm 16.18 16.51 16.17
Kontrol 11.10 11.70 11.40
Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah
Sampel Kadar protein kasar (% bk) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 33.34 36.73 35.04
Aerasi 1% 2 cm 37.74 37.61 37.67
Aerasi 1% 3 cm 33.28 37.56 35.42
Aerasi 2.5% 1 cm 31.13 40.10 35.62
Aerasi 2.5% 2 cm 36.76 40.79 38.77
Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah
Sampel Rendemen
Aerasi 1% 1 cm 96.79
Aerasi 1% 2 cm 94.11
Aerasi 1% 3 cm 89.48
Aerasi 2.5% 1 cm 92.67
Aerasi 2.5% 2 cm 93.96
Aerasi 2.5% 3 cm 95.42
Aerasi 4% 1 cm 92.11
Aerasi 4% 2 cm 92.31
(3)
24
y = 0.0007x + 0.0486 R² = 0.9819
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0 200 400 600 800 1000 1200
Absor
ba
nsi
Konsentrasi BSA (ppm)
Aerasi 2.5% 3 cm 32.22 34.11 33.17
Aerasi 4% 1 cm 38.89 43.37 41.13
Aerasi 4% 2 cm 36.41 41.35 38.88
Aerasi 4% 3 cm 27.63 31.56 29.60
Lampiran 5 Rekapitulasi data absorbansi standar BSA Konsentrasi
(ppm)
Protein terlarut (%)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
0 0 0 0 0
100 0.109 0.109 0.108 0.109
200 1.219 0.222 0.221 0.221
400 0.397 0.397 0.395 0.396
600 0.532 0.533 0.534 0.533
800 0.633 0.634 0.633 0.633
1000 0.756 0.755 0.755 0.755
Gambar 11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang
merah
Sampel Rata-rata
Aerasi 1% 1 cm 10.55
Aerasi 1% 2 cm 8.79
(4)
25
Aerasi 2.5% 1 cm 4.85
Aerasi 2.5% 2 cm 10.28
Aerasi 2.5% 3 cm 8.32
Aerasi 4% 1 cm 23.31
Aerasi 4% 2 cm 7.04
Aerasi 4% 3 cm 16.17
Lampiran 7 Rekapitulasi data analisis daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah
Sampel Daya cerna protein (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 88.07 86.56 87.32
Aerasi 1% 2 cm 87.07 87.57 87.32
Aerasi 1% 3 cm 85.86 85.77 85.82
Aerasi 2.5% 1 cm 89.12 89.70 89.41
Aerasi 2.5% 2 cm 88.30 88.68 88.49
Aerasi 2.5% 3 cm 84.03 84.21 84.12
Aerasi 4% 1 cm 90.87 91.65 91.26
Aerasi 4% 2 cm 89.05 89.78 89.42
Aerasi 4% 3 cm 85.54 85.43 85.49
Lampiran 8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)
Sampel Kadar (%) Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Kadar air 64.85 64.00 64.42
Kadar abu (%bk) 0.47 0.49 0.48
Kadar lemak (%bk) 0.64 0.32 0.48
Kadar protein (% bb) 13.06 12.66 12.86
Lampiran 9 Form kuesioner sensori rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah goreng terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)
Nama : Tanggal :
(5)
26
Instruksi :
Di hadapan Anda terdapat satu sampel tempe goreng. Anda diminta untuk melakukan pencicipan dan memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan atribut secara keseluruhan (over all). Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai terhadap sampel dengan skala kategori 1-7. Skala 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka.
Atribut Nilai (skala 1-7)
Warna Aroma Tekstur Rasa
(6)
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah Isnaini Ayu Lestari, putri kedua dari dua bersaudara. Lahir di Boyolali, 18 Oktober 1992 dari pasangan Ahsan Busro dan Sri Lestari. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 1 Kembang pada tahun 2004, jenjang SMP di SMP Negeri 1 Ampel pada tahun 2007, dan jenjang SMA di SMA Negeri 1 Salatiga pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ketika kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Ikatan Keluarga Muslim TPB (2010-2011), Forum Bina Islami Fateta (2011-2013), Organisasi Mahasiswa Daerah Semarang (PATRA ATLAS), Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB), dan Korps Sukarela PMI Unit I IPB (2011-2013). Penulis aktif sebagai panitia MPKMB Sahabat Tani 48 (2011), Save Our Water
Asrama TPB IPB (2011), Agotechnology Fair and Contest (2011), Techno-F (2012), BAUR-Access (2012), LCTIIP XX, Canvasing IPB di Semarang (2012), Seminar Nasional Halal is Scientific (HASSASIN) 2012 dan 2013.
Penulis mempunyai pengalaman mengajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Bantar Kambing, Bogor. Beberapa prestasi penulis antara lain menjadi Juara I Duta Lingkungan Gedung A1 Asrama Putri TPB IPB (2010), Juara Harapan III Cabang Karya Tulis Al Qur’an MTQ Mahasiswa Nasional XIII di Padang (2013), Juara I LKTIA Festival Ilmuwan Muslim Nasional Serum G (2013). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh” di bawah bimbingan Dr. Eko Hari Purnomo, STP, MSc.