Pengaruh Penepungan, Perebusan, Perendaman Asam, Dan Fermentasi Terhadap Komposisi Kimia Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.)

PENGARUH PENEPUNGAN, PEREBUSAN, PERENDAMAN
ASAM, DAN FERMENTASI TERHADAP KOMPOSISI KIMIA
KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)

VEGA WIDYA KARISMA

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Penepungan,
Perebusan, Perendaman Asam, dan Fermentasi Terhadap Komposisi Kimia
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)” adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 13 Juni 2014
Vega Widya Karisma
NIM F24100068

ABSTRAK
VEGA WIDYA KARISMA. Pengaruh Penepungan, Perebusan, Perendaman
Asam, dan Fermentasi Terhadap Komposisi Kimia Kacang Merah (Phaseolus
vulgaris L.). Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ANTUNG SIMA
FIRLIEYANTI.
Proses pengolahan pangan dapat mencakup beberapa tahapan proses, seperti
penepungan, pemanasan basah (seperti perebusan), pemanasan kering (penyangraian), perendaman, fermentasi, dsb. Proses pengolahan yang dilalui dapat mempengaruhi perubahan komposisi kimia dari bahan pangan tersebut, dapat meningkat atau menurun.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengolahan (penepungan, perebusan, perendaman asam, dan fermentasi) terhadap
komposisi kimia kacang merah.Tahapan proses perebusan, perendaman, dan
fermentasi biasanya digunakan dalam proses pembuatan tempe. Komposisi kimia
yang dianalisis mencakup kadar air, protein kasar, protein terlarut, kandungan
asam amino, isoflavon, antitripsin dan oligosakarida kacang merah. Secara
keseluruhan semua proses pengolahan tersebut menyebabkan peningkatan kadar
air, protein kasar, protein terlarut, komposisi asam amino dan kandungan
isoflavon kacang merah. Penurunan yang terjadi adalah kadar abu, lemak, karbohidrat, antitripsin dan oligosakarida (stakiosa dan rafinosa). Proses fermentasi

sangat berpengaruh signifikan terhadap komposisi kimia kacang merah terutama
kandungan protein, protein terlarut dan asam aminonya. Proses fermentasi menurunkan kandungan antitripsin dan oligosakarida.
Kata kunci:antitripsin, asam amino, isoflavon, kacang merah, oligosakarida,
protein

ABSTRACT
VEGA WIDYA KARISMA. The Effect of Grinding, Boiling, Acid Soaking and
Fermentation Process on Chemical Composition of Red Kidney Bean (Phaseolus
vulgaris L.). Supervised byFERI KUSNANDAR and ANTUNG SIMA
FIRLIEYANTI.

Food processing are including a several process stage, likes grinding, wet
heating (boiling), dry heating (frying without oil), soaking, fermentation, etc.
Food processing influences change of a chemical composition of foods, it can be
increased or decreased. The aims of this research are to study the effect of processing (grinding, boiling, acid soaking, and fermentation process) to the chemical
composition of red bean. Boiling, soaking, and fermentation are usually used for
making tempeh. The chemical composition that is analized including moisture
content, crude protein, soluble protein, amino acid content, isoflavone, antitrypsin
and oligosaccharide of red bean. Overall, food processing caused the increament
of moisture content, crude protein, soluble protein, amino acid and isoflavone

content on red kidney bean. On the other hand, processing caused decreasing of
ash content, fat, carbohydrate, antitrypsin and oligosaccharide (stachiose and
rafinose) content of red bean. Fermentation process had significant effect on
chemical composition of red bean especially its crude protein, soluble protein, and
amino acid content. This process also caused significant reduction of antitrypsin
and oligosaccharide of red bean.
Keywords : amino acid, antitrypsin, isoflavone, oligosaccharide, protein, red
kidney bean,

PENGARUH PENEPUNGAN PEREBUSAN, PERENDAMAN
ASAM, DAN FERMENTASI TERHADAP KOMPOSISI KIMIA
KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)

VEGA WIDYA KARISMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil selesai tepat
waktu.Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2013 ini ialah tempe kacang merah sebagai substitusi kacang kedelai,
dengan judul “Pengaruh Perebusan, Perendaman Asam, dan Fermentasi Terhadap
Kom-posisi Kimia Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada papa, mama,
Mbak Tyas, Mbak Christine, dan mas Jefri yang selalu memberi dukungan, doa,
dan kasih sayang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Feri
Kusnandar,MSc dan Ibu Antung Sima Firlieyanti,STP,MSc selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama kuliah,
penelitian, hingga tersususnnya skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Eko

Hari Purnomo,MSc atas saran dan kesediaan waktu sebagai dosen penguji. Terima
kasih kepada Ibu Didah Nur Faridah atas saran dan masukan selama analisis.
Terima kasih kepada rekan selama penelitian Tim Kacang Merah Alexander
Tommy W, Andini Giwang K, Barli Abiyoga K, Dewi Ratna Sari, Isnaini Ayu L,
Lulu Maknun dan Munirah yang telah bekerjasama dengan sangat baik. Terima
kasih untuk laboran dan teknisi Bapak Rojak, Bapak Gatot, Bapak Sobirin, Bapak
Yahya, Bapak Junaedi, Bapak Wahid, Mas Edi, Mbak Ririn, Mbak Irin, Mbak
Nurul yang membantu dalam kegiatan analisis. Terima kasih teman-teman ITP 47
yang saya sayangi dan saya banggakan khususnya Livia, Raditya, Stephanie,
Nesya, Cindy, Suma, Fanny, Nurul, Agisio serta rekan-rekan yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa
Katolik IPB (KeMaKI) dan teman-teman Himpunan Keluarga Rembang di Bogor
(HKRB) angkatan 47 khususnya untuk Lutfia. Terima kasih kepada staf UPT ITP
dan Departemen ITP Mbak Tika, Mbak May, Ibu Novie, serta Ibu dan Bapak UPT
lainnya untuk informasi dan pelayanan yang ramah.

Bogor,13 Juli 2014
Vega Widya Karisma

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN

3

Bahan

3

Alat

3


Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Karakteristik Fisik Tempe Kacang Merah dan Tepung Kacang Merah

11

Karakteristik Kimia Kacang Merah dengan Berbagai Perlakuan

11

SIMPULAN DAN SARAN

22


Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

33


DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fisik kacang merah dan tepung kacang merah
2 Kandungan proksimat kacang merah dengan berbagai perlakuan
3 Komposisi asam amino kacang merah dengan berbagai perlakuan

11
12
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian tempe kacang merah
Kadar protein terlarut kacang merah dengan berbagai perlakuan
Kadar isoflavon kacang merah dengan berbagai perlakuan

Kadar antitripsin kacang merah dengan berbagai perlakuan
Kadar oligosakarida kacang merah dengan berbagai perlakuan
Kromatogram monosakarida tempe kacang merah fermentasi 36 jam

5
14
17
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Densitas kamba sampel kacang merah dan tepung kacang merah
Dimensi panjang dan dimensi ketebalan kacang merah utuh
Kadar proksimat kacang merah berbagai ukuran dalam basis basah
Uji One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar air kacang merah
berbagai perlakuan
Uji One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar abu kacang merah
berbagai perlakuan
Uji One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar protein kacang
merah berbagai perlakuan
Uji One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar lemak merah
berbagai perlakuan
Uji One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar karbohidrat merah
berbagai perlakuan
Kurva standar BSA
Data protein terlarut kacang merah dengan berbagai perlakuan
Data kadar isoflavon kacang merah dengan berbagai perlakuan
Data kadar antitripsin kacang merah dengan berbagai perlakuan
Data kadar stakiosa dan rafinosa kacang merah dengan berbagai
perlakuan

27
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang yang banyak terdapat di
masyarakat dan sering dikonsumsi dalam bentuk sop/sayuran. Di Indonesia
kacang merah kering umumnya dimasak menjadi bubur, sup atau campuran sayur,
nasi tim dan es kacang merah. Selain itu kacang merah juga dapat diolah menjadi
selai untukpengisi kue. Kacang merah merupakan kacang-kacangan yang memiliki gizi yang tinggi, yaitu kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat kompleks,
serat, dan protein. Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam
kacang merah membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Ekawati
1990). Kadar indeks glikemik kacang merah juga termasuk rendah sehingga
menguntungkan penderita diabetes dan menurunkan risiko timbulnya diabetes
(Aulina 2010). Kacang merah kering merupakan sumber karbohidrat kompleks,
serat makanan (fiber), vitamin B (terutama asam folat dan vitamin B6), fosfor,
mangan, besi, thiamin, dan protein (Agustina et al 2013).Seperti jenis kacangkacang lainnya kacang merah juga mengandung senyawa anti nutrisi yang
menyebabkan pengurangan nilai gizi seperti asam fitat, oligosakarida, hemaglutinin atau lektin dan antitripsin (Ekawati 1999).
Kacang merah belum banyak dimanfaatkan dalam proses produksi pangan
di industri. Di antara potensi pemanfaatan kacang merah adalah untuk pembuatan
tempe.Tempe merupakan sumber protein nabati yang cukup tinggi. Kandungan
gizi tempe mampu bersaing dengan bahan pangan hewani seperti daging, ikan dan
telur baik dari segi protein, vitamin maupun karbohidrat. Dengan komposisi gizi
yang baik dari kacang merah, maka tempe kacang kedelai akan menjadi sumber
zat gizi nabati yang sangat baik.
Dwinaningsih (2010) membedakan tempe non kedelai berdasarkan bahan
bakunya, yaitu tempe leguminosa nonkedelai dan tempe non leguminosa. Tempe
non leguminosa biasanya dapat terbuat dari ampas tahu, gandum, sorgum, campuran beras dan kedelai, tempe bongkrek, ampas kacang dan ampas tela. Tempe
leguminosa non kedelai dapat dibuat dari kacang kedelai hitam, kacang hijau,
tempe bengkuk, tempe kecipir, tempe lamtoro dan tempe dari kacang merah.
Proses pembuatan tempe melewati beberapa tahapan, yaitu proses perendaman, perebusan, dan fermentasi. Proses pengolahan pangan tersebut dapat
umumnya mempengaruhi karakteristik kimia yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut, baik perubahan yang diinginkan maupun tidak diinginkan.
Pengaruh yang diinginkan di antaranya inaktivasi senyawa antinutrisi(seperti antitripsin), dan oligosakarida, sedangkan yang tidak diinginkan adalah penurunan
kandungan zat gizi (protein, lemak, karbohidrat dan komponen mikro).
Berbagai jenis pengolahan dapat mempengaruhi komposisi kimia dan
sensori pada bahan pangan. Pengolahan dengan pemanasan dapat meningkatkan
daya cerna sehingga meningkatkan zat-zat gizi yang terkandung didalamnya serta
menurunkan zat anti nutrisi, namun pemanasan yang berlebih dapat menyebabkan
penurunan sensori dan nilai gizi produk pangan olahan (Palupi et al 2007).
Pengolahan dengan menggunakan perendaman dalam asam dapat mengakibatkan
peningkatan protein dan peningkatan kelarutan protein (Triyono 2010), kandungan isoflavon pada bahan pangan seperti kacang-kacangan juga mengalami

2
peningkatan karena pengaruh asam (Susi 2012). Selain itu asam menyebabkan
beberapa zat anti gizi mengalami penurunan. Pengolahan pangan dengan cara
fermentasi juga dapat meningkatkan kandungan protein dan jumlah asam amino
dalam produk fermentasi (Almasyhuri et al 1999).Selain itu beberapa senyawa
anti nutrisi maupun oligosakarida akan mengalami penurunan akibat proses
fermentasi (Susi 2012)
Berbagai proses pengolahan tersebut diduga juga berpengaruh terhadap
komposisi kimia kacang merah. Penelitian mengenai pengaruh proses perebusan,
perendaman asam, dan fermentasi yang umum diterapkan dalam proses pembuatan tempe terhadap komposisi kimia kacamg merah yang meliputi kandungan
protein, protein terlarut, asam amino, isoflavon, antitripsin dan oligosakarida
kacang merah selama proses pengolahan.Proses penepungan juga sering dilakukan untuk tujuan kacang merah sebagai ingredien pangan, sehingga perlu juga
diketahui pengaruh proses tersebutterhadap perubahan komposisi kimianya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penepungan,
perebusan, perendaman asam, dan fermentasi terhadap komposisi kimia kacang
merah, yang meliputi kandungan protein, protein terlarut, asam amino, isoflavon,
antitripsin dan oligosakarida kacang merah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengaruh proses pengolahan
terhadap komposisi kimia kacang merah, terutama kandungan protein, protein
terlarut, asam amino, isoflavon, antitripsin dan oligosakarida kacang merah.

3

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang merah yang
diperoleh dari pasar Anyar Bogor. Bahan lainnya adalah air bersih, laru tempe,dan
asam asetat 25%.Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis di antaranya adalah
heksana, larutan HCl 25 %, H2SO4 pekat, HgO, K2SO4, Larutan 60% NaOH - 5%
Na2S2O3.5H2O, H2BO3 jenuh, HCl 0.02 N, NaOH 2 N, hexana, etanol proanalysis 70%, air destilata, indikator metilen red, metilen blue, indikator phenoftalein, standard glukosa, standar stakiosa, standar asam amino, standar isoflavon
genistein, standar isoflavon daidzin, standar isoflavon glycitein, standar tripsin
inhibitor, standar BSA (Bovine Serum Albumin), larutan BAPNA (N-α-benzoyl-larginine-p-nitronalidine), asam asetat, aquabidestilata, acetonitril pro-analysis,
metanol pro-analysis, asam asetat glacial pro-analysis, regenerated membran
0.45µm, dietil eter, TCA (Trichloro asetic acid), reagen Bradford, AccQ-Fluor
Borate.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan tempe dan penepungan
antara lain panci, kompor, baskom, plastik, alat pelubang, oven, disc mili dan pin
disc mill.Sedangkan peralatan yang digunakan dalam analisis kimia antara lain
alat gelas, cawan aluminium (bertutup), desikator berisi bahan pengering, oven
listrik, neraca analitik, termometer, penjepit cawan (gegep), cawan porselen, tanur
listrik, kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet (kondensor dan pemanas listrik),
pemanas Kjeldahl lengkap, alat destilasi lengkap, buret, pengaduk magnetik,
HPLC (High Performance Liquid Chromatography), spektrofotometer, sentrifuse,
alat penyaring dengan ukuran membran 22µm, Amino Acid Analyzer, kolom C18
reverse phase, dan kolom Zorbax Carbohydrate.
Metode Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis kimia dari kacang merah setelah melewati
setiap tahapan proses pembuatan tempe (perendaman asam, perebusan dan
fermentasi) dan setelah proses. Tahapan penelitian secara skematis disajikan pada
Gambar 1.
Persiapan Sampel dari Tahap Proses Pembuatan Tempe
Tahapan proses pembutan tempe kacang merah mengacu pada penelitian
Jaisan (2013). Kacang merah utuh dicuci hingga bersih, kemudian direbus selama
10 menit. Perebusan bertujuan untuk melunakkan dinding sel kacang merah.
Setelah itu dilakukan proses perendaman dalam larutan asam pH 4.5 selama 7 jam.
Proses perendaman dalam larutan asam bertujuan untuk mencegah tumbuhnya
mikroba yang tidak diinginkan yang dapat mengkontaminasi tempe. Setelah
direndam selama 7 jam , kacang merah dicuci sampai bersih untuk menghilangkan
sisa asam dan dilanjutkan proses pengupasan kulit kacang merah. Kacang merah
yang telah dihilangkan kulitnya kemudian dikukus selama 10 menit, sehingga
kacang lebih lunak dan dapat digunakan sebagai substrat pertumbuhan kapang

4
(laru tempe). Kacang merah diberi laru yang mengandung kapang R. oryzae dan R.
Oligosporus, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang diberi lubang
aerasi 2.5%. Ketebalan tempe adalah 1 cm dengan tingkat aerasi 2.5% (Munirah,
2013). Inkubasi tempe dilakukan selama 36 jam. Pada setiap tahapan proses
pembuatan tempe tersebut (setelah proses perebusan, perendamandan dan fermentasi) dilakukan pengambilan sampel untuk analisis kimia.
Persiapan Sampel Tepung Kacang Merah
Dalam persiapan sampel lainnya, dilakukan proses penepungan kacang
merah dengan mengacu Ningrum (2012) yang dimodifikasi. Proses penepungan
diawali dengan perendaman kacang merah dalam air selama 7 jam. Selama
perendaman air masuk kedalam matriks kacang merah sehingga kacang lebih
mengembang. Kacang merah kemudian dikupas kulitnya dengan alat pengupas
kulit, lalu dikeringkan dalam oven (60oC selama 3 jam). Kacang merah kering
selanjutnya digiling dengan pin disc mill lalu, diayak dengan vibrating screen80
mesh. Keseluruhan proses di atas menghasilkan tepung kacang merah dengan
ukuran 80 mesh. Tepung yang diperoleh kemudian dilakukan analisis kimia.
AnalisisFisikokimia Kacang Merah
Kacang merah dianalisis sifat fisik (warna, densitas kamba, dimensi) dan
komposisi kimia (proksimat, protein terlarut, asam Amino, oligosakarida, antitripsin dan isoflavon).
Analisis Tepung Kacang Merah
Tepung kacang merah dianalisis sifat fisik (derajat putih), densitas kamba
dan komposisi kimia (proksimat, protein terlarut, asam Amino, oligosakarida,
antitripsin dan isoflavon).
Analisis Kacang Merah Setelah Perlakuan Proses Pengolahan
Kacang merah yang telah melewati tahapan proses perebusan, perendaman
asam dan fermentasi dianalisis sifat kimianya (proksimat, protein terlarut, asam
Amino, oligosakarida, antitripsin dan isoflavon).
Metode Analisis
Warna
Warna sampel kacang merah diukur dengan menggunakan Chromameter
Hunter L*a*b.
Densitas kamba (bulk Density)
Densitas kamba kacang merah diukur dengan cara menimbang contoh yang
telah dimasukkan kedalam gelas ukur yang volumenya telah diketahui secara pasti.
Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak
terdapat rongga dan ditimbang.Densitas kamba dihitung dengan perbandingan
berat sampel dengan volume sampel. Perhitungan densitas kamba dapat diperoleh
dengan rumus berikut :
(�
)
Densitas kamba (gram/ml) =
(

)

5

Kacang
merah

Proses Produksi Tempe
Kacang Merah (Jaisan &
Munirah 2013)
Perebusan
kacang merah
utuh selama 10
menit
Perendaman
dalam larutan
asam pH 4,5
selama 7 jam
Pengupasan
kulit kacang
merah
Pengukusan
selama 10 menit
Penambahan laru
R.oryzae+R.oligospo
rus

Analisis Kimia : Proksimat,
Protein terlarut, Asam
Amino, Oligosaka-rida,
Antitripsin dan Isoflavon

Analisis Fisik
:dimensi, bulk
density, warna

Proses
Penepungan
(Ningrum 2012)
Perendaman
selama 7 jam
Pengupasan
kulit kacang
Pengeringan
o
oven suhu 60 C
Penggilingan
dengan pin disc
mill
Pengayakan
tepung 80 mesh

Tepung
kacang merah

Pengaturan dimensi
ketebalan 1 cm dan
aerasi 2.5 %
Inkubasi selama
36 jam
Tempe kacang
merah

Gambar 1 Diagram alir penelitian tempe kacang merah

6
Dimensi
Analisis dimensi dilakukan dengan mengukur dimensi dari kacang merah
utuh dan tempe kacang merah. Analisis dimensi pada kacang merah utuh meliputi
panjang, lebar dan diameter kacang merah.
Derajat Putih
Derajat putih tepung kacang merah dilakukan dengan menggunakan Whiteness meter.
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar air dilakukan dengan terlebih dahulu mengeringkan cawan
kosong dan tutupnya dalam oven selama 15 menit, setelah itu cawan didinginkan
dalam desikator. Cawan yang sudah kering diambil dengan penjepit dan ditimbang beratnya.Sampel lalu dimasukkan kedalam cawan sebanyak 1-2 gram
sampel.Cawan beserta sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC
selama 3 jam. Setelah 3 jam cawan diambil dengan penjepit lalu dinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus berikut:
Kadar air (% bb) 

W - (W1- W2)
x100%
W

Kadar air (% bk) 

W - (W1- W2)
x100%
W1- W2

dimana: W(bobot sampel, gram); W1(bobot cawan+ sampel kering, gram); W2:
(bobot cawan, gram).
Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan
kering. Tahapan analisis diawali dengan cawan porselen beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator. Setelah dingin, cawan porselen tersebut ditimbang. Sebanyak 2-3 gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kembali. Sampel dimasukkan
ke dalam tanur listrik dan dipanaskan pada suhu maksimum 550oC sampai
pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, sampel dan cawan didinginkan
di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu dihitung dalam basis kering dengan
rumus berikut:
Kadar abu (% bb) 

W1 - W2
x100%
W

Kadar abu (% bk) 

kadar abu (bb)
x100%
(100 - kadar air (bb))

dimana: W(bobot sampel, gram); W1(bobot cawan+abu, gram); W2:
cawan., gram).

(bobot

Kadar Protein Kasar (AOAC 960.52 yang Dimodifikasi)
Sebanyak 0.1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu
ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 mL HgO, dan 2.0 + 0.1 mL H2SO4,
selanjutnya contoh dididihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan.
Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu

7

Kjeldahl dibilas dengan 1-2 mL air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan
ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10
mL larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 mL larutan H3BO3
jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian
0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15
mL destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar
dihitung dengan rumus berikut:
Kadar N (%bb) 

(V HCl contoh - V HCl blanko) x N HCl x 14.007
x100%
mg contoh

Kadar protein (%bb)  % N x Fk
Kadar protein (% bk) 

kadar protein (bb)
x100%
(100 - kadar air (bb))

dimana: V(volum, ml); N(normalitas, N); Fk(faktor konversi, 6,25)
Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Untuk produk kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih
dahulu karena matriks bahan yang cukup komplek.Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh ditambahkan dengan 20 mL air dan 30 mL HCl
25%. Kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas
arloji.Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci
dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus.Kertas saring
tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering.
Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong
dengan sumbat kapas.Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat
kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut
hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan
ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap.Kadar lemak dihitung
dengan rumus berikut:
W1 - W2
x100%
W
kadar lemak (bb)
Kadar lemak (% bk) 
x100%
(100 - kadar air (bb))
Kadar lemak (%bb) 

dimana: W(bobot sampel, gram); W1(bobot labu+lemak, gram); W2: (bobot labu,
gram).

8
Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung dengan by difference, yaitu 100%- kadar air, abu,
lemak dan protein.
Kadar Protein Terlarut (Bradford 1976)
Analisis protein terlarut menggunakan metode Bradford dengan standar
BSA (Bovine Serum Albumin). Sebanyak 1-2 gram ditimbang dan ditambahkan 5
mLakuades, kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring atau
kapas.Ekstrak diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan 1 mLakuades dan1 mL
TCA (Trichloro asetic acid)10%. Kemudian sampel disentrifuse selama 10 menit
(3000 rpm,25oC). Setelah terpisah, supernatan dibuang sehingga hanya tersisa
endapannya saja lalu pada endapan tersebut ditambahkan 2 mLetill eter dan
disentrifuse kembali selama 10 menit (3000 rpm,25oC). Sampel yang telah terpisahdibiarkan semalaman pada suhu ruanghinggaetl eter menguap seluruhnya.Sampel yang telah keringditambahkan 5 mL akuades dan5 mL reagent Bradford.Sampel divortex dan diamkan selama 30 menit agar reaksi pembentukan
warna lebih sempurna, setelah itu ukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 595 nm.Kadar protein terlarut ditentukan dengan menggunakan kurva
standar BSA.
Kadar Asam Amino (Nollet dan Leo ML 1996, Waters AccQ 1993)
Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan dengan 5 mL HCl 6N, kemudian
vortex. Biarkan reaksi hidrolisis tersebut terjadi selama 22 jam pada suhu 110oC.
Setelah itu, sampel didinginkan, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 50
mL dan ditera dengan menggunakan aquabidest. Hasil tersebut disaring dengan
filter berukuran 0.45 µm. Filtrat dipipet sebanyak 500 µL dan direaksikan dengan
40 µL AABA dan 460 µL aquabidest. Sebanyak 10 µL larutan hasil reaksi tersebut diambil, dan direaksikan dengan menggunakan AccQ-Fluor Borate sebanyak
70 µL, vortex, lalu ditambahkan dengan 20 µL reagent fluor A, vortex, dan
didiamkan selama 1 menit. Hasilnya diinkubasi pada suhu 55oC selama 10
menit.Sampel siap diinjeksi ke dalam HPLC.
HPLC yang digunakan dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut:(a)
Detektor: Fluorescense dengan eksitasi pada panjang gelombang 250 nm dan
emisi pada panjang gelombang 395 nm; (b) Kolom: AccQtag column berukuran
3.9x150 mm, suhu 37oC; (c) Fase gerak: campuran Acetonitril 60% - AccqTag
Eluent A dengan sistem gradient komposisi, dan kecepatan aliran 1.0 mL/menit;
(d) Standar internal: AABA.
Perhitungan asam amino pada sampel dapat dilakukan dengan rumus :
Kadar Asam Amino (mg/kg) =A std/ AABA std × Vs × FP × Cstd
A spl/ AABA × Wspl
dimana: A std (luas area peak standar); A spl(luas area peak sampel); AABA std
(standar AABA); Vs (volume akhir, ml); FP (faktor pengencer); Cstd (konsentrasi
standar); Wspl (Bobot sampel, g).

9

Kadar Isoflavon (AOAC 2001)
Sebanyak 50 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL,
kemudian ditambahkan larutan ekstraksi, yaitu metanol dan air dengan perbandingan 80:20.Erlenmeyer kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam waterbath
shaker bersuhu 65oC selama 2 jam.Setelah itu didinginkan, kemudian sebanyak 3
mL NaOH 2N ditambahkan, dan dikocok selama 10 menit. Asam asetat glasial
ditambahkan sebanyak 3 mL, kemudian dikocok kembali dan dipindahkan secara
kuantitatif ke dalam labu ukur 50 mL, tera dengan menggunakan larutan ekstraksi.
Hasil tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No. 42.Setelah disaring,
filtrat dipipet sebanyak 5 mL ke dalam labu ukur 10 mL.Selanjutnya, sebanyak 4
mL aquabidest ditambahkan, kemudian tera dengan metanol dan air dengan
perbandingan 1:1, kocok.Sampel tersebut disentrifuge dengan kecepatan 7000
rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam
vial dan siap utnuk diinjeksi ke dalam HPLC.
Analisis isoflavon dilakukan dengan menggunakan HPLC yang dilengkapi
dengan peralatan sebagai berikut: (a) Detektor:UV Detector dengan panjang
gelombang 260 nm; (b) Kolom:C18 Reverse Phase dengan ukuran 200 x 2.1 mm,
laju aliran sebesar 0.4 mL/menit dan volume injeksi sebesar 20µl; (c) Fase
gerak:FG 1 dengan komposisi air:metanol:asam asetat glasial = 88:10:2
sedangkan FG 2 dengan komposisi metanol:asam asetat glasial = 98:2; (d)
Standar:daidzin, genistin, daidzein, genistein dan glycitein.
Perhitungan kadar isoflavon total dilakukan dengan menggunakan rumus:
Kadar Isoflavon (µg/g) = (A spl/A std × Cstd × FP)
W
dimana:Aspl (luas area peak sampel); Astd (luas area peak standar); Cstd (konsentrasi standar); FP (faktor pengencer); W (bobot sampel, gram)
Kadar Antitripsin (Kakade et al. 1974)
Sebanyak 1 gram tepung sampel dilarutkan dalam 50 mL NaOH 0.01 N.
Sampel diaduk selama 3 jam dengan menggunakan magnetic strirer. Hasil dari
pengadukan tersebut kemudian dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm
selama 10 menit pada suhu 5oC .Supernatan kemudian diencerkan dengan air
destilata.Sejumlah ekstrak (0; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8; 1.0 mL) dipipet ke dalam tabug
reaksi.Masing-masing ekstrak ditambahkan dengan air destilata hingga volume
mencapai 2 mL.Sebanyak 2 mL larutan tripsin ditambahkan ke dalam masingmasing tabung reaksi.Setelah itu, dipanaskan dalam penangas air bersuhu 37oC
selama 5 menit.Setelah dingin, larutan BAPNA bersuhu 37oC ditambahkan
sebanyak 5 mL, kemudian vortex. Ekstrak dipanaskan kembali menggunakan
penangas air dengan suhu 37oC selama 10 menit. Setelah 10 menit, sebanyak 1
mL asam asetat 30% ditambahkan ke dalam masing-masing tabung, vortex. Bila
larutan yang dihasilkan berwarna jernih, maka pengukuran absorbansi dengan
spektofotometer langsung dilakukan dengan panjang gelombang 410 nm.Bila
sampel yang dihasilkan keruh, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu
dengan menggunakan kertas saring.
Analisis antitripsin didasarkan pada penghambatan hidrolisis substrat buatan
yaitu BAPNA oleh enzim tripsin karena adanya antitripsin didalam bahan. Aktivitas inhibitor tripsin dinyatakan sebagai satuan tripsin yang dihambat (trypsin
unit inhibited, TUI) dengan rumus berikut:

10
TUI :





0,01



x 10

Kadar Oligosakarida (Wang et al 2007 yang modifikasi)
Sebanyak 2 gram sampel tempe yang telah ditepungkan dihilangkan lemaknya dengan penambahan heksana, kemudian dilakukan pengadukan dengan
menggunakan magnetic stirer selama 3 jam. Sampel yang telah diekstrak kemudian disaring dengan kertas Whatman#41.Residu secara kuantitatif dipindahkan
ke dalam gelas piala. Oligosakarida diekstrak dengan penambahan etanol pro
analysis 70% sebanyak 20 ml, lalu dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 70oC
selama 1 jam. Saring ekstrak, lalu dimasukan dalam labu takar 25 mL, tera dengan
etanol pro analysis 70%. Hasil ekstrak sebelum diinjeksi ke dalam HPLC, disaring
terlebih dahulu dengan menggunakan penyaring membran berukuran 0.45 µm ,
sampel dimasukan dalam vial tertutup. Setelah itu sampel ditambahkan Natrium
Azide sebanyak 10% dari volume dalam vial. Sampel kemudian siap untuk
diinjeksi.
Analisis oligosakarida dilakukan dengan menggunakan HPLC yang dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut: (a) Degasser (model G1322A Agilent),
pompa solvent (model G1310A Agilent), dan detektot Refractive Index (model
G1362A Agilent); (b) Kolom HPLC untuk karbohidrat (ZORBAX Carbohydrate
Analysis Columns) berukuran 150 mm x 4.6 mm x 5µm (Agilent) yang dilapisi
dengan 3-aminopropilsilan pada partikel silica; (c) Fase gerak:campuran Acetonitril:air (75:25) dengan kecepatan alir 1.4 mL/menit; (d) Standar pengujian
oligosakarida:rafinosa (Sigma) dan stakiosa (Sigma).
Kadar oligosakarida dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Gula =





× Vs× Cstd
W(bk)

dimana: A spl (luas area peak sampel); A std (luas area peak standar); Vs(volume
larutan ekstrak sampel, ml); W (bobot sampel, g bk)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Kacang Merah dan Tepung Kacang Merah
Karakteristik fisik terhadap sampel kacang merah dan tepung kacang merah
yang warna, densitas kamba dan ukuran disajikan pada Tabel 1. Pengukuran
warna dilakukan terhadap sampel kacang merah utuh dan tepung kacang merah.
Pengukuran warna kacang merah dilakukan pada permukaan kacang. Karena kulit
kacang berwarna merah, maka nilai L tidak terlalu tinggi (33.03). Nilai notasi a*
pada kacang merah adalah sebesar +19.96, yang menunjukkan warna kromatik
dominan merah. Nilai notasi b* pada kacang merah sebesar +11.95, yang
menunjukkan warna kromatik dominan kuning. Nilai a* lebih besar dibandingkan
nilai b*, yang berarti warna dominan pada kacang adalah merah. Pengukuran
warna pada tepung kacang dengan Whiteness Meter menunjukkan nilai sebesar
67.46%. Derajat putih ini tergolong rendah yang berarti warna tepung tidak terlalu
putih.
Tabel 1 Karakteristik fisik kacang merah dan tepung kacang merah
Sampel
Kacang merah

Tepung kacang merah

Warna
L : 33.03
a : + 19.96
b : + 11.95
67.46 %

Bulk density
(g/mL)

Ukuran

1.12

panjang : 1.63 ± 0.18 cm
ketebalan : 0.60 ± 0.15 cm

1.06

80 mesh

Kacang merah memiliki densitas kamba sebesar 1.12 g/mL sedangkan
tepung kacang merah sebesar 1.06 g/mL. Densitas kamba kacang merah dan
tepung kacang merah lebih besar dibandingkan dengan air. kamba menunjukkan
tingkat kepadatan didalam ruang (volume) pada berat tertentu. Kacang merah dan
tepung kacang merah memiliki ukuran panjang 1.63 ± 0.18 cm dan tebal 0.60 ±
0.15 cm. Tepung kacang merah disaring dengan vibrating screen 80 mesh,
sehingga ukurannya 80 mesh atau kurang.
Karakteristik Kimia Kacang Merah dengan Berbagai Perlakuan
Kandungan Proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada kacang merah dengan berbagai perlakuan
yang meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (Tabel 2).
Hasil yang diperoleh untuk setiap parameter berbeda-beda sesuai perlakuan yang
diberikan terhadap sampel. Adanya proses perlakuan seperti penepungan, perebusan, perendaman asam serta fermentasi mempengaruhi kadar proksimat dari
sampel kacang merah yang ditunjukkan dari hasil analisis statistik uji beda nyata.

12
Tabel 2 Kandungan proksimat kacang merah dengan berbagai perlakuan
% Kadar
air (bb)

% Kadar
abu (bk)

% Kadar
protein(bk)

% Kadar
lemak
(bk)

Kacang merah

16.22±0.18ab

4.26±0.12d

23.01±2.99a

1.22±0.17a

71.51b

Tepung kacang
merah

5.49±0.09a

3.49±0.00c

25.09±0.53a

1.23±0.17a

70.01c

Kacang merah
rebus

29.32±0.42ab

2.77±0.18b

20.47±0.6a

1.68±0.82a

75.07d

Kacang merah
rebus & rendam
asam

56.83±0.75ab

1.34±0.11a

30.36±2.86b

1.30±0.10a

67.02e

Tempe kacang
merah

59.42±1.07b

1.27±0.08a

33.85±0.64b

1.72±0.42a

63.13a

Sampel

% Kadar
karbohidrat(bk)

Keterangan: Notasi berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf
signifikan 0.05
Kadar air kacang merah utuh sebesar 16.22% yang tidak jauh berbeda
dengan literatur sebesar 17.70% (bb) (Hartayanie dan Retnaningsih 2006). Tepung
kacang merah memiliki kadar air yang tergolong rendah yaitu 5.49%. Hasil ini
sesuai dengan standar kadar air tepung yang ditetapkan oleh SNI maksimal
14.50%(bk) (SNI 3751 2009). Perlakuan perebusan pada kacang dan perendaman
asam menunjukkan peningkatan yang cukup besar terhadap kadar air kacang
merah, yaitu berturut-turut 29.32% dan 56.83%. Selama proses perlakuan dari
kacang kering yang direbus dan selanjutnya direndam asam, menunjukkan bahwa
air akan masuk dan mengisi matriks kacang sehingga kadar airnya akan semakin
meningkat. Selama perebusan dan dilanjutkan perendaman, dinding sel kacang
merah akan melunak dan menyerap air. Hal inilah yang menyebabkan kadar
airnya sangat tinggi (Pangastuti HA et al 2013). Selain itu kadar air kacang merah
semakin meningkat setelah dilakukan proses fermentasi menjadi tempe kacang
merah (59.42%). Menurut Susi (2012) selama proses fermentasi terjadi pembebasan uap air oleh kapang sebagai hasil penguraian senyawa kompleks yang
terhalang oleh plastik kemasan. Dengan adanya fermentasi maka perombakan
makromolekul akan semakin intensif sehingga kadar air tempe akan meningkat.
Stainkraus (1996) menyatakan bahwa selama fermentasi, air dihasilkan sebagai
hasil dari pemecahan karbohidrat oleh mikroorganisme. Berdasarkan uji statistik
diperoleh adanya perlakuan penepungan dan fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar air kacang merah, hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kadar abu kacang merah utuh adalah 4.26%, sedangkan setelah ditepungkan
menurun menjadi 3.49%. Penurunan disebabkan oleh melarutnya beberapa
komponen mineral selama proses perendaman asam. Perlakuan perebusan dan
perendaman juga mengakibatkan penurunan kadar abu, yaitu berturut-turut
menjadi 2.77% dan 1.34%. Penurunan ini diakibatkan larutnya mineral dalam air
perendaman dan perebusan. Pada sampel tempe kacang merah diperoleh kadar
abu yang semakin kecil yaitu sebesar 1.27%. Adanya proses fermentasi ternyata
menurunkan kandungan mineral dalam tempe. Semakin tinggi kadar abu maka
menunjukkan semakin tingginya mineral yang terkandung didalamnya. Hasil uji

13

statistik menunjukkan adanya perlakuan penepungan, perebusan, perebusan dan
perendaman asam serta fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar abu dari
kacang merah. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kacang merah memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar
23.0%. Kadar protein pada tepung kacang merah sedikit meningkat menjadi
25.1%. Hal ini dikarenakan protein dalam tepung tidak terikat oleh matriks kacang
merah sehingga akan diperoleh kadar protein yang lebih tinggi jika dibandingkan
kacang merah utuh. Adanya perlakuan perebusan menurunkan kadar protein
dalam kacang merah rebus sehingga diperoleh hasil sebesar 20.47%, namun pada
perlakuan perebusan dan perendaman pada larutan asam kadar protein basis
kering justru lebih besar yaitu 30.36%. Hal ini dikarenakan pengukuran pada basis
kering mengeluarkan air yang terdapat pada bahan sehingga diperoleh kadar
protein yang lebih besar. Protein tempe kacang merah meningkat menjadi 33.85%.
Selama proses fermentasi, kapang akan menghasilkan enzim proteolitik yang
mengurai protein menjadi asam amino sehingga nitrogen terlarutnya semakin
meningkat (Susi 2012). Secara statistik diperoleh bahwa adanya perlakuan penepungan dan perebusan menghasilkan kadar protein yang berbeda nyata dengan
perlakuan perendaman asam dan fermentasi pada taraf α 0.05. Hasil uji statistik
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Kadar lemak pada sampel kacang merah dan tempe kacang merah menunjukkan kadar lemak yang sangat rendah yaitu berkisaran antara 1.22-1.72%. Hal
yang dilaporkan oleh Astawan (2009), yaitu sebesar 1.5%. Adanya proses
perlakuan terhadap kacang merah mulai dari penepungan, perebusan, perebusan
yang dilanjutkan perendaman asam serta fermentasi menjadi tempe kacang merah
menghasilkan kadar lemak yang fluktuatif yang secara statistik tidak berbeda
nyata pada taraf signifikansi 0.05, hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 7.
Kadar karbohidrat dari masing-masing sampel kacang merah dapat diketahui dengan metode by difference. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar
karbohidrat pada sampel kacang merah dan tepung kacang merah sebesar 71.51%
dan 70.01%. Kedua sampel tersebut tergolong sampel yang kering sehingga diperoleh kadar karbohidrat yang lebih besar. Pada sampel kacang merah rebus kadar
karbohidratnya mengalami peningkatan menjadi 75.05%. Kemudian pada sampel
kacang yang direbus dan direndam asam kadar karbohidrat menurun menjadi
67.02%, sedangkan pada tempe kacang merah kadarnya menjadi 63.13%.
Seharusnya adanya perlakuan perebusan akan menurunkan kadar karbohidrat
karena air masuk dan mengisi matriks kacang merah sehingga akan lebih banyak
air yang terkandung didalamnya dibandingkan kandungan karbohidrat. Hal yang
sama juga akan terjadi dengan adanya perlakuan perendaman asam. Pada sampel
tempe, adanya fermentasi juga dapat menurunkan kadar karbohidratnya. Fermentasi mengubah senyawa karbohidrat kompleks pada tempe menjadi senyawa yang
lebih sederhana seperti gula monosakarida, sehingga kadar karbohidrat dari tempe
akan menurun (Dwinaningsih 2010). Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa
dengan adanya perlakuan seperti penepungan, perebusan, perendaman asam dan
fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat kacang merah pada taraf
signifikan 0.05. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 8.

14

Kadar Protein Terlarut (g/100g) (bk)

Kadar Protein Terlarut
Protein dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya, yaitu proteinlarut air dan
protein tidak larut air. Jenis protein yang dapat larut air adalah albumin dan
protamin, sedangkan yang tidak larut air antara lain globulin, glutelin, glidialin
dan histon. Protein larut air(protein terlarut) umumnya adalahkelompok oligopeptida dan terdapat rantai kurang dari 10 asam amino serta memiliki sifat yang
mudah diserap oleh pencernaan. Protein terlarut juga menunjukkan kemampuan
protein dapat larut didalam air sehingga protein tersebut akan mudah dicerna
(Purwoko dan Handajani 2007).
Kadar protein terlarut dalam kacang merah dengan berbagai perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 2. Kadar protein kacang merah memiliki tingkat kelarutan
protein yang sangat kecil, yaitu 0.71 g/100g. Pada kacang merah kandungan
protein didalamnya masih terikat oleh matriks dari bahan sehingga sangat sedikit
sekali protein yang dapat larut kedalam air. Pada perlakuan penepungan terjadi
peningkatan protein terlarut pada tepung kacang merah menjadi sebesar 29.07
g/100g. Pada tepung kacang merah kandungan protein sudah terlepas dari bahan
pangan sehingga memungkinkan akan banyak kandungan protein yang dapat larut.
Tahapan proses mulai dari perebusan, perendaman asam dan fermentasi menyebabkan peningkatan kadar protein terlarut dari kacang merah. Pada proses
fermentasi juga terlihat terjadi peningkatan protein yang cukup drastis dari tempe
kacang merah. Kadar protein terlarut untuk perlakuan perebusan sebesar 1.79
g/100g sedangkan pada tahapan perebusan dan perendaman asam kadar protein
terlarut bertambah menjadi 14.66 g/100g. Pada tempe kacang merah, kadar
protein terlarut mencapai 51.92 g/100g.
60
50
40
30
20
10
0
Kacang Merah

Tepung
Kacang Merah Kacang Merah Tempe Kacang
Kacang Merah
Rebus
Rebus &
Merah
Rendam Asam

Perlakuan
Gambar 2 Kadar protein terlarut kacang merah dengan berbagai perlakuan
Adanya tahapan proses di atas menyebabkan semakin mudahnya protein
terlarut sehingga protein lebih mudah dicerna. Proses fermentasi menyebabkan
peningkatan protein terlarut.Menurut Susi (2012) proses fermentasi dengan
menumbuhkan kapang menghasilkan enzim proteolitik. Enzim proteolitik ini
menguraikan protein menjadi asam amino sehingga nitrogen terlarutnya semakin

15

meningkat. Selama proses fermentasi terjadi peningkatan jumlah N yang larut
dalam air dan padatan larut air. Selama fermentasi kandungan protein kasar hanya
sedikit mengalami peningkatan, tetapi kelarutannya meningkat hingga50%
(Deliani 2008). Tempe yang mengalami proses fermentasi mudah dicerna, karena
banyak kandungan bahan yang mudah larut.
Asam Amino
Protein tersusun dari berbagai jenis asam amino yang masing-masing
dihubungkan dengan suatu ikatan peptida.Mutu suatu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang tekandung dalam protein tersebut (Windrati et al
2010). Komposisi 15 asam amino dari kacang merah dengan berbagai perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi asam amino kacang merah dengan berbagai perlakuan
Jenis asam
amino
Asam
Aspartat
Asam
Glutamat
Serin
Histidin
Glisin
Threonin
Arginin
Alanin
Tirosin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Jumlah

Kacang
merah
(g/100g)

Tepung
kacang
merah(g/100g)

Kacang
merah
rebus(g/100g)

2.75 ±
0.08
3.71 ±
0.16
1.16 ±
0.04
0.58 ±
0.03
0.73 ±
0.02
0.90 ±
0.04
1.15 ±
0.05
0.93 ±
0.03
0.59 ±
0.03
0.21 ±
0.00
1.28 ±
0.04
1.35 ±
0.04
1.13 ±
0.03
1.80 ±
0.08
1.50 ±
0.07
19.76

2.29 ± 0.05

3.06 ± 0.07

Kacang
merah rebus
& rendam
asam (g/100g)
3.41 ± 0.03

4.05 ± 0.10

4.04 ± 0.07

4.56 ± 0.10

4.56

1.44 ± 0.02

1.48 ± 0.07

1.54 ± 0.08

2.64

0.74 ± 0.01

0.74 ± 0.03

0.80 ± 0.02

1.48

0.83 ± 0.01

0.78 ± 0.02

1.12 ± 0.02

1.75

1.11 ± 0.02

1.02 ± 0.04

1.20 ±0.03

1.97

1.33 ± 0.04

1.27 ± 0.02

1.47 ± 0.02

2.14

1.06 ± 0.01

1.03 ± 0.03

1.24 ± 0.02

2.39

0.73 ± 0.03

0.74 ± 0.02

0.80 ± 0.02

1.38

0.24 ± 0.02

0.23 ± 0.01

0.24 ± 0.02

0.42

1.45 ± 0.03

1.48 ± 0.03

1.69 ± 0.00

2.32

1.57 ± 0.03

1.65 ± 0.05

1.81 ± 0.00

2.49

1.30 ± 0.02

1.37 ± 0.04

1.59 ± 0.02

1.90

2.10 ± 0.04

2.16 ± 0.06

2.43 ± 0.03

3.20

1.83 ± 0.01

1.76 ±0.07

1.95 ± 0.03

4.12

22.70

22.81

25.85

37.19

Tempe
kacang
merah(g/100g)
4.44

Komposisi asam amino yang terdapat dalam sampel kacang merah
didominasi oleh asam amino asam aspartat sebesar 2.75g/100g , asam glutamat
sebesar 3.71 g/100g, leusin sebesar 1.80 g/100g dan lisin sebesar 1.50 g/100g.
Leusin dan lisin termasuk kedalam asam amino essensial yaitu asam amino yang

16
tidak dapat dibentuk oleh tubuh, sedangkan asam glutamat dan asam aspartat
merupakan komponen asam amino non-essensial. Menurut Astawan (2009)
kandungan asam amino yang dominan pada kacang merah adalah asam amino
leusin dan lisin. Adanya asam amino asam glutamat dan asam aspartat dapat
mempengaruhi flavor yang terbentuk dari suatu protein, flavor yang terbentuk
juga tergantung dari jenis asam amino yang lainnya (Susi 2012).
Secara keseluruhan kadar asam amino pada kacang merah dengan berbagai
perlakuan mengalami peningkatan. Perlakuan penepungan, perebusan, perebusan
dan perendaman asam serta fermentasi menjadi tempe kacang merah secara keseluruhan meningkatkan kadar asam amino. Jumlah asam amino pada kacang merah
sebesar 19.76 g/100g, jumlah tersebut mengalami peningkatan setelah proses
penepungan menjadi 22.70 g/100g, pada proses perebusan jumlahnya meningkat
menjadi 22.81 g/100g dan pada proses perendaman asam menjadi 25.85 g/100g.
Pada perlakuan fermentasi jumlah asam amino meningkat menjadi 37.19 g/100g.
Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara kandungan protein dengan komposisi
asam amino kacang merah. Semakin banyak kandungan asam amino akan
meningkatkan kadar dari suatu protein (Supirman et al 2013).
Pada proses fermentasi tempe kacang merah terlihat bahwa kandungan asam
aminonya semakin meningkat dan masih didominasi oleh asam amino jenis asam
aspartat sebesar 4.44 g/100g, asam glutamat sebesar 4.56 g/100g, asam amino
leusin sebesar 3.20 g/100g dan asam amino lisin sebesar 4.12g/100g. Selama
proses fermentasi enzim yang dihasilkan kapang tempe meningkat dan memecah
komponen protein menjadi komponen yang sederhana seperti peptida dan asam
amino. Enzim protease yang dihasilkan oleh kapang ini menghidrolisis peptida
protein menjadi peptida sederhana dan asam amino (Susi 2012). Oleh sebab itu
kandungan asam amino pada sampel tempe kacang merah lebih tinggi dibandingkan sampel kacang merah sebelum fermentasi.
Menurut Windrati et al (2010) pada prinsipnya suatu protein dapat menyediakan asam amino essensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia. Sebaliknya protein yang kekurangan satu atau lebih asam amino
essensial mempunyai mutu yang rendah. Jumlah asam amino non-essensial tidak
bisa dijadikan sebagai pedoman karena asam amino ini dapat disintesis oleh tubuh.
Asam amino yang biasanya sangat kurang dalam suatu bahan pangan inilah yang
disebut dengan asam amino pembatas. Berdasarkan data analisis diperoleh asam
amino pembatas dalam kacang merah dengan berbagai perlakuan terdapat pada
asam amino metionin, dimana asam amino ini memiliki kadar yang paling rendah.
Kadar asam amino metionin pada kacang merah sampai proses menjadi tempe
kacang merah berkisar antara 0.21-0.42 g/100g. Tejasari (2005) menyatakan
bahwa asam amino pembatas yang sering terdapat dalam kacang-kacangan serta
biji-bijian adalah asam amino metionin dan sistein.
Kadar Isoflavon
Isoflavon merupakan suatu komponen non-gizi pada tanaman dengan struktur kimia yang mirip seperti estrogen. Adanya isoflavon dalam suatu bahan
pangan dapat mencegah peningkatan ROS atau radikal bebas didalam tubuh yang
mengakibatkan stress oksidatif dalam tubuh. Kadar isoflavon paling tinggi sering
ditemui dalam produk kacang-kacangan maupun olahannya.Menurut Orviyanti
(2012) kacang merah mengandung isoflavon tinggi sehingga dapat memperbaiki

17

Kadar Total Isoflavon (mg/100g )
(bk)

profil lipid serum pada tubuh.Walaupun kandungan isoflavonnya kurang tinggi
jika dibandingkan kacang kedelai, tetapi kandungan isoflavon kacang merah
sekitar 3741 µg/yang sudah cukup untuk mencegah peningkatan radikal
bebas.Menurut Astuti (2008) Kandungan isoflavon pada jenis kacang-kacangan
sama dengan kandungan isoflavon yang terdapat pada kedelai yang terdiri dari 4
bentuk yaitu (1) bentuk aglikon (non gula): genistein, daidzein dan glycitein; (2)
bentuk glikosida: daidzin, genistin dan glisitin; (3) bentuk asetilglikosida dan (4)
bentuk malonilglikosida. Bentuk glikosida dipertahankan oleh tanaman sebagai
bentuk inaktif sehingga disimpan dalam bentuk antioksidan.Bentuk aglikon
biasanya terdapat pada produk olahan kacang maupun produk fermentasinya.
Kandungan isoflavon pada kedelai paling banyak terdapat pada bagian biji kedelai,
khususnya bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman. Sebagian
lagi terdapat dalam kotiledon yang akan menjadi daun pertama.
Kadar total isoflavon dari kacang merah dengan berbagai perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 3. Hasil pengujian kadar total isoflavon kacang merah
menunjukkan kadar isoflavon yang dimiliki oleh kacang merah ini cukup tinggi
yaitu sebesar 152.76 mg/100g. Namun apabila dibandingkan dengan kadar total
isoflavon kedelai, kadar total isoflavon kacang merah memang lebih rendah.
Kadar total isoflavon kedelai sendiri berkisar antara 47-422 mg/100g basis kering
(Raharjo 1996). Pada sampel tepung kacang merah diperoleh hasil kadar total
isoflavon yang sangat rendah yaitu sebesar 15.25 mg/100g. Proses penepungan
diawali dengan pengeringan biji kacang merah, yangdapat menyebabkan isoflavon
yang terkandung didalam bahan hilang karena panas. Menurut Utari et al (2010)
isoflavon rentan terhadap panas yang tinggi, kandungan isoflavon semakin turun
dengan peningkata