Analisis Kemunduran Mutu Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) secara Kimiawi dan Mikrobiologis

1

ANALISIS KEMUNDURAN MUTU UDANG VANAME
(Litopenaeus vannamei) SECARA KIMIAWI DAN
MIKROBIOLOGIS

LAELA HIDAYATUL AZIZAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Kemunduran

Mutu Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) secara Kimiawi dan
Mikrobiologis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Laela Hidayatul Azizah
NIM C34100022

ii

iii

ABSTRAK
LAELA HIDAYATUL AZIZAH. Kemunduran mutu udang vaname
(Litopenaeus vannamei) secara Kimiawi dan Mikrobiologis. Dibimbing oleh
TATI NURHAYATI dan KUSTIARIYAH TARMAN

Udang merupakan produk hasil perairan yang mudah mengalami kerusakan
dan kemunduran mutu serta mempunyai umur simpan yang singkat. Tujuan
penelitian untuk menentukan fase kemunduran mutu pada udang dan menentukan
karakteristiknya secara organoleptik, kimiawi dan mikrobiologis. Uji organoleptik
digunakan untuk menentukan fase kemunduran mutu. Hasil menunjukkan bahwa
fase prerigor terjadi pada hari ke-0 sampai ke-2, rigor mortis terjadi pada hari ke3 sampai ke-11, postrigor terjadi pada hari ke-12 sampai ke-17, dan kebusukan
terjadi setelah hari ke-17. Analisis kemunduran mutu secara kimiawi dilakukan
dengan mengukur pH, total volatile base (TVB), indol, dan aktivitas enzim
polyphenoloxidase (PPO). Analisis kemunduran mutu secara mikrobiologis
dilakukan dengan menganalisis total plate count (TPC) dan bakteri pembusuk.
Nilai pH, TVB dan TPC mengalami peningkatan selama kemunduran mutu
terjadi. Aktivitas enzim PPO paling tinggi pada fase rigor mortis. Bakteri yang
diduga tumbuh berdasarkan hasil pewarnaan Gram yaitu bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif.
Kata kunci: enzim PPO, indol, kemunduran mutu, organoleptik , pH, TPC, TVB.

ABSTRACT
LAELA HIDAYATUL AZIZAH. Chemical and Microbiological Quality of
Degradation Vaname Shrimp (Litopenaeus vannamei). Supervised by TATI
NURHAYATI dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Shrimp is perishable commodity susceptible to damage and quality
deterioration. This research aimed to assess the deterioration process by
organoleptic, chemical and microbiological characteristics. The organoleptic
characteristic was used to determine the degradation phase. Prerigor phase in
shrimp was happened for 0-2 days, rigor mortis for 3-11 days, postrigor happened
for 12-17 days, and deterioration after 17 days of storage. Chemical characteristics
of degradation were determined by pH value, total volatile base (TVB), indole,
and activity of polyphenoloxidase enzyme. Microbiological characteristics of
degradation were determined by total plate count (TPC) and spoilage bacteria.
The value of pH, TVB, and TPC increased in regard with vaname shrimp
degradation. Enzymatic activity of PPO occurred intensely during rigor mortis
phase. Bacteria found in the shrimp were proposed as Gram negative and Gram
positive by Gram staining.
Keywords: PPO enzyme, indole, degradation, organoleptic, pH, TPC, TVB.

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

5

ANALISIS KEMUNDURAN MUTU UDANG VANAME
(Litopenaeus vannamei) SECARA KIMIAWI DAN
MIKROBIOLOGIS

LAELA HIDAYATUL AZIZAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

6

7

Judul

Nama
NIM
Program Studi

: Analisis
Kemunduran
Mutu
Udang

Vaname
(Litopenaeus
vannamei)
secara
Kimiawi
dan
Mikrobiologis
: Laela Hidayatul Azizah
: C34100022
: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi
Pembimbing I

Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

8

9

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Analisis Kemunduran Mutu Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
secara Kimiawi dan Mikrobiologis”, yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan penidikan Sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dan Dr Kustiariyah, SPi MSi selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Dr Ir Agoes M. Jacob, Dipl-Biol selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5. Bapak (Isnaini), dan Ibu (Aniek Fatimah), kakak (Fitriani) dan adik (Fahmi dan
Fathir)
6. Teman-teman satu penelitian polyphenoloxidase (PPO) yang saya banggakan
(Made, Medal, Sonya). Terimakasih atas bantuan yang tulus. Laboran yang telah
membantu penelitian saya (bapak Saiful, Mbak Lastri, Ibu Ema, Mbak Dini) dan
pihak balai besar pengujian dan penerapan hasil perikanan.
7. Risvan, Ayu, Ajeng, Reza, Kak Imelda, Tante Diana, Kak Nabila, Bang Anhar
serta keluarga besar Teknologi Hasil Perairan angkatan 47 dan mahasiswa
Pascasarjana Teknologi Hasil Perairan atas dorongan semangat selama
penelitian.
8. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu peneyelesaian skripsi
ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Bogor, Januari 2015

Laela Hidayatul Azizah

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
PENDAHULUAN ...............................................................................................
Latar Belakang .................................................................................................
Perumusan Masalah .........................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................................
METODE PENELITIAN ....................................................................................
Bahan ...............................................................................................................
Alat...................................................................................................................

Prosedur Penelitian ..........................................................................................
Prosedur Analisis .............................................................................................
Uji Organoleptik (SNI 01-2346-2006) .........................................................
Uji Nilai pH (Apriyantono et al. 1989) ........................................................
Uji TVB (Apriyantono et al. 1989) ..............................................................
Uji Indol (Cheuk dan Finne 1981) ...............................................................
Ekstraksi Enzim Polyphenoloxidase (Benjakul et al. 2005) ........................
Aktivitas Enzim Polyphenoloxidase (Bono et al. 2010) ..............................
Pengukuran Konsentrasi Protein (Bradford 1986) .......................................
Uji Jumlah Total Mikroba (Fardiaz 1987) ...................................................
Uji Bakteri Kontaminasi...............................................................................
Pewarnaan Gram ..........................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
Organoleptik Udang Vaname ..........................................................................
Derajat Keasaman (pH) Udang Vaname .........................................................
Total Volatile Base (TVB) Udang Vaname .....................................................
Indol pada Udang Vaname ..............................................................................
Blackspot Udang Vaname ................................................................................
Aktivitas Enzim Polyphenoloxsidase (PPO) Udang Vaname .........................
Total Mikroba pada Udang Vaname ................................................................

Bakteri Kontaminasi pada Udang ....................................................................
Pewarnaan Gram Bakteri Udang Vaname .......................................................
Hubungan Antar Parameter Kesegaran Udang ................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
Kesimpulan ......................................................................................................
Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN ........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................

xi
xi
xi
1
1
2
2
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
6
6
6
7
7
9
9
9
11
12
14
15
16
17
19
21
22
26
26
26
26
31
39

xi

DAFTAR TABEL
1 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 1,5-2,0 mg/mL .......................... 7

DAFTAR GAMBAR
Kemunduran mutu udang vaname (L. vannamei) secara organoleptik .........
Perubahan pH pada udang vaname (L. vannamei) ........................................
Perubahan TVB pada udang vaname (L. vannamei) ....................................
Perubahan Indol pada udang vaname (L. vannamei) .....................................
Aktivitas enzim polyphenoloxidase udang vaname (L. vannamei) ...............
Perubahan jumlah mikroba pada udang vaname (L. vannamei) ....................
Hasil pengujian bakteri kontaminasi udang Hasil Negatif: (a) Vibrio
cholerae, (b) Media TSI pengujian Salmonella spp., (c) Media LIA
pengujian Salmonella spp., (d) Media EC broth pada pengujian
Escherichia coli, (e) Uji koagulase pada pengujian Staphylococcus
aureus.. ...........................................................................................................
8 Hasil pewarnaan Gram bakteri pada udang vaname (L. vannamei) (a)
Bakteri Gram negatif dari udang vaname, (b) Bakteri Gram positif dari
udang vaname.................................................................................................
9 Koefisien korelasi antara parameter kemunduran mutu udang vaname
secara kimiawi dan mikrobiologis Korelasi antara: (a) Nilai pH dengan
kadar TVB, (b) Nilai pH dengan kadar indol, (c) Kadar TVB dengan kadar
indol, (d) Nilai pH dengan TPC, (e) Nilai TPC dengan kadar TVB, (f)
Nilai TPC dengan kadar indol... .....................................................................
10 Koefisien korelasi antara parameter kemunduran mutu udang vaname
secara kimiawi. Korelasi antara: (g) Nilai pH dengan aktivitas enzim PPO,
(h) Kadar TVB dengan aktivitas enzim PPO, (i) Nilai TPC dengan
aktivitas enzim PPO, (j) Kadar indol dengan aktivitas enzim PPO... ............
1
2
3
4
5
6
7

10
12
13
15
17
18

20

21

23

24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Bahan Baku Udang Segar ..............................................................................
Lembar Penilaian Organoleptik Udang Segar ...............................................
Contoh Perhitungan Kadar Indol dan Protein................................................
Hasil Isolasi Bakteri.......................................................................................

33
33
34
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan produsen utama udang dunia, khususnya untuk jenis
udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang merupakan komoditas yang
dihasilkan melalui kegiatan budidaya. Produksi udang dari hasil budidaya pada
tahun 2009 yaitu 338.061 ton. Produksi udang tahun 2010 meningkat menjadi
352.600 ton. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 2009 hingga tahun
2010 mengalami peningkatan produksi yaitu 4,30 % (KKP 2010). Perikanan
budidaya mampu memberikan kontribusi yang besar pada peluang usaha dan
perolehan devisa. Pasar utama komoditas udang yaitu pasar ekspor dengan
permintaan yang masih tetap tinggi (Nurjanah et al. 2011). Namun yang menjadi
kendala dalam pemenuhan permintaan udang yaitu masalah konsistensi mutu
udang. Hal ini disebabkan karena udang mengalami kemunduran mutu secara
cepat selama penyimpanan. Kemunduran mutu menyebabkan penurunan
penerimaan konsumen karena adanya penurunan nilai-nilai sensori, misalnya
warna, tekstur, bau, dan kenampakan.
Udang merupakan produk hasil perairan yang mudah mengalami kerusakan
dan kemunduran mutu serta mempunyai umur simpan yang singkat. Kemunduran
mutu pada udang sangat erat kaitannya dengan melanosis atau blackspot dan
mikroba pembusuk (Gokoglu dan Yerlikaya 2008). Pembentukan melanosis atau
blackspot merupakan perubahan warna yang terjadi karena adanya reaksi
enzimatis oleh enzim polyphenoloxidase. Pembentukan melanosis atau blackspot
dapat mempengaruhi parameter warna dan mempengaruhi penerimaan konsumen
(Kim et al. 2000).
Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh adanya reaksi
autolisis yaitu dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas enzim, aktivitas bakteri,
dan reaksi kimiawi pada saat penyimpanan (Suwetja 2011). Proses kemunduran
mutu udang secara kimiawi dapat dilihat melalui nilai derajat keasaman (pH),
nilai total volatile base (TVB), dan kandungan indol. Proses kemunduran mutu
secara mikrobiologis berkaitan dengan jumlah total mikroba dan bakteri
pembusuk atau bakteri kontaminan penyebab kerusakan pada udang.
Pengamatan proses kemunduran mutu dilakukan dengan mengetahui kondisi
fisiologis pada setiap fase kemunduran mutu. Fase yang diamati antara lain fase
prerigor, rigor mortis, dan postrigor. Fase kemunduran mutu dapat ditentukan
dengan pengamatan secara organoleptik. Kondisi fisiologis ikan yang diamati
yaitu nilai pH, TVB, kandungan indol, bakteri penyebab kemunduran mutu dan
enzimatik penyebab timbulnya blackspot pada udang.
Penelitian mengenai kemunduran mutu udang telah banyak dilakukan,
misalnya Qingzhu (2003) yang mengamati kualitas Northern shrimp
(Pandalus borealis) pada kondisi penyimpanan yang berbeda. Aktinola dan
Bakare (2012) membahas tentang pengaruh penyimpanan es pada komposisi
biokimia terhadap Macrobrachium vollenhovenii. Informasi mengenai proses
kemunduran mutu udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara organoleptik,
kimiawi, enzimatik dan mikrobiologis masih sedikit sehingga dilakukan penelitian
tentang proses kemunduran mutu udang putih untuk memudahkan pada
penanganan udang setelah mati.

2

Perumusan Masalah
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan hasil produksi
perikanan budidaya yang cepat mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu
udang yang berjalan cepat karena penanganan setelah udang mati. Kemunduran
mutu udang akan mempengaruhi tingkat penerimaan dari konsumen. Melanosis
atau blackspot yang terjadi pada udang dan kemunduran mutu udang dapat
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap udang. Melanosis yang terjadi
pada udang diakibatkan oleh aktivitas enzim polyphenoloxidase (PPO).
Kemunduran mutu udang dapat disimpulkan dengan mengetahui nilai
organoleptik, nilai pH, TVB, Indol, jumlah mikroba, bakteri pembusuk, dan
aktivitas enzim PPO selama penyimpanan suhu chilling. Penelitian mengenai
analisis kemunduran mutu udang pada suhu chilling diperlukan untuk
memudahkan saat proses penanganan udang. Penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai data untuk penelitian lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian analisis kemunduran mutu udang yaitu untuk menentukan
fase kemunduran mutu udang secara organoleptik, menganalisis kemunduran
mutu udang secara kimiawi dan mikrobiologis, serta menentukan korelasi antara
aktivitas enzim PPO dengan laju kemunduran mutu.
Manfaat Penelitian
Penelitian analisis kemunduran mutu udang diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai kemunduran mutu udang secara organoleptik, kimiawi,
mikrobiologis, dan enzimatik untuk memudahkan dalam penanganan udang
setelah mati.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan udang vaname
(Litopenaeus vannamei), preparasi udang vaname (L. vannamei), pengamatan
organoleptik terhadap udang vaname, pengujian pH udang vaname, pengujian
total volatile base (TVB) udang vaname, pengujian kandungan indol udang
vaname, pengujian aktivitas enzim polyphenoloxidase (PPO) udang vaname,
pengukuran konsentrasi protein enzim PPO pada udang vaname, pengujian jumlah
total mikroba atau total plate count (TPC) udang vaname, isolasi bakteri
kontaminasi pada udang vaname dan pewarnaan Gram terhadap bakteri pada
udang vaname.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai bulan September
2014. Pengambilan udang vaname (L. vannamei) di Everfresh, Jakarta. Preparasi
udang vaname, pengamatan organoleptik, penentuan nilai pH, uji aktivitas enzim

3

polyphenoloxidase dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian total volatile base
(TVB) dan pengujian jumlah total mikroba di Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian indol dan bakteri
penyebab kontaminasi udang vaname (Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Vibrio cholerae, dan Salmonella spp.) dilakukan di Laboratorium Balai Besar
Pengujian dan Penerapan Hasil Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei)
size 60 (12-13 gram/ekor) yang diperoleh dari Everfresh di Jakarta (Lampiran 1).
Udang vaname disimpan pada suhu chilling (4 ºC). Bahan yang digunakan untuk
penentuan nilai pH yaitu akuades. Bahan yang digunakan untuk uji TVB yaitu
Tricloroacetic Acid (TCA) 7 % (Merck), H3BO3, K2CO3, HCl 0,021 N. Bahan
yang digunakan untuk penentuan jumlah total mikroba yaitu larutan NaCl 85%
steril dan potato count agar (PCA). Pengujian E. coli menggunakan bahan
butterfield phosphate (BFP), lauryn tryptose broth (LTB), dan EC broth.
Pengujian Staphylococcus aureus menggunakan bahan yaitu BFP, BPA+ egg
yolk, BHI broth, coagulase plasma dan EDTA. Pengujian Vibrio cholerae
menggunakan bahan alkaline peptone water (APW), thiosulfate citrate bile salt
sucrose (TCBS), tryptone soya agar (TSA) + 1,5% NaCl. Bahan untuk pengujian
Salmonella yaitu lactose broth (LB), tetrathionate broth (TTB), rappaport
vassiliadis medium (RV), hectoen enteric agar (HE), xylose lysine desoxycholate
(XLD), Bismuth sulfite agar (BSA), triple sugar iron agar (TSI), dan lysine iron
agar (LIA). Ekstraksi enzim PPO menggunakan buffer sodium fosfat (pH 7.2),
nitrogen cair, NaCl (Merck), Brij 35 (Merck). Pengujian aktivitas enzim
polyphenoloxidase menggunakan L-DOPA, buffer fosfat pH 7.00, akuades.
Pengukuran konsentrasi protein enzim menggunakan (Bovine serum albumin),
coomassie brilliant blue G-20, etanol 95 %, asam ortofosfat 85 %. Pengujian
indol menggunakan TCA 6 %, petroleum benzena (Merck), etanol (Merck),
standar indol (Merck). Pembuatan larutan Ehrlich menggunakan 4-Dimethylamino
benzaldehyd (Merck), HCl pekat, dan etanol (Merck).
Alat
Alat yang digunakan untuk organoleptik udang segar yaitu scoresheet
organoleptik udang berdasarkan SNI 01-2346-2006. Alat yang digunakan untuk
pengukuran pH adalah blender (Philips), dan pH meter (Thermo). Alat yang
digunakan untuk pengujian TVB adalah homogenizer (Nissei AM-3), cawan
Conway dan incubator (Yamato). Alat untuk ekstraksi enzim polyphenoloxidase
adalah centrifuge (HIMAC CR 21G). Pengujian aktivitas enzim
polyphenoloxidase menggunakan spektrofotometer (UV VIS & IR U-2500),
waterbath (Yamato), vortex, pipet mikro, dan tabung reaksi. Pengujian
konsentrasi enzim polyphenoloxidase menggunakan Spektrofotometer (UV. VIS
& IR U-2500), waterbath (Yamato), vortex, pipet mikro, dan tabung reaksi.
Analisis indol menggunakan corong pisah (Pyrex), spektrofotometer (Lamda bio
40). Alat untuk pengujian jumlah total mikroba, E. coli, S. aureus, V. cholerae,

4

dan Salmonella spp. yaitu cawan petri, pipet mikro, waterbath, dan inkubator
(Yamato). Alat pengujian pewarnaan Gram menggunakan mikroskop (Olympus
CH20BIMF200) dan kamera handphone (Samsung GT-I9082).
Prosedur Penelitian
Udang vaname (L. vannamei) disimpan pada suhu chilling (4 ºC). Udang
diamati setiap fase kemunduran mutu yaitu pada fase pre rigor, rigor mortis, dan
post rigor. Pengamatan selanjutnya yaitu analisis kemunduran mutu secara
kimiawi meliputi penentuan nilai pH, total volatile base (TVB), aktivitas enzim
polyphenoloxidase (PPO), konsentrasi protein enzim PPO, dan analisis indol pada
setiap fase kemunduran mutu. Analisis kemunduran mutu secara mikrobiologis
meliputi pengujian jumlah total mikroba, penentuan bakteri pembusuk pada udang
vaname, dan pewarnaan Gram hasil isolasi bakteri.
Preparasi Udang Vaname
Udang vaname (L. vannamei) diperoleh dari supplier di Muara Karang dan
Everfresh, Jakarta, dalam keadaan hidup. Udang ditransportasikan dengan sistem
basah. Udang dimatikan dengan menggunakan suhu chilling (4 ºC). Udang yang
telah mati ditempatkan pada wadah dan ditutup dengan plastik, lalu disimpan
dengan suhu chilling (4 ºC).
Prosedur Analisis
Metode analisis yang digunakan yaitu sampel udang pada setiap tahapan
kemunduran mutu dianalisis yang meliputi tingkat kesegaran udang yaitu
penilaian organoleptik, penentuan nilai pH, perhitungan jumlah bakteri dengan
metode TPC, metode analisis mikroba pembusuk dan pewarnaan Gram bakteri,
perhitungan TVB, uji indol, dan uji aktivitas enzim PPO.
Uji Organoleptik (SNI 01-2346-2006)
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif
dengan menggunakan panca indera. Pengujian organoleptik ditunjukkan pada
mata, daging, bau, dan tekstur. Pengujian organoleptik dilakukan untuk
mengetahui fase-fase kemunduran mutu udang, yaitu fase pre rigor, rigor mortis,
dan post rigor. Tahap pengujian organoleptik dilakukan dengan interval
pengamatan yaitu setiap 24 jam dengan penyimpanan udang suhu chilling (4 ºC).
Pengujian organoleptik menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006
(BSN 2006) (Lampiran 2).
Uji Nilai pH (Apriyantono et al. 1989)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter
yang digunakan untuk pengujian nilai pH dikalibrasi terlebih dahulu
menggunakan buffer standar pH 4 dan 7. Daging udang sebanyak 10 gram
dihancurkan dan dihomogenkan dengan akuades sebanyak 90 mL menggunakan
homogenizer. Daging yang telah homogen kemudian diukur menggunakan pH
meter yang sebelumnya telah dikalibrasi.

5

Uji TVB (Apriyantono et al. 1989)
Pengujian nilai total volatile base (TVB) pada penelitian ini bertujuan untuk
menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatile yang terbentuk
pada tahap kemunduran mutu udang. Prinsip dari analisis TVB adalah
menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin).
Senyawa tersebut selanjutnya diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan
HCl.
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang 15 gram sampel yang telah
dicacah dihomogenisasi dengan 45 mL TCA 7 % selama 1 menit. Sampel disaring
sehingga didapatkan supernatan yang akan digunakan untuk analisis. Uji TVB
dilakukan dengan memasukkan 1 mL H3BO3 ke dalam inner chamber cawan
conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi setengah menutupi cawan.
Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri sebanyak 1 mL.
Larutan K2CO3 jenuh sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam outer chamber
sebelah kanan. Cawan ditutup dengan diolesi vaselin pada pinggir cawan agar
proses penutupan sempurna. Cawan conway digerakkan agar filtrat dan K2CO3
tercampur. Blanko dikerjakan dengan prosedur sama tetapi filtrat yang digunakan
diganti menjadi TCA 7 %. Kedua cawan conway diinkubasi selama 2 jam pada
suhu 37ºC, selanjutnya larutan asam borat dalam inner chamber cawan Conway
yang berisi blanko dititrasi HCl 0,021 N sehingga berubah menjadi warna merah
muda. Cawan Conway yang berisi larutan atau filtrat dititrasi dengan larutan yang
sama yaitu HCl 0,021 N sehingga menjadi warna merah muda sama seperti pada
blanko.
N (mg N/100 g) = (A-B) x N HCl x
Keterangan : A =
B=

mL HCl contoh
mL HCl blanko

100




fp =
N=

x

1

x 14 mg N/100 g

faktor pengenceran
Normalitas HCl (0,0211 N)

Uji Indol (Cheuk dan Finne 1981)
Penetapan kandungan indol dalam udang dengan menggunakan metode
kolorimetri. Prinsip analisis indol yaitu indol di dalam udang diekstraksi dengan
petroleum benzena (40 – 60 ºC) dan dibentuk menjadi senyawa kompleks dengan
larutan erlich. Kemudian dilakukan pengukuran secara kolorimetri dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm. Hasil kandungan indol
dinyatakan dalam µg indol per 100 gram contoh udang (basis berat basah) (µg %).
Analisis indol pada udang digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran
udang. Prosedur analisis indol yaitu 40 gram cacahan daging udang ditambah
dengan 80 mL larutan TCA 6 % dan dihomogenisasi selama 1 menit. Sebanyak
80 mL petroleum benzena ditambahkan dan dihomogenisasi selama 1 menit pada
suhu dingin. Homogenat kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan
kecepatan 6.000 rpm. Supernatan hasil sentrifuse dilakukan penyaringan dengan
kertas saring Whatman No. 1 ke dalam corong pisah 1. Lapisan atas merupakan
hasil ekstraksi 1. Larutan pada lapisan bawah dipindah dan saring ke dalam
corong pemisah II. Endapan hasil sentrifuse dikembalikan ke beaker glass.
Endapan hasil sentrifuse ditambah 40 mL pertrolium benzena dan dihomogenkan
selama 1 menit, lalu disaring dan dipindahkan filtratnya ke dalam corong pemisah
I, filtrat merupakan hasil ekstraksi 2, endapan dibuang. Lapisan bawah hasil

6

ekstraksi 1 ditambah dengan 40 mL petrolium benzena kocok selama 1 menit,
didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (bawah) dibuang dan lapisan
atas merupakan hasil ekstraksi 3. Hasil ekstraksi 1 + 2 + 3 disatukan, ekstrak indol
kemudian ditambahkan dengan 5 mL larutan erlich. Larutan dikocok kuat-kuat
selama 1 menit dan didiamkan agar terbentuk 2 lapisan. Lapisan indol (bawah)
berwarna merah dipindahkan kedalam labu takar 50 mL (jangan ada pertrolium
benzena yang terbawa). Larutan indol diencerkan dengan etanol hingga 50 mL.
Larutan siap untuk diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV/VIS pada
panjang gelombang 570 nm. Pembuatan larutan erlich yaitu 3,6 gram 4Dimethylamino benzaldehyd ditambah dengan 18 mL HCl pekat, lalu ditepatkan
menjadi 100 ml dengan etanol 96 %.
Pembuatan kurva standar yaitu dengan pipet larutan indol (100 ppm) masing
masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL. Masing-masing ditambahkan dengan
TCA 6% sebanyak 80 ml, kemudian diekstraksi seperti perlakuan pada contoh.
Konsentrasi indol dalam contoh dihitung dengan mengekstapolasikan absorbansi
contoh ke dalam contoh standar indol. Cara penentuan standar indol disajikan
pada Lampiran 3a. Cara perhitungan indol adalah sebagai berikut.
Konsentrasi indol (µg/100 g) contoh =

A x fp x 100
berat contoh (g)

Keterangan : A = Konsentrasi (X) yang didapat dalam perhitungan µg/mL
fp = Faktor pengenceran
Ekstraksi Enzim Polyphenoloxidase (Benjakul et al. 2005)
Isolasi dilakukan dengan modifikasi metode Simpson et al. (1987) diacu
dalam Benjakul et al. (2005). Sampel dibuat dalam bentuk bubuk menggunakan
nitrogen cair dalam waring blender. Sampel (50 g) dicampur dengan 150 mL
buffer (0,05 M buffer natrium fosfat pH 7,2; yang mengandung 1,0 M NaCl dan
0,2 % Brij). Campuran diaduk secara kontinu pada suhu 4 ºC selama 30 menit,
dilanjutkan sentrifuse dengan kecepatan 8.000 xg suhu 4 ºC selama 30 menit
dengan menggunakan sentrifuse dingin.
Aktivitas Enzim Polyphenoloxidase (Bono et al. 2010)
Aktivitas enzim polyphenoloxidase ditentukan dengan mereaksikan 0,2 mL
enzim, 2,8 mL L-DOPA 0,01 M yang dilarutkan dalam buffer fosfat 0,05 M pH
6,5. Campuran reaksi kemudian dan diukur pada panjang gelombang 475 nm.
Aktivitas enzim ditunjukkan dalam satuan U. Satu U menunjukkan peningkatan
absorban 0,001/ menit.
Pengukuran Konsentrasi Protein (Bradford 1986)
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan
bovine serum albumin sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan
dengan cara melarutkan 5 mg coomasie brilliant blue G-250 dalam 2,5 mL etanol
95 %. Lalu ditambahkan dengan 5 mL asam fosfat 85 % (w/v). Jika telah larut
dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga 250 mL dan disaring
dengan kertas saring Whatman 1 sesaat sebelum digunakan.
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan
cara 0,1 mL enzim dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 5 mL

7

pereaksi Bradford, diinkubasi selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 595 nm. Larutan standar dilakukan seperti larutan
sampel dengan konsentrasi antara 1,5-2,0 mg/mL dari larutan stok BSA
konsentrasi 2 mg/mL. Pembuatan larutan standar BSA dapat dilihat pada Tabel 1.
Penentuan konsentrasi dan contoh perhitungan disajikan pada Lampiran 3b.
Tabel 1 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 1,5-2,0 mg/mL
Konsentrasi BSA
(mg/mL)
1,5
1,6
1,7
1,8
1,9
2,0

Volume BSA (mL)

Volume akuades (mL)

1,5
1,6
1,7
1,8
1,9
2,0

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

Nilai absorbansi yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar
Bradford untuk menentukan konsentrasi protein yang terkandung didalam sampel
enzim.
Uji Jumlah Total Mikroba (Fardiaz 1987)
Prinsip kerja analisis jumlah total mikroba dengan metode total plate count
(TPC) adalah perhitungan jumlah bakteri yang ada pada sampel yaitu daging
udang dengan pengenceran secara duplo. Pembuatan larutan dilakukan dengan
pencampuran antara 10 gram sampel yang telah dihancurkan dengan 90 mL
larutan NaCl 0,85 % steril, dimasukkan pada botol, selanjutnya dihomogenkan.
Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol
berisi 9 mL larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan
pengenceran 10-2, selanjutnya dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai
pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran
sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke dalam cawan petri secara duplo menggunakan
pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan
digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), didiamkan cawan
petri hingga media dingin dan mengeras. Cawan yang berisi agar dan larutan
contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30 ºC selama 48 jam dengan
posisi cawan perti dibalik. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung
yaitu yang mempunyai jumlah koloni antara 20 sampai 200 koloni.
Uji Bakteri Kontaminasi
a.
Vibrio cholerae (SNI 01-2332.4-2006)
Pengujian Vibrio cholerae dilakukan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi bakteri V. cholerae pada udang. Pengujian bakteri V. cholerae
diawali dengan menimbang contoh 25 g dan ditambahkan dengan 225 mL larutan
Alkaline Pepton Water (APW), selanjutnya dihomogenasi selama 2-3 menit.
Homogenat merupakan larutan dengan pengenceran 1:10. Pengenceran dilakukan
dengan cara melarutkan 1 mL homogenat ke dalam 9 mL APW. Homogenate
diinkubasi pada suhu 36 ºC selama 24 jam. Larutan pengkayaan (APW)

8

digoreskan ke TCBS agar, dengan cara 1 ose diambil dan digores pada media
TCBS lalu diinkubasi selama 16-24 jam. V. cholerae diamati pada TCBS agar.
Koloni yang diduga V. cholerae adalah besar, permukaan halus, agak datar,
bagian tengah buram dan bagian pinggir terang, berwarna kuning (sukrosa
positif). Pemurnian dilakukan dengan mengambil 3 koloni tunggal terduga dari
setiap TCBS agar, koloni bakteri digores ke dalam T1N1 agar atau TSA + 1,5 %
NaCl, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36 ºC. Pengujian lanjutan
yaitu biokimia pendahuluan (uji oksidase, uji sensitifitas, TSI dan KIA, uji
ONPG, uji oksidatif-fermentatif, dan pewarnaan gram) dan uji biokimia lanjutan
(uji hidrolisis urea, uji arginin dihidrolase, uji toleransi terhadap garam, uji vogesprokauer, uji fermentasi karbohidrat, uji serologi) bakteri V. cholerae.
b. Salmonella spp. (SNI 01-2332.2-2006)
Pengujian Salmonella spp. dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri
Salmonella spp. pada udang. Pengujian Salmonella spp. dengan preparasi contoh
25 g dan ditambahkan 225 mL Lactose Broth, kemudian dihomogenisasi selama
2-3 menit dan diinkubasi selama 24 jam. Pengkayaan dilakukan dengan
memindahkan 0,1 mL larutan contoh ke dalam 10 mL Rappaport-vassiliadis (RV)
dan 1 ml larutan contoh ke dalam 10 mL Tetrathionat Broth (TTB). Media RV
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 ºC pada waterbath. Media TTB diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 43 ºC kedalam waterbath. Isolasi salmonella spp.
dilakukan dengan media BSA, XLD, dan HE, selanjutnya diinkubasi selama 24
jam pada suhu 35 ºC. Pengamatan morfologi koloni Salmonella spp. yaitu dengan
media TSI dan LIA. Hasil positif dari pengamatan TSI dan LIA selanjutnya
dilakukan uji biokimia (uji urease, indol, MR, VP, simmon sitrat, KCN, laktosa,
dulcitol, sukrosa, dan malonat)
c.
Staphylococcus aureus (SNI 2332.9: 2011)
Pengujian Staphylococcus aureus dilakukan dengan menimbang 25 g dan
ditambahkan dengan 225 mL larutan BFP. Contoh dihomogenasi selama 2 menit
dan dilakukan pengenceran hingga 103. Tahap determinasi S. aureus dilakukan
dengan memindahkan 1 mL larutan ke dalam BPA + egg yolk dan diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 36 ºC. Koloni yang terbentuk dari media BPA + egg
yolk memiliki ciri-ciri bundar, licin, cembung, warna abu-abu hingga kehitaman,
dan sekeliling tepi koloni bening. Koloni-koloni mempunyai konsistensi
berlemak, dan lengket bila diambil dengan jarum inokulasi. Identifikasi dan
konfirmasi S. aureus dilakukan uji koagulae dan uji katalase. Uji biokimia
(fermentasi glukosa secara anaerob dan fermentasi manitol anaerob, S. aureus
dilakukan jika uji katalase dan koagulase.
d. Escherichia coli (SNI 01-2332.1-2006)
Pengujian Escherichia coli dilakukan dengan cara 25 g contoh dengan
225 mL BFP dihomogenisasi. Pengenceran dilakukan untuk pendugaan E. coli
menggunakan media LTB. Pengenceran dilakukan hingga 103 dan dilakukan
inkubasi selama 48 jam pada suhu 36 ºC. Hasil pendugaan E. coli pada media
LTB akan berwarna keruh yang menjelaskan bahwa positif E. coli. Hasil yng
menunjukkan E. coli pada media LTB diinokulasi kembali menggunakan EC
broth dan dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 45 ºC di waterbath. Hasil
inokulasi dari media EC broth yang menunjukkan hasil positif kemudian
dilakukan inokulasi kembali ke dalam media LEMB agar dan inkubasi selama 24
jam pada suhu 35 ºC. koloni positif yang dihasilkan dari media LEMB agar yaitu

9

hitam atau gelap pada bagian pusat koloni dengan atau tanpa metalik kehijauan.
Koloni tersangka kemudian dilakukan inokulasi ke dalam media PCA miring dan
inkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ºC. Penegasan E. coli dilakukan dengan uji
biokimia (indol, MR, VP, sitrat) dan pewarnaan gram.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram pada bakteri digunakan untuk mengetahui bentuk dan
jenis bakteri yang terdapat pada udang. Pengujian pewarnaan gram dilakukan
menggunakan bakteri yang diisolasi dari udang dengan media nutrient agar.
Pewarna yang digunakan untuk pewarnaan gram yaitu 4 jenis larutan, antara lain
zat warna basa (kristal violet), larutan iodium (lugol), alkohol, dan safranin.
Prosedur pewarnaan gram dilakukan dengan kaca objek dioleskan bakteri yang
sebelumnya ditambahkan 1 tetes larutan garam fisiologis. Fiksasi panas kaca
objek yang telah diberikan bakteri. Pewarnaan diawali dengan pewarnaan
menggunakan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian dibilas
dengan air. Pewarnaan selanjutnya dengan ditetesi lugol dan didiamkan selama 1
menit, dibilas dengan air dan alkohol 96 % selama 10-20 detik hingga warna ungu
tidak luntur. Pewarnaan selanjutnya yaitu penambahan pewarna safranin dan
dibiarkan selama 10-20 detik dan dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan.
Pengamatan selanjutnya yaitu dengan menggunakan mikroskop (Olympus
CH20BIMF200) dengan perbesaran 1000x yang sebelumnya ditetesin minyak
imersi, kemudian diamati bentuk sel serta jenis Gram bakteri .

HASIL DAN PEMBAHASAN
Organoleptik Udang Vaname
Suwetja (2011) menjelaskan bahwa setelah hasil perikanan mati akan terjadi
perubahan biokimia dan mulai terjadi proses penurunan mutu atau deteriorasi
yang disebabkan oleh autolisis, kimiawi, dan bakterial. Penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan tingkat
kesegaran udang. Kemunduran mutu udang meliputi empat tahap yaitu prerigor,
rigor mortis, postrigor, dan kebusukan (deterioration). Penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan menggunakan uji organoleptik. Penetapan
kemunduran mutu udang secara organoleptik dilakukan menggunakan score sheet
yang sesuai dengan SNI 01-2346-2006 meliputi parameter kenampakan udang,
bau, dan tekstur. Hasil pengamatan organoleptik pada udang dapat dilihat pada
Gambar 1.
Fase kemunduran mutu udang vaname ditentukan dengan pengamatan
organoleptik. Pengamatan organoleptik dilakukan pada udang dengan
penyimpanan suhu chilling (4 ºC). Pengamatan kemunduran mutu udang
dilakukan hingga memasuki fase kebusukan yaitu selama 22 hari. Parameter
pengamatan organoleptik udang vaname yaitu kenampakan, bau, dan tekstur.
Hasil pengamatan organoleptik diketahui bahwa fase kemunduran mutu udang
yaitu prerigor, rigor mortis, postrigor, dan kebusukan (deterioration).

10

10

6
5
4
3
2
1

Rigor mortis

7

Kebusukan

Post rigor

8
Pre rigor

Nilai Organoleptik

9

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Hari ke-

Gambar 1 Kemunduran mutu udang vaname (L. vannamei) secara
organoleptik.
kenampakan,
bau,
tekstur.
Fase prerigor hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan nilai
9-8 dan terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-2. Hasil organoleptik menunjukkan
bahwa udang vaname dalam keadaan sangat segar. Hasil organoleptik
menunjukkan kenampakan utuh, warna seperti udang asli, bening dan bercahaya
asli menurut jenis, serta antar ruas kokoh. Bau udang sangat segar spesifik jenis.
Tekstur udang yaitu sangat elastis, kompak, dan padat. Warna udang masih dalam
keadaan yang bening dan putih, hal ini karena belum terjadi pembentukan
blackspot. Fase prerigor terjadi pada saat udang mengalami kematian, udang
menjadi lemas dan mudah untuk dibengkokkan. Suwetja (2013) menjelaskan
bahwa tahap pre rigor terjadi perombakan ATP dan keratin fosfat sehingga
menghasilkan energi. Glikogen dan glukosa bebas didalam daging akan
mengalami penguraian menjadi asam laktat dan menghasilkan ATP, sehingga
terjadi penurunan pH.
Fase rigor mortis hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan
nilai 7-5 dan terjadi setelah hari ke-2 sampai hari ke-11. Hasil organoleptik pada
fase rigor mortis ini menunjukkan batas aman udang untuk konsumsi. Hasil
organoleptik pada fase rigor mortis memiliki spesifikasi kenampakan yaitu utuh,
warna seperti udang asli, kebeningan udang sedikit berkurang atau kusam, antar
ruas kurang kokoh, dan munculnya blackspot pada karapas udang. Bau udang
mengalami perubahan yaitu antara segar hingga netral. Tekstur udang memiliki
spesifikasi kurang elastis, kompak, dan padat. Blackspot pada udang mulai
muncul pada bagian tubuh udang yaitu cephalothorax. Fase rigor mortis terjadi
setelah berakhirnya fase prerigor, pada fase ini ditandai dengan adanya
perombakan ATP menjadi ADP oleh enzim ATPase sehingga menghasilkan
energi. Fase rigor mortis ditandain daging menjadi lebih keras dari sebelumnya,
hal ini terjadi karena penggabungan protein aktin dan miosin menjadi protein
kompleks aktomiosin. Menurut Pornrat et al. (2007) menjelaskan bahwa pada
penyimpanan udang pada hari ke-7 hingga hari ke-9 tekstur daging udang menjadi
kurang elastis dan keras jika dibandingkan dengan pada saat awal penyimpanan.

11

Suwetja (2013) menjelaskan bahwa selama fase post mortem kadar ATP mulamula menurun tajam, dan kemudian hilang pada saat ikan memasuki tahap akhir
rigor mortis. Penurunan pH terjadi pada fase ini karena adanya akumulasi asam
laktat yang terjadi karena adanya proses glikolisis yang berlangsung secara
anaerob sehingga asam laktat akan menyebabkan pH menjadi turun.
Fase postrigor hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan
nilai 5-3. Fase postrigor udang terjadi setelah hari ke-11 sampai hari ke-17. Fase
postrigor pada udang menunjukkan bahwa udang sudah tidak layak untuk
konsumsi. Hal ini dikarenakan spesifikasi udang pada fase postrigor memiliki
spesifikasi kenampakan yaitu utuh, warna udang berubah menjadi merah muda,
kebeningan hilang, antar ruas menjadi kurang kokoh, dan penyebaran blackspot
semakin banyak. Bau udang pada fase postrigor menjadi netral hingga timbul bau
amoniak. Spesifikasi tekstur udang mengalami perubahan yaitu menjadi tidak
elastis, kompak, dan padat. Fase postrigor terjadi setelah rigor mortis berakhir,
dan terjadi penguraian protein otot daging ikan menjadi senyawa sederhana, yaitu
dipeptida dan asam amino. Fase postrigor ditandain dengan daging akan menjadi
lunak karena adanya kerja enzim pada tubuh udang (Suwetja 2013). Nilai pH pada
fase postrigor mengalami peningkatan akibat dari penguraian protein sehingga
mengakibatkan terbentuknya senyawa basa volatil. Nilai pH yang meningkat
menjadi basa digunakan sebagai tempat untuk pertumbuhan bakteri.
Fase kebusukan (deterioration) yaitu merupakan fase kebusukan pada
udang vaname dan udang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Fase kebusukan
(deterioration) hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan nilai 3-1.
Fase kebusukan (deterioration) terjadi setelah hari ke-17. Hasil pengamatan
organoleptik pada fase kebusukan (deterioration) memiliki spesifikasi
kenampakan yaitu warna udang merah kusam, kulit mudah terkelupas dari daging,
dan pembentukan blackspot menjadi banyak. Bau udang pada fase kebusukan
(deterioration) yaitu bau amoniak hingga busuk, dan tekstur daging udang
menjadi lunak. Ridwansyah (2002) menyatakan bahwa bau udang pada fase
kebusukan (deterioration) disebabkan karena kandungan asam lemak yang
terdapat pada daging udang yang mengalami proses oksidasi. Fase kebusukan
(deterioration) terjadi proses autolisis karena adanya enzim yang memecah
protein dan lemak, sehingga menyebabkan daging menjadi lunak. Setelah udang
mati seluruh sistem enzimatik berjalan tidak teratur sehingga berakibat pada
jaringan dan organ udang berubah menjadi busuk (Suwetja 2011).
Derajat Keasaman (pH) Udang Vaname
Nilai derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator yang diukur
untuk menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan secara kimiawi. Nilai pH
daging hasil perikanan yang masih hidup adalah netral (Eskin 1990). Perubahan
nilai pH pada daging hasil perikanan berpengaruh pada proses pembusukan hasil
perikanan. Perubahan nilai pH terjadi karena adanya proses autolisis dan aktivitas
bakteri. Perubahan nilai pH pada fase kemunduran mutu dapat disebabkan karena
produksi asam laktat dari penguraian glikogen pada daging udang. Perubahan nilai
pH yang terjadi pada udang vaname selama proses kemunduran mutu dilakukan
pada penyimpanan suhu ±4 ºC. Nilai pH pada udang vaname yang didapatkan
terus mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu penyimpanan dan

12

selama proses kemunduran mutu yang berlangsung yaitu pada fase prerigor , fase
rigor mortis, dan fase postrigor. Nilai pH daging udang selama proses
kemunduran mutu disajikan pada Gambar 2.
8

6,98

7,37

7
6,67

Nilai pH

6
5
4
3
2
1
0
0

4

8

12

Hari ke-

Gambar 2 Perubahan pH pada udang vaname (L. vannamei) selama 12 hari
penyimpanan.
Leitao dan Rios (2000) menjelaskan bahwa nilai pH udang selama
penyimpanan suhu ±5 ºC pada hari 0 atau fase prerigor yaitu 7,73. Penyimpanan
hari ke 5 atau fase rigor mortis nilai pH meningkat menjadi 8,33. Penyimpanan
pada hari ke-10 peningkatan menjadi 8,40. Peningkatan nilai pH dikarenakan
semakin banyak senyawa-senyawa basa yang terbentuk sehingga akan
mempercepat kenaikan nilai pH. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap udang
vaname sesuai dengan penjelasan Leitao dan Rios (2000) semakin lama waktu
penyimpanan nilai pH yang dihasilkan semakin meningkatan seiring dengan fase
kemunduran mutu udang. Hal ini diduga karena kerja enzim metabolisme yang
cepat pada udang dan kandungan glikogen dalam daging udang karena proses
kematian pada udang. Peningkatan nilai pH selama penyimpanan suhu dingin
diduga karena adanya pembentukan amina oleh asam amino dekarboksilasi
(Leitao dan Rios 2000).
Tinggi dan rendah nilai pH tergantung dari jumlah glikogen yang terdapat
pada daging udang dan kekuatan penyangga (buffering power). Kekuatan
penyangga (buffering power) pada daging disebabkan karena protein, asam laktat,
asam fosfat, TMAO dan basa-basa volatil. Nilai pH pada awal kemunduran mutu
tergantung kandungan glikogen yang terdapat dalam daging udang. Kondisi udang
saat mati menetukan akumulasi asam laktat dalam daging udang, semakin banyak
kandungan asam laktat dalam daging menyebabkan adanya penurunan pH daging
dan mempercepat kerja enzim metabolisme.
Total Volatile Base (TVB) Udang Vaname
Udang merupakan produk makanan yang mudah rusak dibandingkan
dengan ikan. Perubahan yang mendasar pada kemunduran mutu udang yaitu
karena adanya proses autolisis yang terjadi. Proses autolisis yang terjadi adalah

13

penguraian protein dan senyawa kompleks pada daging udang yang disebabkan
oleh aktivitas enzim dan bakteri pembusuk sehingga menghasilkan senyawasenyawa volatil misalnya amin dan amoniak. Salah satu metode untuk
menentukan tingkat kesegaran udang yaitu dengan menentukan senyawa basa
yang menguap atau TVB. Prinsip pengujian TVB yaitu untuk menguapkan
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena adanya penguraian protein dan
asam-asam amino yang terdapat pada daging udang. Hasil pengujian TVB yang
dilakukan tiap fase kemunduran mutu disajikan pada Gambar 3.
Kadar TVB udang vaname yang disimpan pada suhu ±4 ºC mengalami
peningkatan seiring dengan lama waktu penyimpanan dan selama proses
kemunduran mutu udang yaitu pada fase prerigor, fase rigor mortis, fase
postrigor. Batasan kadar TVB untuk produk hasil perikanan menurut
Goncalves et al. (2009) yaitu kriteria sangat segar apabila nilai kadar TVB kurang
dari 10 mg N/100 g, segar berkisar antara 10-20 mg N/100 g, tidak segar antara
20-30 mg N/100 g, dan tidak layak untuk dikonsumsi lebih besar dari
30 mg N/100 g. Ozogul dan Ozogul (2000) menjelaskan bahwa batas kadar TVB
untuk udang yang layak konsumsi yaitu berkisar antara