Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) F4 Tahan Salin terhadap Pemberian Antioksidan

Lampiran 1. Bagan polibek per plot

10 cm

10 cm

10cm

Lampiran 2. Bagan plot penelitian

A0

A3

A4
50
cm

A3

A2


20 cm
A6B
U

A1

A7

A0

A2

A5

A7

A9

A0


A5
S

A7

A6

A1

A4

A8

A3

A5

A1


A8

A8

A4

A9

A6

A9

A2

Blok I

Blok II

Blok III


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian
No.

Pelaksanaan Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Persiapan lahan
Pembuatan rumah plastik
Pengisian polybag

Pemasangan Selang
Pengukuran DHL
Pemupukan
Penanaman
Pengaplikasian antioksidan
Pemeliharaan tanaman
Penyiraman
Penyiangan
Pengendalian Hama
Pengendalian Penyakit
Panen
Parameter Pengamatan
Tinggi Tanaman(cm)
Diameter Batang (mm)
Total Luas Daun (cm2)
Jumlah Cabang Produksi (cabang)
Jumlah Polong Berisi (polong)
Jumlah Polong Hampa (polong)
Produksi Per Tanaman (g)


10.
11.

Minggu Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
X
X X
X X
X X
X X X X X X X X X X X
X
X
X X X X X X X X X

X

X X X X
X

X
X


X

X
X

X

X
X
X

X

X
X

X

X

X
X X

X

X
X
X
X
X
X
X

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. 2013. Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hasil Seleksi
Terhadap Pemberian Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza
Arbuskular di Tanah Salin. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Azizah, I. 2008. Uji Ketahanan Aksesi Kapas (Gossypium hirsutum L.) terhadap

Cekaman Salinitas (NaCl) pada Fase Perkecambahan. Universitas Islam
Negeri Malang. Malang.
BPS. 2014. Badan Pusat Statitsitik. Luas panen, produksi dan produktivitas
kedelai. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 20 Februari 2016.
Dartius., Ardi., B. Lakitan,. D. Suryati., Hadiyono., J. Sofyan., A. Aswad., S.
Sagiman., W. Hanolo dan Z.R. Djafar. 1991. Analisis Pertumbuhan
Tanaman. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat.
Palembang.
Hardiatmi, J.M.S., 2009. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu
Pertumbuhan Tanaman Hutan. Dikutip Dari http://unsri.ac.id. Diakses
Tanggal 5 Maret 2012.
Hussein, M.M.., L.K Balbaa, dan M.S. Gaballah. 2007. Developing a salt tolerant
cowpea using alpha tocopherol. Journal of Applied Sciences Research
3(10): 1234-1239.
Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai. Fakultas Pertanian. Universitas
Padjajaran. Jatinangor.
Julyasih, K. S. M., Wirawan, I. G. P., Harijani, W. S. dan W. Widajati. 2009.
Aktivitas Antioksidan Beberapa Jenis Rumput Laut (Seaweeds)
Komersial di Bali. Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Surabaya.

Kartasapoetra, A. G. 1998. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Daerah Tropik.
Bina Aksara. Jakarata.
Kusfebriani. 2010. Makalah Fisiologi Tumbuhan : Perkecambahan dan Dormansi.
FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Lamid, A. 1995. Vitamin E sebagai Antioksidan. Puslitbang. Bogor.

Universitas Sumatera Utara

Lestari, C. I. 2011. Asam Salisilat dari Phenol dengan Proses Karboksilasi.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim. Surabaya.
Li, T., Y. Hu, X. Du, H. Tang, C. Shen, J. Wu. 2014. Salicylic acid alleviates the
adverse effects of salt stress in Torreya grandis cv. Merrillii seedlings by
activating photosynthesis and enhancing antioxidant systems. Plos One 9
(10).
Noreen, S., Ashraf, M., Hussain, M., dan A. Jamil. 2009. Exogenous application
of salicylic acid enhances antioxidative capacity in salt stressed
Sunflower (Hellianthus Annuus L.) plants. Pak. J. Bot., 41 (1) : 473-479.
Phang, T. H., G. Shao and H. M. Lam. 2008. Salt tolerance in soybean. Journal of
Integrative Plant Biology 50 (10) : 1196-1212.
Prihatman, 2000. Kedelai (Glycine max L.). http ://www.ristek.go.id. Diakses

pada tanggal 22 Februari 2016.
Proklamasiningsih, E., Prijambada, I. D., Rachmawati, D., dan Retno, P. S. 2012.
Laju Fotosintesis dan Kandungan Klorofil Kedelai pada Media Tanam
Masam dengan Pemberian Garam Aluminium. Universitas Udayana.
Bali.
Qados, A. M. S. A. 2015. Effects of salicylic acid on growth, yield and chemical
contents of Paper (Capsicum annuum L.) plants grown under salt stress
conditions. International Journal of Agriculture and Crop Sciences.
Ramadhani, E. 2009. Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max
(L.) Merril.) terhadap Perbedaan Waktu Tanam dan Inokulasi
Rhizobium. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rosmayati, Rahmawati, N., Astari, R. P., dan Fachrina, W. 2015. Analisa
Pertumbuhan Vegetatif Kedelai Hibridisasi Genotipa Tahan Salin dengan
Varietas Anjasmoro untuk Mendukung Perluasan Areal Tanam di Lahan
Salin. Jurnal Pertanian Tropik, Vol. 2, No. 2(17) : 132-139.
Sadak, M. S. dan Mona, G. W. 2014. Role of ascorbic acid and alpha tocopherol
in alleviating salinity stress on flax plant (Linum usitatissimum L.).
Journal of Stress Physiology and Biochemistry, Vol. 10 No. 1.
Salama, Z. A., El-Nour, E. A. A. A., El Fouly, M. M., dan Gaafar, A. A. 2014.
Ascorbic foliar spray counteracting effect of salinity on growth, nutrients

Universitas Sumatera Utara

concentrations, photosynthesis, antioxidant activities and lipid
peroxidation of Bean (Phaseulus vulgaris L.) cultivars. American Journal
of Agricultural and Biological Sciences 9 (3) : 384-393.
Salehi, S., Khajehzadeh, A., and F. Khorsandi. 2011. Growth of tomato as
affected by foliar application of salicylic acid and salinity, J. Agric. And
Environ. Sci., 11 : 1818-6769.
Steenis, V.C.G.G.J., 2005. Flora. Cetakan kesepuluh. PT Pradnya Paramita.
Jakarta.
Susanto, A., Rhona, D. dan I. Mardiyani. 2009. Vitamin C sebagai Antioksidan.
Universitas Sebelas Maret. Surakrta.
Then, K. 2001. Komplementasi Kedelai dengan Beras Untuk Pembuatan Tempe.
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Wolucka, B. A., Goossens, A., and Inze, D. 2005. Methyl jasmonate stimulates
the de novo biosynthesis of vitamin C in plant cell suspensions, J. Exp.
Botany, 56 : 2527-2738.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilaksanakan

di

rumah

plastik

Fakultas

Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas
permukaan laut, mulai bulan Maret 2016 sampai bulan Juli 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah benih kedelai F4 tahan salin hasil dari
perkawinan antara anjasmoro dan grobogan (AxG) sebagai objek yang akan
diamati, tanah salin untuk media tanam, plastik kaca sebagai atap rumah plastik,
bambu sebagai kerangka rumah plastik, kawat untuk mengikat antar tiap bambu,
dan tali plastik untuk mengikat plastik ke kerangka rumah plastik, antioksidan
(asam askorbat, asam salisilat dan alfa tokoferol) sebagai perlakuan yang akan
diaplikasikan pada tanaman kedelai, aquades sebagai pelarut antioksidan, plastik
obat sebagai wadah pupuk yang akan diaplikasikan ke setiap polibek, polibek
untuk wadah media tanam, plastik sebagai pembalut polibek agar tanah tidak
tercuci, air untuk menyiram tanaman, insektisida sebagai pengendali hama, air
laut untuk meningkatkan daya hantar listrik (DHL) tanah apabila kurang dari 5-6
dS/m, plastik PE untuk pemanenan polong.
Alat yang digunakan yaitu cangkul untuk membersihkan gulma pada
rumah plastik, pisau/cutter untuk memotong-motong plastik, label sebagai
penanda, meteran untuk mengukur, DHL meter untuk mengukur daya hantar
listrik media tanam, sprayer untuk mengaplikasikan antioksidan, timbangan
analitik untuk menimbang pupuk, antioksidan, dan bobot, gembor untuk
menyiram, parang untuk memotong bambu, tang untuk mengikat kawat, tangga

Universitas Sumatera Utara

untuk membangun rumah plastik, selang pada media tanam untuk memudahkan
penyiraman, jangka sorong digital untuk mengukur diameter batang, dan alat tulis
untuk mencatat data.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial yaitu :
Faktor I : Jenis dan Konsentrasi Antioksidan dengan 10 taraf, yaitu :
A0 : Kontrol (Tanpa Antioksidan)
A1 : Asam Askorbat (250 ppm)
A2 : Asam Askorbat (500 ppm)
A3 : Asam Askorbat (750 ppm)
A4 : Asam Salisilat (250 ppm)
A5 : Asam Salisilat (500 ppm)
A6 : Asam Salisilat (750 ppm)
A7 : Alfa Tokoferol (250 ppm)
A8 : Alfa Tokoferol (500 ppm)
A9 : Alfa Tokoferol (750 ppm)
Jumlah ulangan

: 3 ulangan

Jumlah tanaman/polibek

: 1 tanaman

Jumlah polibek/plot

: 2 polibek/plot

Jumlah plot

: 30 plot

Jumlah tanaman seluruhnya : 60 tanaman
Jumlah sampel

: 60 tanaman

Jarak antar polibek

: 10cm x 10 cm

Jarak antar blok

: 50 cm

Universitas Sumatera Utara

Jarak antar plot

: 20 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan
model linear sebagai berikut :
Yij = μ + ρi + αj + (α)j + εij
Yijk

:

Data hasil pengamatan dari unit percobaan blok ke-i dengan
perlakuan bahan organik taraf ke-j

μ

:

Nilai tengah

ρi

:

Efek blok ke-i

αj

:

Efek antioksidan pada taraf ke-j

(αβ)jk

:

Efek interaksi dari antioksidan pada taraf ke-j

εijk

:

Galat dari blok ke-i, antioksidan pada taraf ke-j

Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan berpengaruh
nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Kontras Orthogonal dan Uji Duncan Multiple
Range Test taraf 5 % (Steel and Torrie, 1993).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Lahan penelitian yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma di
areal tersebut dengan menggunakan cangkul dan parang.
Pembuatan Rumah Plastik
Pembuatan rumah plastik dengan ukuran 9m x 13m dengan menggunakan
bambu sebagai kerangkanya, kemudian dilanjutkan dengan memasang plastik
kaca sebagai pelindung sebagai atap agar media tanam tidak tercuci.
Pengisian Polibek
Media tanam yang diisi adalah tanah yang memiliki kadar salin dengan
daya hantar listrik 5-6 dS/m pada polibek dengan ukuran 10 kg dan dibalut dengan
plastik dari luar polibek untuk menjaga kadar salin yang ada di tanah tersebut agar
tidak terjadi pencucian.
Pemasangan Selang
Pemasangan selang yaitu dengan memasang selang sepanjang 25 cm,
dengan cara menancapkannya di bagian pinggiran polybag untuk mempermudah
penyerapan air pada saat penyiraman.
Pengukuran DHL
Pengukuran daya hantar listrik (DHL) dilakukan setiap minggu untuk
mengetahui daya hantar listrik yang ada pada tanah salin tersebut. Pada penelitian
kali ini, daya hantar listrik yang ditentukan adalah 5-6 dS/m. Pengukuran DHL
dilakukan setiap minggunya. Apabila DHL < 5 dS/m maka dilakukan penyiraman
dengan air laut. Pengukuran DHL dilakukan dengan mengambil sampel tanah
yaitu 12 polybag dari 60 polybag.

Universitas Sumatera Utara

Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk tanaman
kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/polybag), 200 kg TSP/ha (1,25 g/polybag),
dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/polybag). Pemupukan TSP dan KCl dilakukan pada
waktu 1 hari sebelum penanaman, sedangkan pupuk urea dilakukan 1 minggu
setelah tanam.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menanam benih kedelai F4 Tahan Salin
hasil perkawinan antara varietas anjasmoro dan grobogan (AxG) pada setiap
polibek yang telah diisi media tanam.
Pengaplikasian Antioksidan
Pengaplikasian antioksidan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu
setelah tanam, kemudian diaplikasikan dengan interval waktu 1 minggu setiap
pukul 7 pagi sampai dengan pukul 9 pagi dengan menggunakan sprayer yang
terlebih dahulu dikalibrasikan volume semprotnya.
Asam askorbat yang diaplikasikan, dilarutkan dengan aquades sesuai
dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Asam salisilat dilarutkan dengan cara
distirrer dengan aquades sesuai konsentrasi yang telah ditentukan. Alfa Tokoferol
dilarutkan dengan cara distirrer seperti melarutkan asam salisilat.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari tergantung
kondisi cuaca. Penyiraman dilakukan dengan menyiramkan air pada pipa tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Penyiangan
Penyiangan

dilakukan

untuk

mengendalikan

gulma

sekaligus

menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak
menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk
mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual
dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu.
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan cara manual
yaitu dengan ditangkap dan dipindahkan, apabila tidak ada perubahan maka
dilakukan penyemprotan insektisida, serta bagian tanaman yang terserang
penyakit dipotong.
Panen
Panen dilakukan pada saat kedelai memenuhi kriteria panen yang dapat
dilihat dengan warna daun mulai menguning dan kemudian rontok serta polong
berwarna kecokelatan. Panen dilakukan dengan cara memotong 5 cm di atas
pangkal batang utama dengan menggunakan gunting.
Parameter Pengamatan
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman (cm) diukur dengan menggunakan meteran, tinggi
tanaman diukur dari pangkal sampai titik tumbuh, mulai 2 MST dan diulangi
setiap minggu sampai tanaman mulai berbunga.

Universitas Sumatera Utara

Diameter Batang
Diameter batang (mm) diukur pada bagian batang bawah pada ketinggian
1 cm diatas permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong digital.
Pengukuran dilakukan pada akhir fase vegetatif.
Total Luas Daun
Total luas daun (cm2) untuk tanaman sampel destruktif diukur pada
6 MST. Masing-masing daun diukur panjang dan lebar daun untuk dapat dihitung
total luas daun. Total Luas daun dihitung menggunakan rumus :
Total Luas Daun = p x l x k
Keterangan :
P = Panjang
l = Lebar
k = Konstanta
Konstanta daun tengah = 0,6531,
Dan daun kiri serta kanan = 0,765 (Dartiuset et al., 1991)
Jumlah Cabang Produktif
Jumlah cabang produktif (cabang) adalah jumlah cabang yang memiliki
polong pada setiap tanaman dihitung dengan menghitung jumlah cabang tersebut
pada saat sebelum dilakukan pemanenan.
Jumlah Polong Berisi Per Tanaman
Jumlah polong berisi (polong) dihitung dengan cara menghitung semua
polong yang terbentuk dan berisi biji pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan
pada saat panen.

Universitas Sumatera Utara

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman
Jumlah polong hampa (polong) dihitung dengan cara menghitung semua
polong yang terbentuk namun tidak berisi biji pada setiap tanaman. Pengamatan
dilakukan pada saat panen.
Bobot Kering Biji Per Tanaman
Bobot kering biji per tanaman (g) dihitung dengan menimbang bobot biji
per tanaman dengan timbangan analitik. Biji yang ditimbang adalah biji yang
telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari.
Bobot 100 Biji (g)
Pengamatan bobot 100 biji dilakukan pada saat panen. Bobot 100 butir biji
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Bobot 100 Biji = Bobot biji x 100%
Jumlah biji

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
antioksidan berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun dan produksi
per tanaman.
Tinggi Tanaman
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
jenis dan dosis antioksidan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada
2-5 minggu setelah tanam. Rataan tinggi tanaman 5 minggu setelah tanam (MST)
pada perlakuan jenis dan dosis antioksidan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman pada 5 MST Kedelai F4 Tahan Salin terhadap
Pemberian Antioksidan
Perlakuan
Tinggi Tanaman
…….cm….…
A0 (Tanpa Antioksidan)
53,20
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
75,02
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
74,65
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
77,28
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
81,15
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
79,07
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
67,90
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
65,28
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
89,60
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
72,75
Tabel 1 memperlihatkan bahwa pemberian Alfa tokoferol 500 ppm (A8)
menghasilkan rataan tertinggi yakni 89,60 cm dan rataan terendah pada perlakuan
tanpa antioksidan (A0) yakni 53,20 cm.
Diameter Batang
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pemberian antioksidan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang kedelai.

Universitas Sumatera Utara

Rataan diameter batang pada perlakuan pemberian antioksidan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Diameter batang Kedelai F4 Tahan Salin terhadap Pemberian
Antioksidan
Perlakuan
Diameter Batang
……mm……
A0 (Tanpa Antioksidan)
2,46
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
2,63
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
3,04
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
3,80
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
2,52
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
2,86
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
3,14
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
2,52
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
2,90
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
2,65
Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan asam askorbat 750 ppm (A3)
menghasilkan diameter batang tertinggi yakni 3,8 mm dan terendah pada
perlakuan tanpa antioksidan (A0) sebesar 2,46 mm.
Total Luas Daun
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam, diketahui bahwa,
perlakuan pemberian antioksidan berpengaruh nyata terhadap parameter total luas
daun. Rataan total luas daun pada perlakuan pemberian antioksidan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 diketahui bahwa perlakuan Alfa tokoferol 500 ppm (A8)
menghasilkan total luas daun tertinggi yakni 1.493,54 cm2 dan total luas daun
terendah pada perlakuan tanpa antioksidan (A0) yakni 766,24 cm2. Perlakuan
pemberian antioksidan berbeda nyata antara yang satu dengan yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Total Luas Daun Kedelai F4 Tahan Salin terhadap Pemberian
Antioksidan
Perlakuan
Total Luas Daun
……cm2…….
A0 (Tanpa Antioksidan)
766,24 D
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
1.092,19 Cd
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
1.154,69 Abc
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
964,71 Cd
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
1.104,04 Bcd
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
1.260,90 Abc
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
1.194,31 Abc
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
1.472,10 Ab
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
1.493,54 A
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
1.098,82 Cd
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf α=5%
Jumlah Cabang Produktif
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan
pemberian antioksidan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah cabang
produktif. Rataan jumlah cabang produksi pada perlakuan pemberian antioksidan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Cabang Produktif Kedelai F4 Tahan Salin terhadap Pemberian
Antioksidan
Perlakuan
Jumlah Cabang Produktif
……..cabang.……
A0 (Tanpa Antioksidan)
2,50
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
3,33
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
3,17
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
4,00
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
3,17
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
2,83
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
3,33
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
3,00
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
3,33
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
3,67

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan asam askorbat 750 ppm (A3)
menghasilkan jumlah cabang produktif tertinggi yakni 4 cabang dan terendah
pada perlakuan tanpa antioksidan (A0) sebesar 2,5 cabang.
Jumlah Polong Berisi Per Tanaman
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam, diketahui bahwa,
perlakuan pemberian antioksidan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter
jumlah polong berisi per tanaman. Rataan jumlah polong berisi per tanaman pada
perlakuan pemberian antioksidan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Polong Berisi Per Tanaman Kedelai F4 Tahan Salin terhadap
Pemberian Antioksidan
Perlakuan
Jumlah Polong Berisi Per Tanaman
…...polong……
A0 (Tanpa Antioksidan)
26,83
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
39,00
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
41,33
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
43,67
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
42,00
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
45,83
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
45,00
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
39,50
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
53,83
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
51,67
Tabel 5 diketahui bahwa perlakuan Alfa tokoferol 500 ppm (A8)
menghasilkan jumlah polong berisi per tanaman tertinggi yakni 53,83 polong dan
terendah pada perlakuan tanpa antioksidan (A0) sebesar 26,83 polong.
Jumlah Polong Hampa Per Tanaman
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pemberian antioksidan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah polong
hampa per tanaman. Rataan jumlah polong hampa per tanaman pada perlakuan
pemberian antioksidan dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Jumlah Polong Hampa Per Tanaman Kedelai F4 Tahan Salin terhadap
Pemberian Antioksidan
Perlakuan
Jumlah Polong Hampa Per Tanaman
……polong…..
A0 (Tanpa Antioksidan)
11,67
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
7,00
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
15,00
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
6,67
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
9,83
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
7,83
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
9,50
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
12,50
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
12,67
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
5,83
Tabel 6 diketahui bahwa Asam askorbat 500 ppm (A2) menghasilkan
jumlah polong hampa per tanaman tertinggi yakni 15 polong dan terendah pada
perlakuan Alfa tokoferol 750 ppm (A9) sebesar 5,83 polong.
Bobot Kering Biji Per Tanaman
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pemberian antioksidan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering biji
per tanaman. Rataan bobot kering biji per tanaman pada perlakuan pemberian
antioksidan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 diketahui bahwa perlakuan Alfa tokoferol 500 ppm (A8)
menghasilkan bobot kering biji per tanaman tertinggi yakni 4,35 g dan terendah
pada perlakuan tanpa antioksidan (A0) yakni 2,56 g. Perlakuan pemberian
antioksidan berbeda nyata antara yang satu dengan yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Bobot Kering Biji Per Tanaman Kedelai F4 Tahan Salin terhadap
Pemberian Antioksidan
Perlakuan
Bobot Kering Biji Per Tanaman
……g……
A0 (Tanpa Antioksidan)
2,56 c
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
2,97 bc
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
3,43 b
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
3,50 b
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
3,56 b
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
3,55 b
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
3,57 ab
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
3,60 ab
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
4,35 a
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
3,66 ab
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf α=5%
Bobot 100 Biji
Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pemberian antioksidan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bobot 100 biji.
Rataan bobot 100 biji pada perlakuan pemberian antioksidan dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Bobot 100 Biji
Kedelai F4 Tahan Salin terhadap Pemberian
Antioksidan
Perlakuan
Bobot 100 Biji
……g……
A0 (Tanpa Antioksidan)
5,38
A1 (Asam Askorbat 250 ppm)
6,40
A2 (Asam Askorbat 500 ppm)
6,30
A3 (Asam Askorbat 750 ppm)
6,73
A4 (Asam Salisilat 250 ppm)
7,06
A5 (Asam Salisilat 500 ppm)
5,90
A6 (Asam Salisilat 750 ppm)
5,05
A7 (Alfa tokoferol 250 ppm)
6,00
A8 (Alfa tokoferol 500 ppm)
6,86
A9 (Alfa tokoferol 750 ppm)
5,19

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8 diketahui bahwa perlakuan asam salisilat 250 ppm (A4)
menghasilkan bobot 100 biji tertinggi yakni 7,06 g dan terendah pada perlakuan
asam salisilat 750 ppm (A6) yakni 5,05 g.
Pembahasan
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) F4 Tahan
Salin terhadap Pemberian Antioksidan
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
jenis dan dosis antioksidan berpengaruh nyata pada parameter total luas daun dan
produksi per tanaman. Sebaliknya, perlakuan jenis dan dosis antioksidan
berpengaruh tidak nyata pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang produksi, jumlah polong berisi, dan jumlah polong hampa.
Hasil analisis total luas daun (Tabel 3), menunjukkan bahwa perlakuan A8
yaitu Alfa tokoferol 500 ppm menghasilkan rataan tertinggi yakni 1.493,54 cm2
dan rataan terendah pada perlakuan A0 (tanpa antioksidan) yakni 766,24 cm2. Hal
ini disebabkan karena terjadinya gangguan pertumbuhan luas daun akibat
cekaman salinitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosmayati et al (2015) yang
menyatakan bahwa cekaman salinitas merupakan cekamanan abiotik yang dapat
mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan
luas daun berkurang karena ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan
keracunan ion Na+, Cl-, cekaman osmotik, kekurangan hara dan cekaman
oksidatif. Dengan mengaplikasikan antioksidan maka pertumbuhan tanaman akan
semakin baik, salah satunya adalah total luas daun. Hal ini didukung dengan peran
alfa tokoferol yang diberikan dapat memperbaiki kerusakan akibat stres oksidatif
pada tanaman kedelai yang mengalami cekaman salinitas terutama pada proses
fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hussein et al (2007) yang

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa pada tanaman, alfa tokoferol diyakini

berfungsi untuk

melindungi membran kloroplas dari foto-oksidasi dan membantu untuk
menyediakan kondisi yang optimal untuk proses fotosintesis. Fungsi alfa tokoferol
terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan yang paling menonjol di antaranya
adalah perlindungan asam lemak tak jenuh ganda dari lipid peroksidasi dengan
pendinginan dan pembilasan berbagai radikal oksigen reaktif (ROS) termasuk
oksigen singlet, radikal superoksida dan radikal alkil peroksi. Pada tanaman,
konsentrasi tokoferol bervariasi dalam jaringan yang berbeda dan berfluktuasi
selama fase perkembangan dan pada tanggap terhadap cekaman abiotik.
Hasil analisis produksi per tanaman (g) (Tabel 7), menunjukkan bahwa
perlakuan A8 yaitu alfa tokoferol (500 ppm) menghasilkan rataan tertinggi yakni
4,35 g dan rataan terendah pada perlakuan A0 (tanpa antioksidan) yakni 2,56 g.
Hal ini sejalan dengan peningkatan total luas daun kedelai yang mendapat
perlakuan yang sama. Peningkatan total luas daun akan meningkatkan proses
fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat yang digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan
Rosmayati et al (2015) yang menyatakan bahwa selain menunjukkan gangguan
pertumbuhan, respon genotipe kedelai sensitif pada kondisi salin juga terjadi
pengurangan laju fotosintesis. Sedangkan produktivitas kedelai pada umumnya
paralel dengan kualitas lingkungan tumbuhnya dan daya hasil kedelai ditentukan
oleh beberapa sifat kuantitatif yang saling dinamik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan produksi kedelai pada tanaman yang mengalami cekaman salinitas
dilakukan pemberian antioksidan. Di antara ketiga jenis antioksidan yang
diberikan yaitu asam askorbat, asam salisilat dan alfa tokoferol, diperoleh

Universitas Sumatera Utara

antioksidan terbaik adalah alfa tokoferol dengan dosis 500 ppm dalam mengatasi
cekaman salinitas pada tanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Sadak dan Mona (2014) yang menyatakan bahwa alfa tokoferol (vitamin E)
adalah antioksidan lipofilik disintesis oleh semua tanaman; tingkat yang berbedabeda dalam jaringan yang berbeda dan berfluktuasi selama pengembangan dan
dalam menanggapi cekaman abiotik. Berinteraksi dengan kelompok asil tak jenuh
ganda lipid, menstabilkan membran, membersihkan berbagai ROS sehingga
melindungi asam lemak tak jenuh ganda dari lipid peroksidasi dan memodulasi
sinyal transduksi. Bekerjasama dengan siklus xanthophylls, vitamin E memenuhi
setidaknya dua fungsi yang berbeda dalam kloroplas pada dua situs utama
produksi oksigen singlet. Proklamasiningsih et al (2012) menjelaskan bahwa
klorofil adalah pigmen yang terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya
yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi dalam proses fotosintesis.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Perlakuan pemberian antioksidan berpengaruh nyata meningkatkan pada
parameter total luas daun dan produksi per tanaman.

2.

Alfa tokoferol merupakan jenis antioksidan yang terbaik di antara ketiga
antioksidan yang diberikan.

3.

Dosis alfa tokoferol terbaik diperoleh pada dosis 500 ppm untuk
pertumbuhan dan produksi kedelai di tanah salin.

Saran
Berdasarkan penelitian ini, jenis dan dosis antioksidan yang terbaik
adalah dengan menggunakan antioksidan berupa alfa tokoferol dengan dosis
500 ppm.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril.)
Klasifikasi kedelai adalah kingdom Plantae, divisi Spermatophyta,
sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Polypetales,
Leguminosae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merrill

family
(Steenis,

2005).
Akar kedelai mulai muncul di sekitar mesofil. Kemudian akar muncul ke
dalam tanah, sedangkan kotiledon akan terangkat ke permukaan tanah akibat
pertumbuhan dari hipokotil. Akar tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang dan
akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang. Untuk memperluas permukaan
kontaknya dalam menyerap unsur hara, akar juga membentuk bulu-bulu akar.
Bulu akar merupakan penonjolan dari sel-sel epidermis akar. Pada akar terdapat
bintil-bintil akar yang berkoloni dari bakteri Rhizhobium japonicum yang
terbentuk di akar, yang dapat mengikat N, bersimbiosa dengan tanaman
(Irwan, 2006).
Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar
rambut pada akar utama atau akar cabang. Bintil akar dibentuk oleh Rhizobium
japonicum. Akar mengeluarkan triptofan dan substansi lain yang menyebabkan
perkembangan pesat dari populasi bakteri yang menyebabkan akar rambut
melengkung sebelum bakteri menginfeksi ke dalamnya. Gejala ini tidak tampak
apabila infeksi terjadi pada akhir pertumbuhan akar rambut (Hardiatmi, 2009).
Batang kedelai yang masih muda setelah perkecambahan dibedakan
menjadi dua bagian yaitu hipokotil dan epikotil. Hipokotil adalah bagian batang di
bawah keping biji yang belum lepas sampai ke pangkal batang, sedangkan epikotil

Universitas Sumatera Utara

adalah bagian batang yang berada di atas keping biji. Sistem pertumbuhan batang
kedelai dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe determinate adalah tipe
pertumbuhan pucuk batang yang jika tanaman telah berbunga pertumbuhan
batangnya terhenti dan tipe indeterminate adalah pertumbuhan pucuk batang dapat
terus

berlangsung

walaupun

tanaman

telah

mengeluarkan

bunga

(Prihatman, 2000).
Kedelai dapat berbunga ketika memasuki stadia reproduktif yaitu
5-7 minggu bergantung pada varietas. Bunga kedelai umumnya muncul pada
ketiak tangkai daun. Jumlah bunga yang ada pada setiap tangkai daun beragam,
antara

2-25 bunga. Penyerbukan bunga berlangsung secara sendiri dengan

tepung sari sendiri karena pembuahan terjadi sebelum bunga kedelai mekar
(Hardiatmi, 2009).
Polong pertama kali muncul sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga
pertama. Polong berwarna hijau. Panjangnya polong muda sekitar 1 cm. Jumlah
polong terbentuk pada setiap ketiak daun sangat beragam, antara 1-10 polong
dalam setiap kelompok. Dalam satu polong berisi 1-4 biji. Bentuk biji kedelai
pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar bulat agak pipih. Polong pertama
kali muncul sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Polong berwarna
hijau, Panjangnya polong muda sekitar 1 cm. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm
dan lebar 0,0025 mm (Prihatman, 2000).
Daun kedelai berwarna hijau, mempunyai dua bentuk daun, yaitu stadia
kotiledon yang tumbuh saat masih kecambah dengan dua helai daun tunggal dan
daun bertangkai tiga yang tumbuh setelah masa perkecambahan. Daun berbentuk
bulat (oval), yang mempunyai bulu. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar

Universitas Sumatera Utara

0,0025 mm. kepadatan bulu berkisar 3-20 buah/mm. pada varietas Anjasmoro
kepadatan bulu jarang (Hardiatmi, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai dapat tumbuh dengan curah hujan yang merata sehingga
kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Pada fase perkecambahan air
merupakan hal terpenting. Kebutuhan air akan bertambah sesuai dengan umur
tanaman. Kebutuhan air tertinggi pada saat berbunga dan pengisian polong. Pada
umumnya kebutuhan air tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa
pertumbuhan kedelai, dan curah hujan dalam hitungan pertahunnya adalah sekitar
1.500-2.500 mm/tahun (Prihatman, 2000).
Tanaman menghendaki suhu tanah yang optimal sekitar 300C untuk
mendukung

proses

perkecambahannya.

Disamping

suhu

tanah

kedelai

menghendaki suhu lingkungan yang optimal untuk proses pembentukan bunga
yaitu 25-28°C. Kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada
ketinggian tempat berkisar 20-300 m dpl. Umur berbunga tanaman kedelai yang
ditanam pada dataran tinggi mundur 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang
ditanam di dataran rendah (Hardiatmi, 2009).
Kedelai termasuk tanaman berhari pendek, artinya kedelai tidak mampu
berbunga jika panjang hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam per hari. Oleh sebab
itu pada daerah topik yang panjang hari 12 jam kedelai akan mengalami
penurunan

produksi

karena

masa

berbunganya

menjadi

pendek

(Irwan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika dreanase dan aerase tanah baik,
untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, serta
kaya akan bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan
menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Irwan, 2006).
Keasaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sebab keasaman
tanah mempengaruhi pada jumlah unsur hara yang bisa diserap oleh tanaman,
kondisi keasaman yang baik adalah 6-7 pada kondisi ini semua unsur hara paling
banyak tersedia sehingga penyerapan unsur hara menjadi efektif. Jika pH 5,5 atau
pada tanah masam pertumbuhan bintil akar akan terhambat sehingga proses
pembentukan nitrifikasi akan berjalan kurang baik serta kedelai dapat keracunan
alumunium (Kusfebriani, 2010).
Tanah yang dapat ditanami kedelai memiliki air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi sebaiknya diadakan
perbaikan draenase dan aerase sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen.
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah alluvial, regosol, gumusol, latosol
dan Andosol (Kartasapoetra, 1998).
Varietas Kedelai Toleran Cekaman Salinitas
Cekaman salinitas merupakan cekaman abiotik yang dapat mempengaruhi
produktivitas dan kualitas tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan luas daun
berkurang karena ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan keracunan ion
Na2+, Cl-, cekaman osmotik, kekurangan hara dan cekaman oksidatif. Cekaman
salinitas menunjukkan dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam hingga
tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Selain

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan gangguan pertumbuhan, respon genotipe kedelai sensitif pada
kondisi salin juga terjadi pengurangan laju fotosintesis. Penurunan laju
fotosintesis mungkin diakibatkan penutupan stomata yang disebabkan cekaman
osmotik

atau

gangguan

induksi

garam

pada

organ-organ

fotosintesis.

Produktivitas kedelai pada umumnya paralel dengan kualitas lingkungan
tumbuhnya dan daya hasil kedelai ditentukan oleh beberapa sifat kuantitatif yang
saling dinamik (Rosmayati et al, 2015).
Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman
salinitas di samping itu ada pula yang menjadi teradaptasi. Mayoritas tanaman
budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi, atau
sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang. Studi
mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik
penapisan tanaman yang efektif. Varietas kedelai menunjukkan spektrum luas
dalam kemampuannya mentoleransi garam. Penapisan genotipe kedelai telah
dilakukan untuk mengidentifikasi sifat genetik yang menunjukkan toleransi tinggi
terhadap cekaman garam. Saat ini, pemuliaan merupakan strategi utama untuk
meningkatkan toleransi garam pada kedelai (Phang et al, 2008).
Konsentrasi garam yang tinggi dapat mengganggu penyerapan air dan
nutrisi oleh suatu tanaman. Akibat dari peristiwa ini tanaman mengalami
kekeringan fisiologis yang dapat berlanjut fatal dengan terjadinya plasmolisis selsel akar dan jaringan yang lain karena larutan tanah menjadi cairan hipertonik
selama waktu yang lama (Azizah, 2008).
Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang cukup toleran salinitas
tergantung dari perbedaan varietas. Penelitian Rahmawati dan Rosmayati (2010)

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada tanah salin, hanya 5
varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai fase generatif dan
menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu bertahan sampai
pada fase vegetatif saja. Kelima varietas tersebut adalah Grobogan, Anjasmoro,
Bromo, Cikuray dan Detam 2.
Phang et al (2008) mengemukakan bahwa mekanisme toleransi garam
pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :
1.

Pemeliharaan ion homeostatis,

2.

Penyesuaian sebagai respon terhadap cekaman osmotik,

3.

Pemulihan keseimbangan oksidatif, dan

4.

Adaptasi struktural dan metabolik lain.

Antioksidan
Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini
antara lain vitamin, polipenol, karotin dan mineral. Secara alami, zat ini sangat
besar peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan
melakukan semua itu dengan cara menekan kerusakan sel yang terjadi akibat
proses oksidasi radikal bebas (Susanto et al, 2009).
Antioksidan berfungsi membantu melindungi tubuh dari serangan radikal
bebas serta meredam dampak negatifnya. Antioksidan merupakan komponen yang
dapat melindungi sel dari kerusakan yang diakibatkan oleh reaktif oksigen spesies
seperti oksigen singlet, superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil, dan
peroksi nitrit. Radikal bebas sebetulnya sangat diperlukan bagi kelangsungan
beberapa proses fisiologi dalam tubuh, terutama untuk transportasi elektron.

Universitas Sumatera Utara

Namun radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh karena dapat
merusak makromolekul dalam sel seperti protein dan DNA (deoxyribo nucleic
acid). Kerusakan makromolekul selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel
(Julyasih et al, 2009).
Antioksidan memiliki efek sinergis terhadap pertumbuhan berbagai spesies
tanaman. Senyawa ini memiliki efek menguntungkan dalam menangkap radikal
bebas atau aktif oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesis dan respirasi.
Aplikasi eksogen antioksidan dalam bentuk vitamin telah mendapatkan perhatian
sebagai pendekatan yang mungkin untuk memperbaiki dampak buruk dari stres
salinitas

pada

tanaman

untuk

meningkatkan

pertumbuhan

tanaman,

pengembangan dan hasil (kuantitas dan kualitas). Vitamin dapat dianggap
senyawa bio-regulator alami dan keselamatan yang relatif dalam konsentrasi
rendah diberikan pengaruh yang mendalam pada banyak proses fisiologis
(Sadak dan Mona, 2014).
Upaya peningkatan kandungan antioksidan dapat dilakukan dengan
aplikasi antioksidan esksogenous. Beberapa jenis antioksidan yang dapat
digunakan

adalah

asam

askorbat,

α-tokoferol

dan

asam

salisilat

(Ardiansyah, 2013; Lamid, 1995; Salehi et al, 2011).
Asam Askorbat
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan
nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai
antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut
formasi ROS dan radikal bebas (Susanto et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap stres oksidatif
adalah dengan aplikasi asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat adalah molekul
yang berukuran kecil, larut dalam air, merupakan antioksidan yang bertindak
sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik hidrogen
peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam detoksifikasi dan menetralkan
radikal superoksida. Asam askorbat juga berperan penting dalam fotoproteksi,
regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan tanaman seperti pembelahan sel
dan ekspansi dinding sel (Ardiansyah, 2013).
Vitamin C diperolehi dari buah beri, buah-buahan sitrus, dan sayuran
hijau. Sumber yang baik termasuk asparagus, avocado, black currants, bunga
kubis, anggur, kubis, lemon, biji sawi hijau, bawang, nenas, bayam, strawberri,
tomat, dan selada air (Susanto et al, 2009).
Asam askorbat merupakan produk alami dari tanaman yang memiliki
fungsi penting sebagai antioksidan dan enzim serta tampaknya memiliki peran
penting mengurangi kofaktor. Ini berpartisipasi dalam berbagai proses. Asam
askorbat dikaitkan dengan kloroplas stres oksidatif fotosintesis. Selain itu, asam
askorbat memiliki sejumlah peran lainnya dalam pembelahan sel dan modifikasi
protein. Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif akan ke
bertindak sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik
hidrogen peroksida (Salama et al, 2014).
Asam Salisilat
Asam salisilat juga juga berperan sebagai antioksidan potensial nonenzimatik serta zat pengatur tumbuh tanaman yang berperan penting dalam
mengatur berbagai proses fisiologis tanaman termasuk fotosintesis. Asam salisilat

Universitas Sumatera Utara

diketahui dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan seperti peroksidase
(POD), SOD dan CAT, jika diaplikasikan secara eksogen yaitu dengan
penyemprotan pada tanaman tomat yang mengalami cekaman salinitas
(Lestari, 2011).
Peningkatan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas dengan aplikasi
asam salisilat eksogenous tergantung dari genotipa tanaman dan konsentrasi asam
salisilat yang digunakan sehingga perlu penjelasan lebih lanjut mengenai hal
tersebut (Li et al, 2014).
Asam salisilat adalah molekul pilihan pada tanaman dan menginduksi
toleransi tanaman terhadap berbagai cekaman biotik dan abiotik. Asam salisilat
juga memainkan peran penting dalam regulasi beberapa proses fisiologis pada
tanaman seperti efek pada pertumbuhan dan perkembangan, penyerapan ion dan
transportasi dan permeabilitas membran. Asam salisilat eksogenous mengubah
aktivitas enzim antioksidan dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres
abiotik dengan menurunkan generasi ROS. Telah ditemukan bahwa asam salisilat
memiliki efek yang berbeda pada adaptasi stres dan pengembangan kerusakan
tanaman yang bergantung pada spesies tanaman, konsentrasi, metode dan waktu
aplikasi

asam

salisilat.

Selanjutnya,

asam

salisilat

adalah

antioksidan

nonenzimatik potensial dan molekul penting untuk memodifikasi respon tanaman
terhadap stres lingkungan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
pengaplikasian asam salisilat eksogenous dapat memperbaiki efek merusak dari
stres kekeringan pada spesies yang berbeda (Arfan et al., 2007). Asam salisilat
telah memperoleh perhatian khusus karena menginduksi efek pelindung pada
tanaman di bawah cekaman salinitas (Qados, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Asam salisilat adalah regulator pertumbuhan yang meningkatkan
pertumbuhan

tanaman

di

bawah

tekanan

dan

kondisi

stres.

Asam salisilat bertindak sebagai antioksidan potensial non-enzimatik serta
pengatur tumbuh, yang memainkan peran penting dalam mengatur sejumlah
proses fisiologis tanaman termasuk fotosintesis. Beberapa laporan sebelumnya
menunjukkan bahwa eksogen asam salisilat bisa memperbaiki kerusakan akibat
logam berat pada beras (Mishra & Choudhuri, 1999), cekaman kekeringan dalam
gandum

(Waseem

et

al,

2006),

dan

stres

garam

dalam

gandum

(Arfan et al., 2007). Pengamatan ini menunjukkan bahwa asam salisilat menjadi
oksidan dapat dikaitkan dengan stres oksidatif. Kedua mitokondria dan kloroplas
melalui sistem transpor elektron masing-masing dapat menghasilkan spesies
oksigen reaktif (ROS), seperti superoksida (O), hidrogen peroksida (H21O)
(Mittler, 2002). Namun, ROS yang memulung oleh sistem pertahanan antioksidan
tanaman, yang terdiri dari kedua enzimatik dan non-enzimatik komponen
(Ashraf, 2009). tekanan lingkungan, seperti stres garam, dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara pertahanan antioksidan dan kadar ROS, mengakibatkan
stres oksidatif (Foyer & Noctor, 2003). Garam diinduksi produksi yang tinggi dari
ROS

dapat

menyebabkan

kerusakan

mitokondria

dan

kloroplas

(Apel & Hirt, 2004; Smirnoff, 2005). Selain itu, dari sejumlah penelitian terbukti
bahwa efisiensi sistem antioksidan berkorelasi dengan toleransi terhadap stres
garam (Athar et al, 2008;. Munns & Tester, 2008). Penelitian lain telah
menunjukkan bahwa asam salisilat dapat mengatur kegiatan enzim antioksidan
dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres abiotik (Noreen et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Alfa Tokoferol
Pada tanaman, tokoferol diyakini berfungsi untuk melindungi membran
kloroplas dari foto-oksidasi dan membantu untuk menyediakan kondisi yang
optimal untuk proses fotosintesis. Laju fotosintesis dan kandungan klorofil adalah
tolok ukur pertumbuhan yang berkaitan dengan produksi tanaman. Klorofil adalah
pigmen yang terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap
sebagai energi untuk reaksi-reaksi dalam proses fotosintesis. Pigmen-pigmen
tersebut terdapat sebagai unit-unit fotosistem di dalam membran tilakoid, masingmasing terdiri atas klorofil a sebagai pusat reaksi, dikelilingi oleh molekulmolekul antena pigmen yang akan meneruskan tenaga rangsangannya ke pusat
reaksi (Proklamasiningsih et al, 2012). Fungsi tokoferol terkait dengan fungsinya
sebagai antioksidan yang paling menonjol di antaranya adalah perlindungan asam
lemak tak jenuh ganda dari lipid peroksidasi dengan pendinginan dan pembilasan
berbagai radikal oksigen reaktif (ROS) termasuk oksigen singlet, radikal
superoksida dan radikal alkil peroksi. Pada tanaman, konsentrasi tokoferol
bervariasi dalam jaringan yang berbeda dan berfluktuasi selama fase
perkembangan dan pada tanggap terhadap cekaman abiotik (Hussein et al, 2007).
Selain tokoferol, tokotrienol juga merupakan nama lain dari vitamin E.
Tokoferol dan tokotrienol dikenal mempunyai aktifitas biologis vitamin E. Di
antara jenis-jenis senyawa yang mengandung aktifitas vitamin E, alfa tokoferol
mempunyai biopotensi yang terbesar dan menunjukkan aktivitas biologis vitamin
E yang asli. Fungsi terpenting vitamin E adalah sebagai antioksidan
(Lamid, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Alfa tokoferol (vitamin E) adalah antioksidan lipofilik disintesis oleh
semua tanaman; tingkat yang berbeda-beda dalam jaringan yang berbeda dan
berfluktuasi selama pengembangan dan dalam menanggapi cekaman abiotik.
Berinteraksi dengan kelompok asil tak jenuh ganda lipid, menstabilkan membran,
membersihkan berbagai ROS sehingga melindungi asam lemak tak jenuh ganda
dari lipid peroksidasi dan memodulasi sinyal transduksi. Bekerjasama dengan
siklus xanthophylls, vitamin E memenuhi setidaknya dua fungsi yang berbeda
dalam kloroplas pada dua situs utama produksi oksigen singlet: itu
mempertahankan PS-II dari fotoinaktivasi dan melindungi membran lipid dari
fotooksidasi. Kadar Tokoferol berbeda-beda dalam menanggapi kendala
lingkungan, tergantung pada besarnya stres dan sensitivitas spesies stres.
Perubahan dalam tingkat tokoferol hasil dari ekspresi yang berubah dari gen yang
berhubungan dengan jalur, degradasi, dan daur ulang, serta secara umum
diasumsikan bahwa peningkatan tokoferol memberikan kontribusi untuk
menanam toleransi. Tanaman yang diaplikasikan tokoferol menunjukkan
diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena
berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014).

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan
39%, 2% dari seluruh rakyat Indonesia memperoleh sumber protein dari kedelai.
Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang paling
murah di dunia. Namun, sampai saat ini produksi kedelai di Indonesia belum bisa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dan masih ketergantungan
dengan impor kedelai dari luar negeri (Ramadhani, 2009).
Menurut BPS (2014) Produksi kedelai beberapa tahun terakhir mengalami
fluktuasi, dimana pada tahun 2010 produksi kedelai sebesar 907.030 ton, namun
pada tahun 2011 produksi kedelai turun menjadi 851.290 ton, pada tahun 2012
penurunan produksi kembali terjadi menjadi 843. 150 ton dan tahun 2013
produksi kedelai semakin menurun menjadi 780.160 ton yang tidak memenuhi
kebutuhan dalam negeri, dimana produksi kedelai dalam negeri hanya dapat
memenuhi 35% dari kebutuhan total. Penurunan produksi kedelai diperkirakan
terjadi karena turunnya luas panen seluas 13,49 ribu hektar dan produktivitas
sebesar 0,28 kuintal/hektar.
Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dapat ditempuh dengan cara
perluasan areal tanam. Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam
tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai
tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif. Di sisi lain masih banyak tanah
di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya, salah
satunya adalah tanah salin. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum
dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman yang disebabkan

Universitas Sumatera Utara

adanya efek toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan tanaman (Ardiansyah, 2013).
Tanaman yang tercekam salinitas mengalami stres oksidatif yang
mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis seperti transpor elektron. Salah
satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan
meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah aplikasi antioksidan
(Wolucka et al., 2005).
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan toleransi tanaman terhadap
cekaman salinitas disebabkan peningkatan kandungan antioksidan pada tanaman.
Kemampuan antioksidan untuk menginduksi toleransi cekaman terhadap cekaman
abiotik tergantung dari jenis tanaman, tahap perkembangan, metode aplikasi dan
konsentrasi antioksidan. Upaya peningkatan kandungan antioksidan dapat
dilakukan dengan aplikasi antioksidan esksogenous. Beberapa jenis antioksidan
yang dapat digunakan adalah asam askorbat, α-tokoferol, dan asam salisilat
(Ardiansyah, 2013; Lamid, 1995; Salehi et al, 2011).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka perlu dilakukan
peningkatan produksi tanaman kedelai di Indonesia dengan memanfaatkan lahan
salin sebagai alternatif perluasan areal budidaya tanaman kedelai. Untuk itu dapat
dilakukan

penelitian

mengenai

peran

antiok