Fiksasi Dehidrasi Perendaman embedding, parafinasi dan pencetakan blocking Pemotongan sectioning Pewarnaan HE Hematoxylin Eosin

Lampiran 1 Pembuatan Preparat Histopatologi Pembuatan preparat histopatologi pada organ dalam hati, ginjal, pankreas, ovari dan oviduk dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Fiksasi

Sediaan masing-masing organ dalam yang telah direndam diawetkan dalam larutan Buffer Netral Formalin BNF 10 kemudian disayat dengan ketebalan kira- kira 3 mm, dimasukkan kedalam tissue-cassete, dan siap untuk proses dehidrasi secara otomatis.

b. Dehidrasi

Sediaan masing-masing organ dalam dalam tissue-cassete dimasukkan kedalam keranjang Carrier yang kemudian dipasang pada tissue processor yang berturut-turut pada alkohol 70, 80,90,95, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol absolut I dan absolut II. Lalu dilakukan proses penjernihan clearing, yaitu dengan cara memasukkan sediaan dibersihkan ke dalam xylol I dan xylol II.

c. Perendaman embedding, parafinasi dan pencetakan blocking

Sediaan ayam dalam tissue-cassete setelah lepas dari larutan xylol II, segera dicelupkan atau direndam dalam larutan parafin cair suhu 58 60 C selama masing-masing 1 jam. Kemudian pada saat proses pencetakan sebaiknya dilakukan dekat sumber panas. Sediaan dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah berisi parafin cair setengah dari tinggi dinding cetakan dan kemudian setelah bagian dasar mulai membeku lalu ditambahkan lagi dengan parafin cair sampai penuh. Sediaan tersebut diatur letaknya.

d. Pemotongan sectioning

Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom putar dengan ketebalan kira-kira 5 m. Hasil irisan yang berbentuk pita diapungkan diatas permukaan air hangat 40 C baru kemudian dipilih irisan yang baik dan diletakkan diatas gelas obyek yang telah diolesi dengan Ewit campuran albumin dan gliserin. Kemudian gelas objek disimpan dalam inkubator selama 2 jam dengan temperatur 56 C agar irisan lebih melekat pada gelas objek dan preparat siap diwarnai.

e. Pewarnaan HE Hematoxylin Eosin

Sebelum dilakukan pewarnaan, terlebih dahulu dilakukan proses deparafinasi penghilangan parafin dan proses rehidrasi penambahan air. Hal ini dilakukan agar zat warna dapat terserap dengan sempurna. Deparafinasi dilakukan dengan cara : sediaan dimasukkan berturut-turut ke dalam xylol II dan xylol I masing-masing selama 2 menit. Setiap kali dilakukan pemindahan, daerah sekitar sediaan diusap dengan kertas tissue tanpa menyentuh jaringan. Rehidrasi dilakukan dengan cara : sediaan dimasukkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut II dan alkohol absolut I masing-masing selama 2 menit, kemudian ke dalam alkohol 95, alkohol 90, dan alkohol 90 masing-masing selama 1 menit. Setelah proses rehidrasi, sediaan dibilas didalam air mengalir selama 1 menit lalu dimasukkan ke dalam pewarna Mayer , s Haematoxylin selama 1 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam Larutan Lithium Carbonate selama 15-13 detik dan kemudian dibilas di dalam air mengalir. Selanjutnya sediaan dimasukkan ke dalam pewarna Eosin selama 2-3 detik, lalu dibilas kembali dengan air mengalir. Setelah pewarnaan selesai, dilakukan proses dehidrasi dengan memasukkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat yaitu alkohol 80, 90 dan 95 sebanyak 10 celupan, lalu ke dalam alkohol absolut I sebayak 10 celupan dan alkohol absolut II selama 2 menit. Setelah itu preparat dikeringkan diudara terbuka dan kemudian diteteskan perekat yaitu permount lalu ditutup dengan cover glass dan diberi label. Setelah preparat kering, dapat dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Lampiran2 Pengembangan Metoda Analisa Retinol dengan HPLC Thurnham 1988 1. Sampel preparasi Campurkan secara cepat 0.25 mL plasma atau serum dengan 0.25 mL dari 10 mmolL reagent SDS, pencampuran dilanjutkan selama 1 menit setelah ditambahkan 0.5 mL ethanol yang engandung 40 µmol tocopherol acetate per liter, terakhir ditambahkan 1 mL n-heptane yang mengandung 0.5 gram BHT per liter, campuran di vortex selama 2.5 menit dan centrifuge 2500 x g, 10 menit,20 C untuk memisahkan phase. Pindahkan 0.7 mL supernatant heptane, uapkan pada kondisi nitrogen pada suhu 40 C, dan residu dicampurkan ke dalam 0.25 mL phase mobile. Untuk sampel yang sedikit campurkan 0.1 mL dengan 0.1 mL SDS, 0.2 mL ethanol dan 1 mL heptane. Kemudian pindahkan 0.7 mL heptane, diuapkan dan dicampurkan ke 0.1 mL phase mobile untuk pengukuran. 2. Proteks sampel dan standar dari cahaya Sampel diproteksi dengan cara mengekstraksinya dalam kondisi cahaya alami tapi tidak terpapar oleh cahaya matahari dan cahaya fluorescent secara terus menerus. Ekstrak akhirnya ditempatkan di dalam vial yang berwarna gelap yang mengandung 0.3 mL poli ethilene. Standar disimpan pada suhu -20 C, dalam pengerjaannya standar juga sama dengan sampel. Semua standar diproteksi cahaya langsung matahari dan disimpan pada 4 C bila sedang tidak digunakan. 3. Pengukuran Siapkan standar seperti pada Tabel 14 dan disimpan pada suhu -20 C. Standar harus dikalibrasi setiap minggu. Untuk penyesuaian dengan peralatan standar kerja disiapkan di dalam pelarut yang cocok dengan konsentrasi tertentu seperti pada Tabel 14. Luas area pada chromatographi untuk setiap standar merupakan perbandingan dengan total area seluruhnya. Dalam penggunaan licopene harus dalam bentu segar, sensitifitas alat dicek setiap hari dengan mencampurkan standar kerja seperti pada Tabel 14, kemudian mengukur luas panasnya di chromatography. Biasanya 0.5 mL larutan diuapkan dan dicampurkan ke dalam 0.25 mL phase mobile dan diukur standar deviasinya. 4. Pengecekan recovery Recovery diukur dengan memodifikasi cara yang di atas. Ethanol sebanyak 0.5 mL yang mengandung standar internal kira-kira 40 µmolL dipipet ke 18 tabung yang mengandung sampel dan 0.2 mL standar kerja yang telah diuapkan dan dikeringkan. Setelah pencampuran 5 mL serum dengan 5 mL dari 10 mL molL reagent SDS, lalu di tambahkan 0.5 mL campuran tersebut ke 18 tabung tadi. Kemudian tambahkan 1 ml heptane yang mengandung BHT dan divortex selama 2.5 menit, 0.7 mL estrak heptane dari setiap tabung diambil lalu diuapkan dan dibuat dalam kelompok A,B dan C. Kelompok A mengandung 0.25 mL phase mobile. Grup B dan C juga mengandung jumlah phase yang sama. Kemudian retinol, tocopherol, dan tocopherol acetate yang terdapat pada 18 ekstrak tersebut diukur dengan menggunakan metode kalibrasi standar eksternal Tabel 15. 5. Ketelitian percobaan Untuk menentukan koefisien variasi interbatch 0.5 mL dari plasma yang telah expayer dari sampel transfusi darah dimasukkan ke dalam 5 mL tabung plastik pada suhu -20 C. Sebelum digunakan sampel di thawing dulu agar tidak ada yang membeku. Koefisien variasi intrabatch diperoleh dari pengukuran tunggal ekstrak dari 20 cairan dari sampel plasma yang sama. Tabel 14 Callibrating the assay Analyte Absorptivity, A.mol -1 L -1 at ,nm Stock standard conc and solvent a Dilution of working standards For calibration To adjust for purity b Retinol 52.48 325 25 mg100 mL ethanol 1:50 ethanol 1:500 - Tocopherol 3.26 292 1 g100 mL heptane 1:100 ethanol c 1:1000 -carotene 145.5 446 1 mg10 mL hexane 1:100 hexane 1:500 -carotene 136.91 452 5 mg25 mL hexane 1:100 hexane 1:500 Lycopene 186:3 474 1 mg10 mL chloroform 1:11 hexane c 10:50 -Cryptoxanthine 136.0 451 0.5 mg10 mL hexane 1:20 hexane 2:500 Tocopherol acetate 284 1 g100 mL heptane 1:100 d ethanol c 2:500 e Ket : a n = Pelarut hexane dan heptane mengandung 500 mg BHT per liter b stok pelarut diuapkan dan residu diencerkan dalam phase mobile. Standar kerja digunakan individu untuk menaksir kemurnian dan langsung pada konsentrasi standar kerja sebelum mengkalkulasikan faktor respon atau mencampur standar kerja terhadap sensitifitas monitor setiap hari c Stok pelarut dipindahkan dengan menguapkan di bawah nitrogen sebelum diencerkan Tabel 15 Analytical recovery of retinol, -tocopherol and tocopherol acetate a Concn, µmolL b Retinol -Tocopherol Tocopherol acetate Mean SD Mean SD Mean SD A:serum + working standard 2.81 0.18 37.14 0.64 109.62 3.81 B:serum only 1.45 0.08 17.52 0.83 52.39 1.69 C:serum reconstituted with working standard 3.39 0.13 44.75 1.09 135.25 2.94 recovery c 70.10 72.05 69.07 Ket : a n = enam ekstraksi masing-masing sebagai gambaran dalam cara kerja, dengan meningkatkan sampelSDS mixtute pada ethanol, dan untuk grup A tergabung pada campuran standar kerja retinol, -tocopherol acetate menjadi ethanol b = mengkonversikan menjadi mgL, multiply retinol x 0.292, -tocopherol x 0.4307, dan carotenes x 0.5369 c = kalkulasikan menjadi A-B C-B x 100 Lampiran 3 Analisis Ragam Konsumsi Ransum, Efisiensi Ransum dan Produksi Telur Tabel 16 Analisis ragam konsumsi ransum Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung PF Perlakuan 2 319910 159955 1.01 0.3784 Sisa 27 4285975 158740 Total 29 4605885 Tabel 17 Analisis ragam efisiensi ransum Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung PF Perlakuan 2 0.01357 0.00679 0.25 0.7856 Sisa 14 0.38705 0.02765 Total 16 Tabel 18 Pengaruh pemberian daun kaliandra dan kepala udang terhadap produksi telur itik selama 3 minggu dari 30 ekor itik No Itik Persentase produksi telur R0.1 - R0.2 - R0.3 - R0.4 - R0.5 60.00 R0.6 53.30 R0.7 6.70 R0.8 66.70 R0.9 - R0.10 - R1.1 - R1.2 - R1.3 - R1.4 63.30 R1.5 56.70 R1.6 6.70 R1.7 - R1.8 6.70 R1.9 60.00 R1.10 33.30 R2.1 56.70 R2.2 - R2.3 16.70 R2.4 - R2.5 46.70 R2.6 6.70 R2.7 66.70 R2.8 3.30 R2.9 3.30 R2.10 63.30 Ket : Sampel pemeriksaan itik untuk perlakuan R0 adalah itik no 1 sampai 10; R1 itik nomor 1 sampai 10; R2 itik nomor 1 sampai 10 Lampiran 4 Khromatogram Retinol Serum Itik dengan HPLC a Retinol Serum Itik Perlakuan R0 A Ransum Basal b Retinol Serum Itik Perlakuan R0 B Ransum Basal c Retinol Serum Itik Perlakuan R1 A RB + 6 kaliandra + 3 kepala udang

d. Retinol Serum Itik Perlakuan R1B