TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Oseanografi Daerah Penelitian Wilayah perairan barat Sumatera dan selatan Jawa merupakan perairan yang unik karena letak geografisnya yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Di wilayah ini terjadi suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin muson Australia-Asia. Terjadinya angin muson ini karena terjadi perbedaan tekanan udara antara massa Benua Asia dan Australia. Pada bulan Desember-Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga terjadi pusat tekanan tinggi di Benua Asia dan pusat tekanan rendah di Benua Australia. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari Benua Asia menuju ke Australia. Angin ini pada wilayah selatan katulistiwa dikenal sebagai Angin Muson Barat Laut Northwest Monsoon. Sebaliknya pada bulan Juli-Agustus berhembus Angin Muson Tenggara Southeast Monsoon Wyrtki, 1961. Perubahan pola angin muson tersebut menyebabkan di wilayah tersebut dikenal dua pola musim yaitu Musim Timur pada saat terjadi Angin Muson Tenggara dan Musim Barat pada saat bertiup Angin Muson Barat Laut. Selain kedua sistem muson tersebut, ada pula musim transisi yang dikenal juga dengan Musim Peralihan. Musim Peralihan I terjadi pada bulan Maret sampai Mei dan Musim Peralihan II terjadi pada bulan September sampai November. Musim Peralihan I adalah periode saat Muson Barat Laut hendak digantikan oleh Muson Tenggara, dan Musim Peralihan II adalah periode saat Muson Tenggara hendak digantikan oleh Muson Barat Laut Prawirowardoyo, 1996. Pada periode transisi ini arah angin sudah tidak menentu dan kekuatan angin pada umumnya lemah. Adanya pergantian arah muson dua kali dalam setahun dan mencapai puncaknya pada bulan-bulan tertentu menyebabkan pola sirkulasi massa air di lautan juga turut berubah arah. Perubahan arah ini menjadi ciri sirkulasi massa air di perairan Indonesia dan sekitarnya Wyrtki, 1961. Letak geografis perairan selatan Jawa dan barat Sumatera yang berada pada sistem angin muson menyebabkan kondisi oseanografis perairan ini dipengaruhi sistem angin muson itu Wyrtki, 1961; Purba et al., 1997, serta dipengaruhi oleh perubahan iklim global seperti El Nino dan Indian Ocean Dipole Mode Meyers, 1996; Saji et al., 1999; Shinoda, 2004. Selain itu perairan selatan Jawa juga dipengaruhi oleh aliran massa air yang masuk dari Samudera Pasifik Tropis Barat 5 o LU melalui perairan Indonesia ke Samudera Hindia 12 o LS yang dikenal dengan Indonesian Throughflow ITF atau Arus Lintas Indonesia ARLINDO, Bray et al., 1996; Godfrey, 1996; Ffield et al., 2000; Gordon et al., 2003, Arus Katulistiwa Selatan AKS atau South Equatorial Current SEC sebagai bagian dari gyre Samudera Hindia yang terbentuk di daerah antara Pantai Selatan Jawa dan Pantai Barat Laut Australia pada umumnya mengalir ke arah barat. Arus permukaan ini menyebar dari barat laut Australia, antara 10 o - 20 o LS hingga ke arah barat Samudera Hindia mencapai Madagaskar Purba et al., 1992. Pada Musim Timur, ketika berhembus kuat Angin Muson Tenggara, AKS melebar ke utara melebihi 10º LS dan bergerak dari Sumbawa hingga sepanjang pantai selatan Jawa, kemudian berbelok ke arah barat daya Gambar 1.a. Selama bertiupnya Angin Muson Tenggara yang terjadi di selatan Jawa dimulai sekitar bulan Mei dan berakhir sekitar September menyebabkan terjadinya upwelling . Angin Muson Tenggara yang bertiup dari tenggara ke arah barat laut menyebabkan terjadinya Transpor Ekman yang mengarah menjauhi Pantai Selatan Jawa, maka akan terjadi kekosongan yang berakibat naiknya air upwelling dari bawah menuju ke lapisan permukaan Wyrtki, 1962; Purba et al., 1992. Transpor Ekman menyebabkan air laut di lapisan permukaan bergerak menjauhi pantai sehingga terbentuk suatu kondisi dimana tinggi muka air di sisi pantai lebih rendah dib andingkan dengan muka air di lepas pantai. Karena angin bertiup terus menerus, menyebabkan terbentuknya ‘ruang kosong’ di sisi pantai dan terbentuk gradien tekanan. Menurut Pond dan Pickard 1983 akibat adanya gradien tekanan tersebut maka massa air akan berupaya menuju keseimbangan, a b Gambar 1. Pola arus pada bulan Agustus a dan Februari b Wyrtki, 1961 sehingga massa air dari lapisan dalam ini bergerak ke arah pantai, khususnya massa air dari lapisan dalam. Massa air dari lapisan dalam ini bergerak ke arah pantai mengikuti lereng dasar laut menuju ke arah permukaan dan menimbulkan upwelling. Secara teoritis Transpor Ekman mengarah 90 o ke kiri dari arah angin di belahan bumi selatan dan sebaliknya pada belahan bumi selatan Stewart, 2003. Pada sekitar bulan November, poros AKS berangsur-angsur bergerak ke arah selatan dan sepanjang pantai selatan Jawa terbentuk Arus Pantai Jawa APJ dengan arah ke timur. APJ mula-mula terbentuk akibat Arus Sakal Katulistiwa Samudera Hindia Equatorial Counter Current yang datang menuju perairan barat Sumatera di sekitar ekuator. Kemudian arus ini berbelok ke tenggara menyusuri pesisir barat Sumatera dan menuju ke pantai selatan Jawa. APJ berkembang hingga bulan Juni. Batas antara APJ dan AKS berada di lintang 10 o LS, yang berarti APJ melebar sampai sekitar 90 mil dari pantai Schott, 1942 dalam Purba et al., 1992; Soeriaatmadja, 1957 dalam Purba et al., 1992; Wyrtki, 1962; Nontji, 1993; Purba et al., 1995. Pola APJ pada bulan Februari disajikan pada Gambar 1.b. Pada Musim Barat, AKS mulai terdesak ke selatan oleh APJ yang bergerak di sepanjang selatan pantai Jawa ke arah timur. Penelitian Soeriaatmadja 1957 dalam Purba et al. 1992 menyebutkan adanya kemungkinan proses air naik upwelling di perairan selatan Jawa pada saat Musim Barat. Disebutkan bahwa upwelling tersebut terjadi pada jarak sekitar 90 mil dari pantai selatan Jawa dan diperkirakan terjadi pada daerah perte muan antara APJ yang mengarah ke timur dengan AKS yang menuju ke barat. Pada sisi pertemuan kedua sistim arus tersebut, sebagian APJ ikut berbelok ke barat mengikuti AKS. Sebagai akibat adanya divergens pada sisi dari kedua arus ini, terjadi kekosongan massa air di permukaan yang diisi oleh massa air dari bawah upwelling. Adanya pendapat antara Soriaatmadja 1957 dan Wyrtki 1962 tersebut menimbulkan kemungkinan bahwa proses upwelling terjadi pada kedua musim namun dengan penyebab yang berbeda. Di duga proses upwelling yang terjadi pada Musim Timur seperti yang dikemukakan oleh Wyrtki 1962 disebabkan oleh Angin Muson Tenggara, sedangkan upwelling yang terjadi pada Musim Barat seperti yang dikemukakan oleh Soriaatmadja 1957 disebabkan oleh proses penyebaran divergens dengan intensitas yang lebih rendah daripada yang disebabkan oleh angin. Dapat dikemukakan bahwa upwelling di sekitar perairan Selatan Jawa selain terjadi akibat mekanisme Ekman pump pada saat bertiupnya Angin Muson Tenggara, juga disebabkan oleh mekanisme divergens Purba et al., 1992. Berdasarkan penelitian Pariwono et al. 1988, lokasi upwelling terjadi persis pada daerah pantai yaitu di daerah perbatasan paparan benua continental shelf dengan laut dalam yang berlangsung pada akhir Musim Timur Oktober- November, sedangkan Wyrtki 1962 menyatakan lokasi upwelling berada di lepas pantai selatan Jawa. Perbedaan pendekatan mengenai lokasi upwelling tersebut dikarenakan bukti-bukti yang disajikan Pariwono et al. 1988 menunjukkan distribusi parameter oseanografi pada kedalaman 0-50 m. sedangkan Wyrtki 1962 menunjukkan bukti adanya proses upwelling dengan melihat distribusi horizontal parameter oseanografi pada kedalaman 200 meter Purba et al., 1992. Hal itu menunjukkan bahwa upwelling yang diteliti oleh Wyrtki 1962 tidak selamanya sampai ke lapisan permukaan dan Wyrtki 1962 tidak meneliti distribusi suhu permukaan laut SPL seperti halnya Pariwono et al. 1988. Berdasarkan penelitian Susanto et al. 2001, dari data SPL dan anomali tinggi paras laut TPL sepanjang pantai selatan Jawa hingga barat Sumatera, sebaran angin, dan struktur suhu, terungkap bahwa upwelling terjadi pada bulan Juni-Oktober dengan SPL yang dingin dan tinggi paras laut yang lebih rendah Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 2. Trek sepanjang Pantai Jawa dan Sumatera a, profil waktu-bujur tinggi paras laut sepanjang trek b, profil bujur-waktu suhu permukaan laut sepanjang trek Susanto et al., 2001 Gambar 3. Profil melintang suhu terhadap waktu dari data hidrografi dan XBTMBT sepanjang Pantai Jawa dan Sumatera Susanto et al., 2001 Gambar 4. Gesekan angin rata-rata bulanan dari ERS yang ditumpang tindih dengan gesekan angin sejajar pantai alongshore wind stress yang paralel dengan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa. Interval kontur gesekan angin sejajar pantai adalah 0,01 Nm 2 . Skala panah gesekan angin adalah 0,1 Nm 2 . Standar deviasi SPL bulanan rata-rata di daerah sepanjang pantai selatan Jawa dan barat Sumatera tersebut, menunjukkan variabilitas yang tinggi dan disimpulkan bahwa daerah dengan standar deviasi SPL yang tinggi berasosiasi dengan pusat upwelling. Pusat upwelling dengan standar deviasi SPL yang tinggi bergerak ke arah barat dan menuju ke ekuator selama Muson Tenggara Juni-Oktober Gambar 5. Alur perpindahan ini tergantung pada perkembangan kondisi angin secara musiman dan perubahan lintang yang mempengaruhi parameter Coriolis, dimana pusat upwelling ini konsisten dengan alur perpindahan angin sejajar pantai alongshore wind yang intensif. Upwelling berakhir berkaitan dengan pembalikan arah angin pada Muson Barat Laut dan pengaruh datangnya gelombang Kelvin. Gambar 5. Standar deviasi rata-rata SPL bulanan dari 1981-1999 selama periode Muson Tenggara pada bulan Juni-November. Interval kontur adalah 0,1 o C Susanto et al., 2001

2.2. Pengaruh El Nino dan Dipole Mode di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa