Suhu Permukaan Laut 1. Distribusi Horizontal Suhu Permukaan Laut

JAW1 sampai SMB dan 5-7 ms di SMT1-SMT2. Dominasi komponen angin dari timur terjadi sekitar bulan April sampai November, sehingga komponen angin dari timur lebih mendominasi daripada komponen angin dari barat sepanjang tahun pengamatan. Nilai komponen angin dari timur tertinggi mencapai -3,5 sampai -5,5 ms di SMT1 dan SMT2 dan -7,5 sampai -9,6 ms di JAW1 sampai SMB. Profil waktu-bujur kecepatan angin komponen meridional di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa-Sumbawa didominasi oleh komponen angin dari selatan Gambar 17.d. Kecepatan angin dari selatan yang tinggi terjadi sekitar bulan Juli sampai Desember dengan nilai tertinggi mencapai 5,5 ms, sedangkan komponen angin dari utara terjadi dalam waktu yang relatif lebih pendek sekitar bulan Januari dan Februari di wilayah JAW1 sampai JAW3 dengan kecepatan tertinggi mencapai -1,5 ms. Secara umum fluktuasi kecepatan angin yang terjadi di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa dipengaruhi oleh Sistim Muson. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan kecepatan angin dimana terjadi pergantian arah angin dalam 1 tahun Gambar 16-17. 4.2. Suhu Permukaan Laut 4.2.1. Distribusi Horizontal Suhu Permukaan Laut Pola distribusi horizontal suhu permukaan laut bulanan ditampilkan pada Gambar 18. Berdasarkan data SPL bulanan rata-rata dari tahun 1993 hingga 2002, pada Musim Barat Desember-Februari SPL berkisar antara 28,5 o C sampai 29 o C. Tingginya SPL pada Musim Barat, di wilayah barat Sumatera diperkirakan akibat datangnya arus besar dari arah b arat di dekat ekuator yang dikenal dengan nama Arus Sakal Katulistiwa Samudera India Equatorial Counter Current . Arus ini membawa massa air hangat akibat penerimaan bahang yang terus-menerus selama perjalanannya dari Samudera Hindia dekat ekuator menuju ke perairan barat Sumatera Wyrtki, 1961. Arus ini menyusuri pantai barat daya Sumatera dan bertemu dengan AKS dari timur di sekitar barat daya Sumatera, kemudian arus ini mengalir dekat pantai di perairan selatan Jawa dan Sumbawa sebagai APJ. SPL menjadi tinggi di perairan Selatan Jawa diduga akibat berkembangnya APJ yang mengalir ke perairan selatan Jawa dari perairan barat Sumatera yang SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB Gambar 18. Distribusi horizontal SPL bulanan rata-rata dari tahun 1993-2002 membawa massa air hangat. Pada Musim Barat, Arus Katulistiwa Selatan AKS, mulai terdesak ke selatan oleh Arus Pantai Jawa APJ yang bergerak di sepanjang selatan pantai Jawa ke arah timur Purba et al., 1992. Pada Musim Peralihan I, antara bulan Maret hingga Mei, SPL bulanan rata- rata berkisar antara 29 o C hingga 30 o C. Pada bulan Maret di wilayah SMT1 SPL rata–rata 29,5 o C dan 29 o C sedangkan di wilayah JAW1 hingga JAW3 SPL rata- rata 28,5 o C sedangkan di SMB SPL rata-rata 29 o C. Pada bulan April SPL rata- rata 29,5 o C melebar dari SMT1 hingga SMT2, sedangkan di wilayah JAW1 hingga SMB SPL rata-rata 29 o C. Pada bulan Mei SPL rata-rata di SMT1 hingga SMT2 adalah 29,5 o C sedangkan di JAW1 SPL rata-rata 29 o C dan di wila yah JAW2 hingga JAW3 SPL rata-rata 28,5 o C sedangkan di SMB, SPL berangsur- angsur mulai turun hingga 28 o C akibat angin yang mulai berubah arah dengan berkembangnya Angin Muson Tenggara. Pada Musim Timur, Angin Muson Tenggara bertiup dan APJ mulai terdesak oleh meluasnya poros AKS ke selatan pantai Jawa-Sumbawa Purba et SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB al. ,1992. SPL di wilayah penelitian rendah terutama di wilayah JAW2, JAW3 dan SMB yang berkisar antara 26 o C hingga 27 o C. Sedangkan di wilayah SMT1, SMT2, dan JAW1 SPL berkisar antara 27 o C- 27,5 C di JAW1 hingga 29 o C- 29,5 o C di SMT1. Rendahnya SPL pada Musim Timur di perairan pantai selatan Jawa diduga akibat terjadinya upwelling yang sangat intensif Purba et al., 1992 SPL di bagian selatan JAW1 hingga SMB yang lebih rendah menunjukkan adanya intrusi massa air dingin dari sub-tropis yang bergeser ke utara sebagai akibat poros AKS yang bergeser ke utara bersamaan dengan bertiupnya Angin Muson Tenggara yang mempunyai suhu lebih rendah Purba et al., 1997. Variasi SPL musiman di lokasi penelitian diperkirakan disebabkan oleh dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah akibat proses upwelling dan yang kedua adalah masuknya massa air dari Pantai Barat Australia dari arah selatan dan berbelok ke barat dan bergabung dengan arus yang berasal dari Indonesia Timur. Pada musim Timur, upwelling terjadi di selatan perairan Jawa sehingga SPL menurun. Demikian juga AKS yang sebagian berasal dari Pantai Barat Australia tadi dalam perjalanannya ke arah barat, melebar sampai ke perairan pesisir selatan Pulau Jawa-Sumbawa, sehingga menurunkan SPL di JAW2, JAW3, dan SMB yang berkisar antara 27 o C -27,5 o C di bulan Juli dan mencapai nilai terendah pada kisaran 26 o C hingga 26,5 o C di bulan Agustus pada puncak Musim Timur, dengan SPL terendah di wilayah sekitar JAW3. Dampak dari kedua proses yang saling menguatkan tersebut dirasakan pada akhir Musim Timur, sehingga SPL terendah terjadi pada waktu tersebut bulan Agustus. Menjelang Musim Barat, Angin Muson Tenggara sudah mengendur dan Angin Muson Barat Laut mulai bertiup. Oleh karena perubahan angin ini, maka proses upwelling mulai menghilang. Pusat SPL rendah dengan suhu 26,5 o C mulai menyempit pada bulan September dan bergerak ke barat di JAW2 dan sebagian JAW3 hingga menghilang sama sekali pada bulan November akibat bergesernya poros AKS ke arah selatan dan berkembangnya APJ. Dari Gambar 18, dapat dilihat juga bahwa SPL rendah menyebar ke arah barat daya JAW3 selatan JAW2 pada Musim Timur. Diduga bahwa karena hal yang dianalisis adalah SPL yang merupakan massa air permukaan maka massa air permukaan tersebut akan mengalir 45 o dari arah angin yang bertiup dari tenggara Angin Muson Tenggara sesuai dengan mekanisme Ekman Pump Stewart, 2005. Standar deviasi SPL bulanan rata-rata menunjukkan bahwa daerah yang memiliki variabilitas tinggi adalah perairan pantai barat Sumatera dan selatan Jawa yang disajikan pada Gambar 19. Gambar ini menunjukkan bahwa daerah dengan standar deviasi yang tinggi mula-mula muncul di perairan selatan Jawa di JAW2 dan JAW3 pada bulan Juni dengan kisaran antara 0,8 o C – 0,9 o C, SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB Gambar 19. Standar deviasi SPL bulanan dari tahun 1993-2002 kemudian daerah standar deviasi yang tinggi melebar dari JAW3 hingga ke SMT1 dengan pusat standar deviasi tertinggi 1,2 o C berada di SMT2, JAW2 dan JAW3. Pada bulan Agustus dan September, daerah standar deviasi berpindah ke barat, dengan pusat standar deviasi tertinggi 1,3 o C berada di SMT2. Pada bulan Oktober pusat standar deviasi tertinggi berada di SMT1 dan SMT2 dengan kisaran 1,3 o C – 1,5 o C, sedangkan pada bulan November daerah standar deviasi tinggi hanya berada di sekitar daerah SMT1 dan SMT2 dengan pusat standar deviasi tertinggi sekitar 1,2 o C. Menurut penelitian Susanto et al. 2001, upwelling terjadi pada bulan Juni-Oktober dengan SPL yang dingin dan anomali TPL yang lebih rendah. Rata-rata standar deviasi SPL bulanan di daerah sepanjang pantai selatan Jawa dan barat Sumatera, menunjukkan variabilitas yang tinggi dan disimpulkan SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB bahwa daerah dengan standar deviasi SPL yang tinggi berasosiasi dengan pusat upwelling . Pusat upwelling dengan suhu permukaan laut SPL yang rendah dan standar deviasi SPL yang tinggi bergerak ke arah barat dan menuju ke ekuator selama Muson Tenggara Juni-Oktober. Disebutkan pula bahwa perpindahan pusat upwelling ke arah barat di sepanjang pantai selatan Jawa konsisten dengan terjadinya angin sejajar pantai alongshore wind yang intensif. Namun apabila dilihat dari pergerakan pusat standar deviasi tinggi yang diasosiasikan sebagai pusat upwelling oleh Susanto et al., 2001, tidak sepenuhnya angin sejajar pantai tersebut konsisten dengan pusat standar deviasi tinggi yang bergerak hingga ke barat Sumatera pada bulan September hingga November. Pada Gambar 20, disajikan distribusi gesekan angin komponen zonal yang mewakili gesekan angin sejajar pantai alongshore wind stress. Dapat dilihat bahwa gesekan angin komponen zonal pada Musim Timur dinominasi oleh gesekan angin yang menuju ke barat. Gesekan angin yang menuju ke barat ini yang dapat menyebabkan terjadinya upweling di perairan selatan Jawa. Evolusi dari gesekan angin komponen zonal tersebut, pada bulan Juli menunjukkan nilai yang moderat di perairan selatan Jawa JAW1 - SMB kemudian mencapai nilai tertinggi pada bulan Agustus dan September dengan SMT2 SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB Gambar 20. Distribusi gesekan angin komponen timur-barat zonal bulanan rata- rata dari tahun 1993-2000. Nilai negatif menunjukkan gesekan angin menuju ke barat garis utuh sedangkan nilai positif menunjukkan gesekan angin menuju ke timur garis putus-putus. pusat gesekan angin tertinggi pada wilayah JAW1 105 o BT. Kemudian gesekan angin ini berangsur-angsur melemah pada bulan Oktober namun dengan pusat gesekan angin tetap berada di sekitar JAW1. Pada bulan November gesekan angin tersebut melemah dan pusat gesekan angin yang tinggi bergerak ke selatan. Jika dilihat dari evolusi gesekan angin komponen timur barat yang mewakili gesekan angin sejajar pantai alongshore wind stress maka gesekan angin tersebut lebih menunjukkan kekonsistenannya dengan rata-rata SPL dibandingkan evolusi standar deviasi SPL-nya. Kekonsistenan antara gesekan angin komponen zonal yang tinggi dengan rata-rata SPL yang rendah menunjukkan bahwa upwelling intensif terjadi di selatan Jawa. Diduga tingginya standar deviasi pada wilayah SMT1 dan SMT2 pada bulan Agustus hingga November merupakan kontribusi dari pengaruh iklim global seperti kejadian dipole mode , El Nino atau La Nina. SMT2 SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB SMT1 SMT2 JAW1 JAW2 JAW3 SMB

4.2.2. Sebaran Spasial - Temporal SPL

Profil waktu-bujur SPL pada Gambar 21 menunjukkan adanya pergantian pola suhu rendah dan tinggi dalam satu tahun. Pergantian pola suhu ini terlihat jelas pada wilayah antara JAW1 hingga SMB. Pola suhu rendah dengan suhu antara 25 o C – 27,5 o C terjadi pada bulan Juni sampai Oktober, sedangkan pola suhu tinggi dengan kisaran antara 28 o C – 30 o C terjadi pada bulan November sampai Mei. Sedangkan pada wilayah SMT1 hingga SMT2, pola pergantian suhu tinggi dan rendah dalam satu tahun tidak terlihat jelas. Secara temporal variabilitas SPL di SMT1 hingga SMB ditunjukkan pada Gambar 22 a - f. Pada tahun 1994 dan 1997 pola suhu rendah pada wilayah JAW1 hingga SMB mencapai nilai terendah daripada tahun-tahun yang lain, yang diduga akibat kejadian El Nino yang cukup kuat pada tahun tersebut Behera et al., 1999. Pada saat El Nino, SPL di Samudera Hindia bagian timur menurun, dan kedalaman isotherm 20 o C mengalami pendangkalan Meyers, 1996. SPL dapat mencapai nilai lebih rendah sekitar 4 o C dari rata-rata SPL tahunan Susanto et al. , 2001. Kejadian IODM positif yang signifikan pada tahun 1994 dan 1997 diperkirakan juga menyebabkan pola SPL yang rendah terjadi di wilayah SMT1 dan SMT2. IODM pada tahun 1994 terjadi tanpa disertai dengan kejadian ENSO yang sangat kuat kejadian El Nino-nya lemah maupun kejadian La Nina, sedangkan kejadian IODM pada tahun 1997 disertai dengan kejadian ENSO yang sangat kuat Saji et al., 1999. Kejadian IODM, El Nino dan La Nina dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24. Kejadian IODM selain disertai dengan anomali angin pasat yang kuat di sepanjang ekuatorial Samudera Hindia dan upwelling sepanjang pantai Sumatera yang disebabkan anomali angin tersebut, pada saat IODM positif thermoklin lebih dangkal daripada normal di Samudera Hindia bagian timur dan lebih dalam di Samudera Hindia bagian barat Saji et al., 1999. Gambar 21. Profil bujur-waktu SPL sepanjang trek dari tahun 1993-2002 a 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C b 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C c 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C d 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C e 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C f 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Waktu SPL o C Gambar 22 . Data deret waktu SPL di SUM1 a, SUM2 b, JAW1 c, JAW2 d, JAW3 e, dan SMB f dari tahun 1993 -2002 ENSO -3 -2 -1 1 2 3 Jan-92 Apr-92 Jul-92 Oct-92 Jan-93 Apr-93 Jul-93 Oct-93 Jan-94 Apr-94 Jul-94 Oct-94 Jan-95 Apr-95 Jul-95 Oct-95 Jan-96 Apr-96 Jul-96 Oct-96 Jan-97 Apr-97 Jul-97 Oct-97 Jan-98 Apr-98 Jul-98 Oct-98 Jan-99 Apr-99 Jul-99 Oct-99 Jan-00 Apr-00 Jul-00 Oct-00 Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Oct-02 ENSO La Nina Gambar 2 3. Southern Oscillation Index SOI dari tahun 1993 -2002 http: www.bom.gov.au , 2005 IODM -2 -1.5 -1 -0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 1992.0 1992.5 1993.0 1993.5 1994.0 1994.5 1995.0 1995.5 1996.0 1996.5 1997.0 1997.5 1998.0 1998.5 1999.0 1999.5 2000.0 2000.5 2001.0 2001.5 2002.0 IODM Gambar 24. Dipole Mode Index DMI dari tahun 1993-2002 http:www.ldeo.columbia.edu , 2005 Pada Gambar 22 terlihat pola pergantian suhu rendah dan tinggi selama dalam satu tahun. Pada Gambar 22 a - c menunjukkan dengan jelas bahwa pada periode Juli-Oktober 1994 dan 1997 pola suhu rendah mencapai nilai terendah di SMT1 hingga JAW1. Hal tersebut menunjukkan IODM positif berpengaruh kuat pada wilayah tersebut. Proses yang terjadi pada IODM negatif adalah kebalikan dengan IODM positif Vinayachandran et al., 2001. Kemungkinan pada saat IODM negatif menyebabkan pola SPL rendah tidak terlalu terlihat pada tahun 1996 dan 1998. Diketahui pada tahun 1998 terjadi La Nina yang cukup kuat. Selama periode La Nina SPL lebih hangat daripada normal, thermoklin lebih dalam dan melemahkan upwelling Susanto et al., 2001; Gordon dan Susanto, 2001. Kejadian La Nina yang lemah juga terjadi pada periode 1996. 4.3. Anomali Tinggi Paras Laut 4.3.1. Distribusi Horizontal Anomali TPL