25
4. AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN SIFAT FISIK FILM PATI SAGU YANG MENGANDUNG MINYAK ATSIRI TEMU
KUNCI Kaempferia pandurata Roxb
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pangan yang pesat menimbulkan berbagai produk
pangan baru.
Kemasan memegang
peranan penting
dalam mempertahankan mutu dan keamanan pangan. Hampir seluruh produk pangan
tersebut memerlukan kemasan dalam proses distribusi dan pemasarannya. Hal ini dibutuhkan untuk memperpanjang umur produk pangan tersebut.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan film edibel dengan menggunakan bahan baku utama pati sagu. Sagu dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa ketersediaan sagu cukup banyak dan mudah diperoleh. Sagu merupakan salah satu komoditas hasil pertanian di Indonesia yang
diperdagangkan dalam pasar lokal dan ekspor. Potensi sumber daya sagu sebesar 94.8 ribu ton dari 6.4 juta ton per tahun potensi sumber daya pertanian Indonesia
BPS 2006. Dalam pemanfaatannya oleh industri pengolahan, sagu akan menghasilkan tepung yang mengandung pati sagu. Melalui pendekatan teknologi
yang tepat, potensi pati sagu ini dapat diolah lebih lanjut menjadi film edibel pelapis makanan.
Dalam penelitian ini dibuat film edibel dari pati sagu murni, pati sagu yang diikatsilang dengan POCl
3
dan pati sagu yang diradiasi sinar gamma kemudian ketiganya diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci untuk
menghasilkan film edibel antibakteri. Minyak atsiri temu kunci dipilih karena mempunyai aktivitas antibakteri yang sangat baik untuk B. cereus,
L. monocytogenes, E. coli K1.1 dan P. aeruginosa. Dengan dosis 2 MIC minyak atsiri temu kunci dapat merusak dinding sel bakteri tersebut, menyebabkan
kebocoran sel sehingga menghambat pertumbuhan Miksusanti et al. 2008; Miksusanti et al. 2009. Disamping itu juga telah dilaporkan bahwa minyak atsiri
temu kunci lebih baik sifat antibakterinya dibanding minyak atsiri dari jahe, kunyit, temu lawak, bangle, temu hitam dan minyak atsiri kencur
Dewi et al. 2002. Dengan menginkorporasi minyak atsiri temu kunci dengan formulsi tertentu maka diharapkan dapat membuat film edibel tersebut bersifat
antibakteri. Aktivitas antibakteri dan sifat-sifat fisik serta mekanis akan dikaji, untuk setiap kombinasi dengan berbagai konsentrasi minyak atsiri temu kunci
yang ditambahkan dalam pembuatan film edibel pati sagu.
METODOLOGI
Imobilisasi Minyak Atsiri dalam Pati Sagu untuk Pembuatan Film Edibel Antibakteri dengan Cara Inkorporasi Modifikasi metode Haris 1999.
Pembuatan Film Edibel Antibakteri dari Pati Sagu
Tepung sagu dikeringkan hingga kadar air kurang lebih 8 kemudian diayak dengan saringan 80 mesh. Selanjutnya tepung sagu dikemas dalam
kantong plastik dan disimpan dalam lemari pendingin. Jika akan digunakan,
26 tepung sagu dikeluarkan dari lemari pendingin dalam keadaan tertutup, dan
dibiarkan di tempratur ruang sampai tempraturnya konstan. Kemudian sampel dikeluarkan dari kantong plastik dan siap digunakan untuk penelitian.
Cara pembuatan film edibel adalah sebagai berikut: Sebanyak 1 bagian pati sagu dari persiapan tepung sagu dicampur dengan 10 bagian air destilasi dan
diaduk dengan homogenizer 8.000 rpm sampai homogen selama 10 menit dan disaring dengan kain saring. Suspensi pati dimasukkan ke dalam gelas piala 1000
mL dan dipanaskan diatas hot plate sambil diaduk dengan homogenizer kecepatan 11.000 rpm sampai mencapai suhu ± 65ºC ± 20 menit. Setelah mencapai suhu ±
65ºC, ditambahkan 10 karboksimetilselulosaCMC dari volume suspensi pati sedikit demi sedikit sambil terus dipanaskan dan diaduk dengan homogenizer
kecepatan 11.000 rpm sampai homogen ± 5 menit. Kemudian ditambahkan 20 gliserol dari volume suspensi pati sedikit demi sedikit sambil terus dipanaskan
dan diaduk dengan homogenizer 11.000 rpm sampai suspensi pati mengental ± 72 ºC.
Suspensi pati yang sudah mengental tersebut masih banyak mengandung gas terlarut sehingga perlu dilakukan penghilangan gas menggunakan oven vakum
pada tekanan 80 kPa sampai gas terlarutnya hilang ± 20 menit. Setelah semua gas terlarut hilang, suspensi yang telah mengental tersebut ditambah minyak atsiri
temu kunci dengan volume tertentu sehingga mencapai konsentrasi 0.05- 1.3vb per gram pati sagu, serta diaduk dengan homogenizer 8000 rpm selama
5 menit sampai benar-benar tercampur homogen dan dituang ke pelat kaca pencetak film yang telah disteril dan diratakan dengan pelat kaca perata film
sampai membentuk lembaran yang tipis dan rata dengan ketebalan 0.13 ± 0.06 mm. Kemudian film dibiarkan kering diudara biasa selama 5 jam dalam kotak
steril dan dimasukkan ke dalam oven steril pada suhu± 50
o
C selama 7 jam. Setelah selesai pengovenan edibel film dilepas dari cetakan dan diatur
a
w
- nya dalam desikator sampai mencapai nilai aw kurang dari 0.6. Kemudian edibel
disimpan dalam kantong plastik steril, serta siap untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. Film disimpan dengan kelembaban relatif 40-50 RH.
Imobilisasi Minyak Atsiri dalam Pati Sagu yang Diradiasi Sinar Gamma untuk Pembuatan Film Edibel Antibakteri Oussalah et al. 2004
Pati sagu diradiasi dengan sinar gamma dengan laju dosis radiasi 2 kGyjam. Pati hasil radiasi dikemas dalam kantong plastik HDPE, disimpan
dalam desikator dan siap untuk diapakai selanjutnya. Pati sagu dari stok diambil satu bagian, dengan perlahan dilarutkan pada suhu kamar selama 1 jam dalam
akuabides DDH
2
O, kemudian disaring dengan kain penyaring. Campuran dipanaskan pada suhu 65
o
C selama 20 menit, kemudian ditambah karboksimetil selulosa CMC sebanyak 10, dan gliserol 20. Campuran dipanaskan sampai
suhu 72
o
C sambil diaduk. Setelah mencapai gelatinisasi, larutan diangkat, dan diaduk dengan batang pengaduk steril, dan segera ditambahkan minyak atsiri
sehingga konsentrasinya 0.05-1.30 vb dan diaduk sampai rata dengan homogenizer kecepatan 8000 rpm Campuran dicetak dengan plate kaca steril.
Film dikeringkan seperti prosedur diatas, kemudian dipindahkan ke plastik berkelim. Film siap digunakan selanjutnya dan disimpan dengan 40-50
27 kelembaban relatif RH. Kelembaban diatur dengan menggunakan garam kalium
karbonat jenuh.
Imobilisasi Minyak Atsiri dalam Pati Sagu untuk Pembuatan Film Edibel Antibakteri dengan Fosfotriklorida POCl
3
Modifikasi metode Emanuel 2005
Sebanyak 15 Na
2
SO
4
dari berat pati sagu ditambahkan ke dalm 300 mL akuades, diaduk dengan magnetik stirer skala 3, setelah larut sempurna, pati sagu
ditambahkan, lalu secara perlahan-lahan 5 NaOH ditambahkan sambil diaduk kuat dengan stirer skala 8 untuk mencegah pati tergelatinisasi, pH diatur sebesar
10.5 dari pH awal 7.6 dan diaduk 30 menit. Larutan diinkubasi dengan inkubator pengaduk pada suhu 300
o
C 150 rpm, 24 jam. Selanjutnya ditambahkan POCl
3
sebanyak 0.04 POCl
3
, campuran diaduk menggunakan magnetik stirer skala 8 selama 30 menit kemudian diinkubasi pada suhu 40
o
C 150 rpm, 2 jam. Keasaman diatur pada pH 5.5 dengan 5 HCl yang bertujuan untuk menghentikan reaksi.
Pati sagu disaring dan siap dipakai untuk pembuatan film edibel. Sebanyak 50°C gr pati sagu yang telah diayak dengan ukuran 80 mess
dilarutkan dalam 750 mL akuades, diaduk dan disaring sehingga didapatkan larutan pati, kemudian dipanaskan pada suhu 73
C sambil diaduk. Gliserol 20 vb dan CMC 10 bb ditambahkan sambil terus diaduk setelah larutan
tercampur sempurna. Pemanasan dilakukan sampai pati tergelatinisasi sempurna, kemudian dilakukan degassing 80 kPA, 15 menit untuk menghilangkan gas
terlarut. Kemudian minyak atsiri ditambahkan dengan konsentrasi 0.05-1.3 vb dan diaduk dengan homogenizer 8000 rpm sampai rata, lalu dicetak. Film
edibel diletakkan dalam plastik yang berkelim dan dimasukkan dalam desikator serta siap dianalisis.
Analisis Antibakteri Film Edibel yang Mengandung Minyak Atsiri Pranoto et al. 2005; Seydim dan Sarikus 2006
Aktivitas antibakteri dari film edibel diuji dengan cara penempelan film edibel pada permukaan agar yang telah ditumbuhi bakteri patogen seperti yang
dilakukan oleh Pranoto et al. 2005 dan Seydim et al. 2006. Film edibel yang telah diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci dipotong bulat menjadi
ukuran diameter 3 cm. Potongan ini ditempelkan pada cawan petri yang telah berisi media agar. Media agar tersebut sebelumnya diinokulasi dengan 0.1 mL
inokulum yang mengandung 10
5
CFUmL bakteri-bakteri yang akan diujikan dan diinkubasi selama 24 jam, 37ºC kecuali untuk L. monocytogenes pada tempratur
ruang ± 28
o
C. Film edibel yang ditempelkan pada permukaan media agar diinkubasi selama 24 jam pada 37ºC. Kontak area dan zona penghambatan
disekitar film edibel diamati dan diukur dengan jangka sorong. Perlakuan dan pengamatanpengukuran zona hambatan ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Analisis Antibakteri Komponen yang Terperangkap dalam Film Edibel Antibakteri
Sebanyak 10 gram dari lembaran film edibel pati sagu yang mengadung minyak atsiri, dipotong dengan ukuran kecil dan segera dimasukkan tabung kaca
hitam ukuran 100 mL dan ditambah etanol pa sebanyak 25 mL. Campuran tersebut ditutup rapat dan disimpan dalam refrigerator selama 24 jam. Campuran
28 disentrifus dingin dan supernatan diambil untuk diuji aktivitas antibakterinya.
Variasi volume supernatan yang digunakan adalah 0.5mL, 0.75mL dan 1mL. Supernatan tersebut dimasukkan kedalm 9 mL media berbasis nuntrient agar.
NA. Kemudian 0.1mL bakteri patogen diinokulasikan ke dalam media pertumbuhan sehingga jumlah pengujian awal bakteri adalah 10
7
CFUmL. Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dihitung secara kuantitatif pada 24
jam dalam media NA dengan metoda agar tuang. Sebagai kontrol digunakan etanol pa. Sebagai pembanding digunakan pertumbuhan bakteri pada media yang
tidak ditambah etanol maupun larutan minyak atsiri dari film edibel. Pengukuran Sifat mekanik Film edibel
Pengukuran sifat fisik dan mekanik film edibel meliputi ketebalan, kuat tarik, perpanjangan, kadar air, a
w
, permeabilitas uap air, transmisi oksigen dilakukan dengan prosedur ASTM 1999
Pengamatan Mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy SEM
Scanning electron microscope SEM digunakan untuk melihat pori mikrostruktur film edibel. Sebelum dilakukan pengukuran, film edibel pati sagu di
keringkan dalam oven 50
o
C untuk menghilangkan air selama 24 jam. Film edibel dipotong dengan alat slicer JEOL Model JSM 6300 LV Film edibe pada posisi
ketebalan film, pati sagu dilapiskan pada plat alumunium dengan menggunakan pelekat. kemudian divakum selama 5 menit. Selanjutnya proses coating dengan
emas selama 15 menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menguji aktivitas antibakteri dari film edibel pati sagu yang diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci, maka dilakukan serangkaian uji
daya hambat film edibel pati sagu dengan metode difusi cakram terhadap bakteri patogen yaitu B. cereus, E. coli K1.1, L. monocytogenes, dan P. aeruginosa.
a b Gambar 4.1 Aktivitas antibakteri film pati sagu yang tidak mengandung minyak
atsiri a dan yang mengandung minyak atsiri b terhadap L. monocytogenes.
29 a b
Gambar 4.2 Aktivitas antibakteri film pati sagu yang tidak mengandung minyak atsiri a dan yang mengandung minyak atsiri TK b diuji terhadap
P. aeruginosa.
a b Gambar 4.3 Aktivitas antibakteri film pati sagu yang tidak mengandung minyak
atsiri a dan yang mengandung minyak atsiri b terhadap E. coli
K1.1.
a b Gambar 4.4 Aktivitas antibakteri film pati sagu yang tidak mengandung minyak
atsiri a dan yang mengandung minyak atsiri b diuji terhadap B. cereus
Aktivitas penghambatan terhadap bakteri diukur berdasarkan luas zona bening disekitar film edibel. Jika disekeliling film tidak ada zona bening,
diasumsikan tidak ada penghambatan. Apabila tidak ada zona hambatan, akan tetapi seluruh permukaan film bersih, tidak teramati adanya pertumbuhan bakteri,
maka dikatakan film edibel mempunyai kontak area yang positif, demikian pula sebaliknya.
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa film edibel dari pati sagu murni yang
diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci mulai menunjukkan area kontak yang positif untuk semua bakteri uji mulai dari konsentrasi minyak atsiri yang
diinkorporasi 0.4 kecuali L. monocytogenes yang pada 0.1 telah menunjukkan area kontak yang positif. Zona hambat untuk semua bakteri uji mulai terlihat pada
30 konsentrasi 0.7 minyak atsiri. L. monocytogenes menunjukkan zona hambat
terbesar, yaitu 31.09 ± 0.30 mm
2
L. monocytogenes pada konsentrasi minyak atsiri dalam film 1.3. Bakteri yang lain, memiliki aktivitas penghambatan berkisar
2.51±0.25 – 14.70±0.48 mm
2
pada konsentrasi minyak atsiri tersebut. Aktivitas antibakteri film edibel pati sagu yang diradiasi sinar gamma
Tabel 4.2 menunjukkan area kontak positif dan zona hambatan yang tidak terlalu berbeda nyata P0.05 dengan film edibel dari pati sagu murni. Inkorporasi
minyak atsiri 1.3 dalam film edibel memberikan zona hambatan terbesar untuk L. monocytogenes sebesar 30.820±1.14 mm
2
. Aktivitas hambatan film ini terhadap bakteri lain berkisar 2.51±0.17 – 13.72±1.03 mm
2
. Tabel 4.1 Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci dalam film edibel pati
sagu murni
Bakteri Minyak Atsiri
vb=mLg Pengamatan setelah 24 jam
Luas hambatan
A
mm
2
Area kontak
B
E. coli K1.1
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 1.36±0.10
d
+ 1
2.76±0.09
b
+ 1.3
5.87±0.13
a
+
P. aeruginosa
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 0.92±0.06
f
+ 1
1.67±0.09
c
+ 1.3
2.51±0.25
a
+
L. monocytogenes
0 kontrol -
0.05 -
0.1 +
0.4 +
0.7 10.56±0.67
c
+ 1
17.44±0.23
b
+ 1.3
31.09±0.30
a
+
B. cereus
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 4.78±0.12
bc
+ 1
5.01±0.12
b
+ 1.3
14.70±0.48
a
+
31 Tabel 4.2 Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci dalam film edibel pati
sagu yang diradiasi sinar gamma
Bakteri Minyak Atsiri
vb=mLg Pengamatan setelah 24 jam
Luas hambatan
A
mm
2
Area kontak
B
E. coli K .1.1
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 1.19±0.06
d
+ 1
2.52±0.03
c
+ 1.3
5.59±0.39
b
+
P. aeruginosa
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 0.84±0.05
f
+ 1
1.52±0.03
d
+ 1.3
2.51±0.17
b
+
L. monocytogenes
0 kontrol -
0.05 -
0.1 +
0.4 +
0.7 10.2±0.13
c
+ 1
16.17±0.73
b
+ 1.3
30.80±1.14
b
+
B. cereus
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 4.58±0.08
c
+ 1.0
4.830±0.08
c
+ 1.3
13.70±1.03
b
+
Keterangan:- Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada Duncan test taraf 5.
_ ; menunjukkan tidak ada zona hambat dan film edibel terkontaminasi bakteri +; menunjukkan tidak ada zona hambat tetapi film edibel bebas dari kontaminasi
bakteri
32 Tabel 4.3 Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci dalam film edibel pati
sagu ikatan silang POCl
3
Bakteri Minyak
Atsiri vb=mLg
Pengamatan setelah 24 jam Luas hambatan
A
mm
2
Area kontak
B
E. coli K.1.1
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 1.05±0.03
f
+ 1.0
2.04±0.06
c
+ 1.3
2.54±0.15
b
+
P. aeruginosa
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 +
1.0 1.17±0.07
e
+ 1.3
1.85±0.07
c
+
L. monocytogenes
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7 1.77±0.09
f
+ 1.0
2.32±0.11
e
+ 1.3
3.10±0.07
d
+
B. cereus
0 kontrol -
0.05 -
0.1 -
0.4 +
0.7
1.88
±0.07
de
+ 1.0
2.22±0.05
d
+ 1.3
2.58±0.03
d
+
Keterangan:- Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada Duncan test taraf 5.
_ ; menunjukkan tidak ada zona hambat dan film edibel terkontaminasi bakteri +; menunjukkan tidak ada zona hambat tetapi film edibel bebas dari kontaminasi
bakteri
Film edible pati sagu yang diikatsilang dengan POCl
3
Tabel 4.3 menunjukkan kontak positif untuk keempat bakteri uji mulai konsentrasi minyak
astiri yang diinkorporasi sebanyak 0.4. L. monocytogenes masih menunjukkan bakteri yang paling sensitif terhadap film ini dibanding ketiga bakteri uji lainnya.
Luas zona hambatan yang ditunjukkan oleh film ini pada konsentrasi minyak atsiri temu kunci maksimum adalah 3.10± 0.07 mm
2
.
33 Dibandingkan ke empat bakteri tersebut, P. aeruginosa paling resisten
terhadap ketiga film pati sagu yang mengandung minyak atsiri p 0.05. Hal ini dilihat dari luas zona hambat bakteri tersebut dibandingkan ketiga bakteri lainnya.
Mekanisme resistensi P. aeruginosa belum diketahui dengan jelas, akan tetapi ada beberapa mekanisme resistensi yang dapat menjadi penyebabnya seperti
kemampuan memodifikasi membran sitoplasma, kemampuan mengubah dinding sel dan ekspresi aktif sel Sikkema et al. 1995.
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa zona penghambatan terbesar adalah terhadap L. monocytogenes yaitu 31.09 mm
2
. Dari semua perlakuan terhadap sampel film edibel pati sagu, penghambatan yang kuat terhadap L. monocytogenes
sebagai bakteri Gram positif. Hal ini diduga oleh adanya perbedaan pada senyawa penyusun struktur dinding sel, di mana pada bakteri Gram positif dinding selnya
lebih bersifat hidrofobik. Sedangkan pada dinding sel bakteri Gram negatif secara keseluruhan lebih bersifat hidrofilik Burt. 2004. Semakin hidrofobik dinding sel
bakteri, maka efek hidrofobik dari senyawa minyak atsiri akan semakin kuat. Hal ini menyebabkan efek minyak atsiri sebagai zat antibakteri menjadi lebih dominan
dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
Pada Tabel 4.1-4.3 terlihat bahwa areal kontak yang ditunjukkan oleh film antibakteri relatif kecil dibandingkan data uji daya hambat senyawa yang terlarut
dari film dengan metode kontak langsung. Hal ini disebabkan karena minyak atsiri terperangkap dengan baik didalam film pati sagu. Fenomena ini terlihat juga dari
perubahan warna film dari putih keabuan menjadi kuning seperti warna minyak atsiri.
Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa film yang diikatsilang dengan POCl
3
mempunyai zona hambat yang paling kecil dibanding zona hambat film pati sagu yang murni maupun yang radiasi sinar gamma P0.05. Hal ini berhubungan
dengan banyaknya minyak atsiri yang terperangkap dalam film edibel.
Karena perbedaan sifat kepolaran antara pati ikat silang dengan mayoritas molekul penyusun minyak atsiri temu kunci, menyebabkan sulitnya minyak atsiri
untuk masuk dalam film edibel pati yang diikat silang dengan POCl
3.
Dari Gambar 4.5a dan 4.5b menunjukkan bahwa morfologi penampang irisan film edibel berbasis pati sagu murni dan pati sagu yang diradiasi tidak
terlalu jauh berbeda. Struktur dasar penampang kedua irisan film edibel sama, hanya sedikit berbeda pada lipatan-lipatan yang lebih terlihat pada film edibel pati
sagu yang diradiasi. Lipatan ini diduga terjadi akibat radiasi sinar gamma pati sagu dengan laju dosis 2 kGyjam. Aktivitas antibakteri film edibel pati murni dan
pati radiasi hanya berbeda sedikit, sedangkan film edibel berbasis pati sagu yang direaksikan dengan POCl
3
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata Gambar 4.5 c, dimana terlihat film edibel tersebut
mempunyai pori-pori yang lebih kecil. Penambahan POCl
3
pada kondisi penelitian ini dapat membuat jarak antara gumpalan rantai pati yang satu dengan rantai pati lainnya semakin rapat. Hal ini
menyebabkan film yang diikatsilang dengan zat tersebut banyak mempunyai pori yang memiliki rongga kecil. Dengan adanya pori kecil ini, maka molekul minyak
atsiri lebih mudah terlepas, tidak tertahan dalam lapisan film dengan baik. Proses ikatsilang dengan POCl
3
menghasilkan struktur yang lebih teratur. Pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa minyak atsiri yang telah dicampur dengan gel
pati, dapat keluar selama pengeringan film, serta mengering disalah satu sudut cetakan maupun menempel dibagian bawah film edibel, berupa bercak kuning.
34 Gambar 4.5 Pori-pori film pati sagu tanpa perlakuan native a diradiasi dengan
sinar gamma b dan diikatsilang dengan POCl
3
c Menurut Fennema et al. 1994 pada film edibel yang dikroslingking,
dapat terbentuk saluran antara lempengan atau ruang kosong akibat dari susunan banyaknya lempeng kristal POCl
3
dari pati yang terikatsilang. Film yang dihasilkan akibat ikatsilang ini lebih berwarna putih. Hasil penelitian
Yoneya et al. 2003, bahwa ikatsilang dengan fosfotriklorida terhadap pati meningkatkan derajat kejernihan keteraturan struktur gel pati dan membuat film
yang dihasilkan menjadi lebih putih. a
b
c
35
Sifat Fisik dan Kimia Film Edibel Pati Sagu Murni, Pati Sagu Radiasi dan Pati Sagu Hasil Reaksi dengan POCl
3.
Film edibel pati sagu murnikontrol dan pati sagu hasil ikatan silang dengan POCl
3
serta pati yang diradiasi dengan sinar gamma yang dihasilkan, selanjutnya diukur sifat mekaniknya meliputi: ketebalan, kuat tarik, elongation
transmisi oksigen dan transmisi uap air Tabel 4.4. Tabel 4.4 Karakteristik film edibel dari pati sagu yang mempunyai sifat
antibakteri terbaik 1.3 minyak atsiri temu kunci
Karakteristik Film Edibel Pati Sagu Kontrol
Ikatan Silang dgn POCl
3
Pati Sagu diradiasi Sinar
Gamma Ketebalan mm
0.13±0.02
bc
0.17±0.03
a
0.14±0.02
b
Kuat tarik Nmm
2
2.18±0.06
b
3.03±0.05
a
1.97±0.06
bc
Pemanjangan 163.95±0.17
a
80.65±0.19
c
120.65±0.16
b
Transmisi uap
air WVTRgm
2
24 jam 24.37±0.11
c
17.31±0.12
a
25.38±0.12
bc
Ket: nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat p 0.05 menggunakan Duncan Multiple Range tes
Film edibel dari pati sagu kontrol mempunyai ketebalan yang paling tipis dibandingkan film edibel dari pati sagu ikatan silang. Menurut Wurzburg 1989
adanya ikatan silang antara molekul pati memperkuat ikatan hidrogen alami sehingga memperlambat kecepatan granula membengkak dan menurunkan
sensitivitas dari granula yang telah membengkak untuk pecah. Pati sagu ikatan silang mempunyai ketahanan terhadap pemanasan dan pengadukan, sehingga pada
pemasakan granula pati sagu yang mempunyai ikatan silang tidak mudah membengkak dan pecah seperti pati sagu kontrol. Semakin tinggi konsentrasi
POCl
3
yang ditambahkan menyebabkan semakin berkurang kemampuan granula pati sagu untuk membengkak. Granula pati yang utuh dalam suspensi film
menyebabkan film edibel yang terbentuk akan menjadi lebih tebal. Pati sagu kontrol yang bersifat hidrofilik dapat menghasilkan film edibel
dengan ketahanan uap air yang sangat rendah. Sifat hidrofilik disebabkan struktur kimia pati didominasi dengan gugus hidroksil OH yang mempunyai kemampuan
untuk berikatan dengan air Paramawati 2001. Film edibel dari pati sagu yang mengandung minyak atsiri temu kunci mempunyai ketahanan terhadap uap air
yang lebih baik dibandingkan film edibel dari pati sagu kontrol. Kester dan Fennema 1986 menyatakan polimer dengan gugus hidrofilik yang tinggi akan
menghasilkan film yang rentan terhadap uap air, sebaliknya polimer dengan gugus hidrofobik tinggi akan menghasilkan film dengan ketahanan yang baik terhadap
uap air. Minyak atsiri temu kunci dapat meningkatkan sifat hidrofobik film edibel pati sagu, sehingga ketahanan film edibel terhadap uap air semakin meningkat
dengan semakin banyaknya minyak atsiri temu kunci dalam film pati sagu.
Analisis sidik ragam pada taraf 5 menunjukkan perlakuan penambahan minyak atsiri temu kunci berpengaruh nyata terhadap transmisi uap air film
edibel. Data pengaruh minyak atsirir temu kunci terhadap transmisi uap air film edibel, juga terlihat pada Tabel 6.5 dimana peningkatan konsentrasi minyak atsiri
menyebabkan penurunan nilai transmisi uap air yang berhubungan paralel dengan
36 polaritas lemak. Minyak atsiri temu kunci mempunyai ketahanan yang baik
terhadap transmisi uap air karena mempunyai gugus non polar yang bersifat menolak molekul air sehingga mempersulit transmisi uap air Fennema et al.
1994. Pengaruh Minyak Atsiri Temu Kunci terhadap Sifat Mekanis Film
Persen pemanjangan menunjukkan kemampuan film untuk meregang secara maksimum. Pati sagu kontrol secara alami mempunyai ikatan hidrogen.
Menurut Paramawati 2001 ikatan hidrogen merupakan ikatan yang paling lemah. Dengan demikian adanya minyak atsiri temu kunci pada film edibel dari
pati sagu dapat membuat antar rantai polimer lebih renggang dan kuat dibandingkan film edibel dari pati sagu kontrol sehingga tidak mampu menahan
peregangan lebih lanjut dari alat ukur. Semakin bertambah konsentrasi minyak atsiri temu kunci menyebabkan semakin tinggi nilai persen pemanjangan, karena
minyak atsiri mempunyai efek plastisizer, sehingga film lebih lunak dan fleksibel.
Perbandingan Karakteristik Film Edibel Sebelum dan Sesudah Inkorporasi dengan Minyak Atsiri Temu Kunci
Data hasil pengukuran karakteristik film edibel yang telah diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci dibandingkan dengan sebelum penambahan
minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 4.5. Karakteristik film edibel yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
a
w
film edibel sebelum perbaikan 0.57 menurun menjadi 0.35, ini merupakan
a
w
yang aman terhadap penyebab kerusakan. Begitu juga transmisi uap air menurun dengan nyata. Laju
transmisi uap air dari 44.55 menurun menjadi 24.37 gm
2
.24 jam dan laju transmisi gas O
2
menunjukkan sedikit peningkatan dari 34.49 menjadi 39.63 cm
2
m
2
.24 jam. Ketebalan film edibel mempunyai kisaran antara 0.13 - 0.16 mm.
Tabel 4.5 Perbandingan karakteristik film edibel sebelum dan sesudah diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci
No. Karakteristik Film Edibel
Jenis film edibel Tanpa minyak atsiri
temu kunci Sagu+minyak atsiri
temu kunci 1.
a
w
0.57±0.02 0.35±0.01
2. Kadar air
7.19±0.02 3.66±0.03
3. Ketebalan film mm
0.13±0.01 0.13±0.02
4. Kuat tarik Nmm
2
2.90±0.05 2.18±0.06
5 Persen pemanjangan
65.77±0.12 163.95±0.17
6 Laju transmisi gas O
2
cm
2
m
2
.24 jam 34.49±0.25
39.63±0.23 7
Laju transmisi uap air 44.55±0.14
24.37±0.11 Uji organoleptik
Skor penilaian panelis Warna
3.26 3.91
Rasa 3.86
3.10 Aroma
3.31 3.60
Keterangan: 1=sangat tidak menarik 2=tidak suka
3=netral biasa 4=suka 5=sangat suka
37 Warna, film edibel kelihatan lebih jernih kekuningan, tidak buram. Kuat
tarik menurun dari 2.90 menjadi 2.18 Nmm
2
, persen pemanjangan meningkat dari 65.77 menjadi 163.95 . Flm edibel antibakteri yang digunakan dalam uji
orgaleptik ini adalah film edibel antibakteri terbaik yang mengandung minyak atsiri temu kunci sebesar 1.3 vb. Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
tanggapan panelis terhadap warna film meningkat dari 3.26netral film tanpa minyak atsiri menjadi 3.91cenderung suka film yang diinkorporasi minyak
atsiri. Penilaian panelis terhadap aroma film juga meningkat dari 3.31 netral menjadi 3.60 netral cendrung suka. Dari segi rasa rata-rata panelis memberi
skors netral 3.10 untuk film edibel yang diinkorporasi minyak atsiri temu kunci dibanding rata-rata nilai 3.86 untuk film edibel yang tidak diinkorporasi minyak
atsiri temu kunci. Hal ini menunjukkan bahwa film edibel yang diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci dengan konsentrasi 1.3 cukup bisa diterima
oleh panelis walaupun masih dalam katagori nilai netral 3. Hal ini bisa ditingkatkan dengan menurunkan konsentrasi minyak atsiri temu kunci, menjadi
0.4-1.0 vb, karena dalam range tersebut film edibel antibakteri sudah mulai menunjukkan sifat antibakteri.
Perbandingan Film Edibel yang Dihasilkan dengan Standar
Perbandingan karakteristik film edibel antibakteri yang dihasilkan dari film edibel antibakteri terbaik dibanding dengan standar Japanese Industrial
Standard 1975 dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Karakteristik film edibel antibakteri dari pati sagu dan standar No.
Karakteristik film edibel Pati sagua
Standar Grade 1.
a
w
0.57-0.35
- 2.
Kadar air
6.46-3.66
- 3.
Ketebalan mm
0.13-0.16
Max 0.25 4.
Kuat tarik Nmm
2
2.32-2.18
Min 1.00 5.
Persen pemanjangan
65.77-163.95
Min 50.00 6.
Laju transmisi gas O
2
mLm
2
jam
34.49-39.63
Max 50.00 7.
Laju transmisi uap air gm
2
.24 jam
44.55-24.37
Max 50.00 Ket a. diinkorporasi dengan minyak atsiri temu kunci.
Bila dibandingkan dengan standar industri Jepang JIS 1975 seperti terlihat pada pada Tabel 4.6, maka film edibel dari pati sagu yang dihasilkan
dalam penelitian termasuk dalam grade 7.0 – 13. Aktivitas air
a
w
film edibel pati sagu yang tidak dicampur dengan minyak atsiri temu kunci menunjukkan nilai
yang lebih besar dari pati sagu yang diinkorporasi dengan minyak atsiri. Semakin kecil
a
w
film semakin bagus karena film akan lebih tahan terhadap penyebab kerusakan.
Kadar
a
w
yang menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi minyak atsiri temu kunci berhubungan dengan sifat hidrofobik dari minyak atsiri temu
kunci. Molekul air yang bersifat polar sulit berinteraksi dengan molekul
38 hidrofobik minyak atsiri temu kunci. Pada konsentrasi maksimum yang bisa
diiinkorporasi dalam film edibel ini, menunjukkan hampir semua nilai parameter film edibel masih dibawah batas maksimum yang dibolehkan pada stándar
industri yang berlaku JIS 1975.
SIMPULAN
Minyak atsiri temu kunci dapat diperangkap dalam film pati sagu sehingga menghasilkan film edibel yang bersifat antibakteri. Film pati sagu yang dibuat
dengan menggunakan pati sagu murni menunjukkan sifat antibakteri terhadap L. monocytogenes, B. cereus, E. coli K1.1 dan P. aeruginosa yang lebih baik
dibandingkan film dari pati sagu yang diikatsilang dengan POCl
3
maupun yang diradiasi dengan laju dosis 2 kGyjam. Aktivitas antibakteri dalam film edibel pati
sagu yang dapat memberikan zona hambat diamati pada konsentrasi 0.7 - 1.3 vb. Minyak atsiri yang ditambahkan dengan konsentrasi 0.4
menunjukkan area kontak yang positif memiliki sifat antibakteri, tapi tidak menunjukkan zona hambat. L. monocytogenes dan B. cereus merupakan bakteri
yang paling sensitif terhadap film edibel pati sagu yang diinkorporasi dengan minyak asiri temu kunci. Penambahan minyak atsiri temu kunci mempengaruhi
kuat tarik, persen elongasi dan WVP. Penambahan minyak atsiri temu kunci menurunkan nilai permeabilitas uap air dan meningkatkan nilai O
2
TR film edibel pati sagu.
39
5. AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI YANG TERPERANGKAP DALAM FILM SERTA APLIKASI FILM