4
2. KOMPOSISI KIMIA DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI Kaempferia pandurata Roxb
PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah campuran dari berbagai macam molekul yang mempunyai karakteristik sebagai zat yang dapat menimbulkan flavour atau aroma
dan biasanya diperoleh dari rempah, tumbuhan yang beraroma, buah-buahan, serta bunga. Analisis secara kimia menunjukkan bahwa dari keberagaman kandungan
molekul yang terdapat dalam minyak atsiri, terpenoid adalah penyusun paling banyak, dan berada dalam bentuk hemiterpen, monoterpen, seskuiterpen dan
turunannya.
Sifat antibakteri dari minyak atsiri diketahui berhubungan dengan sifat toksik molekul-molekulnya terhadap struktur membran bakteri. Menurut
Trombetta et al 2005, akibat molekul-molekul hidrokarbon monoterpen minyak atsiri, membran bakteri berekspansi, terjadi peningkatan permeabilitas dan
fluiditas membran, penghambatan respirasi dan mengganggu proses transpor ion. Sifat toksik minyak atsiri ini sangat tergantung pada jenis molekul yang terdapat
dalam minyak atsiri tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan profil kandungan minyak atsiri umbi temu kunci dan aktivitas antibakterinya. Aktivitas antibakteri minyak atsiri
temu kunci di uji dengan metode difusi sumur melalui penentuan diameter zona hambat dan metode pengenceran untk penentuan MIC dan MBC.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan adalah rimpang temu kunci Kaempferia pandurata Roxb yang berasal dari Imogiri Yogyakarta dan BALITRO Bogor
yang mendapat pengesahan determinasi jenis tanaman dari LIPI Biologi Bogor. Temu kunci dari dua daerah ini diambil pada waktu yang sama yaitu yang
berumur 4 bulan. Kultur mikroba yang digunakan adalah B. cereus FNCC 057, L. monocytogenes FNCC 156 dan P. aeruginosa FNCC 063 dalam bentuk
liofilisasinya dari PAU UGM serta EPEC E. coli K1.1 dalam sediaan media agar padat dari PAU IPB koleksi Dr Sribudiarti.
Metodologi Penelitian Ekstraksi Minyak Atsiri
Umbi temu kunci yang dipanen setelah masa tanam 4 bulan dipotong melebar dan dikeringanginkan. Minyak atsiri diekstrak dari bahan tersebut dengan
cara destilasi dengan tekanan uap 100 - 115
o
C selama 8 jam. Minyak dan air yang terdestilasi dipisahkan dengan natrium sulfat anhidrat, sehingga didapat
fraksi air dan fraksi minyak. Minyak atsiri yang diperoleh disimpan dalam botol kaca hitam ukuran 10 mL yang dibungkus dengan kertas karbon. Sampel minyak
atsiri disimpan dalam refrigerator.
5
Analisis Komposisi Kimia Minyak Atsiri Temu Kunci TK.
Penentuan kandungan minyak atsiri menggunakan alat Gas kromatografi Spektrometri Massa GC-MS Simadzu QP-5050 A serie II, Class-5000 Ver 2.2.
yang dilengkapi dengan detektor DBMS dengan kolom kapiler DB10 panjang 30 meter diameter 0.25 mm, menggunakan hidrogen sebagai gas pembawa 1.6
mLmenit. Suhu kolom 60
o
C, temperatur injektor 280
o
C, temperatur detektor adalah 300
o
C, tempratur interface 320
o
C, tekanan kolom 100 kPa. Waktu program berlangsung selama 39 menit. Persentase minyak atsiri yang diperoleh adalah
persentase minyak yang diinjeksikan persentase relatif. Profil molekul yang terdapat dalam minyak atsiri diperoleh dengan cara membandingkan kromatogram
yang muncul melalui detektor digital GC-MS dengan kromatogram molekul yang terdapat dalam sumber pustaka WILLEY 229, NIST62 LIB, dan PESTICID.LIB.
Persentase kandungan molekul minyak atsiri temu kunci yang diperoleh adalah persentase relatif.
Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Sumur Soulange et al. 2004
Kultur bakteri murni dalam bentuk liofil dibuka secara aseptik, lalu dipindahkan ke dalam tabung yang berisi medium NB steril dan diinkubasi 48 jam
pada 37
o
C. Sebagai stok bakteri, dibuat kultur bakteri dalam agar miring dengan medium NA, disimpan di dalam lemari pendingin setelah terlebih dahulu
diinkubasi selama 24 - 48 jam. Setiap stok bakteri yang akan digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri, selalu disegarkan kembali di dalam medium NB
steril selama 24 jam pada suhu 37
o
C, dihomogenkan dengan alat vorteks, lalu diinokulasikan sebanyak 20 L ke dalam labu Erlemeyer yang berisi 20 mL
medium agar cair NA, 44-45
o
C steril, dikocok merata, kemudian dituang kedalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Selanjutnya dibuat 3-4
lubang sumur secara aseptik dengan diameter sumur 6.0 mm seragam. Kedalam tiap tabung, diinokulasikan 60 L minyak atsiri yang sudah dilarutkan
dalam etanol dengan konsentrasi berturut-turut; 20, 50, 75, dan 85 vv. Sebagai kontrol, diinokulasikan 60 L pelarut pengencer etanol pa.
Penentuan Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dengan Metode Pengenceran untuk Penetapan MIC dan MBC Cosentino et al. 1999
Penentuan MIC
dilakukan berdasarkan
metode pengenceran
macrodillution broth. Nilai MIC didefenisikan sebagai konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteristatik masing-masing
bakteri uji di dalam medium cair uji.
Prosedur penentuan nilai MIC dilakukan sebagai berikut; dibuat 14 seri pengujian dalam tabung kecil, masing-masing 2 mL media uji cair steril NB. Ke
dalam masing-masing 14 tabung tersebut ditambahkan larutan minyak atsiri temu kunci sehingga dalam larutan didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Sebagai
contoh, untuk membuat seri tabung uji pertama untuk E.coli K1.1 yaitu 0.003 dalam volume 10 mL maka diambil 30 L minyak atsiri dengan konsentrasi 1,
kemudian kemudian ditambah dengan media uji cair steril sehingga diperleh total cairan media uji dalam masing-masing seri tabung sebanyak 9 mL.
6 Sementara itu dipersiapkan masing-masing bakteri uji yang telah
disegarkan dan diinkubasi 24 jam 10
6
-10
7
selmL pada 37
o
C kecuali untuk L. monocytogenes 28
o
C, lalu diencerkan 10 kali. Ke dalam masing-masing 14 tabung uji tersebut diinokulasikan 1 mL suspensi bakteri uji sehingga total cairan
adalah 10 mL pertabung, lalu dikocok dengan vorteks selama 1-2 menit, kemudian diinkubasikan pada suhu 37
o
C atau 30
o
C selama 24 jam untuk penentuan MIC, dan selama 48 jam untuk penentuan MBC. dalam inkubator
goyang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Identifikasi Kandungan Kimia Minyak Atsiri Temu Kunci
Hasil identifikasi dengan GC-MS kandungan komponen kimia terbanyak minyak atsiri temu kunci asal Bogor BALITRO adalah hidrokarbon seskuiterpen
maupun seskuiterpen yang memiliki gugus hidroksil. Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan adalah 3.2 vb dan memiliki berat jenis 0.866 gmL. Gambar
4.1 menunjukkan kromatogram GC-MS minyak atsiri Bogor. Dari kromatogram ini terlihat bahwa komponen kimia minyak yang terdeteksi pada kondisi analisis
adalah 26. Komponen kimia dalam minyak atsiri temu kunci yang merupakan komponen mayor 1 relatif yaitu alpa-pinen 2.022, kampen 5.403,
mirsen 2.484, eukaliptol 16.115, osimen 20.866, linalool 2.0710, kampor 18.6312, alfa-terpineol 1.2515, geraniol 21.0317, metil
sinamat 2.3018.
Waktu retensi Rf Gambar 2.1 Kromatogram GC minyak atsiri temu kunci asal Bogor
Komponen kimia dan persen relatif minor dalam minyak atsiri temu kunci
asal Bogor dari data GC-MS adalah trisiklin 0.361, alfa-pinen 0.572, sabinen0.724, bisklo heptanol 0.6414, benzil aseton 0.4516, gamma-
terpinen 0.197, terpinolen 0.328, fenil metil propanoat 0.2910, beta- osimen 0.6912, alfa-terpineol 0.8817, asam fenil butanon 0.2819,
dekanoat lakton 0.2820, patkoli alkohol 0.2021, fernasen 0.8222, bisiklo hepten trimetil fenil 0.2623.
Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci asal Bogor dilakukan dengan uji difusi sumur. Hasil uji tersebut ditampilkan pada gambar 4.2. Dari
gambar 2.2 menunjukkan bahwa minyak atsiri temu kunci Bogor mempunyai aktivitas antibakteri yang sangat baik terhadap L. monocytogenes, B. cereus dan
7
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
B. cereus L. monocytogenes P. aerugi nos a E. c ol i K1.1
Je nis Bak te r i Uji Z
o n
a H
a m
b a
ta n
m m
A B
C D
A B
C D
A B
C D
A B
C D
E. coli K1.1. L. monocytogenes merupakan bakteri yang paling peka diantara ketiga bakteri uji lainnya yang ditunjukkan dengan zona hambat yang besar.
Gambar 2.2 Histogram diameter hambatan difusi sumur minyak atsri temu kunci
terhadap bakteri patogen A=20 minyak atsiri TK; B=50 minyak atsiri TK; C=75 minyak atsiri TK; D=85 minyak atsiri
TK.
Hasil identifikasi dengan GC-MS kandungan komponen kimia terbanyak minyak atsiri temu kunci asal Yogyakarta adalah hidrokarbon monoterpen
mirsen, osimen, monoterpen teroksigenasi kampor, sineol, linalol, borneol, terpineol, geraniol, dan turunan benzen asam sinamat. Rendemen minyak atsiri
yang dihasilkan adalah 3.7 vb dan memiliki berat jenis 0.897gmL. Gambar 2.3 menunjukkan kromatogram GC-MS minyak atsiri Yogyakarta. Dari
kromatogram ini terlihat bahwa komponen kimia minyak yang terdeteksi pada kondisi analisis adalah 34. Ada 10 komponen kimia dalam minyak atsiri temu
kunci yang merupakan komponen mayor 1 yaitu kampen 3.583, mirsen 1.425, eukaliptol 14.877, osimen 20.088, linalool 2.3211, kamfor
20.1914, borneol 2.0716, terpineol 1.5218, geraniol 22.1820 dan metil sinamat 6.0423. Umumnya komponen kimia dengan jumlah yang lebih
rendah dari 1 digolongkan sebagai komponen minor trace didalam minyak atsiri temu kunci.
Waktu retensi Rf Gambar 2.3 Kromatogram GC minyak atsiri temu kunci asal Yogyakarta.
Komponen kimia minor dalam minyak atsiri temu kunci ini dari data GC- MS adalah trisiklin 0.291, alfa-pinen 0.842, sabinen 0.184, alfa-
terpinen 0.156, gamma-terpinen 0.279, terpinolen 0.4710, beta-osimen
8
5 10
15 20
25
K a
n d
u n
g a
n r
e la
tif m
in y
a k
a ts
ir i t
e m
u k
u n
c i
5 10
15 20
25 30
B. c ereus L. monocytogenes P. aerugi nosa E. col i K1.1
Je nis Bak te r i Uji Z
o n
a H
a m
b a
ta n
m m
A B
C D
A B
C D
A B
C D
A B
C D
0.3112, oktatrien 0.3113, isobomil alkohol 0.0315, terpinen 0.5217, fenil-butanon 0.1019, sitral 0.1421, metil benzo propanoat
0.1322, trimetil dodekatrien 0.0624, beta-hidroksi androsta 0.0525, zerumbon 0.2626, silen 0.2727, metil heksadekanoat 0.0928, fernasen
0.0429, metil palmitat 0.0930, asam heksadekanoat 0.3131 siklo pentena 0.2632 bisiklo trimetil fenil 0.0533 dan farnesol 0.0834.
Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci asal Yogyakarta juga dilakukan dengan uji difusi sumur. Hasil uji tersebut ditampilkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Histogram diameter hambatan difusi sumur minyak atsri temu kunci
terhadap bakteri patogen A=20 minyak atsiri TK; B=50 minyak atsiri TK; C=75 minyak atsiri TK; D=85 TK.
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa aktivitas minyak atsiri temu kunci Yogyakarta lebih baik, dibanding minyak atsiri Bogor p0.05.
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kandungan molekul penyusun minyak atsiri temu kunci yang berasal dari Yogyakarta dan minyak atsiri temu
kunci yang berasal dari Bogor. Dari segi warna, minyak atsiri temu kunci asal Yogyakarta yang digunakan berwarna lebih kuning dibanding minyak atsiri temu
kunci asal Bogor. Dalam pengujian difusi sumur ini, Listeria monocytogenes menunjukkan sifat yang paling sensitif terhadap kedua minyak atsiri temu kunci
yang digunakan. Pada konsentrasi minyak atsiri temu kunci 85, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sifat antibakteri minyak atsiri temu kunci asal
Yogyakarta dan minyak atsiri temu kunci asal Bogor terhadap Bacillus cereus.
Gambar 2.5 Kandungan mayor 1 molekul minyak atsiri temu kunci
Yogyakarta
9 Karena aktivitas antibakteri minyak atsiri asal Yogyakarta lebih baik
dibanding minyak atsiri asal Bogor, maka pada penelitian selanjutnya akan digunakan minyak atsiri asal Yogyakarta.
Sifat fungsional minyak astiri tidak hanya ditentukan oleh komponen mayor yang terdapat didalamnya. Komponen minor juga memegang peranan
penting dalam sifat antibakteri minyak atsiri. Terdapat sinergisme antara komponen mayor dan komponen minor dalam perannya sebagai antibakteri
maupun antioksidan.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Sumur Soulange et al. 2004
Dari metode difusi sumur ditemukan bahwa minyak atsiri temu kunci dapat menghambat pertumbuhan keempat bakteri yang diujikan. Diameter
penghambatan antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif berbeda nyata p0.05 untuk B. cereus, L. monocytogenes, P. aeruginosa dan E. coli K1.1
Gambar 2.6. \
Gambar 2.6 Zona hambatan minyak atsiri TK 75 terhadap bakteri
A B. cereus B L. monocytogenes C E. coli K1.1 dan D P. aeruginosa.
Pada semua bakteri uji menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri, zona hambatan semakin luas dan menurun setelah
konsentrasi maksimum. Pada metode difusi sumur terdapat nilai konsentrasi maksimum untuk menghasilkan penghambatan yang baik. Konsentrasi maksimum
yang memberikan zona hambatan yang paling luas adalah konsentrasi 75.
Pada bakteri L. monocytogenes, selain ada hambatan jelas dekat sumur juga kelihatan hambatan yang kurang bening disekitar hambatan yang jelas. Hal
A B
C D
10
0.16 0.12
0.11
0.009 0.02
0.04 0.06
0.08 0.1
0.12 0.14
0.16
N il
a i
M IC
v v
P. aerugi nosa B. cereus
E. coli K1.1 L.monocytogenes
ini diduga selain ada hambatan yang bersifat bakteriostatik, juga timbul hambatan yang bersifat bakterisidal. Menurut Sikkema et al. 1995 minyak atsiri pada
umumnya lebih mudah menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dibanding bakteri Gram negatif. Hal ini didasarkan pada kandungan monoterpen yang tinggi
dari minyak atsiri. Umumnya semua molekul monoterpen bersifat lipofilik. Monoterpen telah dibuktikan lebih cendrung berdifusi terpartisi ke fasa struktur
membran bakteri dibandingkan fasa air. Terakumulasinya molekul monoterpen ke fasa membran akan membuat membran mengalami pengembangan swelling,
meningkatkan fluiditas dan permeabilitas membran. Molekul monoterpen teroksigenasi, merusak membran yang mengikat protein transport, menghambat
respirasi, dan merubah proses transpor ion dalam bakteri Gram positif Sikkema et al. 1994; Trombetta et al. 2005. Fenomena perubahan permeabilitas membran
luar bakteri Gram negatif oleh molekul monoterpen juga telah ditemukan oleh Helander et al. 1998. Perubahan permeabiltas tersebut semakin memudahkan
molekul monoterpen yang diluar masuk dan terakumulasi kedalam membran sel bakteri.
Penentuan Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dengan Metode Pengenceran untuk Penetapan minimum inhibitory concentration MIC dan minimum
bactericidal concentration MBC Kubo et al. 1992
Pada umumnya minyak atsiri dikenal sebagai GRAS generally recognize as safe yaitu aman dikonsumsi secara berulang dalam konsentrasi tertentu. Sifat
minyak atsiri yang mempunyai flavour yang tajam, membuat penggunaannya sebagai pengawet makanan terbatas pada konsentrasi tertentu. Berdasarkan hal
tersebut, diperlukan data yang akurat tentang nilai konsentrasi minimum efektif dari minyak atsiri MICMBC agar ada keseimbangan antara sifat antibakteri dan
flavour yang dibawanya Lambert et al. 2001. Penetapan nilai MIC dan MBC dengan metoda kontak ini dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang
aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci dibandingkan dengan metoda difusi sumur
Gambar 2.7 Nilai MIC minyak atsiri temu kunci terhadap bakteri P. aeruginosa,
B. cereus, E. coli K 1.1 dan L. monocytogenes. Nilai MIC dan MBC minyak atsiri temu kunci berturut-turut terhadap
B. cereus adalah 0.12 dan 0.24 vv, terhadap L. monocytogenes adalah 0.009 dan 0.04 vv, terhadap P. aeruginosa adalah 0.16 dan 0.5 vv
dan terhadap E. coli K1.1 adalah 0.11 dan 0.20 vv Gambar 2.7 dan 2.8. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bakteri Gram positif L. monocytogenes
11
0.5
0.24 0.2
0.04 0.05
0.1 0.15
0.2 0.25
0.3 0.35
0.4 0.45
0.5
N il
a i
M B
C V
V
P. aerugi nosa B. cereus
E. col i K1.1 L.monocytogenes
lebih peka terhadap minyak atsiri temu kunci dibandingkan bakteri Gram negatif P. aeruginosa dan E. coli K 1.1 p0.05. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
perbedaan komposisi dinding sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Sedangkan B. cereus mempunyai tingkat kepekaan yang hampir sama dengan
bakteri Gram negatif, karena bakteri ini mampu bertahan dengan membentuk spora.
Adanya perbedaan nilai MIC dan MBC antara bakteri Gram positif dan Gram negatif, bisa dihubungkan dengan perbedaan molekul penyusun outer
membran pada kedua bakteri tersebut. Bakteri Gram negatif mempunyai outer membran yang bersifat lipofilik karena banyak mengandung molekul
lipopolisakarida, yang memiliki gugus OH.
Gambar 2.8 Nilai MBC variasi konsentrasi minyak atsiri dan nilai CFUmL
bakteri P.
aeruginosa, B.
cereus, E.
coli K1.1
dan L. monocytogenes.
Minyak atsiri temu kunci mengandung lebih banyak molekul hidrokarbon monoterpen dibanding molekul monoterpen dengan gugus hidroksil. Hal ini
menyebabkan minyak atsiri temu kunci yang bersifat semi polar cenderung ke non polar. Perbedaan sifat ini membuat molekul minyak atsiri yang dibutuhkan lebih
banyak, sehingga kandungan molekul yang polar seperti linalol, geraniol, terpineol dan asam sinamat akan menembus membran luar dari bakteri Gram
negatif dalam jumlah yang cukup. Sedangkan bakteri Gram positif memiliki membran luar yang bersifat hidropobik, karena sebagian besar outer membrannya
terdiri dari porin yang tidak memiliki gugus hidrofililik pada bagian luarnya. Molekul minyak atsiri yang sebagian besarnya non polar akan dengan mudah
masuk menembus membran luar bakteri Gram positif. Sehingga dalam jumlah yang lebih rendah, minyak ini mampu membunuh bakeri Gram positif. Hal ini
terlihat dari nilai MIC dan MBC L. monocytogens yang paling rendah dibanding dengan bakteri uji lainnya Gambar 2.7 dan Gambar 2.8. Walaupun B. cereus
merupakan bakteri Gram positif, akan tetapi bakteri ini dapat melindungi dirinya dari molekul minyak atsiri dengan cara pembentukan spora Scocibusik et al.
2006. Sehingga saat diplating, bakteri ini kembali bergerminasi. Jadi untuk menembus pertahanan spora, maka dibutuhkan lebih banyak lagi molekul minyak
atsiri, sehingga nilai MIC dan MBC nya jauh lebih tinggi dari L. monocytogenes.
Menurut Isitko et al 1999 dan Nikaido 2003, komponen yang menyusun membran luar bakteri P. aeruginosa adalah asam lemak tak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh ini dapat berubah dari bentuk trans menjadi bentuk sis. Apabila perubahan ini terjadi maka komponen minyak atsiri yang besifat hidropobik sulit
12 untuk masuk ke dalam membran luar sel bakteri. Hasil penelitian Longbotton et al
2004 menunjukkan bahwa P. aeruginosa yang pada awalnya lebih tolerans terhadap tree tea oil, menjadi sensitif setelah ditambah EDTA. Hal ini
membuktikan bahwa membran luar envelope P. aeruginosa berperan pada sifat toleran bakteri tersebut terhadap tree tea oil. Carson et al 2005 melaporkan
bahwa sifat toleran komponen minyak atsiri tree tea oil terhadap P. aeruginosa berkemungkinan disebabkan berperannya sistem efflux yang berhubungan dengan
sifat membran bakteri tersebut.
Nilai MIC minyak atsiri temu kunci relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai MIC minyak atsiri lainnya. Nilai MIC minyak atsiri rosemary
terhadap L. monocytogenes dan B. cereus adalah 0.20 gmL Smith-Palmer et al. 1998. Untuk menghambat pertumbuhan E. coli minyak atsiri rosemary
mempunyai nilai MIC 4.50 - 1.00 gmL Smith-Palmer et al 1998; Farag et al 1999; Pintore et al 2002, minyak atsiri oregano mempunyai nilai MIC 0.50 - 1.20
gmL Hammer et al 1995; Burt 2004 sedangkan minyak atsiri cengkeh mempunyai nilai MIC 0.40 - 2.50 gmL Smith-Palmer et al. 1998; Hammer
et al. 1999. Perbedaan nilai MIC minyak atsiri rimpang temu kunci dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya sangat dipengaruhi oleh kandungan komponen kimia
dalam minyak atsiri. Komponen mayor minyak atsiri temu kunci lebih banyak mengandung molekul hidrokarbon asiklik dan siklik yang tidak memiliki gugus
fungsional hidroksil, sehingga memiliki sifat hidropobik lebih besar dibanding ketiga minyak atsiri di atas. Disamping itu media pertumbuhan bakteri patogen uji
berkemungkinan juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap suatu zat antibakteri. Disamping memiliki komponen molekul hidropobik, minyak atsiri
temu kunci juga mengandung molekul hidrofilik, sehingga kemampuannya menghambat bakteri patogen secara keseluruhan akan lebih efektif.
Interaksi komponen hidrokarbon minyak atsiri dengan komponen hidropobik dari sel bakteri memegang peranan penting dalam aktivitas antibakteri.
Besar kecilnya kemampuan minyak atsiri dalam menghambat pertumbuhan bakteri sangat tergantung pada sifat alami komponen molekul penyusun minyak
atsiri temu kunci. Molekul hidropobik penyusun minyak atsiri dapat menyebabkan perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya
menyebabkan kematian sel. Kemampuan molekul hidrokarbon penyusun minyak atsiri temu kunci dalam mengganggu permeabilitas membran sel bakteri juga
dipengaruhi oleh nilai kelarutan masing-masing komponen dalam fasa cair, dan nilai konstanta partisi molekul dari dan ke fasa membran sitoplasma.
Molekul minyak atsiri juga dapat mengganggu kerja enzim-enzim yang terikat pada membran sel bakteri, sehingga mengganggu semua aktivitas pada
membran sel. Kematian sel oleh molekul minyak atsiri dapat disebabkan oleh melemahnya dinding sel, sehingga menganggu kstabilan membran sitoplasma
akibat berubahnya tekanan osmosis pada membran tersebut Carson et al. 2002.
Potensi aktivitas antibakteri minyak atsiri TK dibandingkan dengan Antibiotik
Hasil pengamatan diameter penghambatan minyak atsiri temu kunci dan dua jenis antibiotik pada bakteri E. coli K1.1 dan B. cereus dapat dilihat pada
gambar 2.9. Pada gambar tersebut terlihat bahwa dengan konsentrasi yang sama 3, aktivitas antibakteri minyak atsiri temu kunci terhadap terhadap
13 E. coli K1.1 lebih besar dibanding antibiotik amoksilin dan kloramfenikol
p0.05. Hal ini mendukung penelitian Budiarti 2007 yang menyatakan bahwa bakteri E. coli K1.1 resisten terhadap berbagai macam antibiotik yang ada
dipasaran.
Gambar 2.9 Diameter penghambatan mm minyak atsiri temu kunci dibanding
dengan antibiotik terhadap E. coli K1.1 dan B. cereus Antibiotik Kloramfenikol terhadap E. coli K1.1 hanya menunjukkan zona
hambat 3.52 ± 0.39, amoksilin hanya memberikan hambatan 1.78 ± 0.12, sedangkan minyak atsiri temu kunci pada konsentrasi yang sama memberikan
zona hambat 10.6 ± 0.90. Antibiotik amoksilin pada konsentrasi 3 memberikan hambatan terhadap B. cereus sebesar 13.42 ± 0.21, minyak atsiri temu kunci
memberikan hambatan 11.41 ± 0.17, sedangkan kloramfenikol mempunyai hambatan 9.79 ± 0.30. Beragamnya komponen antibakteri yang berperan dalam
minyak atsiri temu kunci mengakibatkan cara penghambatannya terhadap bakteri juga beragam. Antibiotik terdiri dari senyawa tunggal sehingga memiliki
mekanisme penghambatan yang spesifik terhadap bakteri.
SIMPULAN
Komponen utama minyak atsiri temu kunci Kaempferia pandurata Roxb
asal Yogyakarta adalah kamfen, mirsen, sineol, osimen, linalol, kamfor, borneol, terpineol, geraniol dan metil sinamat. Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu
kunci yang dianalisis dengan metode pengenceran macrodillution broth juga menunjukkan fenomena yang sama. Nilai minimum inhibitory concentration
MIC dan minimum bactericidal concentration MBC, keempat bakteri patogen adalah L. monocytogenes 0.009 vv dan 0.04 vv; P. aeruginosa 0.16
vv dan 0.50 vv; B. cereus 0.12 vv, dan 0.24 vv; E. coli K1.1 0.11 vv dan 0.20 vv. L. Monocytogenes adalah bakteri yang paling
sensitif terhadap minyak atsiri temu kunci, sedangkan P. aeruginosa adalah bakteri yang paling resisten terhadap minyak atsiri temu kunci.
2 4
6 8
10 12
14 16
Amoksilin Klor amf enikol
Minyak at siri TK Amoksilin
Klor amf enikol Minyak at sir i TK
Jenis antibakteri Z
o n
a h
a m
b a
t m
m
14
3. MEKANISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI Kaempferia pandurata Roxb