FAKTOR PERUSAK BIOTIK

BAB III FAKTOR PERUSAK BIOTIK

Tujuan Umum : Bab ini secara umum bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang: (1) faktor-faktor biotik perusak kayu, (2) kondisi terjadinya serangan organisme tersebut, dan (3) teknik pencegahan dan pengendaliannya.

Tujuan Khusus : Bab in secara khusus memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam mengidentifikasi jenis-jenis organisme perusak kayu, kondisi penyerangan, dan

mengemukakan teknik pengendalian dan cara pencegahan yang sesuai.

A. ORGANISME PENDEGRADASI KAYU

Zabel dan Morrel (1992) mengelompokkan agen perusak utama dan jenis dekomposisi kayu yang disebabkan oleh faktor biotik sebagai berikut: a. Serangan binatang – gangguan secara mekanis - Penggerekan (boring) dan parutan permukaan (rasping) oleh marine borer - Pembuatan terowongan (tunneling) dan penggalian (excavation) oleh serangga

(rayap, kumbang dan hymenoptera seperti semut) dan marine borer (cacing laut, pholad, isopod)

b. Pelapukan dan Pewarnaan - Penggoresan (etching) dinding sel dan pembuatan terowongan oleh bakteria - Pewarnaan permukaan (molding) oleh jamur mold - Pewarnaan kayu gubal (staining) oleh jamur stain - Pelapukan (decay) oleh jamur (soft rot, brown rot dan white rot)

Kirk and Cowling (1984) merangkum tipe utama deteriorasi kayu dan organisme penyebab seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe deteriorasi biologis kayu dan organisme penyebab Tipe deteriorasi

Organisme

Deteriorasi tanpa dekomposisi Kehilangan cadangan makanan

Sel kayu hidup dalam kayu gubal Pemboran mekanik, pecking, pemotongan Serangga, burung dan mamalia Stain Jamur Pewarnaan permukaan

Jamur

Destruksi membran noktah

Bakteria, jamur

Dekomposisi struktur polimer Mekanobiokimia Serangga, binatang laut Biokimia (pelapukan)

Jamur

Deteriorasi tanpa dekomposisi

Apabila kayu yang baru ditebang yang diperuntukkan untuk kayu gergajian atau vinir dikeringudarakan, cadangan makanan pada kayu gubal akan segera kosong karena proses respirasi sel parenkim kayu itu sendiri. Tetapi bila pengeringan terlambat dilakukan, kayu yang baru ditebang dapat diserang oleh jamur sap-stain dan algae, atau oleh bakteri dan mold yang berkembang pada permukaan atau berpenetrasi ke dalam kayu gubal yang tumbuh dari sel parenkim yang satu ke yang lainnya melalui sel jari- jari. Organisme ini menggunakan isi sel parenkim sebagai makanan tetapi tidak mempengaruhi kekuatan kayu secara serius. Jamur ini terutama menyebabkan pengotoran kayu atau merubah permeabilitas kayu.

Bila kayu yang baru ditebang segera dikeringkan dengan kilang pengering, sel hidup pada kayu gubal mati oleh panas dan cadangan makanan tetap tersimpan dalam sel penyimpan makanan. Jika kayu telah dikeringkan menjadi basah kembali, cadangan makanan tersebut dapat menjadi substrat kembali untuk pertumbuhan jamur pewarna dan bakteria. Bila log yang baru ditebang cepat diubah menjadi serpih (chips) dalam tumpukan besar. Sel hidup dengan cepat merubah cadangan makanan menjadi

karbondioksida (CO 2 ), air, dan panas (lihat reaksi 1: respirasi). Jika panas metabolik tersebut ditiadakan, tumpukan menjadi panas, dan pada kondisi ventilasi sangat jelek dapat menimbulkan pembakaran secara spontan.

Ada dua jenis organisme yang umumnya menyebabkan pewarnaan pada kayu, yaitu (1) mold dengan spora berwarna, dan algae yang tumbuh pada permukaan kayu, dan (2) jamur dengan hifa berwarna gelap yang melakukan pewarnaan pada bagian dalam kayu dengan melakukan penetrasi ke dalam kayu gubal. Aspergillus spp. dan Penicillium spp. adalah mold yang umum ditemukan pada kayu. Pewarnaan yang disebabkan oleh jamur ini biasanya dapat dikeluarkan melalui penyikatan, pengetaman, atau pengamplasan. Ceratocystis spp. adalah contoh jamur sapstain. Pewarnaan ini biasanya tidak dapat dikeluarkan meskipun dengan bahan kimia pemutih.

Bacillus polymyxa (Prazmowski) Macè, bakteri tertentu, jamur dan beberapa mold seperti Trichoderma viridae Pers.ex Fr. dapat mendegradasi membran pektin noktah berhalaman antar sel kayu. Degradasi ini meningkat permeabilitas kayu terhadap air dan pelarut organik. Peningkatan permeabilitas merupakan masalah dalam pengerjaan akhir kayu, tetapi dapat membantu penetrasi bahan kimia pulp dan pengawet ke dalam kayu gubal.

Disintegrasi kayu secara mekanik dapat disebabkan oleh sejumlah species serangga, burung, dan mamalia. Dalam beberapa kasus, disintegrasi ini dapat menjadi cukup serius.

Deteriorasi dengan Dekomposisi

Mudah tidaknya polimer dinding sel terdekomposisi secara biologis banyak ditentukan aksesibilitasnya terhadap enzim dan produk metabolik lain yang dikeluarkan oleh jamur perusak kayu, atau dalam kasus serangga tertentu dan marine borer –melalui organisme yang yang hidup pada saluran pencernaan hewan tersebut. Kontak fisik langsung antara enzim atau metabolik lain dan polimer dinding sel adalah prasyarat terjadinya degradasi secara hidrolitik dan oksidatif. Karena selulosa, hemiselulosa, dan lignin merupakan polimer dinding sel yang tidak larut air dan tersusun dalam dinding sel kayu dengan campuran fisik yang erat satu sama lain. Kontak fisik yang diperlukan dapat dicapai hanya melalui difusi atau enzim atau metabolik lain masuk ke dalam matriks kompleks tersebut atau menguyah halus kayu sebelum dicerna.

Komponen struktural kayu yang sangat penting yang membantu menahan dekomposisi biologis kayu adalah lignin. Pada kayu, mikrofibril selulosa dilapisi atau Komponen struktural kayu yang sangat penting yang membantu menahan dekomposisi biologis kayu adalah lignin. Pada kayu, mikrofibril selulosa dilapisi atau

Gambar 4. Digestibilitas kayu melalui campuran selulosa dan hemiselulosa sebagai fungsi kadar lignin (Baker, 1973 dalam Kirk and Cowling, 1984).

Mekanisme biologis yang terlibat dalam mengatasi lignin sebagai perintang fisik (physical barrier), yaitu: 1) Serangga dan binatang laut merusak secara fisik lignin dengan menggerus kayu menjadi sangat halus, 2) Beberapa organisme terutama jamur tingkat tinggi mendekomposisi lignin dan kemudian mengekspos polisakarida, 3) Jamur tingkat tinggi tertentu mensekresi agen pendepolimerisasi selulosa non enzim yang melakukan penetrasi ke dalam selubung lignin.

Mekanisme 1 memungkinkan terjadinya mechano-bio-chemical decomposition kayu utuh; sedangkan mekanisme 2 dan 3 memungkinkan biochemical decomposition.

Mechano-bio-chemical Decomposition

Untuk menghindari lignin barrier oleh pencernaan enzimatik polisakarida kayu harus digiling halus. Pada ukuran partikel tertentu, polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dapat dicerna secara maksimal oleh enzim. Ukuran partikel sedikit bervariasi berdasarkan kadar dan penyebarab lignin serta jenis kayu. Kemampuan cerna maksimum dicapai pada beberapa kayu (sweetgum, red oak, aspen) melalui vibratory ball milling, tetapi penggunaan teknik penggilingan ini pada jenis kayu lain (red alder, conifer) memiliki efek lain yang berkebalikan dengan efek pencernaan. Virtanen et.al pertamakali mendemonstrasikan pengaruh reduksi ukuran partikel terhadap kemampuan cerna bakteri selulotik yang tidak dapat dapat mendegradasi kayu utuh, tetapi dapat memanfaatkan serbuk gergaji yang halus. Pew juga mendemonstrasikan bahwa penggilingan halus membuat kayu lebih mudah dicerna oleh campuran enzim selulose dan hemiselulase.

Pengaruh penggerusan halus juga sudah diperlihatkan oleh beberapa serangga dan binatang laut yang pada bagian mulut dilengkapi organ penggiling internal (internal milling organ), yang mereduksi kayu menjadi ukuran partikel yang dapat dicerna. Enzim selulose dan hemiselulase pada usus mencerna polisakarida dan mengeluarkan eksresi yang kaya lignin. Kebanyakan serangga yang tidak melakukan pencernaan secara sempurna mencerminkan gagalnya pengerusa kayu menjadi cukup halus, yang disebabkan ketiadaan enzim pelengkap, waktu tinggal tidak cukup, atau faktor lain. Serangga pembor kayu (wood-boring insect) tertentu seperti kumbang ambrosia, kumbang lyctus, semut, dan lebah tidak mencerna struktur polimer kayu. Kayu melewati usus kumbang lyctus, tetapi hanya mencerna bahan non struktural yang sederhana, terutama pati pada sel parenkim. Demikian pula pada kumbang ambrosia, semut dan lebah.

Beberapa serangga, seperti Indian longhorn beetle (Stromatium barbatum Fabricus) dan binatang laut (umumnya Limnoria tripunctata Menzies dan Bankia setacea Tryon) memiliki enzim selulase endogenous [dan mungkin juga enzim hidrolase polisakarida lainnya]. Rayap dan kebanyakan serangga pencerna kayu lainnya mengandalkan mikroba polisakarolitik yang ada pada usus. Kumbang Stromatium Beberapa serangga, seperti Indian longhorn beetle (Stromatium barbatum Fabricus) dan binatang laut (umumnya Limnoria tripunctata Menzies dan Bankia setacea Tryon) memiliki enzim selulase endogenous [dan mungkin juga enzim hidrolase polisakarida lainnya]. Rayap dan kebanyakan serangga pencerna kayu lainnya mengandalkan mikroba polisakarolitik yang ada pada usus. Kumbang Stromatium

Serangga pengurai kayu dan binatang laut umumnya hanya mencerna selulosa dan hemiselulosa, sedangkan dekomposisi lignin terbatas hanya pada beberapa jenis

serangga. Dalam salah satu laporan disebutkan bahwa perubahan lignin 14 C menjadi

2 pada usus rayap Nasutitemes exitiosus Hill. Dekomposisi anaerobik lignin dimungkinan oleh adanya oksigen yang terdapat pada usus Nasutetermes dan serangga tertentu lainnya.

14 CO

Bio-chemical Decomposition

Jamur pelapuk kayu dapat dibagi atas 3 berdasakan tipe pelapukan yang ditimbulkannya, yaitu: white, brown, dan soft rot. Di Amerka Utara, white dan brown rot disebabkan oleh 1.700 spesies jamur pelapik kayu pada kelas basidiomycetes; lebih 90% diantaranya menyebabkan pelapukan tipe white rot. Soft rot disebabkan jamur pada kelas Ascomycetes dan Jamur imperfecti. Secara normal kebanyaan ditemukan pada tanah atau lingkungan perairan.

B. JAMUR PENGHUNI KAYU (WOOD INHIBITING FUNGI)

Jamur merupakan salah satu dari 5 kingdom makhluk hidup, yaitu Monera, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Jamur dicirikan oleh sel eukaryotik berfilamen yang multiseluler. Karena tidak memiliki klorofil, jamur bersifat heterotropik dan menfaatkan senyawa karbon sebagai sumber energi. Badan jamur (thallus) terdiri atas seri sel kecil berbentuk tabung yang saling berhubungan yang disebut hifa. Sistem hifa jamur memiliki kemampuan adaptasi untuk berpenetrasi, mencerna secara eksternal, mengabsorpsi, dan memetabolisme berbagai bahan organik (contoh: bahan tumbuhan, kayu). Massa hifa disebut miselium. Jamur menghasilkan spora yang terbentuk melalui pragmentasi hifa.

Hifa merupakan unit seluler dasar dari struktur jamur. Individu hifa kecil dan hanya terlihat dengan pembesaran, keculai pada beberapa jenis jamur hifanya dapat terlihat dengan mata biasa. Diameter individu hifa berkisar 0,5–20 µm atau lebih, Hifa merupakan unit seluler dasar dari struktur jamur. Individu hifa kecil dan hanya terlihat dengan pembesaran, keculai pada beberapa jenis jamur hifanya dapat terlihat dengan mata biasa. Diameter individu hifa berkisar 0,5–20 µm atau lebih,

Gambar 5. Sistem pertumbuhan apikal dan percabangan hifa. Salah satu cabang memperlihatkan septum dan gambaran protoplasma. N nukleus, ER endoplasma reticulum, D dictyosome, V vakuola, M mitokondria, tubuh woroning (gelap) (Schmidt, 2006)

Jamur memainkan tiga peran utama dalam ekosistem. Beberapa jamur adalah patogen yang menyerang tumbuhan atau hewan hidup yang menyebabkan penyakit. Jamur lain adalah simbion mutualisme dan telah mengembangkan asosiasi dengan organisme lain (contoh: mycoriza, lichens). Kebanyakan jamur adalah saproba dan

merupakan agen utama dalam ekosistem yang melapukkan tumbuhan, melepaskan CO 2 , dan mendukung proses fotosintesis pada tumbuhan hijau. Pelapukan pada kayu dilakukan oleh jamur saproba.

B.1. Ruang Lingkup Jamur Penghuni Kayu

Pewarnaan (discoloration) dan pelapukan (decay) pada kayu disebabkan oleh jamur, dan sedikit oleh bakteri, merupakan sumber utama timbulnya kerugian produksi kayu gergajian dan penggunaan kayu. Mikroorganisme ini merupakan organisme unik yang mengembangkan sistem untuk melakukan penetrasi, menginvasi/menyerang, mencerna secara eksternal, dan mengabsorpsi bahan-bahan yang mudah larut dari substrat yang kompleks seperti kayu. Peranan utama jamur dan bakteri dalam ekosistem

adalah untuk menguraikan dan melepaskan CO 2 dan unsur penting lainnya untuk fotosintesis tumbuhan dan melanjutkan kehidupan dalam ekosistem.

a. Jamur pewarna kayu (Wood staining fungi)

Jamur ini terutama menimbulkan pewarnaan, yaitu perubahan dari warna normal kayu yang dihasilkan dari pertumbuhan jamur pada kayu atau perubahan kimia sel atau isi sel. Jamur pewarna ini dapat dibedakan atas:

Mold

Jamur yang tumbuh pada permukaan kayu yang sangat basah, memanfaatkan senyawa karbon sederhana yang ada. Pertumbuhan dan sekresi hifa jamur pada permukaan kayu menghasilkan warna seperti hitam, abu-abu, hijau, ungu, dan merah; dan pada dasarnya, sejumlah besar dari spora yang ada berpotensi menimbulkan alergi. Mold secara normal dapat dikeluarkan melalu penyikatan atau pengetaman dan dapat menyebabkan kerugian kualitas kayu yang utama.

Stain

Jamur pewarna yang menyerang kayu gubal dari kebanyakan kayu komersil selama penyimpanan log atau pengeringan alami kayu gergajian. Jamur stain terutama menyerang jaringan parenkim pada kayu gubal, dan pewarnaan dihasilkan dari massa hifa berpigmen pada sel kayu. Meskipun jamur stain menyebabkan kerusakan kecil terhadap sel parenkim pada kayu, beberapa sifat lain yang dipengaruhinya selain pewarnaan adalah sifat keliatan dan permeabilitas. Stain secara normal tidak dapat dikeluarkan melalui penyikatan atau pengetaman.

b. Jamur pelapuk kayu (Wood decaying fungi)

Jamur ini menyebabkan pelapukan dan pelunakan pada kayu. Pelapukan menghasilkan perubahan sifat fisik dan kimia kayu terutama oleh aktivitas enzimatik dari mikroorganisme. Jadi hanya terbatas pada kelompok jamur memiliki kemampuan enzimatik mencerna kayu. Beragam kelompok jamur menyerang bahan dinding sel kayu dengan cara berbeda dan mengakibatkan berbagai tipe pelapukan.

Soft rot

: disebabkan oleh mikrofungi yang menyerang secara selektif lapisan S 2 dinding sel. Kadar air yang tinggi dan berhubungan dengan tanah sangat sesuai untuk perkembangan soft-rot.

Brown rot : disebabkan oleh kelompok jamur yang terutama menyerang karbohidrat dinding sel. White rot : disebabkan oleh kelompok jamur yang menyerang karbohidarat dan lignin dinding sel. Jamur white rot dan brown rot termasuk dalam subdivisi Basidiomycotina. Pada tahap akhir pelapukan, semua jamur pelapuk menghasilkan perubahan drastis pada kekuatan dan sifat penggunaan lainnya. Kerusakan yang disebabkan oleh jamur pelapuk dapat dilihat Gambar 6.

Gambar 6. Diagram yang memperlihatkan berbagai model pengrusakan dinding sel oleh jamur tipe white rot, brown rot, dan soft rot (Zabel and Morrell, 1992)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Ekologi jamur terkait dengan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kemampuan bertahan jamur dalam kayu. Seperti halnya semua organisme hidup, jamur memiliki kebutuhan tertentu untuk pertumbuhan dan kemampuan bertahan. Kebutuhan pertumbuhan utama jamur penghuni kayu (Zabel and Morrel, 1992), yaitu:

1. Air ⎯air bebas pada permukaan rongga sel 2. Oksigen ⎯oksigen atmosfir pada level relatif rendah untuk kebanyakan jamur dan level sangat rendah atau oksigen kimia hanya untuk beberapa jamur mikroaerobik

dan anaerobik fakultatif. 3. Kisaran suhu yang sesuai ⎯suhu optimum untuk kebanyakan jamur penghuni kayu berkisar 15–45 o C

4. Substrat yang dapat dicerna (kayu dan lain-lain) ⎯menyediakan energi dan hasil metabolit untuk sintesis melalui metabolisme 5. Kisaran pH yang sesuai ⎯pH optimum untuk kebanyakan jamur penghuni kayu berkisar pH 3-6 6. Faktor kimia pertumbuhan ⎯senyawa nitrogen, vitamin, dan unsur-unsur penting (esensial).

Dua faktor terakhir seringkali tercakup dengan substrat. Keberadaan zat ekstraktif beracun, meskipun tidak dibutuhkan, perlu untuk pertumbuhan kebanyakan jamur pada kayu. Cahaya tampak dibutuhkan oleh beberapa jamur untuk perkembangan struktur penghasil spora dan dapat memainkan peranan dalam fungsi fisiologis lainnya. Sinar UV pada level tinggi menimbulkan kematian pada kebanyakan jamur.

Pada tingkat molekular melalui reaksi enzimatik, setiap faktor pertumbuhan di atas berperan sebagai: 1. Air ⎯adalah medium difusi untuk enzim dan O 2 , reaktan dalam reaksi hidrolisis komponen kimia kayu, dan medium pelarut untuk semua bahan kimia sel. 2. Oksigen (bebas) ⎯elekton utama dan akseptor hidrogen pada reaksi oksidasi-

reduksi aerob yang menghasilkan energi, membentuk H 2 O.

3. Suhu ⎯mengendalikan laju reaksi dan pada level lebih tinggi merusak stabilitas struktur enzim. 4. Substrat ⎯menyediakan energi dasar, tempat produk metabolit untuk sintesis, dan juga sumber nitrogen dan vitamin bagi jamur. 5. Logam minor dan vitamin ⎯memainkan peranan penting sebagai cofaktor atau coenzim pada berbagai reaksi enzimatik. 6. Konsentrasi ion hidrogen (pH) ⎯memberikan level optimal bagi berbagai reaksi enzim dan stabilitas protein.

3. Perubahan Sifat Kayu Akibat Pelapukan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, jamur pelapuk kayu dapat menyerang komponen kimia penyusun dinding sel kayu, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Akibat serangan pada polimer penyusun dinding sel, kayu mengalami pelapukan yang berdampak pada sifat-sifat kayu, seperti perubahan kimia kayu, kekuatan, dan fisik kayu.

a. Perubahan Kimia Kayu

Komponen kimia kayu dimanfaatkan dalam urutan dan laju yang bervariasi oleh jamur. Jamur pewarna tidak menyebabkan perubahan sifat kimia pada komponen kimia dinding sel. Sebaliknya jamur pelapuk dapat merubah sifat tersebut dengan derajat yang berbeda, tergantung tipe jamur pelapuknya.

White rot fungi

Jamur ini mampu menyerang dan memetabolisme seluruh komponen utama kayu. Ciri khas jamur ini adalah kemampuannya untuk mendepolimerisasi dan memetabolisme lignin. Komponen utama dinding sel dimanfaatkan dengan urutan dan laju yang beragam oleh jamur white rot yang berbeda, yang dipengaruhi oleh kemampuan enzimatiknya. Liese (1970) mengelompokkan jamur ini menjadi:

a. Simultaneous white-rotter: menyerang semua komponen dinding sel secara seragam pada seluruh tahap pelapukan Contoh: Coriulus (Trametes) versicolor, Irpex lacteus a. Simultaneous white-rotter: menyerang semua komponen dinding sel secara seragam pada seluruh tahap pelapukan Contoh: Coriulus (Trametes) versicolor, Irpex lacteus

Gambaran umum pemanfaatan komponen kayu oleh white rot diringkas sebagai berikut: 1. Semua komponen dinding sel dikonsumsi, dengan pengecualian mineral yang relatif sedikit. Terdapat variasi urutan dan laju pemanfaatan komponen baik oleh species maupun strain jamur dalam satu species. Pada dasarnya, hemiselulosa secara khusus dimanfaatkan pada tahap awal pelapukan. Kehilangan berat dapat mendekati 95-97% dari bahan awal kayu bila ekspos berkepanjangan terjadi pada kondisi optimal pelapukan. 2. Pada semua tahap pelapukan, sisa kayu memiliki kelarutan NaOH 1% yang rendah (kelarutan dalam alkali), menandakan bahwa hasil pemutusan komponen kimia oleh pelapukan dimanfaatkan oleh jamur secara cepat. 3. Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tersisa pada bagian yang tidak mengalami pelapukan menampakkan tidak terjainya perubahan penting, yang menandakan bahwa white rot mengkonsentrasikan serangannya pada permukaan dinding sel yang terpapar. Selanjutnya, enzim secara perlahan-lahan mengikis jalannya ke dalam dinding sel dari permukaan rongga sel.

Brown rot fungi

Terutama mendekomposisi karbohidrat dinding sel, meninggalkan residu lignin yang terdemetoksilasi. Karbohidrat dikeluarkan secara selektif pada tahap akhir serangan brown rot telah digunakan untuk mempelajari distribusi lignin pada dinding sel (Coté el al., 1966). Hemiselulosa dikeluarkan lebih cepat daripada selulosa pada tahap awal pelapukan. Highley (1977) memperlihatkan bahwa suplemen karbohidarat seperti manan diperlukan selama depolimerisasi selulosa murni oleh Postia (Poria) placenta. Brown rot berbeda dengan white rot dalam mendepolimerisasi karbohidrat secara ekstensif/meluas pada dinding sel sekunder pada tahap awal proses pelapukan (Kirk and Highley, 1973).

Brown rot mengubah kayu dengan cara berikut selama perkembangan pelapukan berlanjut:

1. Semua karbohidrat dikonsumsi, meninggal residu lignin termodifikasi pada dinding sel. 2. Peningkatan kelarutan dalam air dan NaOH 1% yang besar terjadi pada tahap awal pelapukan, akibat depolimerisasi karbohidrat yang cepat pada tahap awal pelapukan dan meningkatkan kelarutan lignin pada tahap akhir pelapukan. Brown rot menampakkan depolimerisasi kayu yang lebih cepat pada tahap awal daripada produk pelapukan yang dapat dimetabolisme. Produk dekomposisi kayu yang berlebihan dapat membantu menjelaskan keberadaan scavenger kayu yang lainyang sering ada pada kayu yang terserang brown rot.

3. Proses pelapukan secara cepat terjadi pada lapisan S 1 dan S 2 dinding sel, tetapi berkembang tidak teratur dan tidak ada zona lysis yang terasosiasi hifa khas jamur white-rot. 4. Terdapat penampakan variasi yang kurang banyak akibat serangan komponen dinding sel oleh brown rot dibandingkan jamur white rot.

Soft rot fungi

Soft rot menampakkan variasi serangan terhadap komponen dinding sel selama perkembangan pelapukan. Beberapa spesies menyerang karbohidrat, sedangkan serangan lignin terbatas pada demetoksilasi yang relatif sedikit. Beberapa soft rot, secara selektif mengeluarkan lignin lebih banyak daripada karbohidrat dari kayu konifer, serupa yang terjadipada beberapa white rot (Eslyn et al., 1975). Jamur soft rot tipe 1 dapat mendegradasi kristalin selulosa, yang digambarkan melalui pembentukan lubang

khas (cavities) pada zone S 2 dinding sekunder. Kayu yang dilapukkan oleh soft rot ini menyerupai kayu yang didegradasi oleh white rot karena memiliki kelarutan alkali yang rendah, yang menunjukkan bahwa produk degradasi digunakan pada laju yang sama

dengan yang dilepaskan. Pada konifer, zone S 3 dinding sekunder tahan terhadap serangan soft rot, tetapi pada dasarnya delignifikasi meningkatkan susceptibilitas pelapukan dan dapat mengalihkan jamur dari pembentukan lubang/cavities (Tipe 1) menjadi erosi/pengikisan dinding sel (Tipe 2) (Zabel and Morrel, 1987).

b. Perubahan Kekuatan dan Sifat Fisik Kayu

Banyak perubahan yang terjadi pada kayu akibat serangan mikroorganisme penghuni kayu terhadap kekutan (sifat mekanik) dan sifat fisik kayu. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kehilangan berat (weight loss = biomass loss) Beberapa jamur terutama memanfaatkan nutrien yang dapat diperoleh pada jaringan penyimpanan atau zat ekstraktif, yang menyebabkan kehilangan berat yang relatif kecil (1-3%) dan kerusakan yang minimal. Jamur lain menyerang komponen kimia yang lebih kompleks pada dinding sel kayu, yang pada akhirnya memetabolisme-

nya menjadi CO 2 dan H 2 O. Kehilangan berat dapat mencapai 70% pada brown rot, 96-97% untuk white rot, dan 3-60% pada soft rot. Kehilangan berat kayu tergantung pada tipe jamur dan spesies kayu yang diuji. Kehilangan berat dirumuskan sebagai:

Berat awal – berat setelah dilapukkan

WL (%) = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ x 100

Berat awal (OD)

2) Kehilangan kerapatan (density loss) Kerapatan dan berat jenis juga digunakan untuk mengukur pengaruh serangan mikrobial. Serangan jamur white rot menyebabkan kehilangan berat dengan sedikit perubahan volume pada kayu, sedangkan pada kayu yang terserang brown rot pengurangan volume kayu cukup besar. 3) Sifat kekuatan (mekanik) – strenght (mechanical) properties Jamur yang tumbuh pada kayu mengubah struktur kimia dan mengeluarkan massa kayu, sehingga berakibat pada perubahan sifat mekanik kayu. Kayu menghasilkan kekuatan sebagai hasil kombinasi orientasi mikrofibril selulosa dan hemiselulosa. Perubahan salah satu dari karbohidrat ini akan menyebabkan reduksi kekuatan kayu secara cepat.

4) Higroskopitas (hygroscopity) Karena enzim mikrobial mendegradasi bahan ligno-karbohidrat, jamur menyebabkan perubahan kapasitas memegang air dinding sel kayu. Secara umum, EMC (Equillibrium Moisture Content) kayu yang terserang brown rot lebih rendah daripada kayu segar, sedangkan EMC kayu yang terserang white rot lebih tinggi bila menyebabkan kehilangan berat >60% (Cowling, 1961). Peningkatan EMC mulai pada kehilangan berat sekitar 40% pada white rot, sedangkan brown rot mengalami penurunan EMC yang sangat tajam pada tahap awal pelapukan. Hal ini disebabkan serangan terutama pada selulosa amorf. Selulosa amorf menahan level penyerapan air lebih tinggi daripada daerah kristalin selulosa, dan pengeluaran daerah amorf secara cepat menurunkan kapasitas memegang air pada kayu secara keseluruhan. Tidak adanya perubahan EMC pada tahap awal serangan white rot kemungkinan disebabkan pengeluaran secara seragam semua komponen kayu, sedangkan peningkatan EMC pada tahap akhir pelapukan dapat menggambarkan bahwa jamur menyerang secara selektif daerah kristalin selulosa. 5) Nilai kalor (calor value) Karena agen mikrobial mengkolonisasi dan memanfaatkan substrat kayu, jamur

mengeluarkan dan merubah bahan kayu menjadi biomassa mikrobial, CO 2 ,H 2 O, dan produk limbah metabolit. Meskipun biomassa mikrobial akan memberikan konstribusi sedkit terhadap nilai kalor, kandungan net energy dari kayu lapuk mengalami penurunan. Nilai kalor ini diperlukan untuk menghasilkan sejumlah panas. 6) Permeabilitas (permeability) Meskipun beberapa jamur penghuni kayu berpenetrasi secara langsung ke dalam dinding sel untuk bergerak dari satu sel ke sel lainnya, kebanyakan jamur pelapuk pada awalnya bergerak berpenetrasi melalui noktah. Karena noktah memainkan peranan dalam pengaliran cairan pada serat dan tracheid, pengeluaran membran noktah membuat kayu lebih mudah menerima pergerakan cairan. Sebagai akibat perubahan tersebut, kayu lapuk mengabsorpsi dan mendesorpsi cairan lebih cepat daripada kayu segar. 7) Sifat kelistrikan (electrical properties

Kayu memiliki konduktivitas listrik yang lebih rendah daripada bahan konstruksi lain seperti baja, dan karena alasan inilah kayu umumnya digunakan untuk mendukung sistem distribusi listrik. Pada kayu yang telah terdegradasi, konduktivitas listriknya meningkat (Richard, 1954). Tahanan listrik kayu segar lebih tinggi, sedangkan kayu yang telah lapuk atau terdekolorasi tahanan listriknya 50-75% lebih rendah daripada kayu segar, yang diukur dengan Shigometer. 8) Sifat akustik (acustic properties) Kayu memiliki sifat penghantar gelombang suara dan menghasilkan karakteristik emisi suara bila kayu ditekan secara mekanik. Kemampuannya akan berubah bila kayu dikolonisasi oleh agen mikrobial (Pellerin et.al., 1986; Noguchi et.al., 1986). Perubahan sifat akustik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tahapan pelapukan. Karena gelombang suara bergerak melalui kayu, suara akan melewati lubang akibat pelapukan. Karakteristik lain dari kayu seperti lingkaran tahun, mata kayu, retak dan lain-lain dapat mengubah pola gelombang suara.

c. Teknik Pengendalian

Pada dasarnya, pengendalian jamur menyerang kayu sangat terkait dengan ekologi jamur atau faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur. Menurut Zabel and Morrell (1991), pengendalian jamur, terutama jamur pelapuk kayu dapat dilakukan sebagai berikut:

(1) Infusi dengan bahan beracun atau modifikasi kimia (2) Menjaga kayu tetap kering, yaitu di bawah kadar air titik jenuh serat (3) Merendam atau menyemprot kayu dalam air (4) Memusatkan penyimpanan kayu bulat pada musim dingin; pemanasan sampai steril (5) Perlakuan pemberian larutan alkali untuk pengendalian stain (6) Pengawetan kayu; pemanasan kayu untuk menghancurkan vitamin. (7) Menggunakan kayu awet.

C. SERANGGA PERUSAK KAYU (WOOD DESTROYING INSECTS)

Serangga (kelas: Insecta) termasuk dalam filum hewan terbesar yaitu Anthropoda. Anthropoda dicirikan oleh exoskeleton yang keras yang bersegmen. Serangga memiliki

3 bagian tubuh, yaitu kepala, thorax dan abdomen di mana terdapat sepasang sayap seperti Gambar 7.

Gambar 7. Gambaran umum kumbang Anobium: Kepala dengan antena (a), prothorax (b), thorax, kaki, dan abdomen

Kepala serangga bergabung dengan thorax, tempat sepasang antena, mulut yang terdiri atas sepasang mandibel, dua pasang maxillae, labrum dan labium dan sepasang mata majemuk. Mandibel larva serangga pengerek kayu terspesialisasi untuk menggerek ke dalam kayu. Thorax terbagi atas tiga segmen (pro-, meso-, dan metahorax) masing- masing memiliki sepasang kaki. Setiap kaki terdiri atas 6 segmen dasar. Pada kebanyakan serangga dua pasang sayap juga muncul dari thorax. Pada beberapa serangga sayap tidak berkembang, hanya ada dalam waktu pendek dari siklus hidup atau tersisa sebagian. Abdomen terdiri atas segmen-segmen, umumnya tanpa alat tambahan kecuali struktur sensor dan genital (reproduksi) pada segmen terakhir.

Siklus Hidup Serangga

Serangga melewati tahapan perkembangan dari telur sampai dewasa secara seksual, kawin dan menghasilkan generasi dalam siklus hidupnya. Perubahan ini disebut metamorfosis. Penampakan dan prilaku setiap tahapan berbeda-beda. Panjang siklus hidup dihitung mulai dari waktu fertilisasi sampai kematian serangga. Pada kebanyakan serangga perusak kayu siklus hidup dapat berlangsung beberapa tahun.

Pada umumnya, ada dua jenis siklus perkembangan serangga yaitu metamorfosis tidak sempurna dan metamorfosis sempurna (Gambar 8). Pada metamorfosis tidak sempurna serangga melewati tiga tahap perkembangan –telur, nimfa, dan dewasa–dan terjadi pada kelompok kecil serangga penghuni kayu seperti rayap (ordo: Isoptera). Pada awalnya, nimfa tidak menyerupai serangga dewasa tetapi karena nimfa tumbuh akhirnya menyerupai serangga dewasa termasuk bentuk mulut. Metamorfosis tidak sempurna diistilahkan “hemimetabolous”, dengan perkembangan bentuk sayap di luar tubuh serangga. Pada metamofosis sempurna serangga melewati 4 tahap –telur, larva, pupa dan dewasa– dan terjadi pada banyak kelompok serangga penghuni kayu seperti Coleoptera, Hymenoptera dan Lepidoptera. Tahap larva memakan kayu dan mengalami ganti kulit yang memungkinkan ukuran tubuh bertambah selama pertumbuhan. Ada perubahan yang nyata dalam penampakan dari setiap tahapan dan tipe ini dikenal “Holometabolous”, dengan perkembangan bentuk sayap di dalam tahap larva. Pada kebanyakan serangga perusak kayu, kerusakan terjadi pada tahap larva, meskipun pada beberapa ada juga yang merusak kayu pada tahap larva dan dewasa.

Gambar 8. Siklus hidup serangga: (a) metamorfosis tidak sempurna, (b) metamorfosis sempurna

Nutrisi

Serangga perusak kayu memiliki bagian mulut yang dapat beradaptasi untuk merobek dan mengunyah bahan padat menjadi partikel ukuran tertentu, yang bervariasi dari hanya melintang dinding sel pada Hylotrupes sampai bubuk halus pada Lyctus.

Ukuran lubang yang dihasilkan oleh larva serangga penggerek kayu tergantung pada ukuran larva, meskipun jumlah bahan yang dikeluarkan dalam sekali gigitan beberapa kali lebih besar daripada luasan yang diakibatkan oleh hifa jamur tunggal dan minimal akan menjangkau beberapa dinding sel pada arah melintang. Proses pemutusan dan absorpsi makanan terjadi dalam sistem usus serangga (Gambar 9), yang dimulai pada saat fragmen kayu dicerna ke dalam mulut. Untuk berkembang, serangga perusak kayu (wood-destroying insect) memerlukan berbagai sumber nutrien, air, nitrogen organik, dan karbon organik, yaitu air bebas dan air terikat dalam kayu, bahan makanan serta bahan struktural kayu. Meskipun mineral dan vitamin juga dibutuhkan umumnya serangga tidak menganggapnya sebagai faktor pembatas perkembangan serangga dalam kayu.

Gambar 9. Sistem usus larva Lyctus : O = oesophagus, P = proventuculus, Mga = anterior midgut, Mpg = posterior mid-gut, Hg = hidgut, R = rectum

Pada umumnya, usus serangga terbagi atas tiga bagian, yaitu usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus belakang (hindgut). Semua segmen usus memperlihatkan gerakan mengaduk dan peristaltik, yang mencampur dan menggerakkan partikel kayu yang melalui usus.

Tembolok pada dasarnya berfungsi sebagai penyimpan, meskipun pengurangan ukuran partikel untuk meningkatkan luasan partikel makanan dilakukan enzim pencernaan dapat terjadi pada beberapa serangga perusak kayu dengan memanfaatkan kapasitas pencernaan yang tinggi (contoh: Anobium punctatum). Adaptasi foregut menjadi empedal penggiling (proventriculus) bertujuan untuk proses reduksi partikel. Sedikit atau tidak ada pemutusan dan adsorpsi terjadi pada daerah usus depan meskipun beberapa pencernaan dapat terjadi pada tembolok akibat pemuntahan kembali cairan Tembolok pada dasarnya berfungsi sebagai penyimpan, meskipun pengurangan ukuran partikel untuk meningkatkan luasan partikel makanan dilakukan enzim pencernaan dapat terjadi pada beberapa serangga perusak kayu dengan memanfaatkan kapasitas pencernaan yang tinggi (contoh: Anobium punctatum). Adaptasi foregut menjadi empedal penggiling (proventriculus) bertujuan untuk proses reduksi partikel. Sedikit atau tidak ada pemutusan dan adsorpsi terjadi pada daerah usus depan meskipun beberapa pencernaan dapat terjadi pada tembolok akibat pemuntahan kembali cairan

Kebanyakan proses pencernaan karbohidrat, protein dan lipid terjadi di midgut, meskipun sebagian pencernaan selulosa yang disebabkan enzim selulase mikroba juga terjadi di hindgut pada beberapa kelompok serangga, khususnya rayap tingkat rendah. Enzim selulase serangga umumnya ditemukan di midgut. Absorpsi air, monomer hasil degradasi polimer (monosakarida, asam amino) dan trigliserida terjadi di midgut, meskipun beberapa absorpsi juga terjadi di hindgut.

Pada umumnya, kadar air kayu yang mendukung perkembangan kebanyakan serangga perusak kayu bisa lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk perkembangan jamur, kecuali serangga penyerang kayu basah. Serangan dapat terjadi sebelum dilakukan pengeringan udara (seasoning) pada kayu segar (contoh: kumbang ambrosia hanya menyerang kayu dengan kadar air >30%), atau jamur pelapuk kayu basah (contoh: Naccerdes malanura). Pada kelembaban terendah, rayap kayu kering (contoh: Kalotermes) dapat memanfaatkan kayu dengan kadar air 5-6% (Wilkinson, 1979). Di sejumlah daerah temperate, Anobium punctatum bertahan hidup pada kayu struktural berkadar air 12% (Cymorek, 1968) meskipun perkembangan optimal larva terjadi pada titik jenuh serat (Hickin, 1975). Anobium dapat bertahan hidup pada kondisi basah tetapi tidak dapat hidup pada kayu yang secara permanen penuh air, karena kadar air yang tinggi akan menghambat aktivitas beberapa serangga.

Kandungan nitrogen kayu tertinggi terdapat pada bagan terluar kayu gubal (contoh: kayu gubal terluar Pinus sylvestris 0,098%, empulur 0,040%) tetapi penyebaran ulang bahan bernitrogen ke bagian sisi luar dapat terjadi selama pengeringan. King et.al. (1973) mencatat bahwa setelah pengeringan, permukaan balok Pinus sylvestris memperlihatkan level nitrogen 0,22%, sedangkan pusat balok 0,041%. Kadar nitrogen umumnya rendah dalam kayu dan level 0,03% merupakan batas terendah untuk mendukung hidup Hylotrupes bajulus (Becker, 1963). Kadar nitrogen yang ada dalam kayu sebenarnya cukup bagi sejumlah serangga penggerek kayu, namun penambahan pepton pada kayu ternyata dapat meningkatkan laju perkembangan Hylotrupes (Becker, 1943). Larva Anobium punctatum dapat terjaga dalam kayu dengan kadar nitrogen sangat rendah dan bahkan dilaporkan memiliki kemampuan mengikat nitrogen (Anon.,

1968; Baker et.al., 1970). Pengayaan nutrisi melalui pemutusan karbohidrat kayu secara parsial oleh mikrobial dapat merubah ratio C/N, yang membantu perkembangan serangga; tetapi adanya aktivitas bakteri pengikat nitrogen membantu memperkaya nutrien bagi sejumlah rayap.

Jaringan kayu dapat diputuskan atau dirombak menjadi monomer karbohidrat dan lignin. Serangga memperlihatkan kisaran kemampuan yang luas dalam memutuskan kayu mulai yang hanya memanfaatkan pati dalam kayu seperti Lyctus (Parkin, 1963) sampai yang dapat mencerna selulosa, hemiselulosa dan juga lignin seperti Anobium punctatum (Baker, 1969), meskipun pemutusan lignin tidak seintensif seperti terjadi pada beberapa jenis rayap (Butler dan Buckerfield, 1979). Serangga lain yang mendegradasi kandungan sel dan hemiselulosa seperti Scolytidae, sedangkan Anobiidae dan kebanyakan Cerambycidae dapat memanfaatkan karbohidrat dinding sel termasuk selulosa (Parkin, 1936; 1940). Preferensi beberapa serangga terhadap jenis kayu sangat terkait dengan nutrisi atau sumber makanannya. Genus seperti Lyctus berkembang cepat tetapi hanya dapat menyerang kayu yang kaya pati, sedangkan Anobium berkembang lambat tetapi dapat mencerna berbagai jenis kayu.

Sejumlah serangga memproduksi enzim selulase sendiri seperti Hylotrupes bajulus (Falck, 1930). Namun, kebanyakan dibantu berbagai mikroorganisme dalam sistem pencernaannya, baik dalam hindgut, enzim yang dihasilkan mikrobial yang mencerna makanan, maupun pada makanan sebelum diserang (rayap tingkat tinggi mencerna makanan yang sebelumnya telah diserang jamur Termitomycetes) atau yang diberi perlakuan pendahuluan oleh mikroorganisme sebelum dicerna. Tempat dan sumber degradasi lignin dalam serangga belum banyak diketahui atau ditemukan meskipun Butler dan Buckerfield (1979) yang bekerja dengan rayap tingkat tinggi Nasutitermes exitiosus berspekulasi bahwa polimer lignin diputuskan di usus dan selanjutnya dimetabolisme anaeorob oleh jaringan rayap.

Hubungan Antara Pencernaan Serangga dan Mikroorganisme

Pencernaan dan pencampuran kayu dan nutrisi oleh serangga sering dibantu oleh mikroorganisme dalam berbagai cara, yang mencakup: (a) Akuisisi enzim yang dihasilkan mikroba pada substrat yang dicerna, (b) Pencernaan pendahuluan substrat oleh mikroorganisme sebelum dicerna, (c) Pengayaan bahan nutrisi dalam bentuk sel mikrobial dan metabolit, (d) Pengeluaran atau detoksifikasi zat ekstraktif kayu, (e) Mikroba yang hidup di usus menghasilkan dan melepaskan enzim, dan (f) Mikroorganisme yang bekerja sebagai pengurai yang melepaskan sumber karbon utama untuk asimilasi serangga.

Pada beberapa tahun terakhir subjek tentang interaksi serangga-mikrobial telah diulas oleh Crowson (1981), Martin (1984), Swift dan Boddy (1984) dan Wilding et.al. (1989). Hal yang menarik bahwa serangga dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada kayu segar yang diserangnya (Crowson, 1981). Beberapa kumbang ambrosia (contoh: Xyloterus, Platipodidae; Xyleborus, Scolytidae) mendiami kayu yang baru dikuliti dan bertahan hidup dengan menumbuhkan dan memakan stain fungi (contoh: Ambrosiella spp.) dan jamur ragi di dan sekitar lubang gerek.

Woodwasp (Siricidae dan Xiphydriidae) menyerang spora basidiomycetes dalam kayu selama peletakan telur (Franke-Grossmann, 1939). Larva woodwasp Sirex cyaneus akan bertahan hidup pada kayu sehat tetapi akan hidup normal pada kultur murni simbion Amylostereum chailettii (Cartwright, 1929; Stillwell, 1966). Martin (1984) menekankan bahwa makanan woodwasp terdiri atas jamur dan kayu, dan enzim jamur membantu mereduksi kandungan selulosa kayu yang dicerna. Jamur basidiomycetes lain yang berasosiasi dengan woodwasp adalah Stereum sanguinolentum, Amylostereum areolatum dan Daedalea unicolor (Franke-Grossmann, 1967; Madden dan Coutts, 1979).

Rayap tingkat tinggi (Termitidae, sub-family Macrotermitinae) Macrotermes natalensis adalah contoh lain serangga yang menumbuhkan jamur (Martin, 1984). Pada sarangnya, rayap menumbuhkan sisiran jamur dari fragmen kecil tumbuhan atau jaringan kayu yang dicerna rayap. Berbagai jamur termasuk basiodiomycetes Termitomycetes dan beberapa jamur xylariaceous ditumbuhkan dan berkembang pada Rayap tingkat tinggi (Termitidae, sub-family Macrotermitinae) Macrotermes natalensis adalah contoh lain serangga yang menumbuhkan jamur (Martin, 1984). Pada sarangnya, rayap menumbuhkan sisiran jamur dari fragmen kecil tumbuhan atau jaringan kayu yang dicerna rayap. Berbagai jamur termasuk basiodiomycetes Termitomycetes dan beberapa jamur xylariaceous ditumbuhkan dan berkembang pada

Pada Sirex dan Macrotermes, pra-pencernaan oleh jamur menghasilkan peningkatan nilai nutrisi bahan maupun akuisisi enzim mikrobial. Death watch beetle Xestobium rufovillosum (Anobiidae), hanya menyerang kayu keras yang dipra-kondisi melalui pelapukan (Fisher, 1940, 1941; Bletchly, 1966). Death watch beetle menyerang kayu willow (Salix sp.) yang dilapukkan oleh berbagai jamur Basidiomycetes (termasuk Trametes (Coriolus) versicolor, Coniophora putena) dan ascomycetes Xylaria hypoxylon. Pada kayu aok jamur pelapuk kayu berasosiasi dengan Laetiporus sulphureus, Fistulina hepatica dan Donkioporia expansa (Phellinus cryptarum). Pada tingkat pelapukan yang lebih besar, waktu untuk menyelesaikan siklus hidup death watch beetle dan jumlah kerusakan yang disebabkan oleh larva diperkirakan lebih pendek (Fisher, 1941). Pada kayu lapuk dengan pengurangan bobot sekitar 40%, siklus hidup berkurang secara drastis.

Pada larva famili Coleoptera penghuni kayu seperti Bostrychidae (termasuk Lyctidae), Anobiidae dan beberapa Cerambycidae, organ khusus yang disebut “Mycetoma” dihubungkan ke usus. Pada Anobium dan genus Anobiidae lain serta pada Cerambycida struktur ini mengandung simbion seperti ragi, sedangkan pada Bostrycidae menampakkan simbion bakteri (Crowson, 1981). Pada sejumlah kasus, kumbang yang menghasilkan mycetoma telah memperlihatkan perkembangan normal tanpa adanya simbion meskipun biasanya membutuhkan tambahan nutrien, terutama vitamin B dan steroid. Peranan simbion adalah untuk menghasilkan nutrisi penting tertentu.

Meskipun rayap tingkat tinggi (Macrotermes, Termitidae) mempunyai simbion jamur, rayap kayu kering (Kalotermitidae), rayap kayu basah, dan semua rayap lainnya Meskipun rayap tingkat tinggi (Macrotermes, Termitidae) mempunyai simbion jamur, rayap kayu kering (Kalotermitidae), rayap kayu basah, dan semua rayap lainnya

9 pada usus rayap Reticulitermes flavipes diperkirakan berkisar 10 10 – 10 per ml bakteri dan 10 7 per ml protozoa. Bakteri yang diisolasi meliputi Streptococcus, Bacteriodes,

berbagai Enterobacteriaceae, Staphylococcus dan Bacillus. Protozoa pada usus rayap bertanggung jawab memutuskan selulosa kayu dan

bakteri memberikan faktor pertumbuhan yang dibutuhkan untuk aktivitas protozoa. Partikel kayu yang melewati hidgut diendositosis oleh protozoa dan dimetabolisme

secara anaerob menjadi CO 2 ,H 2 dan asetat yang dilepaskan oleh protozoa. Asetat digunakan sebagai sumber energi yang dapat dioksidasi oleh rayap. Protozoa usus rayap berperan dalam pembiakan bakteri hidgut dan sejumlah total karbon yang diubah

diassimilasi oleh bakteri dan diubah menjadi gas CH 4 (metana) dalam persentase kecil. Breznak (1984) menduga bahwa bakteri dapat menyediakan sumber nutrisi tambahan untuk protozoa dan membantu dalam menjaga kondisi anaerob yang dibutuhkan oleh protozoa.

1. Rayap (Termites)

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera dan terutama terdapat di daerah-daerah tropis. Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira-kira 2.000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia (Harris, 1971), sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng, 1971). Di Indonesia rayap tergolong ke dalam serangga utama perusak kayu. Kerugian akibat serangan rayap tidak kecil, karena mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan mengakibatkan kerugian yang besar pula. Kerusakan bukan hanya terjadi pada kayu, tetapi juga kertas, karton, pakaian, jaringan- jaringan tanaman dan berbagai jenis bahan berselulosa lainnya termasuk dokumen- dokumen dan hasil-hasil kesenian yang sangat berharga (Spear, 1968).

a. Ruang lingkup rayap

Semua jenis rayap hidup di darat, sebagian besar merupakan bagian penting di dalam golongan fauna tanah. Secara morfologis rayap memiliki tiga bentuk yang sangat berlainan. Ketiga bentuk tersebut mencerminkan kasta rayap dan setiap kasta memiliki fungsi dan tugas yang berbeda.

Semut dan Rayap

Di beberapa negara rayap disebut pula sebagai semut putih atau “white ant” karena bentuk tubuhnya yang mirip semut. Di kalangan ahli entomologi rayap dan semut mudah dibedakan. Rayap memiliki antena yang lurus dan berbentuk menyerupai manik- manik, sedangkan semut memiliki bentuk antena yang menyiku. Thorax dan abdomen rayap bergabung dalam ukuran yang sama, sedangkan thorax dan abdomen semut bergabung dengan pinggang yang meramping. Sayap-sayap rayap memiliki bentuk, ukuran dan pola yang serupa disertai pertulangan sayap yang banyak dan berukuran kecil, sedangkan sayap semut memiliki bentuk, ukuran dan pola yang berlainan dengan pertulangan yang sedikit.

Sifat-Sifat Rayap

Dalam hidupnya rayap mempunayi beberapa sifat penting, yaitu: 1. Thropalaxis; sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran makanan. 2. Cryptobiotic; sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap bersayap (calon kasta reproduktif) dimana selama periode yang pendek didalam hidupnya memerlukan cahaya (terang). 3. Canibalism; sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalamkeadaan kekurangan makanan. 4. Necrophagy; sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya yang masih segar.

Siklus Hidup dan Kasta Rayap

Dalam siklus hidupnya rayap mengalami metamorfosis tidak sempurna. Awal hidupnya dimulai dari telur, yang menetas menjadi nimfa. Sejak menetas nimfa muda memiliki bentuk yang serupa dengan rayap dewasa. Nimfa muda kemudian berkembang menjadi pekerja, prajurit atau nimfa. Nimfa adalah calon raja dan ratu. Pembentukan kasta pekerja, prajurit, raja dan ratu dari nimfa mudah dikendalikan secara alami oleh bahan kimia yang disebut “feromon”. Nimfa muda menjadi raja atau ratu melalui bentuk nimfa yang memiliki tonjolan sayap, warna tubuh berubah menjadi hitam kelam, kemudian sayap berkembang lebih sempurna. Kasta rayap bersayap ini disebut laron atau “alate”. Laron akan keluar dari sarang atau koloni ada awal musim hujan atau akhir musim kemarau. Kesinambungan keturunan rayap tergantung kepada laron ini. Bila laron selamat dari serbuan musuh pada waktu keluar dari sarang, seekor laron betina akan mengeluarkan bau panggilan sehingga menarik rayap jantan. Sepasang laron kemudian akan melepaskan sayapnya dan pergi mencari tempat untuk membuat sarang baru dan berbulan madu. Pada saat akhir bulan madu, perut laron betina akan mengembung sehingga berukuran jauh lebih besar daripada kepalanya, yang bertugas menjadi ratu dan sebagai petelur. Laron jantan yang berukuran lebih kecil dari ratu berfungsi sebagai raja. Siklus hidup koloni rayap dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Siklus hidup rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005)

Rayap adalah serangga yang ukuran badannya kecil-sedang, hidup dalam kelompok-kelompok sosial dengan sistem kasta yang berkembang sempurna (Borror and de Long, 1954). Dalam koloni ada serangga bersayap dan serangga tidak bersayap, ada juga yang hanya mempunyai tonjolan sayap saja. Sayapnya dua pasang yang menempel pada bagian thorax dan berbentuk seperti selaput, dengan pertulangan sederhana dan reticulate. Bentuk dan ukuran sayap depan sama dengan sayap belakang, dan karena itulah ordonya dinamai Isoptera (iso = sama; ptera = sayap).

Dalam setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing, yaitu kasta pekerja, prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer). Bentuk (morfologis) dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya.

(a) Kasta pekerja (worker) Kasta ini mempunyai anggota terbesar dalam koloni, berbetuk seperti nimfa dan

berwarna pucat dengan kepala hipognat (sumbu kepala sejajar sumbu badan) dengan mata facet. Mandibelnya relatif kecil dibandingkan dengan kasta prajurit. Fungsi kasta ini adalah mencari makan, merawat telur, serta membuat dan memelihara sarang. Selain itu, juga mengatur aktivitas dari koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Sifat kanibalisme seperti ini umumnya terjadi pada setiap jenis rayap, dan sering erat hubungannya dengan salah satu sifat lainnya yang disebut trophalaxis yaitu saling tukar menukar cairan makanan melalui mulut, sekaligus memakan usus depan dan usus belakang yang dikeluarkan akibat ganti kulit (ecdysis). Famili Kalotermitidae tidak memiliki kastapekerja dan oleh karena itu tugas kasta pekerja dilakukan oleh nimfa dewasa (pseudoworkers).

(b) Kasta prajurit (soldier)

Kasta prajurit mudah dikenali karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota daripada kasta ini mempunyai mandible atau rostrum yangbesar dan kuat. Berdasarkan pada bentuk kasta prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok, yaitu: tipe mandibulate dan tipe nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajuritnya mempunyai mandibel yang kuat dan besar tanpa Kasta prajurit mudah dikenali karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota daripada kasta ini mempunyai mandible atau rostrum yangbesar dan kuat. Berdasarkan pada bentuk kasta prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok, yaitu: tipe mandibulate dan tipe nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajuritnya mempunyai mandibel yang kuat dan besar tanpa

(c) Kasta reproduktif (reproductive) Kasta reproduktif primer terdiri atas serangga-serangga dewasa yang bersayap dan

menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa kawin telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang banyak. Saat seperti ini merupakan masa perkawinan di mana sepasang imago (jantan dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayapnya serta mencari tempat yang sesuai di dalam tanah atau kayu. Semasa hidupnya kasta reproduktif (ratu) bertugas menghasilkan telur, sedangkan makanannya dilayani oleh para pkerja. Seekor ratu dapat hidup selama 6–20 tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Apabila reproduktif mati atau koloni membutuhkan penambahan reproduktif baru untuk perluasan koloninya maka dibentuk reproduktif sekunder (neotenic). Neoten juga akan terbentuk jika sebagian koloninya terpisah (terisolasi) dari sarang utama, sehingga suatu koloni baru akan terbentuk. Kasta ini dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang besar sesuai dengan perkembangan koloni.

Pembentukan koloni rayap terdiri dari tiga cara (Hasan, 1984), yaitu: 1. Pembentukan koloni oleh kasta reproduktif primer (laron), yaitu pembentukan koloni dari perkawinan sepasang kasta reproduktif primer. 2. Pembentukan koloni dengan cara isolasi, yaitu pembentukan koloni karena terdapatnya sebagian rayap yang terisolasi dari koloni induk karena lorong-lorong atau sel-sel sarang yang tersumbat. Rayap yang terisolasi ini kemudian membentuk koloni baru dengan menjadikan kasta reproduktif suplementer sebagai raja dan ratu. 3. Pembentukan koloni dengan cara migrasi, yaitu pembentukan koloni dengan cara memisahkan diri dari koloni induk (lama).

Klasifikasi Rayap

Berdasarkan habitatnya, rayap dapat dibagi ke dalam beberapa golongan, yaitu: rayap kayu basah, rayap kayu kering, rayap pohon, dan rayap tanah. Dalam bidang Berdasarkan habitatnya, rayap dapat dibagi ke dalam beberapa golongan, yaitu: rayap kayu basah, rayap kayu kering, rayap pohon, dan rayap tanah. Dalam bidang

a) Rayap Basah (dampwood termite) Golongan rayap ini biasanya menyerang kayu-kayu busuk atau pohon-pohon mati. Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh: Glyprotermes spp.

b) Rayap kayu kering (drywood termite) Golongan rayap ini biasa menyerang kayu-kayu kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air 10-12% atau lebih rendah. Contoh: Cryptotermes spp.

c) Rayap pohon (tree termite) Golongan rayap ini menyerang pohon-pohon hidup. Rayap ini bersarang di dalam pohon dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh: Neotermes spp.

d) Rayap tanah (subterranean termite) Golongan rayap ini bersarang dalam tanah, tetapi dapat juga menyerang bahan- bahan di atas tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari tanah yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Untuk hidupnya rayap ini membutuhkan kelembaban yang tinggi, serta bersifat kriptobiotik. Golongan rayap ini meliputi anggota Fam. Rhinotermitidae dan sebagian dari Fam. Termitidae (Hunt and Garrat, 1967). Contoh: Coptotermes spp.

Ordo isoptera dibagi atas enam famili, yaitu: Mastotermitidae, Hodotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Rhinotermitidae dan Termitidae (Harris, 1971).

a) Rayap tingkat rendah (lower termites)

Memiliki protozoa dan bakteria di usus, yang membantu memutuskan bahan lignoselulosa yang dicerna

1. Mastotermitidae –rayap tanah, sarang di bawah tanah, spesies tunggal Mastotermes darwinensis ditemukan di Australia Utara.

2. Kalotermitidae –koloni kecil yang menyerang kayu kering, tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Contoh: Cryptotermes, Kalotermes, Marginitermes 3. Termopsidae –rayap kayu basah, tiga subfamili (Podotermitinae, Stolotermitinae, Termopsinae termasuk Zootermopsis) 4. Hodotermitidae –rayap harvester memakan serasah, ditemukan di daerah kering seperti Afrika, Arabia, Australia dan India. 5. Rhinitermitidae –rayap tanah, famili yang besar dengan 6 subfamili, mengeluarkan cairan lengket dari daerah fontanel kepala. Contoh: Coptotermes, Reticulitermes, Schedorhinotermes

b) Rayap tingkat tinggi (higher termites) Memiliki bakteria dan enzim usus dan tidak ada protozoa yang terlibat dalam pencernaan makanan

1. Termitidae –rayap tanah, famili rayap terbesar termasuk mound builder dan nest builder pada pohon dan tiang. Contoh: Macrotermes, Microtermes, Nasutitermes

Di antara enam famili di atas, ternyata yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah famili Rhinotermitidae, Kalotermitidae dan Termitidae. Jenis-jenis rayap yang banyak merusak kayu di daerah tropis seperti di Indonesia (Roonwal dan Maiti dalam Nandika, 1975) adalah sebagai berikut:

a) Famili Kalotermitidae 1. Subfamili: Kalotermitidae a. Genus

: Neotermes

Species

: Neotermes dalbergia Kalshoven

b. Genus

: Cryptotermes

Species

: Cryptotermes cynocephalus Light

Cryptotermes domesticus Haviland Cryptotermes dudleyi Banks

b) Famili Rhinotermitidae 1. Subfamili: Coptotermitidae a. Genus

: Coptotermes

Species : Coptotermes curvignatus Holmgren Coptotermes kalshoveni Kemner Coptotermes traviana Haviland

2. Subfamili: Rhinotermitidae a. Genus

: Prorhinotermes Species

: Prorhinotermes ravani b. Genus

: Schedorhinotermes Species

: Schedorhinotermes javanicus Kemner Schedorhinotermes tarakanensis Oshima Schedorhinotermes tranlucens Haviland

c) Famili Termitidae 1. Subfamili: Amitermitidae a. Genus

: Microcerotermes Species

: Microcerotermes dammermani 2. Subfamili: Termitidae

a. Genus : Capritotermes Species

: Capritotermes butenzorg Holmgren Capritotermes mohri Kemner Capritotermes santchini Silvestri

3. Subfamili: Macrotermitidae a. Genus

: Macrotermes Species

: Macrotermes carbonarius Hagen Macrotermes gilvus Hagen Macrotermes malacensis Haviland

b. Genus : Odontotermes Species

: Odontotermes grandiceps Holmgren Odontotermes javanicus Holmgren Odontotermes makassarensis Kemner

c. Genus : Microtermes Species

: Microtermes insperatus Kemner 4. Subfamili: Nasutitermitidae : Microtermes insperatus Kemner 4. Subfamili: Nasutitermitidae

: Nasutitermes

Species

: Nasutitermes acutus Holmgren

Nasutitermes matangensis Haviland Nasutitermes matangensiformis Holmgren

b. Genus

: Bulbitermes

Species

: Bulbitermes durianensis Roonwal and Maiti

Bulbitermes lakshmani Roonwal and Maiti

c. Genus

: Lacessititermes

Species

: Lacessititermes batavus Kemner

d. Genus

: Hospitalitermes

Species

: Hospitalitermes diurunus Kemner

Hospitalitermes irianensis

b. Kondisi Serangan

Setiap jenis memiliki pola hidup, kondisi serangan dan tanda serangan yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh habitat hidupnya.

1) Rayap kayu kering Rayap ini memiliki pola hidup, yaitu:

1. Hidupnya tergantung pada kadar air kayu yang diserangnya (10-12% bahkan sangat kering <3%). 2. Tidak ada kontak dengan tanah atau sumber air lainnya. Umumnya ditemukan pada daerah pantai yang memiliki kelembaban rata-rata lebih tinggi daripada daerah pedalaman.

Serangan rayap ini dapat ditandai dengan adanya: 1. Gundukan pellet fecal, warna bervariasi dari abu-abu rerang sampai sangat coklat gelap bergantung jenis kayu yang dikonsumsi. Pellet ini keras, memanjang, panjang 1/25” (1 mm), ujung membulat berbentuk persegi 6 dan sisi tertekan cekung.

2. Sayap swarmer juga menunjukkan adanya serangan. 3. Bukti eksternal relatif kurang. Lubang-lubang biasnya tertutup dengan sekresi dan pellet yang tertutup sempurna. Pembuktian dengan alat tajam atau memukul 2. Sayap swarmer juga menunjukkan adanya serangan. 3. Bukti eksternal relatif kurang. Lubang-lubang biasnya tertutup dengan sekresi dan pellet yang tertutup sempurna. Pembuktian dengan alat tajam atau memukul

2) Rayap tanah Rayap ini memiliki pola hidup, yaitu:

1. Umum terdapat di daerah tropis, khususnya tropical rain forest sebagai pengurai, dan daerah kering 2. Koloni ditemukan pada kayu yang terkubur dalam tanah, tetapi kebanyakan species juga membangun sarang di pohon atau di atas tiang kayu. 3. Sarang dibangun di atas tanah yang dihubungkan ke sarang utama di dalam tanah dengan saluran pelindung (shelter tube) yang melindungi dari proses pengeringan

Serangan rayap ini dapat ditandai dengan adanya: 1. Tanda awal adalah pemunculan swarmer atau sayap yang tersebar dalam jumlah banyak.

2. Adanya shelter tube yang dibangun rayap di atas pondasi dinding, dalam celah antara sejumlah struktur, atau pada kayu yang terserang. 3. Kerusakan dalam kayu (internal damage) kadang dideteksi dengan alat tajam atau dipukul permukaan untuk mendeteksi perbedaan suara (bergema). Secara elektik, dapat dideteksi dengan alat Termite Acoustic Emmision.

3) Rayap kayu basah Rayap ini memiliki pola hidup, yaitu:

1. Koloni bertempat tinggal pada tanah basah dan kadang pada kayu yang telah lapuk, seperti menyerang kayu bangunan dan jembatan.

2. Beberapa koloni dapat melakukan aktivitas dalam kayu segar dan juga kayu yang relatif kering, selama rayap ini dapat melakukan kontak dengan kayu basah.

3. Umumnya tidak memiliki hubungan dengan tanah basah, tetapi memerlukan kayu dengan kadar air tinggi. Rumah di pantai lebih mudah diserang karena tanah lembab dan kelembaban tinggi.

Serangan rayap ini dapat ditandai dengan adanya: 1. Sayap swarmer tersebar, seperti pada jaring laba-laba, dan lain-lain. 2. Celah dan retakan dalam kayu yang terserang dapat ditutupi oleh fellet fecal dan

bahan fecal yang lembut, dan pada kayu kering dapat terakumulasi di bawah kayu yang terserang.

c. Tindakan Pengendalian

Seperti jenis serangga hama lain, rayap perusak kayu mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan tempat hidupnya. Di dalam ilmu pengendalian serangga hama, dikenal tiga mata rantai yang saling berhubungan dan saling berpengaruh. Ketiga mata rantai tersebut adalah serangga hama (pest insect), inang (host) dan lingkungan (environment). Kayu dianggap sebagai inang bagi rayap perusak, karena rayap hidup dan makan di dalam kayu. Lingkungan hidup rayap terdiri atas faktor fisik dan biologis. Faktor fisik antara lain suhu dan kelembaban, sedangkan faktor biologis terdiri atas organisme lain yang hidup di sekitarnya.

Keberhasilan usaha pengendalian rayap tergantung kepada kemampuan mengendalikan hubungan antara ketiga mata rantai tersebut. Menurut Kofoid (1946) cara-cara untuk mencegah serangan rayap adalah:

a. Menghindari kontak langsung antara kayu dengan tanah b. Kayu-kayu yang dipakai sebagai tiang rumah sebaiknya ditunjang dengan beton pada bagian dasar c. Menghindari retakan-retakan pada lantai tembok atau pondasi d. Menggunakan perisai logam di bawah pondasi e. Mengusahakan terciptanya kekeringan yang maksimum atau kelembaban yang tinggi dalam kayu pada setiap penggunaan f. Membuang sisa-sisa kayu, karena kayu dan tonggak yang tertinggal dalam tanah dapat menjadi sumber penularan g. Merusak sarang dan membunuh penghuninya h. Mengadakan kontrol secara kontinu terhadap bangunan atau rumah i. Menggunakan insektisida seperti DDT 8%, BHC 8%, Chlordane 1% dan Aldrin 0,5% dalam air atau minyak a. Menghindari kontak langsung antara kayu dengan tanah b. Kayu-kayu yang dipakai sebagai tiang rumah sebaiknya ditunjang dengan beton pada bagian dasar c. Menghindari retakan-retakan pada lantai tembok atau pondasi d. Menggunakan perisai logam di bawah pondasi e. Mengusahakan terciptanya kekeringan yang maksimum atau kelembaban yang tinggi dalam kayu pada setiap penggunaan f. Membuang sisa-sisa kayu, karena kayu dan tonggak yang tertinggal dalam tanah dapat menjadi sumber penularan g. Merusak sarang dan membunuh penghuninya h. Mengadakan kontrol secara kontinu terhadap bangunan atau rumah i. Menggunakan insektisida seperti DDT 8%, BHC 8%, Chlordane 1% dan Aldrin 0,5% dalam air atau minyak

2. Kumbang (Wood boring beetles)

Kumbang termasuk ordo Coleoptera, yang berasal dari bahasa Yunani “sheath wings” artinya selubung sayap karena sayap depannya menutupi sayap belakang. Sayap depan lebih tebal (ellytra) dan saat beristirahat biasanya sayap membentuk garis lurus pada pertengahan badan, sehingga memberikan penampakan khas pada kumbang. Ciri khas lainnya adalah bagian mulut berkembang menjadi tipe penguyah dan mengalami metamorfosis sempurna.

Kerusakan kayu oleh Coleoptera secara normal dilakukan oleh tahap larva meskipun ada beberapa ordo yang serangga dewasanya merusak. Beberapa serangga penggerek menghasilkan apa yang disebut “bubuk kayu”. Larva dari serangga ini menggali dalam kayu untuk mendapatkan makanan dan berlindung, dan meninggalkan bagian-bagian kayu yang tidak dicerna dalam bentuk bubuk-bubuk halus. Jika kayu yang diserang digerakkan atau digoyangkan, sisa yang berbentuk bubuk ini keluar dari lubang-lubang yang dibuat pada permukaan kayu oleh kumbang dewasa yang bersayap ketika muncul untuk meluaskan serangan. Larva-larva menggerogoti kayu dalam bentuk tak beraturan dan kerap kali berupa saluran-saluran yang besar dan jika serangannya hebat biasanya hanya meninggalkan sedikit kayu yang sehat sebagai lapisan luar yang tipis, yang mudah dihancurkan. Di antara kelompok serangga ini yang menyerang kayu dalam kondisi berbeda banyak, terdapat species-species yang menyerang kayu daun jarum maupun kayu daun lebar, kayu teras maupun kayu gubal, dan kayu bulat maupun papan yang basah maupun kayu yang kering. Dalam kebanyakan hal, kerusakan biasanya dapat dihindarkan dengan cara sanitasi yang baik dan dengan segera mengerjakan, mengeringkan dan meggunakan produk-produk tersebut.

Salah satu tanda aktivitas Coleoptera pada kayu adalah keberadaan lubang terbang (lubang keluar) pada permukaan kayu atau lubang gerek dalam kayu. Identifikasi serangga yang bertanggung jawab secara tepat seringkali penting karena dalam beberapa kasus kerusakan tidak terjadi bila dalam penggunaannya kayu dikering- udarakan (dry seasoning) atau dikeringkan kembali (redrying). Pada contoh lain kemungkinan serangan ulang dapat menjadi pilihan ukuran pengendalian alternatif, Salah satu tanda aktivitas Coleoptera pada kayu adalah keberadaan lubang terbang (lubang keluar) pada permukaan kayu atau lubang gerek dalam kayu. Identifikasi serangga yang bertanggung jawab secara tepat seringkali penting karena dalam beberapa kasus kerusakan tidak terjadi bila dalam penggunaannya kayu dikering- udarakan (dry seasoning) atau dikeringkan kembali (redrying). Pada contoh lain kemungkinan serangan ulang dapat menjadi pilihan ukuran pengendalian alternatif,

a. Ruang Lingkup dan Kondisi Serangan Kumbang Penggerek Kayu

Anggota dari ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.

1) Bubuk Kayu Kering Disebut bubuk kayu kering (powder post beetle) karena larva dari jenis ini

menggerek kayu dan ekremen-ekremen yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat pada jenis kayu yang kering. Lubang gereknya tidak jauh dari lubang serangga, serangan biasanya sejajar dengan arah serat, berisi tepung hasil gerekannya. Bubuk kayu kering ini umumnya terdapat pada material yang sudah tua. Beberapa famili yang terpenting dalam ordo ini (Kollman, 1968) adalah: Anobidae, Lyctidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae

Famili Anobiidae

Pada daerah temperate anobiidae merupakan salah satu dari famili yang terpenting dari coleoptera penghuni kayu. Ada 13 species yang tercacat sebagai hama kayu yang penting, termasuk berbagai species anobium (A.puncatatum –furniture beetle yang umum di UK, A.pertinax dan A.australiense), Xestrobium rufofillosum (death watch beetle) dan Ernobius mollis (kumbang penggerek kulit kayu daun jarum). Di USA Xyletinus peltatus merupakan anobiid yang umum ditemui. Jenis yang terkenal di Indonesia adalah Rasioderma serricone, yang merupakan hama tembakau yang sedang dikeringkan, herbarium material kopra, bungkil, dan lain-lain (Kalshoven, 1951). Famili ini dikenal sebagai “furniture beetles” dan “death watch beetles”. Daerah penyebaran famili ini dapat diketemukan hampir di seluruh dunia dan merupakan hama yang Pada daerah temperate anobiidae merupakan salah satu dari famili yang terpenting dari coleoptera penghuni kayu. Ada 13 species yang tercacat sebagai hama kayu yang penting, termasuk berbagai species anobium (A.puncatatum –furniture beetle yang umum di UK, A.pertinax dan A.australiense), Xestrobium rufofillosum (death watch beetle) dan Ernobius mollis (kumbang penggerek kulit kayu daun jarum). Di USA Xyletinus peltatus merupakan anobiid yang umum ditemui. Jenis yang terkenal di Indonesia adalah Rasioderma serricone, yang merupakan hama tembakau yang sedang dikeringkan, herbarium material kopra, bungkil, dan lain-lain (Kalshoven, 1951). Famili ini dikenal sebagai “furniture beetles” dan “death watch beetles”. Daerah penyebaran famili ini dapat diketemukan hampir di seluruh dunia dan merupakan hama yang

Larvanya kecil, panjang rata-rata 1/3 inci atau 8.5 mm, berbentuk huruf “c” (eruciform), berwarna keputih-putihan. Bagian punggungnya berduri kecil-kecil, bentuk kepala bulat, mulut terletak di bagian bawah, kaki pada thorax dan beruas lima.

Famili Lyctidae

Penyebaran famili ini sangat luas, hampir di seluruh tempat di dunia (kosmopolitan). Anggota famili ini berwarna merah kecoklat-coklatan, panjang badan rata-rata 2-7 mm tergantung dari speciesnya (Kollman, 1968). Kumbang ini bertelur di dalam kayu, yaitu memasukkan ovipositor ke dalam pori-pori kayu sedalam ± 1,5 cm. Beberapa dari famili lyctidae yang terkenal adalah: (a) Lyctus brunneus, yang menyerang kayu kelas awet rendah, meubel, papan rumah dan lain-lain; (b) Minthea rugicolis menyerang bambu dan rotan; dan (c) Xylothrips flavipea yang menyerang kayu laban di Australia.

Kumbang ini hanya merusak kayu gubal serta kayu-kayu yang keawetannya rendah. Siklus hidup lyctus (mulai telur sampai imago) rata-rata memakan waktu satu tahun. Imago betina bertelur sebanyak 60 butir dan dimasukkan ke dalam pori kayu sedalam 1/8 inci atau 3,2 mm. Telur ini akan menetas menjadi larva dan larva inilah yang sebenarnya merusak kayu, karena membuat saluran-saluran ke segala penjuru. Kayu yang diserang oleh lyctus tidak tampak dari luar, selain di beberapa tempat terdapat lubang-lubang kecil tempat imago keluar. Diameter lubang ini kira-kira 1,5 cm dan pada lubang ini terdapat eksremen-eksremen berbentuk tepung yang warnanya tergantung warna kayu yang diserangnya.

Di antara serangga bubuk kayu yang sangat penting dari segi pengaruh dan besarnya kerusakan adalah Lyctus brunneus. Serangga ini hanya menyerang kayu daun lebar dengan diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditunjukkan oleh kadar patinya, karena pati adalah zat makanan pokok bagi larva lyctus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada kayu gubal dari species-species yang peka, yang menunjukkan variasi yang besar dalam kehebatan Di antara serangga bubuk kayu yang sangat penting dari segi pengaruh dan besarnya kerusakan adalah Lyctus brunneus. Serangga ini hanya menyerang kayu daun lebar dengan diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditunjukkan oleh kadar patinya, karena pati adalah zat makanan pokok bagi larva lyctus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada kayu gubal dari species-species yang peka, yang menunjukkan variasi yang besar dalam kehebatan

Papan, meubel, kayu banguan, kayu perkakas dan kayu bantalan kereta, tong-tong kayu dan lain-lain produk yang dibuat dari kayu gubal dari species yang peka kerapkali rusak berat dan kayu-kayu yang disimpan untuk waktu yang lama mungkin begitu rusak sehingga praktis tidak dapat digunakan. Kerusakan dalam produk kayu daun lebar yang dikeringkan mungkin besarnya 10-50% dari nilai persediaan kayu seorang pengusaha atau penjual, sedang kerugian finansial di seluruh negara sudah pasti jutaan rupiah.

Famili Bostrychiidae

Famili ini sering juga disebut “anger” atau “shot hole borers”. Jenis ini mempunyai bentuk dan cara hidup yang hampir mirip lyctus, sehingga banyak ahli hama yang berpendapat bahwa lyctiidae adalah subfamili dari famili bostrichidae. Perbedaan dasar antara keduanya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Dasar Kumbang Dewasa Lyctidae dan Bostrichidae (Hickin, 1975) Lyctidae Bostrichidae Antena jarang berbentuk serrate; segmen Antena sering berbentuk serrate; segmen 2 kelompok (club)

3 kelompok

Kumbang berbentuk flat/datar

Kumbang berbentuk silidris

Kepala tidak dikerudungi prothorax

Kepala dikerudungi prothorax

Ellytra tidak berornamen

Ellytra berornamen duri

Serangannya pada kayu menyerupai serangan yang ditimbulkan oleh Lyctus pula, tetapi ukuran saluran lebih besar, diameter rata-rata 1/10–1/8 inci atau 2,5 -3,2 mm.

Bentuk larvanya kecil, panjangnya ¼- 4 / 4 inci (6,35-19,1 mm), berwarna putih dan berbentuk eruciform dan kepalanya berbentuk bulat.

Famili ini menyerang kayu yang mempunyai kelas awet rendah, dan memakan zat tepung yang terdapat dalam kayu. Jenis yang terkenal di Indonesia adalah Heterobostrychus aequalis yang panjangnya 6–11 mm dan saluran larvanya berdiameter

3 mm (Kalshoven, 1951; Kusmarini, 1971). Jenis ini merusak rotan, bambu, peti-peti timbunan tripleks, juga pada gaplek. Jenis yang terkenal lainnya adalah dinoderus yaitu D.minutus, D.brevis, D.ocellaris yang kesemuanya merupakan hama bambu dan rotan.

Famili Cerambycidae – Longhorned beetle

Famili ini sering disebut “longhorned beetles” atau “round headed beetles”, dan merupakan famili yang sangat besar (lebih kurang 13.000 species) terutama untuk serangga hutan (Kollman, 1968). Beberapa species ini menyerang pohon kayu yang hidup, juga pernah ditemukan menyerang kayu-kayu bangunan. Jenis kumbang ini dapat ditemukan di Rusia, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat dan Amerika Utara.

Larva dewasa panjangnya mencapai 35 mm. Larva ini melubangi kayu gubal dari beberapa jenis conifer sebelum menjadi pupa. Periode hidup seekor larva tegantung kepada kualitas dan kuantitas makanan, suhu, serta kadar air kayu yang ditempatinya. Walaupun larva dapat menghancurkan selulosa, tetapi terbatas pada selulosa kayu gubal saja. Albumen yang terdapat pada kayu-kayu yang sudah mati sangat dibutuhkan oleh Larva dewasa panjangnya mencapai 35 mm. Larva ini melubangi kayu gubal dari beberapa jenis conifer sebelum menjadi pupa. Periode hidup seekor larva tegantung kepada kualitas dan kuantitas makanan, suhu, serta kadar air kayu yang ditempatinya. Walaupun larva dapat menghancurkan selulosa, tetapi terbatas pada selulosa kayu gubal saja. Albumen yang terdapat pada kayu-kayu yang sudah mati sangat dibutuhkan oleh

Setelah periode pupa dilewati (lebih kurang 3 minggu) serangga akan bertambah besar dan setelah dewasa berwarna hitam. Kemudian kumbang ini akan keluar dari lubangnya dan membuat lubang baru mengulangi silus hidupnya. Jenis yang terpenting dari famili adalah Cholopherus anularis yang terdapat di Sumatera dan banyak menyerang kayu-kayu kering.

B. Bubuk Kayu Basah

Kumbang ini menyerang kayu yang memiliki kadar air tinggi, sehingga dikenal sebagai Bubuk Kayu Basah. Beberapa famili yang terpenting dalam ordo ini adalah: Platypodidae, Scolytidae, dan Curculionidae

Famili Platypodidae dan Scolytidae – Ambosia beetle

Kerusakan yang terjadi pada kayu yang baru dikuliti seringkali membingungkan dengan yang ditimbulkan oleh beberapa serangga penggerek kayu pada kayu yang sedang dikeringkan, yaitu jenis A. Punctatum dan Lyctus karena menghasilkan ukuran terowongan yang mirip. Sejumlah besar kumbang Platypodidae dan Scolytidae (umumnya dikenal sebagai “ambrosia beetles”, “pinhole atau shothole borers”) menyebabkan kerusakan yang berarti baik pada pohon berdiri atau log yang dikuliti, dan menyebabkan kerusakan pada kayu gergajian yang diperuntukkan untuk mebel dan vinir. Kumbang ini penting pada kayu daun lebar tropis, meskipun juga terdapat pada kayu daun jarum di daerah temperate.

Kumbang dewasa bersembunyi dalam kayu tetapi tidak aktif setelah kayu dikeringkan. Kumbang ini cenderung membuat terowongan yang tegak lurus serat tetapi membentuk lubang pendek, buntu, lateral dan kamar-kamar yang dierami larva, serta lubang percabangan membentuk sudut siku-siku dengan lubang utama. Ukuran diameter kerusakan oleh pinhole borers adalah >1,5 mm, sedangkan pada shothole borers dapat mencapai ≥ 3 mm. Pewarnaan lubang sering terlihat disebabkan oleh jamur sapstain. Jamur sapstain merupakan sumber makanan utama bagi larva dan juga membentuk asosiasi dengan serangga. Bila kelembaban tidak cukup untuk Kumbang dewasa bersembunyi dalam kayu tetapi tidak aktif setelah kayu dikeringkan. Kumbang ini cenderung membuat terowongan yang tegak lurus serat tetapi membentuk lubang pendek, buntu, lateral dan kamar-kamar yang dierami larva, serta lubang percabangan membentuk sudut siku-siku dengan lubang utama. Ukuran diameter kerusakan oleh pinhole borers adalah >1,5 mm, sedangkan pada shothole borers dapat mencapai ≥ 3 mm. Pewarnaan lubang sering terlihat disebabkan oleh jamur sapstain. Jamur sapstain merupakan sumber makanan utama bagi larva dan juga membentuk asosiasi dengan serangga. Bila kelembaban tidak cukup untuk

Meskipun penampakan kayu yang terserang kumbang ambrosia serupa dengan kerusakan oleh anobium dan lyctus, serangan serangga yang terakhir tidak dicirikan oleh terowongan yang berwarna, memiliki arah terowongan yang acak dan menghasilkan frass. Hal ini tidak terlihat pada serangan kumbang ambrosia.

Kayu gergajian yang terserang ambrosia seringkali masih dapat digunakan karena tidak menyebabkan masalah dalam pemakaian, terutama kekuatannya tidak banyak terpengaruh. Namun, kerusakan pada log vinir dapat menurunkan harga vinir karena adanya lubang-lubang yang kotor.

Famili Curculionidae – Wood boring weevil

Diperkiraan sekitar 200.000 species weevil yang tersebar diseluruh dunia dan hanya 35.00 species yang telah dideskripsikan (Hum, et.al., 1980). Maskipun merupakan famuli terbesar dari Coleoptera tetapi hanya sedikit yang dapat menimbulkan kerusakan pada kayu struktural. Weevil penghuni kayu yang ditemukan di Britania hanya menyerang kayu yang telah dilapukkan atau ditemukan pada daerah yang terkait erat dengan kayu lapuk. Weevil berbeda dengan tipe serangga penghuni kayu lain yang telah diuraikan sebelumnya karena serangga dewasa hidup dalam periode yang panjang, yaitu sekitar 16 minggu seperti Pentarthrum huttoni. Serangga dewasa aktif dapat ditemukan di- dan sekitar kayu yang terserang sepanjang tahun dan baik serangga dewasa maupun larva dapat meyebabkan kerusakan pada kayu.

Serangga dewasa dapat dikenali dengan adanya moncong atau “rostrum” yang terdapat pada bagian depan mata dan ujungnya kecil tapi bagian mulutnya kuat. Weevil ini dapat membingungkan dengan weevil pada beras dari genus Sitophylus yang memiliki ukuran dan warna yang mirip. Tetapi pada Sitophylus ellytra hanya sedikit lebih panjang daripada pronotum (atas thorax), sedangkan weevil penggerek kayu ellytranya hampir duakali lebih panjang.

Hum et.al. (1980) dan Hickin (1981) mendeskripsikan 3 species weevil yang umum menggerek kayu yaitu Euophryum confine, E.rufum dan Pentarthrum huttoni. Selain itu, ada species Caulotrupodes aeneopiceus yang tidak umum. Meskipun serangan weevil seringkali membingung-kan dengan serangan anobium, tetapi kayu yang terserang weevil dapat dilihat dari penampakan visual weevil, frass dan kayunya. Frass weevil memiliki tekstur lebih halus dan kurang bulat bila dibandingkan yang diproduksi anobium, meskipun tidak memiliki tekstur berbentuk tepung seperti frass lyctus. Pada kayu galleri lebih kecil dan lubang keluar hanya sedikit oval, mendekati bulat, dengan batas luar yang tidak jelas.

Baik kayu daun lebar maupun kayu daun jarum dapat diserang weevil bila kayu gergajian telah dilapuk jamur. Karena kayu yang terserang weevil adalah kayu yang lapuk, perawatan sumber kelembaban dan mengeluarkan kayu yang telah lapuk atau perlakuan dengan biosida yang sesuai diperlukan untuk mengendalikan serangan weevil.

b. Tindakan Pengendalian

Kumbang yang menyerang kayu terutama pada stadium larva, karena larva inilah yang merusak kayu. Pencegahan serangan bubuk ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1) Merendam kayu adalam air beberapa waktu agar zat pati (karbohidrat) yang terdapat dalam kayu larut dalam air sehingga kumbang tidak akan bertelur di sana. 2) Pengeringan kayu terutama kayu-kayu gergajian. 3) Pengawetan kayu dengan menggunakan berbagai insektisida seperti:

a) Gas hydrocyanida yang dimasukkan ke dalam kayu b) Larutan DDT 5% atau pentachlorofenol 5% dalam larutan minyak ringan. c) Penggunaan garam-garam Wolman dengan metode perendaman d) Pada kayu yang masih segar, perlu diberikan zat pengawet pada kedua ujungnya.

3. Hymenoptera

a. Ruang Lingkup

Ordo hymenoptera merupakan ordo terbesar ketiga dalam kelas insekta dengan jumlah species kira-kira 103.000. Ciri utama dari ordo ini adalah: a. Mempunyai dua pasang sayap yang berupa selaput tipis (membran) b. Bagian mulut berkembang menjadi tipe pengunyah dan penusuk c. Biasanya mempunyai ovipositor yang berkembang sempurna d. Bermetamorfosisi sempurna

Di antara 71 famili yang ada di USA, kebanyakan menguntungkan bagi manusia, hanya 3 famili saja yang penting dalam perusakan kayu, yaitu: Formicidae (semut; tipe kerusakan honey-combing), Xylocopodae (tawon kayu dan horntail; tipe kerusakan grub holes), dan Siricidae (tawon kayu; tipe kerusakan grub holes). Jenis yang terpenting dari ordo ini yaitu: Xylocopa spp., sedangkan famili siricidae merupakan hama bagi hutan. Famili ini sering disebut “horntail”. Salah satu dari jenis serangga yang terkenal adalah Sirex gigae dan Xeris spectrum (Kollman, 1968).

b. Kondisi Serangan

Ordo hymenoptera ini adalah serangga yang termasuk jenis lebah. Binatang ini sebenarnya tidak menggunakan kayu sebagai makanannya, tetapi hanya sebagai sarangnya. Ordo ini disebut juga dengan lebah penggerek kayu (carpenter bees).

Lebah ini biasanya menggerek kayu-kayu yang kering dimana diameter lubang gerek berkisar 0,5–1 inci (1,2–2,54 mm). Sedangkan dalam lubang gerek dapat mencapai 6 inci (15 cm) (Kollman, 1968). Telurnya diletakkan di dalam lubang gerek yang telah diisi dengan serbul-serbuk kayu bercampur dengan madu atau benang sari bunga. Selama menjadi larva dan pupa lebah ini akan tinggal di dalam kayu, satdium larvanya berumur 7-8 minggu dengan bentuk eruciform. Siklus hidup lebah penggerek ini memerlukan waktu satu tahun.

c. Tindakan Pencegahan

Pencegahan serangan lebah penggerek dapat dilakukan dengan cara: 1) Pengecatan kayu 2) Penggunaan insektisida melalui:

a) fumigasi insektisida dimasukkan ke dalam penggerek b) penyemprotan langsung dengan DDT.

D. BINATANG LAUT (MARINE BORERS)

Jenis-jenis binatang yang biasa menyebabkan kerusakan pada kayu di dalam lingkungan air laut pada umumnya disebut “marine borers” atau binatang laut. Binatang ini hidup tersebar hampir di seluruh bagian dunia, tetapi kerusakan yang besar terutama terjadi di daerah-daerah berair hangat.

Walaupun sejarah kerusakan kayu oleh jasad hidup ini telah dicatat lebih dari 2.000 tahun yang lalu, namun sampai saat ini pengetahuan tentang cara pengendaliannya masih sangat terbatas (Hochman, 1973). Kerugian akibat serangannya cukup besar. Sebagai contoh, di daerah perairan pantai Amerika setiap tahunnya menderita kerugian kira-kira US$ 500 juta akibat serangan jasad hidup ini terhadap konstruksi kayu di pantai. Di lain pihak, khususnya di daerah perairan pantai tropis terdapat banyak species binatang dengan kerugian yang belum dapat diantisipasi secara pasti besarnya.

Kayu memiliki sifat-sifat dan kerugian tertentu sebagai bahan konstruksi di pinggir laut, akan tetapi juga memiliki kelemahan karena terserang oleh marine borer. Kondisi ini menjadi suatu tantangan bagi ahli di bidang teknologi kayu, bagaimana cara pengawetan yang tepat yang harus dilakukan sehingga umur pakai kayu dapat diperpanjang.

Keberhasilan riset terhadap biologi marine borer merupakan kunci penentu di dalam upaya mencegah kerusakan yang ditimbulkannya. Marine borer menggerek kayu dengan dua aslasan yaitu sebagai bahan makanan dan tempat berlindung. Akan tetapi bukan berarti bahwa semua marine borer menggerek kayu demi kedua alasan tersebut. Ada beberapa jenis yang mampu memproduksi enzim selulase. Enzim ini dipergunakan untuk melunakkan kayu dan selanjutnya digunakan sebagai bahan makanan.

a. Ruang Lingkup dan Kondisi Serangan Binatang Laut

Marine borer yang tergolong ke dalam famili Terenidae (teredo, bankia, dan nausitora) dan Ordo Isopoda (Limnoria) menggerek kayu bukan untuk dimakan. Kebutuhan unsur nitrogen bagi beberapa jenis marine bore diperoleh dari plankton, dan diduga bahawa beberapa jenis jamur berperan dalam kehidupan marine borer (Becker, 1958).

Spesies marine borer yang menimbulkan kerusakan terhadap kayu struktural di perairan pantai, dapat dibedakan atas dua kategori yaitu: Mollusca dan Crustaceae. Famili terenidae memiliki 3 genera, sedangakan famili pholadidae ada 1 genera yang mempunyai arti penting dari segi ekonomi kerusakan kayu. Selanjutnya 2 kategori crustaceae masuk dalam ordo isopoda dan selebihnya merupakan anggota ordo Amphiphoda.

D.1. Mollusca

Ada dua kelompok mollusca bivalve (dua katup) penggerek kayu: terenid (fam. terenidae) atau cacing laut (Shipworm) dan pholad (fam. pholadidae) atau piddock. Terenidae merupakan kelompok yang besar dengan anggota yang tersebar luas di seluruh dunia pada berbagai kisaran iklim. Pholadidae lebih terbatas penyebarannya dan terutama ditemukan pada daerah temperate yang hangat dan daerah tropis, meskipun species Xylophaginae terdapat di air dingin yang dalam atau dekat permukaan pada daerah lintang tinggi. Beberapa pholad cukup toleran terhadap air payau dan terdapat di estuarina maupun air laut. Mollusca penggerek kayu yang umum disajikan padaTabel 4.

Tabel 4. Beberapa mollusca penggerek kayu di laut (Eaton, 1986) Terenid (shipworm)

Pholad (piddock) Bactronophorus Psiloteredo

Lignopholas Bankia Teredo Martesia Dicyanthifer Teredora

Xylophaga Lyrodus Teredothyra Nausitora

Spathoteredo Neoteredo Uperotus Nototeredo Spathoteredo Neoteredo Uperotus Nototeredo

Terenid memiliki badan seperti cacing yang lunak dengan 2 kerang atau katup pada bagian ujung depan (anterior) yang mampu menggerek kedalam kayu untuk membuat terowongan (tunnel). Binatang ini tinggal dalam tunnel yang sama sepanjang hidupnya dan biasanya endapan berkapur diletakkan sepanjang tunnel. Tunnel setiap swipworm berbeda dan biasanya menghindari memasuki tunnel tetangganya selama bertumbuh dan menyerang kayu. Pada air hangat species ini dapat bertumbuh dengan panjang 1-2 meter. Di dalam kayu bervolume tertentu binatang ini tidak muncul lagi dari dalam kayu tetapi melanjutkan menggerek sepanjang kayu lain sampai kayu rusak dan mulai menjadi fragmen. Bagian belakang (posterior) menjaga kontak dengan lingkungan luar air laut melalui lubang yang halus (diameter 1-2 mm) pada permukaan kayu pada bagian ujung tunnel. Melalui lubang ini 2 siphon dapat ditonjolkan keluar ke air laut; siphon masuk (inccurent siphon) masuk kedalam air yang memungkinkan cacing laut melakukan respirasi dan memakan mikroorganisme air; siphon keluar (excurrent siphon) melepaskan bahan sisa dan unit reproduksi baik gamet atau larva. Kadang-kadang siphon ditarik dan jalan masuk ke dalam saluran ditutup rapat dengan sepasang lembaran kulit kerang (pallet), seperti disajikan pada Gambar 11, sehingga binatang terlindung terhadap serangan musuh atau terhadap masuknya air yang tidak baik kadar garamnya.

Gambar 11. Pallet dari (a) Teredo navalis, (b) Nausitora hedleyi, (c) Bankia fimbriatula, (d) Bankia gouldi, (e) Nototeredo norvagica, (f) Lyrodus pedicellatus, (g) diagram shipworm kayu (Turner, 1971)

Kecepatan dan besarnya kerusakan binatang ini sangat tergantung jumlah dan species penggerek, intensitas penggerekan, banyaknya bahan makanan yang tersedia, kondisi suhu, kadar air garam dan faktor-faktor lain yang mendukung. Apabila cacing- cacing penyerang berjumlah banyak, maka kayu terserang akan penuh dengan serangan sehingga pertumbuhan binatang menjadi terhambat dan panjang badan tidak lebih dari beberapa cm dengan diameter hanya beberapa mm. Cacing penggerek biasanya masuk dalam kayu dengan arah tegak lurus arah serat, kemudian membentuk saluran dalam arah longitudinal, selanjutnya dengan arah yang tidak teratur. Jika serangan sangat hebat, beberapa saluran terpaksa masuk agak dalam ke arah pusat kayu sebelum mengikuti arah serat. Akibat pelubangan kayu beberapa sarang lebih maka kekuatan kayu menjadi sangat berkurang. Pola serangan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pola serangan cacing laut pada kayu

b) Famili Pholadidae

Penggerek mollusca dari genus Martesia panjang badannya hanya 3-4 cm saja. Seluruh tubuh ditutupi dengan zat kapur (kulit kerang) seperti Gambar 13. Genus martesia mirip kerang kecil, tetapi aktivitas serangannya terhadap kayu miri cacing kapal. Lubang gereknya umum terdapat hanya pada permukaan, dimana ukuran lubang gerek kurang lebih 1/8 inci. Ukuran binatang-bintang ini pada keadaan dewasa adalah; panjang 2,5 inci dan diameter 1 inci. Binatang ini sekali berada dalam kayu akan melanjutkan aktifitas pengeboran terhadap kayu, guna mendapatkan ruang tumbuh bagi tubunya yang terkunkung.

Gambar 13. Penampakan (a) lateral dan (b) dorsal Martesia striata dewasa; penampakan (a) lateral dan (b) dorsal Martesia striata muda

2. Crustaceae

Kebanyakan kelompok udang-udangan (crustaceae) penggerek kayu dan penghuni kayu adalah anggota dari Isopoda. Kelompok ini berbeda dengan mollusca penggerek kayu dalam penampakan, mobilitas/pergerakan, dan bentuk liang gereknya. Organisme dewasa memiliki badan bersegmen dan kaki serta dapat merangkap pada permukaan kayu yang bergerak di antara lubang gerek. Sebaliknya kondisi statis ditemukan pada moluska yang hanya berkembang dalam kayu dengan memperbesar liang atau terowongan sampai mereka dewasa. Kelompok crustaceae dapat berpindah ke kayu basah, sedangkan mollusca tinggal dalam liang untuk hidup.

a) Genus Limnoria

Genus limnoria termasuk kepiting penggerek, banyak ditemukan sepanjang perairan Teluk Atlantik dan pantai Pasifik Amerika Serikat.

Menurut Menzies (1959) lebih 20 species anggota Limnoria tersebar di seluruh perairan dunia. Binatang ini dapat dengan mudah dikenal dari ciri-cirinya sebagai berikut : (a) tubuh beruas, (b) memiliki tujuh pasang kaki dengan kuku-kuku runcing dan berkait yang memungkinkan pergerakannya bebas dan melekat pada kayu, (c) memiliki insang yang bentuknya pipih berguna untuk pernafasan dan (d) rahang bawah sangat kuat dilengkapi dengan gigi untuk mengunyah kayu, (e) tubuhnya berakhir dengan lempeng ekor yang lebar, digunakan untuk menutup saluran terhadap gangguan.

Panjang binatang Limnoria jika dewasa kira-kira 1/8-1/4 inci, sehingga bentuk serangannya pada kayu berupa saluran berukuran ½ – 1 inci. Penampakan limnoria dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Limnoria –(a) penampakan lateral, (b) pleomer dan pleotelson kelima dari L. Lignorum, (c) L. Cristata dalam kayu

b) Genus Sphaeroma

Genus ini lebih destruktif dibanding dengan Limnoria, umumnya erdapat di perairan tropik dan sub-tropik. Struktur badannya hampir sama dengan Limnoria, akan tetapi ukurannya jauh lebih besar. Saluran serangan pada kayu lebih besar dan dapat mencapai kedalaman 3-4 inci.

Permukaan kayu yang telah terserang oleh Teredo kadang-kadang diserang pula secara sekunder oleh Sphaeroma. Kepiting ini diduga menggerek kayu untuk makanan dan tempat tinggal. Menzies dan Turner (1959) menyebutkan pada satu tumpukan kayu berukuran sedang didalam air bisa dijumpai sejumlah ± 200.000 ekor kepiting dewasa, setiap ekor mampu memakan kayu yang tidak diawetkan seberat 0,54 gram.

c) Genus Chelura

Genus chelura terutama aktif di perairan yang suhunya tidak begitu panas sampai sedang. Binatang ini dari hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui banyak menyerang bangunan di piggir pantai perairan Eropa Utara dan Amerika Utara. Ada Genus chelura terutama aktif di perairan yang suhunya tidak begitu panas sampai sedang. Binatang ini dari hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui banyak menyerang bangunan di piggir pantai perairan Eropa Utara dan Amerika Utara. Ada

Gambar 15. Chelura : (a) penampakan lateral C. insulae, (b) Chelura sp di dalam kayu

b. Tindakan Pengendalian

Untuk mencegah serangan marine borer terhadap sistem konstruksi kayu di perairan asin, banyak cara yang dapat diterapkan, antara lain:

(1) Penggunaan Kayu dengan kelas awet alami yang tinggi Kayu dengan kelas awet alami yang tinggi biasanya mengandung sejumlah zat ekstraktif yang berfungsi sebagai racun terhadap marine borer. Kayu seperti ini tidak mudah diserang oleh cacing dan kerang laut. Akan tetapi di dalam pemakaian lambat laun kayu mengalami proses pelapukan, maka akan dengan mudah diserang oleh marine borer.

(2) Mengawetkan kayu sebelum digunakan Metode pengawetan yang memberi hasil memuaskan adalah dengan vakum dan tekan. Bahan pengawet yang digunakan terdiri dari campuran kreosot-ter batubara atau kreosot dengan larutan aspal. Proporsi ter batu bara di dalam campuran bahan pengawet berkisar 20-40%. Retensi bahan pengawet dianjurkan sebesar 225-320

kg/m 3 (Hunt and Garrat, 1967). Pengawetan kayu dengan spesifikasi seperti dikemukakan diatas, akan memperpanjang umur pakai kayu 20-30 tahun lebih lama

dibandingkan umur pakai kayu yang tidak menadapat perlakuan.

(3) Mengunakan berbagai jenis pelapis luar Pelapis luar diharapkan berfungsi sebagai perintang masuknya cacing/kerang laut ke dalam kayu. Penggunaan pelapis luar dapat dibedakan atas beberapa cara yaitu:

Membiarkan kulit batang tetap melekat pada kayu Cara ini merupakan salah satu cara kuno, dimana kayu yang digunakan pada

sistem konstruksi di dalam air asin, kulitnya tidak dilepas. Metode ini dianggap kurang efektif mencegah cacing laut atas dasar pengalaman berikut :

a. Kulit kayu tidak selalu menutup batang dengan sempurna. Adakalanya bagian tertentu batang terbuka, misalnya karena bekas potongan cabang atau luka. Bagian yang terbuka ini merupakan tempat masuknya cacing laut ke dalam kayu. b. Kulit kayu tidak selalu utuh melekat pada batang karena pengaruh hempasan ombak, sehingga kulit terkelupas dan bagian batang menjadi terbuka.

Bagian-bagian tertentu diberi paku Bagian tertentu batang khususnya yang mudah diserang oleh cacing atau

kerang laut dipsang paku-paku berkepala gepeng. Metode ini juga dianggap tidak efektif dan efisien karena :

a. Larva-larva cacing kapal ukurannya sangat kecil, sehingga bisa saja masuk ke dalam kayu melalui celah antar kepala paku. b. Biaya pemasangan paku pada batang menyebabkan naiknya harga tiang kayu. c. Pembusukan pada tiang tidak dapat dihambat dengan pemasangan paku.

Bagian luar batang dilapis dengan lembaran logam Lapisan logam yang digunakan terbuat dari tembaga atau campuran tembaga

dengan seng (logam kuning atau logam Muntz). Agar lapisan logam dapat memberi fungsi lindung yang baik, maka kayu-kayu perlu dipersiapkan lebih dahulu, misalnya permukaannya dibuat serata mungkin, kemudian diberi lapisan goni jenuh dengan aspal. Selajutnya lembaran logam dipaku pada seluruh permukaan kayu. Kelemahan metode ini karena : dengan seng (logam kuning atau logam Muntz). Agar lapisan logam dapat memberi fungsi lindung yang baik, maka kayu-kayu perlu dipersiapkan lebih dahulu, misalnya permukaannya dibuat serata mungkin, kemudian diberi lapisan goni jenuh dengan aspal. Selajutnya lembaran logam dipaku pada seluruh permukaan kayu. Kelemahan metode ini karena :

Sebagian batang dimasukkan ke dalam pipa besi tuang Pipa besi ditancapkan jauh kedalam lumpur. Ruang antar kayu dengan logam

diisi pasir atau campuran semen pasir. Tiang kayu sebelum ditancapkan ke dalam pipa besi tuang terlebih dahulu dilapis dengan kreosot. Kelemahan sistem ini adalah :

a. Biaya menjadi mahal b. Bagian atas pancang tidak dapat terhindar dari proses pembusukan c. Penggunaan hanya dibenarkan untuk bangunan-bangunan yang sangat penting dimana usaha perbaikan konstruksi sangat jarang frekuensinya.

Bagian panjang diselubungi tanah liat yang diperkeras Metodanya hampir sama dengan cara selubung besi tuang, tetapi kurang

berhasil karena mudahnya pecah oleh pengaruh hempasan ombak dan angin. Tiang kayu diberi selubung beton Dalam hal ini sekeliling tiang kayu diberi penguat yang terbuat dari kawat

kasa berlubang 5 cm. Tiang kayu diletakkan berdiri sedemikian rupa sehingga berjarak kurang lebih ¾ inci terhadap masing-masing sisa kasa penguat. Ruang antar tiang dengan sisi-sisi kasa penguat diberi lapisan campuran pasir semen.

Tiang kayu diberi lapisan cat Dengan perlakuan ini biasanya umur pakai tiang dalam air laut tidak terlalu

lama, antara 6 bulan – 2 tahun. Cat yang biasa digunakan berupa aspal atau bahan-bahan yang mengandung bitumin. Adakalanya tiang kayu diberi lapisan cat, kemudian dilapis lagi dengan goni yang diiisi atau jenuh dengan aspal danselanjutnya dilapis lagi dengan cat tebal. Lalu tiang kayu diberi lama, antara 6 bulan – 2 tahun. Cat yang biasa digunakan berupa aspal atau bahan-bahan yang mengandung bitumin. Adakalanya tiang kayu diberi lapisan cat, kemudian dilapis lagi dengan goni yang diiisi atau jenuh dengan aspal danselanjutnya dilapis lagi dengan cat tebal. Lalu tiang kayu diberi

E. Bahan Diskusi

Mahasiswa diharapkan menyiapkan makalah (10-15 halaman) untuk setiap jenis organisme perusak kayu, yang mencakup deskripsi organisme, kondisi serangan dan teknik pengendaliannya. Makalah diharapkan mengacu pada bahan bacaan pengayaan dan penelusuran dari internet dan jurnal. Kebaharuan pustaka menjadi salah satu penilaian utama.

F. Bahan Bacaan Pengayaan

Untuk pengayaan materi yang telah diuraikan di atas, mahasiswa dapat mempelajari secara mandiri bahan bacaan berikut:

(1) Archer, K. and S. Lebow. 2006. Wood Preservation. In: Primary Wood Processing: Principles and Practice. Walker, J.C.F. (Eds.). Springer. Netherland. P: 297-338.

(2) Alexopoulos, C.J. 1961. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

(3) Hunt, G.M. and G.A. Garratt. 1986. Pengawetan Kayu. Alih Bahasa: Mohammad Jusuf. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

(4) Borror, D.J., C.A. Triplehorn, and N.F. Johnson. 2007. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(5) Zabel, R.A. and J.J. Morrell. 1992. Wood Microbiology: Decay and its Prevention. Edisi Pertama. Academic Press, Inc. San Diego. California.

(6) Eaton, R.A. and M.D.C. Hale. 1993. Wood: Decay, Pests and Protection. Edisi Pertama. Chapman & Hall. London.

(7) Kirk, T.K. and E.B. Cowling. 1984. Biological Decomposition of Solid Wood. In: The Chemistry of Solid Wood. R.Rowell (Eds.). Advances in Chemistry Series 207. American Chemical Society. Washington. p:455-488.

G. Latihan/ Soal-Soal

Agar kompetensi yang diharapkan dapat dicapai diakhir masa pembelajaran, mahasiswa diharapkan mengerjakan latihan/soal-soal yang tercantum dalam bahan ajar ini, sebagai berikut:

(1) Mengapa perubahan volume kayu akibat serangan white rot relatif lebih kecil dibandingkan oleh serangan brown rot?

(2) Uraikan secara ringkas organisme yang dapat merusak kayu dan teknik pengendaliannya.

(3) Kemukakan pendapat anda, jenis organisme mana yang paling berpotensi merusak jika ditinjau dari dampak kerusakan yang ditimbulkannya terhadap kayu.