TUJUAN DAN MANFAAT PERBAIKAN SIFAT KAYU

BAB V TUJUAN DAN MANFAAT PERBAIKAN SIFAT KAYU

Tujuan Umum : Bab ini secara umum bertujuan untuk menjelaskan peranan perbaikan sifat kayu serta tujuan dan manfaatnya. Tujuan Khusus : Bab ini secara khusus memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam menjelaskan nilai ekonomis dan ekologis dari usaha-usaha perbaikan sifat kayu.

Perbaikan sifat kayu yang meliputi kekuatan dan keawetannya pada dasarnya ditujukan untuk memperpanjang umur pakai kayu, baik sebagai bahan bangunan maupun sebagai produk industri kayu lanjutan. Hal ini tentu saja bermanfaat untuk efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan serta memberikan nilai ekonomis dan ekologis. Dengan demikian, berbagai cara dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Cara-cara yang dimaksud tentu saja dapat berupa perbaikan sifat kekuatan dan perbaikan sifat keawetan kayu. Cara-cara tersebut akan dijelaskan dalam bab-bab berikut. Pada bagian ini dikemukakan bagaimana suatu usaha perbaikan sifat dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan, meningkatkan nilai ekonomis, dan bermanfaat secara ekologi.

Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

Efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan dapat diartikan sebagai pemanfaatan hasil hutan yang berhasil guna, tidak boros, dan memenuhi keperluannya. Dari aspek efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan ini, manfaat perbaikan sifat kayu dapat dianalisis berdasarkan perbandingan kebutuhan kayu dan produktivitas lahan. Sebagai contoh sederhana dapat kita lihat dari kebutuhan kayu untuk perumahan. Meskipun sampai saat ini besarnya permintaan potensial akan kayu bangunan di Indonesia belum pernah dilaporkan, data Biro Pusat Statistik tahun 2000 menunjukkan pembangunan perumahan yang terus meningkat, yaitu sebanyak 1.709.831 unit pada tahun 1989, 2.215.956 unit pada tahun 1992, dan 2.544.196 unit pada tahun 1994. Keadaan tersebut menunjukkan Efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan dapat diartikan sebagai pemanfaatan hasil hutan yang berhasil guna, tidak boros, dan memenuhi keperluannya. Dari aspek efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan ini, manfaat perbaikan sifat kayu dapat dianalisis berdasarkan perbandingan kebutuhan kayu dan produktivitas lahan. Sebagai contoh sederhana dapat kita lihat dari kebutuhan kayu untuk perumahan. Meskipun sampai saat ini besarnya permintaan potensial akan kayu bangunan di Indonesia belum pernah dilaporkan, data Biro Pusat Statistik tahun 2000 menunjukkan pembangunan perumahan yang terus meningkat, yaitu sebanyak 1.709.831 unit pada tahun 1989, 2.215.956 unit pada tahun 1992, dan 2.544.196 unit pada tahun 1994. Keadaan tersebut menunjukkan

sebanyak 85% dari kebutuhan kayu gergajian tersebut merupakan kayu yang memiliki keawetan alami rendah dan hanya dapat bertahan selama 5 tahun, maka dalam kurun waktu 15 tahun pertama total kayu gergajian yang diperlukan untuk membangun dan

3 mengganti kayu yang rusak adalah sekitar 249,75 juta m 3 , dengan perincian 135 juta m untuk membangun baru dan 114,75 juta m 3 untuk mengganti yang rusak. Dari

perhitungan tersebut berarti bahwa dengan usaha pengawetan kayu, selama 15 tahun pertama, kayu yang digunakan untuk perumahan dapat dihemat sekitar 7,7 juta m 3 per

tahunnya. Bila diketahui rendemen pengolahan kayu bulat menjadi kayu gergajian adalah sekitar 50%, maka jumlah tersebut setara dengan menghemat pengambilan kayu bulat

(logs) dari hutan sekitar 15,4 juta m 3 per tahun. Dengan asumsi produktivitas hutan yang ada sebesar 35 m 3 per hektar per tahun, maka luas hutan yang bertahan karena tidak

ditebangi atas adanya usaha pengawetan kayu dapat mencapai 440.000 ha. Hal ini dapat menjadi bukti bagaimana sumberdaya hutan berupa kayu tersebut dapat diefisiensikan penggunaannya dengan usaha perbaikan sifat berupa pengawetan.

Manfaat Ekonomi

Peranan perbaikan sifat kayu dapat pula dilihat dari aspek ekonomi. Sebagai contoh dengan usaha pengawetan kayu, nilai ekonomi yang diterima oleh masyarakat pengguna kayu-kayu awet sangat besar. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa biaya tahunan rata-rata untuk kayu yang tidak diawetkan adalah sebesar Rp. 487.398 per

m 3 , sedangkan kayu yang diawetkan memang lebih besar, yaitu sebesar Rp. 701.105 per m 3 . Namun demikian, biaya pembelian kayu yang tidak diawetkan untuk kurun waktu 15

tahun dapat menjadi lebih besar, yaitu Rp. 121,73 triliun (total kayu gergajian yang diperlukan untuk membangun dan mengganti kayu yang rusak sebanyak 249,75 juta m 3

dikalikan dengan biaya Rp. 487.398 per m 3 ). Dibanding dengan menggunakan kayu yang diawetkan, biaya tersebut hanya Rp. 94,65 triliun (135 juta m 3 x Rp. 701.105) atau dapat

menghemat sebesar Rp. 27,08 triliun dalam 15 tahun atau lebih 1,81 triliun per tahun.

Manfaat ekologi

Peranan perbaikan sifat kayu seperti usaha pengawetan tidak hanya sampai di situ. Dalam hubungannya dengan isu lingkungan global seperti gejala pemanasan global, sumbangan

penghematan lebih dari 15 juta m 3 per tahun memiliki arti terbukanya potensi carbon storage dan ketersediaan oksigen di alam. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persamaan

proses fotosintesis yang memberikan gambaran bahwa untuk menghasilkan satu ton massa kayu diperlukan 1,467 ton CO 2 dan melepaskan 1,067 oksigen. Apabila berat jenis

kayu yang digunakan rata-rata 0,6, maka sumbangan penghematan 15,4 juta m 3 per tahun setara dengan 9,24 juta ton massa kayu dengan potensi penyerapan CO 2 sebanyak 13,55

juta ton dan pelepasan oksigen sebanyak 9,86 juta ton per tahun. Dengan demikian, penggunaan kayu yang telah diawetkan sungguh merupakan suatu hal yang harus secara bersama-sama dilakukan dalam pembangunan rumah untuk mendukung dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan global.

A. Bahan Diskusi

Pada bagian ini, mahasiswa secara berkelompok diminta untuk mendiskusikan dan menyampaikan pendapat tentang bagaimana efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan, manfaat ekonomi, dan manfaat ekologis dari perbaikan sifat kayu berpengaruh terhadap kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Diskusi dalam kelas dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Peserta mata kuliah dibagi atas tiga kelompok

2. Kelompok I memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal

kelompoknya untuk mengidentifikasi hubungan antara perbaikan sifat kayu – efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan – kesempatan kerja – kesejahteraan masyarakat.

3. Kelompok II memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal kelompoknya untuk mengidentifikasi hubungan antara perbaikan sifat kayu – manfaat ekonomi – kesempatan kerja – kesejahteraan masyarakat.

4. Kelompok III memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal kelompoknya untuk mengidentifikasi hubungan antara perbaikan sifat kayu – manfaat ekologis – kesempatan kerja – kesejahteraan masyarakat.

5. Ketua kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas untuk

ditanggapi oleh kelompok lainnya.

C. Bahan Bacaan Pengayaan

Batubara, R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu dan Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan. Karya Tulis. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

D. Latihan/ Soal-Soal

1. Jelaskan hubungan antara usaha perbaikan sifat kayu dengan kelestarian hutan !

2. Jelaskan hubungan antara usaha perbaikan sifat kayu dengan perbaikan lingkungan !

3. Jelaskan hubungan antara usaha perbaikan sifat kayu dengan perbaikan ekonomi masyarakat !