HASIL YANG DICAPAI

BAB 5 HASIL YANG DICAPAI

5.1 Pendahuluan

Pemilihan partisipan penelitian ini diawali dengan pemberian tes TOEFL kepada 100 orang mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Semester VI tahun akademik 2016/2017. Pemilihan ini didasari fakta bahwa mereka telah menyelesaikan mata kuliah Terjemahan ( Translation ). Pemberian tes TOEFL ini dimaksudkan untuk menjaring partisipan yang memiliki kemampuan bahasa Inggris dasar yang layak untuk menerjemahkan. Berdasarkan hasil tes TOEFL, diperoleh 15 mahasiswa yang mendapatkan skor TOEFL di atas 500, dengan skor tertinggi 583. Dengan demikian, 15 mahasiswa tersebut ditetapkan sebagai partisipan penelitian ini.

Selanjutnya, mereka diminta untuk menerjemahkan 2 teks news item dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Kedua teks sumber (TSu) merupakan artikel yang dipublikasikan pada BBC Online dan merupakan teks yang belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. TSu pertama yang berjudul “ Philippines bank BPI hit by glitch which

debited accounts ”

yang diunduh dari laman http://www.bbc.com/news/business-40183088 dengan tingkat keterbacaan sebagai berikut: (i) skor Flesch Reading Ease Score (FRES) 57,8; (ii) tingkat Flesch-Kincaid Grade Level

terdiri dari 236 kata

(FKGL) pada level 9,5; (iii) tingkat Simple Measure of Gobbledygook (SMOG) pada level 9,3. Sementara itu, TSu kedua yang berjudul “Apple reveals „leap forward‟ iPhone X ” juga

terdiri dari 236 kata yang diunduh dari laman http://www.bbc.com/news/technology- 41228126 dengan tingkat keterbacaan sebagai berikut: (i) skor FRES 54,5; (ii) tingkat FKGL pada level 10,8; (iii) tingkat SMOG pada level 8,6. Berdasarkan fasil uji keterbacaan kedua teks tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua teks tersebut layak diujikan kepada mahasiswa yang merupakan penutur asing bahasa Inggris.

Kelima belas partisipan diminta mengerjakan terjemahan tersebut dengan menggunakan laptop dengan memanfaatkan perangkat lunak Translog. Mereka tidak diperbolehkan menggunakan sumber bahan cetak, tetapi disarankan untuk menggunakan sumber online selama proses penerjemahan. Hal ini dimaksudkan untuk membuat mereka lebih akrab dengan pemanfaatan teknologi terkini dalam penerjemahan karena diharapkan nantinya mereka dapat menjadi penerjemah profesional.

5.2 Pergeseran Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa

5.2.1 Teks 1

Teks sumber (TSu) news item pertama terdiri dari 24 klausa yang dibentuk dengan 3 jenis tema, yaitu tema tak bermarkah tunggal (TTBT), tema bermarkah tunggal (TBT), dan tema tak bermarkah ganda (TTBG); sementara tidak satupun klausa dalam TSu pertama menggunakan jenis tema bermarkah ganda (TBG). Distribusi dan frekuensi jenis tema yang terdapat pada TSu pertama dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu pertama

No.

Jenis Tema

Berdasarkn data yang ditampilkan pada Tabel 5.1, jenis tema yang digunakan pada TSu news item pertama didominasi oleh TTBT dengan 18 kali penggunaan atau 75% dari jumlah total klausa. Penggunaan ketiga jenis tema lainnya sangat sedikit dibandingkan dengan TTBT, di mana TTBG digunakan sebanyak 4 kali (16,7%), TBT sebanyak 4 kali (8,3%), dan TBG tidak digunakan sama sekali.

Jumlah klausa dan distribusi serta frekuensi penggunaan jenis tema pada teks sasaran (TSa) pertama yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu seperti yang terdapat pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan TSa pertama

Frekuensi

No. Jenis

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 TTBT 18 11 19 12 15 13 12 18 19 17 17 19 19 16 16 16 2 TBT

. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.2, hanya dua TSa yang dihasilkan

oleh M4 dan M5 yang memiliki jumlah klausa yang sama dengan TSu. Meskipun demikian, distribusi dan frekuensi jenis tema yang digunakan dalam TSa mereka berbeda dengan TSu.

Sementara itu, TSa yang dihasilkan mahasiswa lainnya memiliki jumlah klausa yang berbeda dengan TSu. Bahkan salah satu TSa yang dihasilkan M7 berjumlah 30 klausa, yang artinya 6 klausa lebih banyak daripada jumlah klausa yang terdapat pada TSu. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya jumlah klausa TSa M7 yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan TSu adalah M7 beberapa kali memadankan satu klausa TSu dengan beberapa klausa pada TSa seperti yang tampak pada (1).

(1) TSu : The 165 year-old BPI counts Philippines conglomerate Ayala and Singapore sovereign wealth fund GIC among its major shareholders . TSa : BPI bank berumur 165 tahun (i)

(Dia) menghitung (ii) konglomerat Filipina Ayala dan dana kekayaan kedaulatan singapura

GIC adalah diantara pemegang saham utamanya. (iii) TSu yang terdapat pada (1) terdiri dari hanya satu klausa yang ditunjukkan oleh satu proses „ counts ‟, sedangkan TSa yang dihasilkan oleh M7 terdiri dari tiga klausa yang ditunjukkan oleh tiga proses („berumur‟, „menghitung‟, dan „adalah‟). Salah satu hal yang melatarbelakangi penambahan jumlah klausa ini adalah untuk memfasilitasi pembaca agar dapat lebih mudah memahami isi berita.

Data yang terdapat pada Tabel 5.2 juga menampilkan bahwa distribusi dan frekuensi tema dari seluruh klausa TSa yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu. Beberapa TSa menggunakan TBG meskipun dengan frekuensi yang sangat sedikit, yaitu hanya tiga TSa yang menggunakannya. Perbedaan ini dengan jelas menunjukkan adanya pergeseran yang melibatkan pemilihian tema dan rema pada TSa. Pergeseran seperti ini merupakan suatu keputusan yang tepat karena TSa yang baik adalah TSa yang mampu berbeda dari TSu secara struktur dan gaya bahasa dengan tetap mempertahankan makna yang terkandung pada TSu. Seperti yang dikatakan oleh Catford (1965) bahwa pergeseran ( shift ) pada proses penerjemahan menunjukkan bahwa seorang penerjemah sadar akan pentingnya menghindari bentuk ataupun gaya yang terdapat pada TSu. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian Rosa (2017) yang menemukan bahwa produk terjemahan yang baik harus memiliki gaya bahasanya tersendiri yang sekaligus menunjukkan kebebasannya dari pengaruh gaya bahasa TSu.

Pergeseran yang terjadi dapat berupa pergeseran dari (i) tema ke rema, atau sebaliknya; (ii) pergeseran dari tema bermarkah ke tema tak bermarkah, atau sebaliknya; dan

(iii) pergeseran dari tema tunggal ke tema ganda, atau sebaliknya. Contoh pergeseran dari tema ke rema dapat dilihat pada klausa yang terdapat pada (2) hasil terjemahan M4.

(2) TSu

“This is not a hack,

Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

this

is an internal issue,”

Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSa

“Ini bukan masalah hack atau peretasan, melainkan masalah internal,”

Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSu pada (2) yang terdiri dari dua klausa dipadankan dengan satu klausa pada TSa. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran yang melibatkan tema dan rema. Semua elemen klausa kedua TSu, baik tema maupun rema, „ is an internal issue ‟ bergeser menjadi rema klausa TSa yang dipadankan maknanya dengan „melainkan masalah internal‟. Penggabungan dua klausa TSu menjadi satu klausa TSa disebabkan tema klausa pertama dan kedua pada TSu merupakan kata yang sama, yaitu „this‟ yang dipadankan maknanya dengan kata „Ini‟ pada TSa. Di samping itu, penggabungan ini juga menghindari terjadinya pengulangan kata yang sama.

Pergeseran dari tema ke rema ini juga dapat menyebabkan terjadinya jenis pergeseran tema lainnya, yaitu pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah, atau sebaliknya, seperti yang terdapat pada (3).

(3) TSu

they now can‟t check their accounts to see Partisipan

Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSa

sekarang mereka tidak bisa mengecek akun mereka untuk melihat

Sirkumstan Topikal

Rema

Tema Bermarkah Tunggal

Contoh data yang terdapat pada (3), yang merupakan hasil terjemahan M9, menunjukkan bahwa tema klausa TSu „ they ‟ berubah menjadi rema „mereka‟ pada TSa. Sementara itu, rema klausa TSu „ now ‟ berubah menjadi tema „sekarang‟ pada TSa. Hal ini sekaligus menunjukkan terjadinya dua jenis pergeseran, yaitu pergeseran dari tema ke rema dan pergeseran dari rema ke tema.

Di samping itu, pergeseran yang terdapat pada data (3) di atas juga melibatkan pergeseran kebemarkahan ( theme markedness ) pada klausa TSu dan TSa. Tema klausa TSu „ they ‟ yang sepadan maknanya dengan kata „mereka‟ pada TSa merupakan unsur partisipan yang mengindikasikan bahwa klausa tersebut merupakan klausa dengan tema yang tidak bermarkah atau tema yang lazim digunakan. Sementara itu, tema klausa TSa „sekarang‟ merupakan sirkumstan waktu yang mengindikasikan bahwa klausa tersebut merupakan klausa dengan tema bermarkah atau tema tak lazim, karena lazimnya klausa diawali dengan partisipan. Pergeseran ini disebut dengan pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah.

Pergeseran dari tema tak bermarkah menjad tema bermarkah juga dapat dilihat pada data (4) berikut ini yang merupakan TSa yang dihasilkan oleh M14.

(4) TSu

He said.

Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

Proses Topikal

Rema

Tema Bermarkah Tunggal

Data yang terdapat pada (4) menunjukkan bahwa TSu dibentuk dengan menggunakan partisipan „ He ‟ sebagai tema, yang mengindikasikan bahwa tema TSu tersebut termasuk tema Data yang terdapat pada (4) menunjukkan bahwa TSu dibentuk dengan menggunakan partisipan „ He ‟ sebagai tema, yang mengindikasikan bahwa tema TSu tersebut termasuk tema

Selain pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah, pergeseran juga terjadi dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah seperti contoh klausa TSa yang dihasilkan oleh M5 seperti yag terdapat pada (5).

(5) TSu

“Over the next few hours, we are making sure the double credits, Sirkumstan

Topikal Rema Tema Bermarkah Tunggal

TSa

permasalahan kredit dan debit akan siap dipebaiki dalam beberapa beganda

jam ke depan,”

Partisipan Topikal

Rema Tema Tak Bermarkah Tunggal

Tema yang terdapat pada klausa TSu „ Over the next few hours ‟ yang sepadan maknanya dengan „dalam beberapa jam ke depan‟ pada TSa merupakan sirkumstan waktu yang tak lazim digunakan sebagai tema, sehingga tema klausa tersebut merupakan tema bermarkah. Sementara itu, tema klausa TSu tersebut berubah menjadi rema pada TSa karena tema TSa adalah „permasalahan kredit dan debit beganda‟ yang merupakan padanan tema TSu „ the double credits ‟. Tema klausa TSu merupakan unsur partisipan, yang artinya bahwa tema klausa TSu merupakan tema yang lazim, atau tema tak bermarkah. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi pada TSa adalah pergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Data yang terdapat pada (5) merupakan satu-satunya data yang menunjukkan oergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah karena di dalam TSu hanya terdapat dua tema bermarkah.

Pergeseran yang terjadi tidak hanya melibatkan pergeseran antar tema tunggal seperti yang terdapat pada analisis di atas, akan tetapi pergeseran juga melibatkan pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda, atau sebaliknya. Tema tunggal berarti tema yang hanya berisikan satu komponen tema saja, yang pada umumnya diisi oleh tema topikal, sementara Pergeseran yang terjadi tidak hanya melibatkan pergeseran antar tema tunggal seperti yang terdapat pada analisis di atas, akan tetapi pergeseran juga melibatkan pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda, atau sebaliknya. Tema tunggal berarti tema yang hanya berisikan satu komponen tema saja, yang pada umumnya diisi oleh tema topikal, sementara

(6) TSu they

had suspended access to electronic banking

Partisipan Topikal

Rema Tema Tak Bermarkah Tunggal

telah mengalihkan akses ke perbankan elektronik

Tema Tak Bermarkah Ganda

Tema klausa TSu yang terdapat pada (6) merupakan tema tak bermarkah tunggal (TTBT) karena tema tersebut merupakan unsur partisipan „ they ‟ dan hanya memiliki satu

unsur tema saja. Sementara itu, tema klausa TSa terdiri dari dua komponen tema, yaitu tema tekstual, konjungtif „bahwa‟, dan tema topikal, partisipan „mereka‟, yang merupakan padanan dari tema TSu „ they ‟. Karena terdiri dari dua komponen tema dengan partisipan sebagai tema topikal, maka tema klausa TSu merupakan tema tak bermarkah ganda (TTBG). Sementara itu, secara kebermarkahan, tidak terjadi pergeseran tema karena kedua tema TSu dan TSa merupakan tema tidak bermarkah. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi pada data (4) adalah pergeseran dari TTBT menjadi TTBG.

Sementara itu, pergeseran yang melibatkan pergeseran tema tunggal menjadi tem ganda yang sekaligus melibatkan pergeseran dari tema tidak bermarkah menjadi tema bermarkah dapat dilihat pada data (7) berikut ini.

(7) TSu

they now can‟t check their accounts to see Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal Tema Tak Bermarkah Tunggal

Tema Bermarkah Ganda

Berdasarkan data yang terdapat pada (7), TSu dibentuk dengan satu unsur tema topikal yang merupakan unsur partisipan; oleh karena itu, tema TSu „ they ‟ tergolong kepada

tema tunggal dan tema tidak bermarkah (TTBT). Sementara itu, TSa dibentuk oleh dua unsur tema, yaitu tema tekstual konjungtif „dikarenakan‟ dan tema topikal sirkumstan „sekarang‟. Tema yang dibentuk oleh unsur partisipan tergolong kepada tema bermarkah karena sirkumstan tidak lazim digunakan di awal klausa, dan tema yang dibentuk lebih dari satu tema disebut dengan tema ganda. Dengan demikian, tema TSa tergolong TBG, dan pergeseran yang terjadi adalah pergeseran dari TTBT menjadi TBG.

Selanjutnya, sehubungan dengan tema ganda, hasil analisis menunjukkan tidak adanya pergeseran yang melibatkan unsur TTBG TSu karena kesemuanya dipadankan oleh seluruh mahasiswa dengan jenis tema yang sama. Sebagai contoh, TTBG TSu yang terdapat pada (8) berikut ini juga diterjemahkan oleh mahasiswa dalam bentuk TTBG pada TSa.

were corrected.

Tema Tak Bermarkah Ganda

TSa (M2)

Tema Tak Bermarkah Ganda

TSa (M6)

saat

kesalahan

tengah diperbaiki.

Tema Tak Bermarkah Ganda

TSa (M8)

ketika

kesalahan

sedang diperbaiki.

Tema Tak Bermarkah Ganda

TSa (M10)

Tema Tak Bermarkah Ganda

TSa (M13)

selama

sedang diperbaiki. Konjungtif Partisipan Tekstual

kesalahan-kesalahan yang terjadi

Rema Tema Tak Bermarkah Ganda

Topikal

Data yang terdapat pada (8) menunjukkan bahwa klausa TSu yang dibentuk dari TTBG juga dipadankan dengan klausa TTBG pada 5 TSa yang dihasilkan mahasiswa. Perbedaan yang tampak dari kelima TSa adalah pemilihan diksi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kata „ while ‟ pada TSu dipadankan maknanya dengan „ketika‟ oleh M2 dan M8, „saat‟ oleh M6, dan „selama‟ oleh M10 dan M13. Selanjutnya, kata „ errors ‟ pada TSu dipadankan maknanya dengan „kerusakan‟ oleh M2, „kesalahan‟ oleh M6, M8, M10, dan „kesalahan- kesalahan yang terjadi‟ oleh M13. Unsur klausa TSu terakhir „ were corrected ‟ dipadankan maknanya dengan „diperbaiki‟ oleh M2 dan M10, „tengah diperbaiki‟ oleh M6, dan „sedang diperbaiki ‟ oleh M8 dan M13.

5.2.2 Teks 2

Teks sumber (TSu) news item kedua terdiri dari 21 klausa yang juga dibentuk dengan

3 jenis tema, yaitu TTBT, tema bermarkah tunggal TBT, dan TTBG. Sama halnya dengan TSu pertama, TSu kedua juga tidak memiliki TBG. Distribusi dan frekuensi jenis tema yang terdapat pada TSu kedua dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu kedua

No.

Jenis Tema

Frekuensi

Persentasi

1 TTBT

2 TBT

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.3, sama halnya dengan yang terdapat pada TSu pertama, jenis tema yang digunakan pada TSu news item kedua ini juga didominasi oleh TTBT dengan 15 kali penggunaan atau 71,5% dari jumlah total klausa. Penggunaan ketiga jenis tema lainnya juga sangat sedikit dibandingkan dengan TTBT, di mana baik TTBG maupun TBT digunakan sebanyak 3 kali (14,25%), sementara TBG tidak digunakan sama sekali.

Jumlah klausa dan distribusi serta frekuensi penggunaan jenis tema pada TSa kedua yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu seperti yang terdapat pada Tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan TSa kedua

Frekuensi

Jenis No.

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 TTBT 15 16 16 17 15 13 15 16 14 14 14 17 17 12 14 16 2 TBT

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.4, hanya satu TSa yang dihasilkan oleh M10 yang memiliki jumlah klausa yang sama dengan TSu, dengan kata lain jumlah tema yang terdapat pada TSa yang dihasilkan M10 sama dengan jumlah tema yang terdapat pada TSu. Meskipun demikian, distribusi dan frekuensi jenis tema yang digunakan dalam TSa M10 berbeda dengan TSu, di mana TSa M10 terdiri dari 14 SUT, 4 SMT, dan 3 MUT; sementara TSu terdiri dari 15 SUT, 3 SMT, dan 3 MUT. Sedangkan TSa yang dihasilkan mahasiswa lainnya memiliki jumlah klausa serta frekuensi dan jenis tema yang berbeda dengan TSu. Bahkan tiga buah TSa yang masing-masing dihasilkan oleh M2, M7, dan M11 berjumlah 27 klausa, yang artinya 6 klausa lebih banyak daripada jumlah klausa yang terdapat pada TSu.

Di samping itu, data yang terdapat pada Tabel 5.4 juga menampilkan bahwa distribusi dan frekuensi tema dari seluruh klausa TSa yang dihasilkan oleh mahasiswa berbeda dengan

TSu. Beberapa TSa menggunakan TBG meskipun dengan frekuensi yang sangat sedikit, yaitu hanya 5 dari jumlah total 15 TSa. Perbedaan ini dengan jelas menunjukkan adanya pergeseran yang melibatkan pemilihian tema dan rema pada TSa.

Pergeseran yang terjadi pada proses penerjemahan TSu kedua juga melibatkan pergeseran dari (i) tema ke rema, atau sebaliknya; (ii) pergeseran dari tema bermarkah ke tema tak bermarkah, atau sebaliknya; dan (iii) pergeseran dari tema tunggal ke tema ganda, atau sebaliknya. Salah satu contoh pergeseran dari tema ke rema dapat dilihat pada klausa yang terdapat pada (9) hasil terjemahan M5.

(9) TSu

commented Geoff Blaber from the CCS Insight consultancy Proses Topikal

Rema

Tema Bermarkah Tunggal

TSa

Geoff Blaber, konsultan CCS Insight

mengomentari

Partisipan Topikal

Rema Tema Tak Bermarkah Tunggal

Data yang terdapat pada (9) menunjukkan bahwa tema klausa TSu berisikan proses „ commented ‟. Kata tersebut dipadankan maknanya oleh M5 dengan kata „mengomentari‟

pada TSu, kan tetapi padanan makna tersebut tidak lagi berperan sebagai tema klausa, melainkan sebagai rema pada TSa. Dengan demikian, dalam penerjemahan TSu pada (9) telah terjadi pergeseran, yaitu pergeseran dari tema menjadi rema. Pergeseran yang terjadi pada data (9) tidak hanya melibatkan pergeseran dari tema ke rema, akan tetapi juga melibatkan pergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Hal ini ditunjukkan dengan pergeseran tema TSu „ commented ‟ yang merupakan unsur proses yang dikategorikan sebagai tema bermarkah menjadi „Geoff Blaber, konsultan CCS Insight‟ pada TSa yang merupakan unsur partisipan yang dikategorikan tema tak bermarkah. Oleh karena itu, pada data (9) terdapat dua jenis pergeseran tema, yaitu dari tema menjadi rema dan dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Sementara itu, berdasarkan jumlah tema, tidak terjadi pergeseran karena baik tema TSu maupun tema TSa sama-sama merupakan tema tunggal.

Pergeseran yang melibatkan kebermarkahan tema pada TSu mahasiswa tidak hanya terjadi dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah, akan tetapi juga dari tema tak Pergeseran yang melibatkan kebermarkahan tema pada TSu mahasiswa tidak hanya terjadi dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah, akan tetapi juga dari tema tak

(10) TSu Apple

said

Partisipan Topikal

Rheme

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSa

Dikatakan

oleh Apple

Proses Topikal

Rema

Tema Bermarkah Tunggal

Klausa TSu pada data (10) dibentuk oleh unsur partisipan „Apple‟ yang, oleh karena itu, dikategorikan sebagai tema tak bermarkah. Sementara itu, pada TSa yang dihasilkan oleh M15, tema TSu berubah menjadi rema karena yang menjadi tema TSa adalah „Dikatakan‟ yang merupakan padanan rema TSu „ said ‟. Tema TSa „Dikatakan‟ merupakan unsur proses yang dikategorikan sebagai tema bermarkah, sehingga pergeserannya menjadi tema telah menyebabkan pergeseran dari tema tidak bermarkah menjadi tema bermarkah.

Sama halnya dengan TSu pertama, proses penerjemahan TSu kedua juga melibatkan pergeseran tema tunggal dan tema ganda. Salah satu contoh data yang melibatkan pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda dapat dilihat pada (11).

(11) TSu FaceID

could work in the dark by using 30,000 infra-red dots to check an identity

Partisipan Topikal

Rema Tema Tak Bermarkah Tunggal

dapat bekerja di kegelapan dengan menggunakan 30.000 titik infra-red untuk memeriksa identitas

Rema Tema Tak Bermarkah Ganda

Topikal

TSu yang terdapat pada data (11) dibentuk oleh tema tunggal, yaitu „ FaceID ‟ yang merupakan unsur partisipan, sehingga dikategorikan kepada TTBT. Sementara itu, pada TSa,

terdapat penambahan unsur tema, yaitu konjungtif „bahwa‟ yang merupakan tema tekstual. Dengan demikian, tema TSa merupakan tema ganda karena memiliki dua tema, „bahwa‟ sebagai tema tekstual dan „ID-→ajah‟ sebagai tema topikal. Meskipun demikian, pergeseran yang terjadi hanya melibatkan tema tunggal menjadi tema ganda, sedangkan dari segi kebermarkahan tema tidak terdapat pergeseran. Contoh yang terdapat pada (12) di bawah ini merupakan data TSu M13 yang menunjukkan terjadinya pergeseran tema tunggal menjadi tema ganda dan tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah.

(12) TSu FaceID

could work in the dark by using 30,000 infra-red dots to check an identity

Partisipan Topikal

Rema

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSa

bahwa

FaceID dapat bekerja di kegelapan 30.000 titik infra merah dalam pemeriksaan identitas Konjungtif Partisipan Tekstual

dengan menggunakan

Rema Tema Bermarkah Ganda

Topikal

Dengan menggunakan TSu yang sama seperti pada (11), M13 melakukan tiga jenis pergeseran tema sekaligus, yaitu (i) pergeseran dari tema menjadi rema; (ii) pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah; dan (iii) pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda. Pertama, pergeseran terjadi ketika tema TSu „ FaceID ‟ yang dipadankan maknanya dengan „FaceID‟ melalui teknik peminjaman bergeser menjadi rema pada TSa. Kedua, karena bergesernya posisi „FaceID‟ menjadi tema TSa, maka sirkumstan „dengan menggunakan 30.000 t itik infra merah‟ yang merupakan padanan makna dari rema TSu „ by using 30,000 infra-red dots ‟ bergeser menjadi tema. Pergeseran ini menyebabkan pergeseran unsur tema dari partisipan, yang berkategori tema tak bermarkah, menjadi sirkumstan, yang berkategori tema bermarkah‟. Ketiga, pergeseran terjadi ketika tema TSu yang hanya berisikan satu jenis tema, yaitu tema topikal, berubah menjadi tema ganda yang terdiri dari tema tekstual dan tema topikal. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi disebut pergeseran Dengan menggunakan TSu yang sama seperti pada (11), M13 melakukan tiga jenis pergeseran tema sekaligus, yaitu (i) pergeseran dari tema menjadi rema; (ii) pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah; dan (iii) pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda. Pertama, pergeseran terjadi ketika tema TSu „ FaceID ‟ yang dipadankan maknanya dengan „FaceID‟ melalui teknik peminjaman bergeser menjadi rema pada TSa. Kedua, karena bergesernya posisi „FaceID‟ menjadi tema TSa, maka sirkumstan „dengan menggunakan 30.000 t itik infra merah‟ yang merupakan padanan makna dari rema TSu „ by using 30,000 infra-red dots ‟ bergeser menjadi tema. Pergeseran ini menyebabkan pergeseran unsur tema dari partisipan, yang berkategori tema tak bermarkah, menjadi sirkumstan, yang berkategori tema bermarkah‟. Ketiga, pergeseran terjadi ketika tema TSu yang hanya berisikan satu jenis tema, yaitu tema topikal, berubah menjadi tema ganda yang terdiri dari tema tekstual dan tema topikal. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi disebut pergeseran

5.2.3 Tema Topikal, Interpersonal, dan Tekstual

Pergeseran tema yang telah dianalisis pada sub-bab sebelumnya juga menyebabkan terjadinya pergeseran komponen atau unsur tema yang meliputi tema topikal, interpersonal, dan tekstual. Tema topikal yang berisikan unsur transitivitas – partisipan, proses, dan sirkumstan – merupakan tema yang harus ada dalam setiap klausa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh klausa dengan tema tunggal pasti berisikan tema topikal, sehingga jumlah tema topikal sama dengan jumlah klausa yang ada pada teks. Sementara itu, tema interpersonal dan tekstual tidak selamanya ada di dalam setiap klausa. Perbedaan antara unsur tema pada TSu dan TSa yang dihasilkan mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan

5.6 berikut ini. Tabel 5.5 Distribusi dan frekuensi tema topikal, interpersonal, dan tekstual pada TSu dan TSa

(Teks1)

Frekuensi

Unsur No.

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 Topikal 24 25 28 24 24 28 29 30 29 29 29 28 29 28 29 29 2 Interpersonal

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Tekstual

Tabel 5.6 Distribusi dan frekuensi tema topikal, interpersonal, dan tekstual pada TSu dan TSa (Teks2)

Frekuensi

Unsur No. Tema

TSa

TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 Topikal 21 23 25 27 23 22 25 27 22 24 21 27 25 26 23 26 2 Interpersonal

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Tekstual

Pada Tabel 5.5 dan 5.6 tampak bahwa tema topikal mendominasi unsur pembentuk tema baik pada TSu dan TSa yang pertama dan kedua karena jumlahnya sama dengan jumlah klausa yang terdapat pada TSu dan TSa. Sementara itu, tidak satupun tema pada TSu dan TSa baik teks 1 maupun teks 2 yang dibentuk dari unsur tema interpersonal. Sedangkan frekuensi penggunaan unsur tema tekstual pada TSu dan TSa di kedua teks tersebut berbeda-beda. Pada

Tabel 5.5, frekuensi penggunaan tema topikal pada TSa jauh lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Hanya terdapat satu mahasiswa (M8) yang memiliki jumlah tema tekstual yang sama dengan TSu. Sedangkan pada Tabel 5.6, semua TSa memiliki jumlah tema tekstual yang lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Tema tekstual berperan sangat penting dalam suatu teks karena penggunaan tena tekstual yang tepat dapat menjamin kepaduan isi teks. Tema tekstual juga mengindikasikan bahwa suatu klausa merupakan klausa kompleks.

Selanjutnya, analisis dilakukan terhadap unsur pembentuk tema topikal yang terdapat pada TSu dan TSa. Hasil analisis terhadap unsur pembentuk tema topikal pada TSu dan TSa disajikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 berikut ini.

Tabel 5.7 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1)

Frekuensi

Unsur No.

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 Partisipan 22 18 24 18 21 24 23 25 23 22 24 24 26 22 25 24 2 Proses

Tabel 5.8 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2)

Frekuensi

Unsur No.

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

1 Partisipan 18 19 20 21 20 19 22 24 18 18 17 23 21 20 19 21 2 Proses

Data yang disajikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 menunjukkan bahwa partisipan merupakan unsur yang mendominasi jenis tema topikal pada TSu dan TSa baik pada teks 1 maupun teks 2. Hal ini mengisyaratkan bahwa tema tak bermarkah merupakan tema yang paling dominan digunakan pada kedua teks tersebut karena tema tak bermarkah merupakan tema yang berisikan unsur partisipan. Akan tetapi, perbedaan antara TSu dan TSa tampak pada unsur pembentuk tema topikal lainnya, yaitu proses dan sirkumstan. Pada Tabel 5.7, pada TSu pertama tidak terdapat proses sebagai unsur pembentuk tema topikal; sementara itu, semua TSa menggunakan proses sebagai unsur pembentuk tema topikal meskipun dengan frekuensi yang berbeda-beda. M9 merupakan partisipan yang paling sering menggunakan Data yang disajikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 menunjukkan bahwa partisipan merupakan unsur yang mendominasi jenis tema topikal pada TSu dan TSa baik pada teks 1 maupun teks 2. Hal ini mengisyaratkan bahwa tema tak bermarkah merupakan tema yang paling dominan digunakan pada kedua teks tersebut karena tema tak bermarkah merupakan tema yang berisikan unsur partisipan. Akan tetapi, perbedaan antara TSu dan TSa tampak pada unsur pembentuk tema topikal lainnya, yaitu proses dan sirkumstan. Pada Tabel 5.7, pada TSu pertama tidak terdapat proses sebagai unsur pembentuk tema topikal; sementara itu, semua TSa menggunakan proses sebagai unsur pembentuk tema topikal meskipun dengan frekuensi yang berbeda-beda. M9 merupakan partisipan yang paling sering menggunakan

Bagan 5.1 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1)

Hasil temuan yang disajikan pada Bagan 5.1 menunjukkan bahwa secara umum unsur proses lebih banyak digunakan sebagai tema topikal bermarkah pada TSa pertama dibandingkan dengan penggunaan unsur sirkumstan, bahkan pada TSu tidak terdapat penggunaan proses sebagai tema topikal.

Bagan 5.2 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2)

Selanjutnya, hasil temuan yang disajikan pada Bagan 5.2 menunjukkan bahwa unsur sirkumstan lebih banyak digunakan sebagai tema topikal bermarkah pada TSa kedua dibandingkan dengan penggunaan unsur proses. Temuan pada Bagan 5.2 ini bertentangan dengan temuan pada Bagan 5.1 yang menunjukkan bahwa unsur proses lebih dominan digunakan sebagai tema topikal bermarkah. Hasil temuan dari kedua TSa ini menunjukkan bahwa teks news item dapat dicirikan dengan penggunaan tema bermarkah yang banyak, akan tetapi unsur pembentuknya (proses dan sirkumstan) tidak dapat dijadikan sebagai acuan Selanjutnya, hasil temuan yang disajikan pada Bagan 5.2 menunjukkan bahwa unsur sirkumstan lebih banyak digunakan sebagai tema topikal bermarkah pada TSa kedua dibandingkan dengan penggunaan unsur proses. Temuan pada Bagan 5.2 ini bertentangan dengan temuan pada Bagan 5.1 yang menunjukkan bahwa unsur proses lebih dominan digunakan sebagai tema topikal bermarkah. Hasil temuan dari kedua TSa ini menunjukkan bahwa teks news item dapat dicirikan dengan penggunaan tema bermarkah yang banyak, akan tetapi unsur pembentuknya (proses dan sirkumstan) tidak dapat dijadikan sebagai acuan

5.3 Pola Pergerakan Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa

5.3.1 Teks 1

Pola pergerakan tema berperan sangat penting, khususnya dalam menjaga kepaduan isi teks. Berdasarkan analisis data, TSu menggunakan 4 pola pergerakan tema seperti yang terdapat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada TSu pertama

No.

Pola Pergerakan Tema

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa, maka tampak perbedaan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari segin jenis pola yang digunakan di mana TSu dan TSa menggunakan pergerakan hipertema (PGH) sebagai pola pergerakan tema yang paling dominan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu dan TSa pertama

Frekuensi

Pola No. Pergerakan

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa pola pergerakan hipertema (PGH) merupakan pola pergerakan tema yang paling banyak digunakan pada TSu dengan frekuensi penggunaan sebanyak 12 kali, atau (52,17%) dari total keseluruhan pola pergerakan tema yang digunakan pada TSu. Sementara itu, rata-rata penggunaan masing- Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa pola pergerakan hipertema (PGH) merupakan pola pergerakan tema yang paling banyak digunakan pada TSu dengan frekuensi penggunaan sebanyak 12 kali, atau (52,17%) dari total keseluruhan pola pergerakan tema yang digunakan pada TSu. Sementara itu, rata-rata penggunaan masing-

Tabel 5.11 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu dan TSa pertama

No. Pergerakan Tema

Angka

Persentasi

Angka Rata-rata

Berdasarkan temuan yang disajikan pada Tabel 5.11, terdapat kesamaan dan perbedaan antara frekuensi penggunaan jenis pola pergerakan tema yang terdapat pada TSu dan TSa. Kesamaan yang ditemukan adalah bahwa PGH merupakan jenis pola pergerakan tema yang paling dominan digunakan baik pada TSu dan TSa meskipun dengan persentasi kemunculan yang berbeda. Kesamaan juga terdapat pada pola pergerakan tema baru (PGB) yang sama-sama merupakan pola pergerakan tema yang paling sedikit digunakan pada TSu dan TSa. Sementara itu, perbedaan terdapat pada pola pergerakan tema linear (PGL) dan pola pergerakan tema konstan (PGK). Pada TSu, PGL merupakan pola pergerakan tema yang dominan kedua digunakan dengan frekuensi penggunaan sebanyak 6 kali (26,09%), sementara pada TSa, PGK merupakan pola pergerakan tema dominan kedua dengan rata-rata frekuensi penggunaan sebanyak 6 kali (22,33%).

5.3.2 Teks 2

Selanjutnya, berdasarkan analisis data, TSu kedua juga menggunakan 4 pola pergerakan tema seperti yang terdapat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada TSu kedua

No.

Pola Pergerakan Tema

Frekuensi

Persentasi

1 PGL

2 PGK

3 PGH

1 4,3% Total

4 PGB

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa, maka tampak perbedaan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari segin jenis pola yang digunakan di mana TSu dan TSa menggunakan pergerakan hipertema (PGH) sebagai pola pergerakan tema yang paling dominan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu dan TSa kedua

Frekuensi

Pola No. Pergerakan

TSa

Tema TSu M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.13, dapat dilihat bahwa PGH juga merupakan pola pergerakan tema yang paling banyak digunakan pada TSu kedua dengan frekuensi penggunaan sebanyak 10 kali, atau (50,00%) dari total keseluruhan pola pergerakan tema yang digunakan pada TSu. Begitu juga halnya dengan PGH yang terdapat pada TSa yang rata-rata digunakan sebanyak 11,8 kali (50,28%). Selanjutnya, rata-rata penggunaan masing-masing jenis pola pergerakan tema yang terdapat pada TSa kedua dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu dan TSa kedua

No. Pergerakan

Angka Rata-rata

Berbeda dengan teks pertama, pada teks kedua jenis pola pergerakan tema yang digunakan pada TSu dan TSa tidak memiliki perbedaan. Berdasarkan temuan yang disajikan pada Tabel 5.11, tampak bahwa PGH merupakan jenis pola pergerakan tema yang paling dominan digunakan baik pada TSu dan TSa. Begitu juga halnya dengan PGL, PGK, dan PGB yang secara berurutan merupakan tema yang kurang dominan digunakan pada TSu dan TSa.

5.4 Nominalisasi dalam Terjemahan Mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis data, nominalisasi sangat jarang ditemukan pada TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa. Hal ini juga tergambar dari jumlah klausa TSu baik pada teks 1 maupun teks 2 yang lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Padahal, nominalisasi diterapkan untuk mengurangi jumlah klausa sehingga klausa yang dihasilkan memiliki kepadatan leksikal yang tinggi. Minimnya nominalisasi yang dilakukan berhubungan dengan jenis teks yang diujikan pada penelitian ini, yaitu teks news item .

Dari hasil analisis data, pada teks pertama ditemukan bahwa hanya 14 kali penggunaan nominalisasi yang terdapat pada kelimabelas TSu yang dikerjakan oleh mahasiswa. Bahkan beberapa mahasiswa tidak melakukan nominalisasi sama sekali. Hasil temuan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada TSu mereka dirangkum pada Bagan 5.3 berikut ini.

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

Bagan 5.3 Nominalisasi pada TSu pertama

Berdasarkan temuan yang disajikan pada Bagan 5.3, teampak bahwa 5 mahasiswa tidak melakukan nominalisasi sama sekali pada TSu mereka. Sementara itu, hanya ada dua mahasiswa yang melakukan nominalisasi lebih dari satu kali, yaitu M1 yang melakukan nominalisasi sebanyak 5 kali dan M14 sebanyak 2 kali. Sedangkan 8 mahasiswa lainnya hanya melakukannya sebanyak satu kali. Salah satu bentuk nominalisasi yang dilakukan M1 dapat dilihat pada (13).

(13) TSu : BPI chief executive Cezar Consing apologised on Wednesday morning in an interview with a local TV station .

TSa : ucap Ketua Pelaksana BPI, Cezar Consing, saat menyampaikan permintaan maafnya di Kamis pagi dalam sebuah acara di salah satu stasiun TV lokal, ANC.

Bentuk nominalisasi yang dilakukan oleh M1 adalah dengan mengubah fungsi verba TSu „ apologised ‟ menjadi nomina „permintaan maafnya‟ pada TSa. Nominalisasi yang dilakukannya ini telah tepat dikarenakan (i) padanan makna yang direalisasikan dalam bentuk nomina pada TSa ini tidak mengubah ataupun mengurangi makna yang terdapat pada TSu, dan (ii) bentuk frasa nomina yang dibuatnya merupakan bentuk yang lazim digunakan oleh penutur BSa. Hal ini juga bermakna bahwa M1 telah menunjukkan upayanya untuk tidak mengikuti gaya bahasa pada TSu. Padanan yang persis sama juga dilakukan oleh M4 seperti yang terdapat pada (14) berikut ini.

(14) TSu : BPI chief executive Cezar Consing apologised on Wednesday morning in an interview with a local TV station . TSa : Pimpinan eksekutif BPI, Cezar Consing, menyatakan permintaan maafnya pada rabu pagi dalam sebuah wawancara televisi lokal. Seperti yang tampak pada (14), meskipun menggunakan padanan yang sama, namun M4 menggunakan frasa nomina „permintaan maafnya‟ dengan struktur klausa yang berbeda dengan yang dilakukan oleh M1.

Bentuk nominalisasi lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah mengubah fungsi verba „ claiming ‟ pada TSu menjadi nomina „mengklaim‟ pada TSa yang dilakukan

oleh M14 seperti yang terdapat pada (15). (15) TSu : Account holders on social media are claiming to have lost anything from 4,000 pesos ($80; £62) to up to 100,000 pesos. TSa : Beberapa nasabah menyalurkan perasaan kecewa mereka di media sosial dengan mengklaim bahwa mereka kehilangan antara 4.000 peso ($80;£62) hingga 100.000 peso.

Kata „mengklaim‟ pada TSa sekilas tampak seperti verba yang disebabkan oleh penggunaan awalan „me-„ yang dalam bahasa Indonesia merupakan imbuhan pembentuk klausa aktif. Akan tetapi, pada (15), kata tersebut berfungsi sebagai nomina yang dapat

dibuktikan dengan penggunaan preposisi „dengan‟ yang terdapat sebelum kata tersebut di mana kata yang terletak setelah preposisi merupakan kelas kata nomina.

Sementara itu, bentuk nominalisasi yang sangat banyak terjadi pada TSu pertama ini adalah ketika mahasiswa memadankan makna verba TSu „ affected ‟. Ditemukan bahwa 8 Sementara itu, bentuk nominalisasi yang sangat banyak terjadi pada TSu pertama ini adalah ketika mahasiswa memadankan makna verba TSu „ affected ‟. Ditemukan bahwa 8

„dampak‟, M3 dan M11 memadankannya dengan nomina „dampaknya‟, M6 memadankannya dengan nomina „pengaruh‟, M7 dan M14 memadankannya dengan nomina „masalah‟, dan M9 memadankannya den gan nomina „kerusakan‟. Perbedaan padanan makna yang diberikan oleh mahasiswa-mahasiswa tersebut didasari atas perbedaan teknik penerjemahan dan sudut pandang konteks penggunaan kata tersebut. M1, M3, M11, M12, dan M13 yang memadankan makna verba TSu „ affected ‟ dengan „dampak(nya)‟ lebih didasari kepada penerapan teknik literal yang diterapkan mereka dengan melibatkan perubahan fungsi kata, M6 yang memadankan kata tersebut dengan kata TSa “pengaruh‟ disebabkan oleh konteks yang terdapat pada elemen klausa sebelumnya yang berimplikasi pada adanya pengaruh dari gejolak perbankan yang terjadi. Sementara itu, keputusan M7 dan M14 untuk memadankan makna kata TSu „ affected ‟ dengan kata „masalah‟ dipicu oleh konteks yang mengemukakan adanya permasalahan pada transaksi perbankan, sama halnya dengan M9 yang memadankannya dengan kata „kerusakan‟ karena masalah yang terjadi merupakan suatu kerusakan seperti yang telah disebutkan pada paragraf awal teks tersebut.

Selanjutnya, hal yang sama juga terjadi pada penerjemahan teks kedua yang dilakukan oleh mahasiswa meskipun jumlah nominalisasi yang dilakukan mahasiswa lebih banyak daripada yang mereka lakukan pada teks pertama. Hasil temuan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada TSu kedua dirangkum pada Bagan 5.4 berikut ini.

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15

Bagan 5.4 Nominalisasi pada TSu kedua

Temuan yang disajikan pada Bagan 5.4 di atas menunjukkan bahwa pada teks kedua, mahasiswa melakukan nominalisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan teks pertama. Pada TSu kedua ini, M1 masih merupakan mahasiswa yang melakukan nominalisasi paling banyak, yaitu 6 kali, disusul oleh M9 yang melakukannya sebanyak 4 kali, dan M6 dan M10 yang masing-masing melakukannya 3 kali. Selanjutnya, hasil temuan penelitian ini juga mengungkapkan ada 3 mahasiswa yang tidak melakukan nominalisasi sama sekali pada penerjemahan TSu kedua.

Salah satu bentuk nominalisasi yang dilakukan M1 pada TSu kedua dapat dilihat pada (16). (16) TSu : Indonesia has so many islands that it has never been able to fully count or name them. TSa : Banyaknya pulau di bawah kekuasaannya membuat Indonesia tidak pernah bisa menghitung jumlahnya secara utuh ataupun memberikan nama untuk seluruh pulau tersebut.

Bentuk nominalisasi yang dilakukan oleh M1 pada (16) adalah dengan mengubah fungsi v erba TSu „ has ‟ menjadi frasa nomina „di bawah kekuasaannya‟ pada TSa. Nominalisasi yang dilakukannya ini telah tepat dikarenakan (i) padanan makna yang direalisasikan dalam bentuk nomina pada TSa ini tidak mengubah ataupun mengurangi makna yang terdapat pada TSu, dan (ii) bentuk frasa nomina yang dibuatnya merupakan bentuk yang tepat sesuai dengan konteks klausa yang berhubungan dengan daerah kekuasaan Indonesia. Hal ini juga bermakna bahwa M1 telah menunjukkan upayanya untuk tidak mengikuti gaya bahasa pada TSu.

Hasil temuan yang berkenaan dengan nominalisasi ini menunjukkan bahwa kepadatan leksikal (yang akan dijelaskan pada sub-bab 5.5) bukan merupakan ciri khas teks news item dalam bahasa Indonesia. Justru teks news item dalam bahasa Indonesia dapat dicirikan dari kekayaan leksikal ( lexical richness ) yang terdapat di dalamnya. Temuan ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Van Gijsel, Speelman dan Geeraerts (2006: 958) yang menemukan bahwa teks news item dapat dicirikan atau diidentifikasi dari kekayaan leksikalnya dibandingkan dengan jenis teks lainnya karena berisikan unsur-unsur atau fakta- fakta yang lebih formal dan lebih penuh persiapan. Dengan demikian, klausa-klausa yang disajikan merupakan klausa-klausa yang dipersiapkan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh pembacanya.

5.5 Kepadatan Leksikal

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa kepadatan leksikal TSa pertama sangat rendah, dan jumlah rata-rata tertinggi kepadatan leksikal TSa pertama adalah 5,83 butir leksikal per klausa, sedangkan jumlah rata-rata terendah adalah 4,52 butir leksikal per klausa seperti yang disajikan pada Tabel 5.15. Kepadatan leksikal ini diperoleh dari jumlah butir leksikal yang dibagikan dengan jumlah klausa dalam suatu teks. Butir-butir leksikal tersebut merupakan kata-kata yang termasuk kepada kelas kata nomina, verba, adjektiva, dan adverbia, sedangkan kelas kata lainnya – preposisi, artikel, angka, konjungsi, dan kata kerja bantu – tidak termasuk ke dalam butir leksikal.

Tabel 5.15 Kepadatan Leksikal pada TSa pertama Jumlah Butir

Mahasiswa

Jumlah Klausa

Kepadatan Leksikal

Kepadatan leksikal yang rendah juga terdapat pada TSa kedua mahasiswa. Meskipun jumlah rata-rata butir leksikal per klausa yang terdapat pada TSa kedua lebih tinggi daripada teks pertama, yaitu 6 butir leksikal per klausa, jumlah ini juga masih relatif rendah jika dikategorikan sebagai teks bahasa tulisan. Sama halnya dengan temuan yang disajikan pada Tabel 5.15, TSa dengan kepadatan leksikal tertinggi juga merupakan hasil terjemahan M1. Kepadatan leksikal pada TSa kedua dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Kepadatan Leksikal pada TSa kedua Jumlah Butir

Mahasiswa

Jumlah Klausa

Kepadatan Leksikal

Jumlah 5,83 butir leksikal per klausa pada TSa pertama dan 6 butir leksikal per klausa pada TSa kedua yang kedua-duanya merupakan hasil terjemahan M1, yang merupakan tingkat jumlah rata-rata butir leksikal tertinggi yang terdapat pada TSa mahasiswa, menunjukkan rendahnya kepadatan leksikal yang terdapat pada TSu. Temuan ini berkaitan dengan jenis teks news item yang diterjemahkan di mana teks tersebut berfungsi untuk memberi informasi tentang kejadian yang terjadi sehari-hari yang dianggap penting untuk disampaikan (Gerot dan Wignell 1994: 200). Dengan demikian, klausa yang dipilih merupakan klausa tunggal ataupun klausa kompleks dengan penggunaan konjungsi yang jelas, yang juga merupakan salah satu ciri bahasa lisan (Martin 1985, 1992). Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa bahasa surat kabar merupakan jenis bahasa lisan yang ditulis yang bertujuan untuk membuat berita yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami oleh para pembaca yang memiliki status sosial yang beragam. Sedangkan bahasa tulisan memiliki ciri kepadatan leksikal yang tinggi (Halliday 1985, 1994; Martin 1985, 1992; Ravelli and Ellis 2004) yang secara eksklusif digunakan pada buku-buku teks ilmiah yang pembacanya merupakan orang yang berpendidikan.

Hasil temuan yang disajikan pada Tabel 5.15 dan 5.16 juga menunjukkan bahwa jumlah rata-rata butir leksikal yang digunakan pada TSa pertama dan kedua berada pada Hasil temuan yang disajikan pada Tabel 5.15 dan 5.16 juga menunjukkan bahwa jumlah rata-rata butir leksikal yang digunakan pada TSa pertama dan kedua berada pada

5.6 Model Penerjemahan Berbasis Fungsi Tekstual

Hasil temuan penelitian ini juga menghasilkan suatu model penerjemahan yang berbasis fungsi tekstual. Model ini dikembangkan untuk membuat penerapan fungsi tekstual pada penerjemahan tidak bersifat kaku. Model penerjemahan ini disajikan pada Bagan 5.5 berikut ini.

Bagan 5.5 Model penerjemahan berbasis fungsi tekstual

Penerjemahan yang dilakukan dengan menerapkan model penerjemahan berbasis fungsi tekstual seperti yang ditampilkan pada Bagan 5.5 diawali dengan penemuan makna tekstual TSu. Penemuan makna tekstual ini direalisasikan ke dalam tema dan rema klausa- klausa yang terdapat pada TSu. Setelah makna tekstual ditemukan, maka makna tekstual tersebut diungkapkan kembali dalam bahasa sasaran (BSa). Dalam pengungkapan makna ini, beberapa hal harus diperhatikan yang pada intinya berkaitan dengan keputusan si penerjemah apakah akan melakukan pergeseran ( shift ) atau tidak. Pergeseran ini dapat melibatkan pergeseran dari tema ke rema yang dapat direalisasikan dalam pergeseran dari Penerjemahan yang dilakukan dengan menerapkan model penerjemahan berbasis fungsi tekstual seperti yang ditampilkan pada Bagan 5.5 diawali dengan penemuan makna tekstual TSu. Penemuan makna tekstual ini direalisasikan ke dalam tema dan rema klausa- klausa yang terdapat pada TSu. Setelah makna tekstual ditemukan, maka makna tekstual tersebut diungkapkan kembali dalam bahasa sasaran (BSa). Dalam pengungkapan makna ini, beberapa hal harus diperhatikan yang pada intinya berkaitan dengan keputusan si penerjemah apakah akan melakukan pergeseran ( shift ) atau tidak. Pergeseran ini dapat melibatkan pergeseran dari tema ke rema yang dapat direalisasikan dalam pergeseran dari

tunggal ke tema ganda atau sebaliknya. Selanjutnya, proses penerjemahan ini dilakukan dengan memperhatikan pola gerak klausa atau yang lebih tepat disebut dengan pola pergerakan tema. Hal ini bertujuan untuk menjaga keutuhan makna TSu yang akan disampaikan dalam TSa. Pertimbangan selanjutnya adalah apakah akan melakukan nominalisasi atau tidak. Hal ini berhubungan dengan jenis teks yang diterjemahkan dan pertimbangan siapa yang akan menjadi konsumen atau pembaca teks tersebut. Selanjutnya, proses penulisan dilakukan untuk menghasilkan TSa yang sesuai dengan gaya dan struktur BSa dengan tetap mempertahankan makna tekstual yang terdapat pada TSu.

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22