Analisis fungsi tekstual pada teks terje

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR ANALISIS FUNGSI TEKSTUAL PADA TEKS TERJEMAHAN BERITA DI BBC ONLINE TIM PENGUSUL

Ketua : Dr. Rudy Sofyan, S.S., M. Hum NIDN: 0013117203 Anggota : Dr. Bahagia Tarigan, M. A.

NIDN: 0017105807

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOVEMBER 2017

5.4 Nominalisasi dalam Terjemahan Mahasiswa .........................................

45

5.5 Kepadatan Leksikal ................................................................................

47

5.6 Model Penerjemahan Berbasis Fungsi Tekstual ....................................

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 54

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Proses Penerjemahan (Larson, 1984:4) ......................................................

Bagan 2.2 Metafungsi Bahasa (Halliday, 1994: 36) ....................................................

Bagan 2.3 Pola Gerak Linear (Eggins, 1994) .............................................................. 11

Bagan 2.4 Pola Gerak Konstan (Eggins, 1994) ........................................................... 11

Bagan 2.5 Pola Gerak Tema dengan Hipertema (Eggins, 1994) ................................. 12

Bagan 2.6 Proses Penerjemahan oleh Said (1994) ...................................................... 12

Bagan 4.1 Diagram Tulang Ikan Penelitian ................................................................. 19

Bagan 5.1 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1) ....................................................................................................... 37

Bagan 5.2 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2) ....................................................................................................... 37

Bagan 5.3 Nominalisasi pada TSu pertama ................................................................. 41

Bagan 5.4 Nominalisasi pada TSu kedua .................................................................... 43

Bagan 5.5 Model penerjemahan berbasis fungsi tekstual ............................................ 47

Tabel 5.15 Kepadatan Leksikal pada TSa pertama ...................................................... 45

Tabel 5.16 Kepadatan Leksikal pada TSa kedua .......................................................... 46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAIAN

54

LUARAN KEGIATAN ...................................................................

LAMPIRAN 2 SURAT TANDA PENERIMAAN ABSTRAK DAN

56

UNDANGAN MENYAJI ................................................................

58

LAMPIRAN 3 ARTIKEL SEMINAR INTERNASIONAL ..................................

66

LAMPIRAN 4 DRAF ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL .........................

77

LAMPIRAN 5 ANALISIS POLA PERGERAKAN TEMA TSA .........................

RINGKASAN

Saat ini, informasi yang disajikan dalam situs resmi BBC telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Fakta ini memperkuat pentingnya peran penerjemahan dalam penyebaran informasi secara global. Dengan demikian, keakuratan dan kealamiahan hasil terjemahan sangat perlu untuk mendapatkan perhatian dalam menjamin tersampaikannya keutuhan pesan Teks Sumber (TSu). Oleh karena itu, kajian-kajian penelitian yang berkenaan dengan penerjemahan penting dilakukan untuk mendapatkan model-model yang memfasilitasi para penerjemah dalam menghasilkan hasil terjemahan yang baik. Penelitian-penelitian di bidang penerjemahan sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, akan tetapi banyak di antaranya yang mengkritisi hasil terjemahan yang dilakukan oleh penerjemah tanpa memberikan solusi berupa teknik ataupun model mutakhir yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi penerjemah.

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk menerapkan teori fungsi tekstual dalam menganalisis hasil terjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah. Penelitian ini menggunakan analisis isi untuk melihat pola penerjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah berdasarkan teori fungsi tekstual. Di samping melihat ketertautan dan keutuhan pesan yang dihasilkan, penelitian ini juga melihat kealamiahan dari hasil terjemahan. Berita-berita yang dimuat di BBC yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dijadikan sebagai TSu dalam penelitian ini untuk diterjemahkan oleh mahasiswa penerjemah ke dalam bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menemukan pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; (ii) menemukan pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; (iii) menemukan pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; dan (iv) menemukan kepadatan leksikal yang terdapat pada Teks Sasaran (TSa) yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi ( content analysis ). Menurut Bush dkk (2008), analisis ini merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis kehadiran kata-kata atau konsep-konsep tertentu dalam suatu teks. Selanjutnya kesimpulan dapat dirumuskan berkenaan dengan hubungan kata-kata atau konsep-konsep tersebut dalam suatu teks. Dalam penelitian ini, teks yang dianalisis adalah teks hasil terjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah. Isi teks terjemahan tersebut dikupas secara detail dengan menggunakan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dengan menggunakan teori fungsi tekstual.

Data penelitian ini adalah dua teks terjemahan yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah. Sumber data penelitian ini adalah 2 teks berita yang dimuat di BBC Online yang belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU). Mereka adalah penutur asli bahasa Indonesia, memiliki profil yang relatif homogen, dan telah menyelesaikan mata kuliah terjemahan.

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Miles, Huberman dan Saldana (2014: 31-33) yaitu model analisis interaktif yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu: (i) kondensasi data yaitu suatu proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Miles, Huberman dan Saldana (2014: 31-33) yaitu model analisis interaktif yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu: (i) kondensasi data yaitu suatu proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip

Dari hasil analisis data ditemukan bahwa (i) tema tak bermarkah tunggal merupakan jenis tema yang paling dominan yang terdapat pada TSa pertama dan TSa kedua; (ii) pola pergerakan hipertema merupakan pola gerak tema yang paling dominan digunakan pada TSa pertama dan TSa kedua; (iii) nominalisasi sangat jarang ditemukan pada TSa pertama dan TSa kedua yang disebabkan oleh jenis teks yang diterjemahkan oleh mahasiswa, yaitu news item ; dan (iv) jumlah rata-rata butir leksikal yang digunakan pada TSa pertama berada pada rentang 4,52-5,83 dan pada TSa kedua berada pada rentang 4,62-6,00 butir leksikal per klausa.

Kata kunci : Fungsi tekstual, jenis tema, LFS, penerjemahan, pergerakan tema dan rema

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Segala bentuk praktik penerjemahan bertujuan untuk menghasilkan teks sasaran (TSa) yang memiliki kesepadanan makna dengan teks sumbernya (TSu). Dengan demikian, pembaca akan sampai pada pemahaman yang sama ketika dia membaca TSu dan TSa. Kesepadanan makna akan diperoleh jika seluruh informasi yang terdapat dalam TSu tersampaikan secara utuh dalam TSa. Sehingga penerjemahan dapat dipahami sebagai suatu proses penulisan kembali suatu teks dalam bahasa yang berbeda.

Meskipun demikian, pemadanan makna tidak berarti bahwa penerjemahan harus bersifat kaku, atau dengan kata lain harus mengikuti tatanan kalimat yang terdapat dalam TSu secara utuh. Kekakuan dalam hasil terjemahan merupakan hal yang sering terjadi yang mengakibatkan TSa sangat mudah dikenali sebagai teks hasil terjemahan. Sementara itu, hasil terjemahan yang baik harus dapat membuat pembaca merasa tidak asing dengan kata-kata atau gaya bahasa yang digunakan pada teks tersebut, sehingga mereka tidak menyadari bahwa teks yang mereka baca merupakan teks hasil terjemahan.

Oleh karena itu, jumlah kata, klausa, ataupun kalimat yang terdapat dalam TSa boleh saja berbeda dengan yang terdapat dalam TSu, begitu juga halnya dengan peran dan fungsi kata yang terdapat di dalamnya. Hal terpenting yang harus dipertahankan adalah kesepadanan makna, sementara bagaimana makna tersebut disampaikan merupakan kebebasan yang dimiliki penerjemah sepanjang disampaikan menurut aturan atau tata bahasa yang berlaku pada bahasa sasaran (BSa).

Di tengah upaya menghasilkan teks terjemahan yang tidak kaku, justru sering timbul masalah yang berkenaan dengan ketidakakuratan hasil terjemahan. Penambahan, pengurangan, ataupun transposisi elemen bahasa merupakan hal yang lumrah dilakukan dalam penerjemahan sepanjang tidak mengubah makna sebenarnya yang terdapat dalam TSu. Oleh karena itu, segala bentuk modifikasi yang dilakukan harus didasari oleh suatu pendekatan atau referensi yang tepat. Tidak dapat disangkal bahwa pendekatan linguistik berperan sangat penting dalam penerjemahan karena penerjemahan merupakan praktik penggunaan bahasa dan linguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa secara sistematis. Meskipun demikian, seorang penerjemah harus mampu memilih teori linguistik yang tepat untuk digunakan dalam proses penerjemahan. Salah satu teori linguistik yang Di tengah upaya menghasilkan teks terjemahan yang tidak kaku, justru sering timbul masalah yang berkenaan dengan ketidakakuratan hasil terjemahan. Penambahan, pengurangan, ataupun transposisi elemen bahasa merupakan hal yang lumrah dilakukan dalam penerjemahan sepanjang tidak mengubah makna sebenarnya yang terdapat dalam TSu. Oleh karena itu, segala bentuk modifikasi yang dilakukan harus didasari oleh suatu pendekatan atau referensi yang tepat. Tidak dapat disangkal bahwa pendekatan linguistik berperan sangat penting dalam penerjemahan karena penerjemahan merupakan praktik penggunaan bahasa dan linguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa secara sistematis. Meskipun demikian, seorang penerjemah harus mampu memilih teori linguistik yang tepat untuk digunakan dalam proses penerjemahan. Salah satu teori linguistik yang

Hubungan LFS dengan penerjemahan sebelumnya juga telah disampaikan oleh Halliday (1992: 15) yang mengatakan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan pembuatan makna, dan suatu kegiatan tidak akan disebut sebagai penerjemahan jika tidak berhubungan dengan pembuatan makna. Setiap elemen bahasa dalam penerjemahan mewakili makna yang berbeda-beda yang berhubungan dengan fungsi bahasa, dan LFS merupakan teori linguistik yang mengakomodir makna dan fungsi bahasa.

Makna dalam teori LFS direalisasikan ke dalam metafungsi bahasa yang meliputi makna ideasional, interpersonal, dan tekstual. Dari ketiga metafungsi bahasa tersebut, fungsi tekstual yang beroperasi pada tataran teks berperan sangat penting dalam mennghasilkan teks terjemahan yang baik. Penerapan fungsi tekstual pada proses penerjemahan membantu dalam menyusun pesan dalam TSa sehingga makna keseluruhan yang terdapat dalam TSu dapat disampaikan seutuhnya. Di samping itu, dengan memperhatikan fungsi tekstual, masalah kekakuan dan ketidakakuratan dalam hasil terjemahan juga dapat teratasi.

Pada saat ini, penerjemahan memainkan peranan sangat penting dalam penyampaian informasi. Terlebih lagi dengan semakin mudahnya akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi, khususnya informasi melalui media internet. Tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan informasi yang tersedia ditulis dalam bahasa Inggris karena perannya sebagai bahasa internasional. Fakta inilah yang membuat peran penerjemahan menjadi sangat penting karena tanpa penerjemahan ke BSa tertentu maka informasi yang sudah tersedia juga tidak dapat dipahami oleh pembaca pada BSa tersebut.

Salah satu situs di Internet yang menyajikan informasi global yang bersifat up-to-date adalah BBC ( http://www.bbc.com/ ). Informasi yang disajikan pada situs ini menggunakan bahasa Inggris sebagai BSu. Saat ini, informasi yang disajikan dalam situs resmi BBC telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Fakta ini semakin memperkuat pentingnya peran penerjemahan dalam penyebaran informasi secara global saat ini. Dengan demikian, keakuratan dan kealamiahan hasil terjemahan sangat perlu untuk mendapatkan perhatian dalam menjamin tersampaikannya keutuhan pesan TSu.

Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas, kajian-kajian penelitian yang berkenaan dengan penerjemahan sangat perlu untuk dilakukan untuk mendapatkan model- model yang memfasilitasi para penerjemah dalam menghasilkan hasil terjemahan yang baik.

Penelitian-penelitian di bidang penerjemahan sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, akan tetapi banyak di antaranya yang mengkritisi hasil terjemahan yang dilakukan oleh penerjemah tanpa memberikan solusi-solusi berupa teknik ataupun model mutakhir yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi penerjemah.

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk menerapkan teori fungsi tekstual dalam menganalisis hasil terjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah. Penelitian ini menggunakan analisis isi untuk melihat pola penerjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah berdasarkan teori fungsi tekstual. Di samping melihat ketertautan dan keutuhan pesan yang dihasilkan, penelitian ini juga melihat kealamiahan dari hasil terjemahan. Berita-berita yang dimuat di BBC yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dijadikan sebagai TSu dalam penelitian ini untuk diterjemahkan oleh mahasiswa penerjemah ke dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

2. Bagaimana pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

3. Bagaimana pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

4. Bagaimana kepadatan leksikal yang terdapat pada TSa yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah dibandingkan dengan TSu?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penerjemahan

Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa dalam suatu teks dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) yang dilakukan melalui tulisan. Pernyataan ini senada dengan Newmark (1981:7) yang mendefenisikan bahwa penerjemahan adalah suatu upaya mengalihkan pesan yang tertulis dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa Sasaran (BSa) dengan mengutamakan kesepadanan makna. Sebuah naskah terjemahan dari BSu ke BSa dapat mencapai kesepadanan makna sangat dipengaruhi oleh kemampuan penerjemah dalam memahami teks sumber (TSu) dan menyampaikan makna yang ada dalam teks sasaran (TSa). Hasil penerjemahan ke TSa sangat ditentukan oleh kemampuan tata bahasa ( grammatical skill ), keterampilan membaca ( reading skill ) dan analisa wacana ( discourse analysis ) yang dimiliki penerjemah. Apabila penerjemah memiliki ketiga kemampuan tersebut maka akan mempengaruhi kualitas terjemahan yang dihasilkan demikian juga sebaliknya apabila penerjemah tidak memiliki ketiga kemampuan tersebut maka akan berpengaruh besar dalam kualitas hasil terjemahan.

Secara lebih spesifik, Larson (1984:3) menegaskan bahwa pengalihan tersebut hanya mengubah bentuk bahasa dari BSu ke BSa, sementara makna yang terdapat pada BSu harus dipertahankan (lihat Bagan 2.1). Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam penerjemahan, struktur kalimat yang digunakan dalam BSa boleh saja berbeda dengan BSu sepanjang keduanya menyampaikan makna yang sama. Dengan kata lain, seseorang yang membaca suatu teks terjemahan akan sampai kepada pemahaman yang sama ketika membaca teks tersebut baik dalam BSu maupun dalam BSa.

Bagan 2.1 Proses Penerjemahan (Larson, 1984: 4)

Bagan 2.1 menjelaskan bahwa penerjemahan harus dimulai dari penemuan makna yang terdapat pada BSu. Selanjutnya, makna tersebut diungkapkan kembali dengan menggunakan ungkapan yang berterima dalam BSa. Dengan demikian, ungkapan yang disampaikan dalam BSa inilah yang disebut dengan produk terjemahan.

Selanjutnya, pemertahanan makna yang dimaksud dalam penerjemahan dapat disebut juga dengan usaha unt uk mempertahankan „kesepadanan‟ makna dan fungsi yang terdapat dalam BSu dan BSa (Bell, 1991: 19; Munday, 2008: 36; Newmark, 1988: 28; Venuti 2000: 5). Kesepadanan, menurut Venuti (2000: 5), dapat dipahami sebagai keakuratan, kecukupan, kebenaran, keterhubungan, dan ketepatan makna yang terdapat dalam BSu dan BSa. Meskipun demikian, dalam penerjemahan tidak ada kesepadanan makna penuh atau utuh yang terdapat dalam BSu dan BSa (Jakobson, 2000: 114). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerjemahan merupakan proses mencari kesepadanan makna yang terdapat dalam dua bahasa yang berbeda.

Berbicara tentang penerjemahan – yang melibatkan bahasa – tentunya juga tidak terlepas dari unsur budaya; oleh karena itu, pemahaman budaya yang memadai sangat diperlukan dalam penerjemahan. Bahasa dan budaya ibarat dua sisi koin mata uang yang tak terpisahkan: mengganti unsur salah satu sisi koin berarti mengubah nilai mata uang tersebut. Dengan kata lain, menerjemahkan bahasa ke dalam bahasa yang berbeda berarti juga menerjemahkan budaya ke budaya yang berbeda pula. Begitu pentingnya unsur budaya dalam penerjemahan ditegaskan oleh Torop (2002: 593) yang menyatakan bahwa penerjemahan tidak dapat terpisahkan dari konsep budaya.

Di samping itu, unsur lain yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan adalah gaya bahasa. Menurut Nababan (1999: 20), gaya bahasa terjemahan merupakan salah satu aspek penting yang butuh pertimbangan pada setiap penerjemahan. Gaya bahasa sangat berpengaruh pada tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan sehingga gaya bahasa itu harus disesuaikan dengan ragam bahasa yang terdapat dalam teks BSu. Seorang penerjemah harus dapat menentukan gaya bahasa yang digunakannya dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti siapa yang akan mengkonsumsi hasil terjemahannya, bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam teks sumber, dan lain-lain (Duff, 1981: 7).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan merupakan suatu proses pengalihan bahasa yang terdapat dalam teks dari BSu ke BSa dengan mempertahankan kesepadanan makna dalam kedua bahasa tersebut. Dengan demikian, seorang penerjemah Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan merupakan suatu proses pengalihan bahasa yang terdapat dalam teks dari BSu ke BSa dengan mempertahankan kesepadanan makna dalam kedua bahasa tersebut. Dengan demikian, seorang penerjemah

2.2 Teori Linguistik Fungsional Sistemik dan Praktik Penerjemahan

Berkembangnya penerjemahan sebagai salah satu bentuk profesionalisme dalam penggunaan bahasa tidak terlepas dari kontribusi Halliday yang ingin membangun jembatan antara teori linguistik dengan praktik profesional (Yallop, 1987: 347). Pernyataan ini sekaligus menjawab pertanyaan apakah suatu teori diperlukan dalam penerjemahan. Perlunya suatu teori dalam penerjemahan juga ditegaskan oleh Chesterman and Wagner (2002: 7) yang menganggap teori sebagai alat pemecahan masalah dalam penerjemahan. Senada dengan pentingnya teori dalam penerjemahan, Manfredi (2011: 51) mengatakan bahwa teori sangat relevan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi penerjemah.

Secara khusus, teori yang dimaksud di atas adalah teori linguistik di mana penerjemahan tanpa didasari oleh teori linguistik dapat diibaratkan seperti seseorang yang melakukan pekerjaannya tanpa menggunakan peralatan yang lengkap (Fawcett 1997: i). Di antara teori-teori linguistik yang sangat relevan dengan penerjemahan adalah teori linguistik fungsional sistemik (LFS). Setelah Halliday (1966) menulis artikel yang berkenaan dengan penerjemahan, maka bermunculan begitu banyaknya penelitian-penelitian di bidang penerjemahan yang menggunakan teori LFS seperti Newmark (1987), Bell (1991), Steiner (1998; 2002; 2004), Steiner dan Yallop (2001), dan Kim (2007; 2009).

Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan mengapa teori LFS merupakan pilihan yang bijak dalam praktik penerjemahan. Halliday (1992: 15) menyatakan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan pembuatan makna, dan teori linguistik yang relevan dengan penerjemahan haruslah merupakan teori yang mengedepankan makna sebagai pilihan, dan LFS merupakan teori yang tepat dalam hal ini. Dalam paradigma LFS, seorang penerjemah harus menentukan pilihan dari beberapa pilihan makna yang potensial sebagai padanan makna yang terdapat dalam TSu. Pilihan makna dalam LFS berupa makna ideasional, interpersonal, dan tekstual (Halliday dan Matthiessen 2004: 24); dan seorang penerjemah harus mampu memahami ketiga jenis makna tersebut dan menyampaikannya kembali dalam bahasa yang berbeda (Manfredi, 2011: 51). Pilihan makna tersebut berdasarkan teori metafungsi bahasa dalam LFS seperti yang terdapat pada Bagan 2.2.

MAKNA

Ideasional

Tekstual (Eksperiensial dan Logis)

Interpersonal

Bagan 2.2 Metafungsi Bahasa (Halliday, 1994: 36)

Ketiga makna yang merupakan turunan dari metafungsi bahasa tersebut bekerja secara bersamaan dalam membangun suatu TSa. Setiap jenis metafungsi bahasa direalisasikan dalam bentuk leksikogramatika (sistem penggunaan kata) yang berbeda dan digunakan oleh variabel tertentu dari konteks seperti yang disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Variabel Register, Realisasi Metafunsi dan Leksikogramatika (Halliday, 1994)

LEKSIKOGRAMATIKA (SISTEM KONTEKS

SEMANTIK (MAKNA)

PENGGUNAAN KATA)

Field Ideasional:

Transitivitas

- Eksperiensial Taxis; hubungan logis-semantis - Logis Tenor

Interpersonal

Modus Modalitas Sistem Appraisal

Mode Tekstual

Struktur Tematis Kohesi

Berdasarkan penjelasan di atas, makna ideasional – baik yang digunakan untuk menyatakan makna eksperiensial (pengalaman) maupun untuk menunjukkan hubungan logis antara pengalaman tersebut – dipicu oleh field , yang menyangkut aktivitas diskurs, dan direalisasikan dalam leksikogramatika dengan sistem transitivitas (Partisipan, Proses dan Sirkumstan) dan sistem taksis dan hubungan logis-semantis. Sementara itu, makna interpersonal dipicu oleh variabel tenor dan direalisasikan dalam leksikogramatika dengan sistem modus, modalitas, dan apraisal. Sedangkan makna tekstual dipicu oleh modus diskurs dan direalisasikan dengan struktur perangkat kohesif, seperti struktur tematis dan non- tematis, dan kohesi.

2.3 Makna Tekstual

Makna tekstual adalah makna yang terealisasi dari unsur-unsur leksikogramatika yang menjadi media terwujudnya sebuah teks yang runtut dan yang sesuai dengan situasi tertentu pada saat bahasa itu dipakai dengan struktur yang bersifat periodik (Martin, 1992: 10-13).

Makna tekstual diungkapkan dengan ketertautan leksikal, referensi, akumulasi penataan tema-rema pada tingkat klausa, hipertema pada paragraf, dan struktur teks. Dengan demikian, makna tekstual mempersoalkan bagaimana sebuah teks itu ditata dan dimediakan sehingga tercipta sebagaimana wujudnya (Wiratno, 2010: 142).

2.4 Tema dan Rema

Tema dan Rema adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan unsur-unsur pesan dalam suatu kalimat menurut fungsi tekstual. Haliday (1985: 39) membedakan kedua istilah tersebut dengan mengatakan bahwa tema adalah “apa yang menjadi foukus atau inti suatu pesan/kalimat: titik tolak arah pembicaraan yang ingin disampaikan seseorang”; sementara rema adalah sisa pesan tersebut yang merupakan tempat pengembangan dari tema. Eggins (1994: 275) menambahkan bahwa tema adalah elemen yang tersapat di awal kalimat, sedangkan rema adalah bagian dari kalimat dimana suatu tema dikembangkan. Dengan demikian, tema dapat dikatakan sebagai unsur pertama dalam suatu kalimat yang menunjukkan kepada pembaca tentang apa yang menjadi inti pesan dalam kalimat tersebut. Sementara itu, rema merupakan bagian dari pesan yang memiliki peran penting untuk mengontrol pergerakan pengembangan tema. Perbedaan tema dan rema dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan Tema dan Rema

Tema

Rema

a. Tempat titik tolak dari pengembangan a. Bukan tema, di mana pengembangan suatu pesan

pesan dilakukan

b. Terletak di awal kalimat

b. Terletak setelah tema

Halliday (1985) dan Eggins (1994) menambahkan bahwa informasi dalam suatu kalimat itu dikategorikan kepada dua jenis: usang ( given information ), suatu informasi yang tidak asing; dan baru ( new information ), suatu informasi yang masih asing. Pada umumnya, informasi usang itu terdapat di dalam tema sedangkan rema mengandung informasi yang baru. Pembagian kalimat berdasarkan tema dan rema dapat dilihat dalam contoh kalimat- kalimat di bawah ini:

Tema / Informasi Usang Rema / Informasi Baru The student

studies very hard

At 6 p.m. yesterday

he departed to Jakarta

Very quickly the man finished his assignment. Why he hates me

is a mystery

Dari contoh di atas, jelas terlihat bahwa tema bukan harus dibentuk dari kata nomina saja; begitu juga sebaliknya, rema bukan harus berupa kata kerja ataupun predikat saja. Kalimat pertama pada contoh di atas memang menampilkan subjek (kata nomina) berfungsi sebagai tema, akan tetapi tiga kalimat berikutnya menunjukkan bahwa tema juga dapat berupa frase preposisi, kata adverbial, maupun anak kalimat. Ketiga kalimat tersebut juga menampilkan bagaimana rema suatu kalimat memiliki bentuk yang bervariasi.

Awal kalimat memiliki peran yang paling penting dalam suatu kalimat; dengan demikian, apapun yang diletakkan di awal kalimat akan mempengaruhi interpretasi pembaca tentang segala sesuatu yang akan muncul setelahnya. Berdasarkan hal tersebut, dalam suatu teks terjemahan yang baik (akurat dan alamiah), informasi usang ( given information ) dalam sebuah kalimat seyogyanya diletakkan pada posisi tema, yang berperan sebagai pemandu yang memberi isyarat kepada pembaca tentang ide utama kalimat tersebut. Sebaliknya, informasi baru ( new information ) sepantasnya diletakkan pada posisi rema. Keseimbangan pergerakan antara tema dan rema dalam kalimat merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam menjaga keutuhan isi suatu teks terjemahan.

2.4.1 Jenis Tema

Tema dapat dibagi kepada beberapa kategori: topikal (ideasional), interpersonal, dan tekstual. Suatu klausa bisa memiliki salah satu atau semua kategori tersebut. Penjelasan tentang kategori tersebut dapat dilihat berikut ini.

2.4.1.1 Tema Topikal

Tahap tema ideasional, yang dikenal dengan tema topikal, dapat dikenal sebagai unsur pertama dalam suatu kalimat yang mengungkapkan beberapa jenis gambaran arti (Martin, Matthiensen, dan Painter, 1997: 26). Tema topikal merupakan tema yang berisikan unsur- unsur transitivitas, yaitu partisipan, proses, atau sirkumstan. Tema topikal juga dapat dibagi kepada tema „ unmarked (tak bermarkah) ‟ dan „ marked (bermarkah) ‟. Tema tak bermarkah (TM) merupakan tema yang lazim yang berisikan partisipan yang berperan sebagai subjek. Tema bermarkah (M) merupakan tema yang tak lazim yang berisikan proses ataupun sirkumstan.

2.4.1.2 Tema Interpersonal

Halliday (1985: 53) menyatakan bahwa interpersonal berarti makna sebagai bentuk dari kegiatan: si pembicara atau si penulis melakukan sesuatu kepada si pendengar atau si pembaca dengan menggunakan bahasa sebagai alat. Fungsi dari interpersonal dalam suatu klausa adalah pergantian peran dalam interaksi retorika: pernyataan, pertanyaan, penawaran, dan perintah, yang diikuti oleh modalitas.

2.4.1.3 Tema Tekstual

Gerot, Wignel (1994: 105) mendefinisikan bahwa tema tekstual menghubungkan kalimat pada konteksnya. Tema tekstual dapat berupa kontinuatif dan/atau konjungtif ajung dan konjungsi. Tema tekstual selalu berada pada bagian pertama dari tema, terletak sebelum tema interpersonal apa pun.

Suatu klausa dapat berisikan hanya satu jenis tema saja yang disebut klausa dengan tema tunggal (TT), sementara klausa yang berisikan lebih dari satu jenis tema disebut klausa dengan tema ganda (TG). Contoh TT dan TG dapat dilihat pada klausa (1) dan (2).

(1) The student

studies very hard

goes on Tema tekstual Tema interpersonal Tema topikal

children

the story

Rema

Tema

Klausa yang terdapat pada (1) merupakan contoh penggunaan TT di mana unsur klausa yang berfungsi sebagai tema adalah „ The student ‟. Jika tema suatu klausa adalah TT, maka tema tersebut berjenis tema topikal. Dengan kata lain, setiap klausa harus berisikan tema topikal. Berdasarkan kelazimannya, maka tema klausa (1) berjenis tak bermarkah karena posisi tema diisi oleh partisipan sebagai subjek. Dengan demikian, klausa tersebut dapat disebut tema tunggal tak bermarkah (TTTM). Sementara itu, klausa (2) merupakan contoh penggunaan TG karena di dalamnya terdapat 3 jenis tema sekaligus: „ Well ‟ sebagai tema tekstual, „ children ‟ sebagai tema interpersonal, dan „ the story ‟ sebagai tema topikal. Berdasarkan kelazimannya, maka tema klausa (2) berjenis tak bermarkah karena posisi tema topikal diisi oleh partisipan sebagai subjek. Dengan demikian, klausa tersebut dapat disebut tema ganda tak bermarkah (TGTM).

2.4.2 Pola Gerak Tema

Alur informasi dari tema ke rema berperan penting dalam pencapaian komunikasi yang efektif; dimana pembaca dapat dengan mudah memahami isi pesan yang terdapat dalam suatu kalimat. Alur tukar informasi dari tema ke rema secara umum dapat disebut dengan pola gerak tema. Pola gerak tema memberikan kontribusi yang signifikan kepada kepaduan isi dari suatu teks. Danes (1974) dan Eggins (1994) membagi pola gerak tema kepada tiga jenis: (i) pola gerak linear, (ii) pola gerak konstan, dan (iii) pola gerak tema dengan hipertema.

2.4.2.1 Pola gerak linear

Pola gerak linear disebut juga dengan pola gerak zig-zag, dimana rema pada klausa pertama menjadi tema pada klausa berikutnya. Pola gerak ini dapat dilihat pada Bagan 2.3:

Bagan 2.3 Pola Gerak Linear (Eggins, 1994)

Berdasarkan Bagan 2.3, jelas terlihat bahwa rema dalam suatu klausa menjadi tema pada klausa berikutnya. Kedua pola gerak tema ini, dalam penelitian ini, selanjutnya disebut dengan pola gerak tema silang (merujuk kepada Wang, 2007).

2.4.2.2 Pola gerak konstan

Pola gerak konstan memunculkan tema klausa pertama pada tema di klausa-klausa berikutnya. Pola gerak ini dapat dilihat pada Bagan 2.4 di bawah ini:

Tema 1 + Rema 1;

Tema 2 (= Tema 1) + Rema 2;

Tema 3 (= Tema 1 = Tema 2) + Rema 3;

Bagan 2.4 Pola Gerak Konstan (Eggins, 1994) Bagan 2.4 menunjukkan keterkaitan tema pada klausa-klausa lanjutan kepada tema yang terdapat pada klausa pertama.

2.4.2.3 Pola gerak tema dengan hipertema

Jenis pola tema ini mengacu kepada suatu tema yang umum, di mana tema-tema pada klausa berikutnya merupakan bagian-bagian yang lebih khusus dari tema tersebut. Pola tema ini dapat dilihat pada Bagan 2.5 di bawah ini.

Tema 1 + Rima 1;

[Hipertema] Tema 2 + Rima 2;

Tema 3 + Rima 3; …

Bagan 2.5 Pola Gerak Tema dengan Hipertema (Eggins, 1994) Bagan 2.5 menampilkan suatu tema yang superior (hipertema) atau dengan kata lain, tema-tema yang terdapat di klausa-klausa berikutnya merupakan bagian-bagian yang lebih kecil dari hipertema itu.

2.5 Model-Model Penerjemahan

Penelitian-penelitian pada bidang penerjemahan telah banyak menghasilkan model- model penerjemahan dengan tujuan memudahkan para penerjemah dalam melakukan proses penerjemahan.

Bagan 2.6 Proses Penerjemahan oleh Said (1994)

Di samping itu, model-model yang ditemukan tersebut juga bertujuan menghasilkan produk terjemahan yang akurat. Said (1994 dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 21) memperkenalkan model penerjemahan untuk menunjukkan kompleksitas yang terjadi dalam proses penerjemahan. Bagan 2.6 di atas menunjukkan bahwa proses penerjemahan berlangsung secara internal (dalam pikiran penerjemah) dan eksternal (terlihat secara fisik). Proses internal berhubungan dengan bagaimana si penerjemah memahami makna dan mentransfer makna tersebut ke dalam BSa. Sementara itu, proses eksternal berhubungan dengan konteks budaya, konteks situasi, pemilihan leksikon, dan struktur gramatikal baik dalam BSu maupun BSa.

Berikutnya, Herman (2009) menemukan suatu model pembelajaran penerjemahan dari bahasa Perancis ke bahasa Indonesia dengan menggunakan teori Théorie interpretative de la traduction. Model ini menekankan pada tiga tahapan penting dalam penerjemahan: (i) tahap compréhension (pemahaman). Pada tahap ini beberapa kegiatan eksplorasi teks seperti teknik membaca, pengumpulan bahan, informasi, dan data pendukung menjadi kunci bagi berlangsungnya penerjemahan; (ii) tahap decodage. Pada tahap ini strategi mahasiswa dalam menyerap informasi dan meretensinya dalam ingatan menjadi tolak ukur. Berbagai cara untuk mengingat dan menjalin informasi menjadi penentu bagi proses penuangan gagasan dalam bahasa sasaran; dan (iii) tahap réexpression. Pada tahap ini kemahiran dan penguasaan mahasiswa terhadap bahasa sasaran dalam hal ini Bahasa Indonesia merupakan salah satu faktor yang penting. Disamping itu, pengetahuan tentang gaya bahasa sastra dan kelihaian memilih kata yang mengandung nilai afektif menjadi sangat penting guna mengasilkan karya sastra terjemahan yang enak dibaca dan tetap setia pada karya aslinya.

Model-model tersebut bukanlah bersifat final, dalam arti kata tidak dapat dimodifikasi, akan tetapi model-model tersebut dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya pada bidang penerjemahan untuk menghasilkan model-model penerjemahan yang mutakhir. Secara khusus, penelitian ini akan menghasilkan suatu model penerjemahan dengan pendekatan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), khususnya berdasarkan fungsi tekstual bahasa.

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berhubungan dengan penerjemahan khususnya yang berorientasi pada produk dan dengan analisis teks dengan menggunakan teori fungsi tekstual menurut LFS. Pertama, Downing

(2001), dalam artikelnya yang berjudu l“ Thematic Progression as a Functional Resource in Analysing Texts ” menyimpulkan bahwa pola gerak tema dapat memperbaiki organisasi internal dari suatu teks. Dia juga menyebutkan bahwa tulisan mahasiswa dapat ditingkatkan dengan melihat kepada pola gerak tema. Hasil penelitian Downing ini berkontribusi pada penelitian ini dalam menganalisis pola gerak tema yang terdapat pada teks hasil terjemahan mahasiswa penerjemah.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Elaine Ng (2009) yang membandingkan 4 versi teks terjemahan novel dari bahasa Inggris ke bahasa Cina yang berjudul Hemingway‟s The Old Man and the Sea . Penelitiannya mengadopsi pendekatan interdisipliner, yang menggabungkan linguistik fungsional sistemik dan penelitian korpus dengan penelitian sosiohistoris dalam suatu kearangka penelitian deskriptif untuk mengkaji hasil terjemahan yang dilakukan oleh 4 orang penerjemah. Berdasarkan hasil penelitiannya, dia menemukan perbedaan pada keempat hasil terjemahan tersebut yang meliputi: (i) sistem aspek dan fase (bentuk fase aspek perfect tak bermarkah dalam bahasa Inggris berubah menjadi aspek non- perfect tak bermarkah dalam bahasa Cina); (ii) konfigurasi partisipan dalam proses (nomina di klausa atributif intensif dalam bahasa Inggris berubah menjadi verba dalam bahasa Cina); dan (iii) kontruksi elemen dalam klausa (unsur sirkumstan diartikan sebagai proses minor dalam bahasa Inggris berubah menjadi proses mayor dalam bahasa Cina).

2.7 Roadmap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, dan penelitian ini bukan merupakan penelitian lanjutan, melainkan penelitian yang baru akan dilaksanakan. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat aspek-aspek yang belum diteliti pada penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerjemahan berorientasi pada produk dan penelitian diskurs yang menggunakan teori LFS. Pada penelitian sebelumnya, telah ditemukan bentuk-bentuk penggunaan LFS pada kajian diskurs yang difokuskan pada satu bahasa saja. Sementara penelitian ini akan melihat perbedaan bentuk-bentuk penggunaan fungsi tekstual dalam bahasa Inggris sebagai teks sumber (TSu) dan bahasa Indonesia sebagai teks sasaran (TSa).

Tahapan penelitian ini dimulai dengan melihat pergeseran tema dan rema pada TSu dan TSa untuk melihat kealamiahan hasil terjemahan. Selanjutnya akan dilihat pola pergerakan tema dan rema dalam TSu dan TSa untuk menemukan perbedaan pola pergerakan tema dan rema dalam TSu dan TSa sehingga memunculkan karakteristik pola tersendiri Tahapan penelitian ini dimulai dengan melihat pergeseran tema dan rema pada TSu dan TSa untuk melihat kealamiahan hasil terjemahan. Selanjutnya akan dilihat pola pergerakan tema dan rema dalam TSu dan TSa untuk menemukan perbedaan pola pergerakan tema dan rema dalam TSu dan TSa sehingga memunculkan karakteristik pola tersendiri

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

2. Menemukan pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

3. Menemukan pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

4. Menemukan kepadatan leksikal yang terdapat pada TSa yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah.

3.2 Urgensi Penelitian

Temuan penelitian ini berkontribusi kepada dunia penerjemahan secara teoritis, praktis, dan aplikatif. Secara teoritis, temuan penelitian ini bermanfaat terhadap pengembangan kajian penerjemahan khususnya kajian penerjemahan yang menggunakan teori linguistik fungsional sistemik (LFS). Di samping itu, hasil penelitian ini juga bermanfaat pada karakteristik karakteristik fungsi tekstual teks dalam bahasa Indonesia.

Secara praktis, temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai model penerjemahan dengan pendekatan LFS, khususnya pada tataran fungsi tekstual. Dengan menggunakan model penerjemahan ini, hasil terjemahan dapat bersifat alami seolah-olah hasil terjemahan tersebut merupakan teks asli yang ditulis dalam bahasa Indonesia, bukan teks hasil terjemahan.

Secara aplikatif, temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan kurikulum program studi terjemahan. Temuan penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai referensi baik dalam penyusunan bahan ajar maupun dalam melakukan penelitian di bidang proses penerjemahan.

3.3 Luaran Penelitian

Luaran dari penelitian ini adalah berupa sebuah model penerjemahan teks dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia yang berbasis proses. Di samping itu, luaran penelitian ini juga berupa publikasi ilmiah (jurnal) yang diterbitkan dan diseminarkan pada seminar internasional.

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi ( content analysis ). Menurut Bush dkk (2008), analisis ini adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis kehadiran kata-kata atau konsep-konsep tertentu dalam suatu teks. Selanjutnya kesimpulan dapat dirumuskan berkenaan dengan hubungan kata-kata atau konsep-konsep tersebut dalam suatu teks. Dalam penelitian ini, teks yang dianalisis adalah teks hasil terjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah. Isi teks terjemahan tersebut dikupas secara detail dengan menggunakan pendekatan LFS dengan menggunakan teori fungsi tekstual.

Dengan mengikuti metode diagram tulang ikan ( fishbone diagram ), maka tim peneliti menentukan penyebab dan efek. Penyebab dibagi ke dalam empat jenis, yaitu material, penerjemahan, metode, dan peluang. Sedangkan efeknya adalah keakuratan hasil terjemahan teks berita BBC online dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dengan menggunakan teori fungsi tekstual bahasa menurut LFS. Diagram tulang ikan penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 3.1. Pertama, tim peneliti mencari beberapa teks yang dapat berkontribusi kepada penyampaian informasi secara global melalui penerjemahan. Sementara itu, tim menemukan bahwa berita yang dimuat di BBC Online sangat banyak dikonsumsi oleh publik secara global dan telah diterjemahkan ke dalam

32 bahasa yang ada di dunia, termasuk bahasa Indonesia, akan tetapi masih ada beberapa berita yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tim juga telah melakukan beberapa studi awal terhadap beberapa hasil terjemahan yang ada di BBC Online dan menemukan kelemahan pada penggunaan teori linguistik yang tepat dalam menerjemahkan berita tersebut sehingga beberapa teks masih terlihat seperti teks hasil terjemahan. Selanjutnya, tim melihat bahwa perlu menerapkan teori fungsi tekstual LFS dalam menerjemahkan teks berita sehingga berita tersebut dapat dipahami dengan baik oleh pembaca teks sasaran (TSa) karena struktur dan gaya bahasa yang digunakan merupakan struktur dan gaya bahasa pembaca TSa.

Bagan 4.1 Diagram Tulang Ikan Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Medan, Sumatera Utara, tepatnya di Departemen Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tahapan-tahapan yang telah ditentukan yang meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data, penulisan draf laporan, seminar hasil penelitian, revisi dan perbaikan laporan, dan penggandaan dan pengiriman proposal.

4.3 Data, Sumber Data, dan Partisipan Penelitian

Data penelitian ini adalah teks terjemahan yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah. Sumber data penelitian ini adalah teks berita yang dimuat di BBC Online yang belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Yang menjadi partisipan penelitian adalah mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU). Mereka adalah penutur asli bahasa Indonesia, memiliki profil yang relatif homogen, dan telah menyelesaikan mata kuliah terjemahan. Selain itu, peneliti juga menetapkan variabel tertentu yang membantu untuk menghasilkan data yang representatif. Metode yang dipilih adalah:

1) Kuesioner Latar Belakang (penerjemahan) Ada 100 mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya USU. Kepada mereka diberikan kuesioner awal ( background questionnaire ) untuk memilih peserta yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

2) Uji kemampuan berbahasa Inggris (TOEFL) Semua mahasiswa juga diberikan tes Test of English as a Foreign Language (TOEFL) untuk mendapatkan tingkat kemahiran mereka dalam bahasa Inggris.

Berdasarkan kuesioner dan tes TOEFL, maka mahasiswa yang dipilih sebagai partisipan penelitian ini adalah yang mendapatkan skor TOEFL di atas 500. Alasan pemilihan ini berguna untuk mendapatkan hasil terjemahan yang representatif karena kemampuan berbahasa Inggris di bawah angka tersebut dinilai kurang kompeten dalam bahasa Inggris yang mengakibatkan hasil terjemahan yang kurang baik.

4.4 Pemilihan Teks

Pengenalan terhadap topik dan gaya bahasa yang digunakan dalam sebuah teks merupakan variabel yang perlu dikontrol sebaik mungkin. Beberapa metode harus dilakukan untuk mendapatkan sampel teks yang tepat untuk diterjemahkan oleh partisipan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa alat analisis teks seperti:

1) SMOG, Flesch-Kinkaid , alat yang digunakan untuk mempertimbangkan frekuensi kata dan panjang kalimat;

2) Flesch-Kincaid Reading Ease, SMOG, alat untuk mengukur tingkat keterbacaan teks; dan

3) Try-out, alat yang digunakan untuk menguji kelayakan instrumen.

4.5 Instrumen Penelitian

Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka instrumen utama adalah peneliti sendiri. Di samping itu, instrumen pendukung yang digunakan adalah tes, yaitu meminta mahasiswa penerjemah untuk menerjemahkan teks berita di BBC Online dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diawali dengan pemberian background questionnaire untuk melihat pengalaman mahasiswa penerjemah dalam praktik penerjemahan. Selanjutnya, Pengumpulan data diawali dengan pemberian background questionnaire untuk melihat pengalaman mahasiswa penerjemah dalam praktik penerjemahan. Selanjutnya,

4.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Miles, Huberman dan Saldana (2014: 31-33) yaitu model analisis interaktif yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu:

1. Kondensasi data yaitu suatu proses proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya. Pada proses ini, diperoleh data berupa teks terjemahan yang lengkap dari TSu yang diberikan kepada mahasiswa penerjemah. Sementara itu, teks terjemahan yang tidak lengkap tidak dianggap sebagai data.

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22