PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA PASI DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA PASI DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR

LAMPUNG

Oleh

NIRMALA ASTRI PRAYOGI

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, namun banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya sehingga sering mengambil langkah berhenti menyusui dan menggantinya dengan susu formula. Salah satu faktor resiko terjadinya infeksi pada masa neonatus adalah bayi yang mendapat PASI (pengganti ASI) karena botol, dot atau susu terkontaminasi mikroorganisme patogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di Unit Perinatologi Rumah sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Penelitian ini menggunakan metode Most Probable Number (MPN) dan uji biokimia untuk mengidentifikasi bakteri yang didapat. Sampel yang digunakan adalah PASI di Unit Perinatologi Rumah sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dan air yang digunakan untuk membuat PASI.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada susu dan air dengan kadar kekeruhan bervariatif berkisar antara 0->11,0 CFU/ml. Bakteri yang ditemukan pada susu adalah Enterobacter sp, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Bacillus spp., Streptococcus sp. Sedangkan bakteri yang ditemukan pada air adalah Citrobacter freundii, Enterobacter sp, Escherichia coli. Menurut SNI No: 01-6366-2000 dan Kepmenkes No. 907 tahun 2002 susu tersebut melebihi standar batas maksimum cemaran mikroba.

Kata kunci: susu, PASI, MPN, Enterobacter sp, Escherichia coli. Staphylococcus sp., Bacillus spp., Streptococcus sp., Citrobacter freundii


(2)

ABSTRACT

THE GROWTH OF MICROORGANISM IN THE BREAST MILK SUBSTITUTES IN THE PERINATOLOGY UNIT AT ABDUL MOELOEK

HOSPITAL

by

NIRMALA ASTRI PRAYOGI

Breast milk is the best food infant at the early age of life, but a lot of women facing problems in doing so often take steps to stop breastfeeding and replace it with infant formula. One risk factors for infection in the neonatal period is the baby who got breast milk substitutes because bottle, dot or milk contaminated with pathogenic microorganisms. This study was performed in order to determine whether there is growth of microorganism in breast milk substitutes that used in Perinatology Unit at Abdul Moeloek Hospital in Bandar Lampung.

This study uses the Most Probable Number (MPN) method and biochemichal tests to identify the bacteria obtained. The sample used were breast milk substitutes in Perinatology Unit at Abdul Moeloek Hospital in Bandar Lampung and the water used to making breast milk substitutes.

The results showed that there was a growth of microorganism in that breast milk substitutes and water with turbidity levels varied, ranging from 0->11,0 CFU/ml. Bacteria found in milk are Enterobacter sp, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Bacillus spp., Streptococcus sp. While bacteria found in water are Citrobacter freundii, Enterobacter sp, Escherichia coli. According SNI No: 01-6366-2000 and Kepmenkes No. 907 of 2002, that milk exceeds the standard limit microbial contamination.

Keywords: milk, breast milk substitutes, MPN, Enterobacter sp, Escherichia coli. Staphylococcus sp., Bacillus spp., Streptococcus sp., Citrobacter freundii


(3)

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA PASI DI UNIT

PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

Oleh

NIRMALA ASTRI PRAYOGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA PASI DI UNIT

PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Nirmala Astri Prayogi (0918011123)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Teori ... 6

F. Kerangka Konsep ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ... 11

B. Jenis Mikroba yang Dapat Mencemari Susu ... 16

C. Air Minum ... 21

D. Metode MPN (Most Probable Number) ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Waktu dan Tempat ... 27

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Bahan Penelitian ... 28

E. Alat-Alat Penelitian ... 28

F. Media yang Digunakan …... ... 29

G. Prosedur Penelitian ... 29


(6)

iii

I. Identifikasi Variabel ... 36

J. Definisi Operasional ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

1. Pemeriksaan Kualitas PASI ... 37

2. Pemeriksaan Kualitas Air Pencampur PASI ... 41

B. Pembahasan ... 42

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(7)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbandingan kandungan ASI dan susu formula ... 13

2. Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu ... 21

3. Parameter wajib persyaratan air minum ... 24

4. Definisi Operasional ... 35

5. Perkiraan jumlah bakteri pada susu sesuai tabel MPN kombinasi 3 tabung menurut Standar Nasional Indonesia no. : 01-6366-2000 mengenai persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu ... 38

6. Hasil identifikasi bakteri pada sampel susu dengan menggunakan metode MPN ... 40

7. Perkiraan jumlah bakteri pada air sesuai tabel MPN kombinasi 3 tabung menurut Kepmenkes no. 907 tahun 2002 mengenai syarat- syarat dan pengawasan kualitas air minum ... 41

8. Hasil identifikasi bakteri pada sampel air dengan menggunakan metode MPN ... 42

9. Perkiraan terdekat jumlah bakteri koliform menggunakan 3 tabung kombinasi 3x1,0 ml, 3x0,1 ml dan 3x0,01 ml ... 58

10. Indeks MPN Koliform dalam PASI di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dari hasil uji penduga dan uji penegasan menurut Standar Nasional Indonesia no: 01-6366- 2000 mengenai persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu... 61

11. Indeks MPN Koliform dalam air minum isi ulang di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dari hasil uji penduga dan uji penegasan menurut Kepmenkes No. 907 tahun 2002 ... 62

12. Hasil uji biokimia sampel susu pada agar Mac Conkey ... 63

13. Hasil uji biokimia sampel air pada agar Mac Conkey ... 64


(8)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Perkiraan jumlah bakteri sesuai tabel MPN kombinasi 3

tabung menurut Standar Nasional Indonesia no: 01-6366-2000 mengenai persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba

pada susu ... 39

2. Susu yang digunakan di ruang perinatologi ... 66

3. Alat untuk mensterilkan dot bayi ... 66

4. Air minum isi ulang yang digunakan di ruang perinatologi ... 67

5. Hasil pada media Lactose Broth ... 67

6. Hasil pada media BGLB ... 68

7. Hasil pada media EMB ... 68

8. Hasil pada media Mac Conkey ... 69

9. Hasil pada media agar darah ... 69

10. Hasil pada uji katalase ... 70

11. Hasil pada uji gula-gula ... 70

12. Hasil pada media SIM ... 71

13. Hasil pada media SC ... 71


(9)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Ety Apriliana, M.Biomed

Sekretaris : dr. H. Prambudi R., Sp.A (K)

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 11 April 2013 Dr. Sutyarso, M.Biomed


(10)

Bismillahirrahmanirrahim

Kupersembahkan karya kecil ini

untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, Ibuku

untuk kekuatan penuh cinta & tanggung jawab, Papaku

untuk inspirasi kerja keras & kegigihan, Kakak-kakakku

untuk semangat & harapan, Saudari kembarku

Serta untuk sahabat-sahabat dan almamaterku tercinta


(11)

Bismillahirrahmanirrahim

Kupersembahkan karya kecil ini

untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, Ibuku

untuk kekuatan penuh cinta & tanggung jawab, Papaku

untuk inspirasi kerja keras & kegigihan, Kakak-kakakku

untuk semangat & harapan, Saudari kembarku

Serta untuk sahabat-sahabat dan almamaterku tercinta


(12)

Judul Skripsi : PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA PASI DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Nirmala Astri Prayogi Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011123

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

2. Dekan Fakultas Kedokteran dr. Ety Apriliana, M.Biomed

NIP. 197804292002122002

dr. H. Prambudi R., Sp.A (K) NIP. 196707261998031002

Dr. Sutyarso, M.Biomed. NIP. 195704241987031001


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1991, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kombes Pol. Putut Prayogi dan Ibu Suwarni.

Pendidikan Penulis Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Suhardita Tangerang 1996-1997, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri Pisangan III Tangerang 1997-2002 dan dilanjutkan di SD Al-Kautsar Bandar Lampung 2002-2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kausar Bandar Lampung 2003-2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA YP Unila Bandar Lampung 2006-2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penulis pernah menjadi anggota muda Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2009, dan anggota BEM FK Unila. Penyusunan skripsi merupakan tugas akhir sebelum Penulis memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dan melanjutkan Pendidikan Profesi.


(14)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Pertumbuhan Mikroorganisme Pada PASI di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Ety Apriliana, M. Biomed, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak dr. H. Prambudi Rukmono, Sp.A (K), selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(15)

4. Ibu dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes, selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;

5. Ibu dr. TA Larasati, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di FK Unila; 6. Yang tercinta Ibu dan Papa atas kasih sayang, ketulusan, perhatian, pelajaran

hidup, kekuatan, motivasi dan tanggung jawab serta doa yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis;

7. Kakak-kakakku tersayang, Helli Widhy Prayogi dan Nurtan Sony Prayogi yang selalu memberikan inspirasi kerja keras, motivasi, dorongan, semangat dan doa bagi penulis selama ini;

8. Saudari kembarku tersayang, Nirmala Asri Prayogi, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doa serta harapan bagi penulis selama ini;

9. Seluruh keluarga besarku, yang selalu mendukung dan memberikan motivasi terutama selama skripsi ini dibuat;

10. Fahmi Aulia, atas kasih sayang, perhatian, dukungan, motivasi dan kesabaran dalam menemani langkah penulis selama ini;

11. Sahabat-Sahabat 78 ku tersayang, Nirmala Asri Prayogi, Ayu Hervi Maharani, Siti Fei Kenia Nournabilla, Mutiara Raisa, Uswatun Hasanah, Mida Handayani, Sagita Markawira, Elma Satrianingsih, M. Archi Graha Putra, Maizar Arif Haryadi, Reffi Angka Wijaya, M. Yanuar Pribadi, Dedi Tani Brata, Haris Budiman, atas kasih sayang, kebersamaan, bantuan dan doa selama ini;

12. Teman-teman seperjuangan skripsi Mikrobiologi Hema Anggika Pratami, Erin Imaniar, FP. Cyninthia Kennedy, Rosdiana Elizabeth, Raissa


(16)

Mahmudah, Arri Kurniawan, Ryan Falamy, Tri Agung Sanjaya, Arnia, atas kerjasama, semangat dan bantuannya selama penelitian berlangsung;

13. Sahabat–Sahabatku Riska Tiarasari, Evi Febriani Lubis, R.A. Siti Marhani, Intan Putri Prayitno, atas kebersamaan, perjuangan, motivasi dan dukungannya selama ini;

14. Sahabat-Sahabatku Nurul Hidayah, Utari Gita Mutiara, Shinta Trilusiani, Vindita Mentari, Cyntia Amanda , Charla Gutri, Annida Nurul Haq, M. Rizki DM, Harli Feryadi atas dukungan dan semangat yang telah kalian berikan. 15. Teman-teman yang telah bersedia membantu penelitian, Riska Tiarasari, Evi

Febriani Lubis, R.A. Siti Marhani, Intan Putri Prayitno, Sri Puji Hartini, Iqbal Tafwid. Terima kasih atas bantuannya ditengah-tengah kesibukan kalian; 16. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis

untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita; 17. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai

khususnya Mba Romi yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

18. Teman-teman KKN Desa karang Anyar, Wonosobo, Tanggamus. Komang, Eka, Linda, Corie, Rizki, Iko, Tanjung, Ferhat, Bobbi, terutama Wuri yang selalu memberikan semangat.

19. Teman-teman angkatan 2009 “DORLAN” yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;

20. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;


(17)

21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, April 2013

Penulis


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari infeksi (Amirudin, 2006). Namun pemberian ASI eksklusif sejak hari pertama tidak selalu mudah karena banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya. Hal ini membuat ibu berpikir bayi mereka tidak akan mendapat cukup ASI sehingga ibu sering mengambil langkah berhenti menyusui dan menggantinya dengan susu formula (Derek, 2005).

Pada kondisi dengan indikasi medis tertentu, yaitu kondisi medis bayi atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan pemberian ASI eksklusif, maka susu formula boleh diberikan. Pemerintah telah menyampaikan informasi untuk para pemakai susu bubuk formula bahwa susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit. Oleh karena itu perlu memperhatikan cara penyajian susu formula yang benar agar efek dari kontaminasi tersebut dapat diminimalisir sekecil mungkin.


(19)

2

Menjaga sanitasi dan hygiene sangat penting untuk mencegah kontaminasi dari bakteri khususnya terkait dengan penyiapan, penyimpanan, dan penyajian produk formula bayi (Nasir, 2011).

Pada tahun 1987 telah dilakukan penelitian kualitas beberapa susu bubuk pengganti ASI terhadap adanya kontaminasi Enterobacteriaceae termasuk E. sakazakii. Dilakukan kultur terhadap 141 susu formula dari 35 negara (tidak termasuk Indonesia), ternyata ditemukan 52,5% susu formula yang mengandung Enterobacteriaceae dengan konsentrasi tidak lebih dari 1CFU/gram susu formula pada setiap produk yang diteliti yang berasal dari 28 negara (Habib, 2011).

Faktor-faktor yang mungkin berperan terhadap terjadinya infeksi pada masa neonatus adalah ibu yang kurang mengindahkan kebersihan pada waktu merawat bayinya. Selain itu bayi yang mendapat PASI (Pengganti Air Susu Ibu), dimana botol, dot atau susu pengganti tersebut terkontaminasi dengan kuman patogen oleh karena tidak diindahkannya tindakan aseptik pada waktu menyiapkan makanan bayi juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Perlengkapan bayi seperti kain popok, pakaian, tempat tidur, selimut dan lain-lain yang tidak bersih/steril dapat terkontaminasi oleh kuman patogen. Debu yang mengandung mikroorganisme patogen ditempat bayi yang dirawat, infeksi silang yang terjadi diantara sesama bayi yang dirawat dan para petugas di bangsal bayi baru lahir juga dapat menjadi faktor terjadinya infeksi. Alat yang dipakai untuk


(20)

3

pemeriksaan juga harus diperhatikan karena mudah terkontaminasi dengan mikroorganisme (Chairuddin, 2003).

Di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung umumnya bayi diberikan makanan, baik ASI maupun Pengganti ASI (PASI) yaitu melalui botol. Untuk PASI tidak hanya menggunakan botol, namun ada juga yang diberikan dengan menggunakan selang. Hal ini dilakukan karena kondisi bayi tersebut kurang memungkinkan bila diberikan makanan langsung dari ibu. Dengan penggunaan alat-alat tersebut maka kemungkinan kontaminasi mikroorganisme akan semakin besar bila dibandingkan dengan diberikan secara langsung.

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di unit perinatologi RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di unit perinatologi RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung?


(21)

4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di unit perinatologi RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui jumlah dan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada PASI yang akan diberikan pada bayi di unit perinatologi RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung.

b. Mengetahui jumlah dan jenis mikroorganisme yang dapat ditemukan dalam air pencampur ASI.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Peneliti: Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulisan Karya Tulis Ilmiah.

2. Peneliti lain: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan mikroorganisme pada PASI.


(22)

5

3. Institut Terkait: Memberikan informasi mengenai pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di unit perinatologi RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung.


(23)

6

F. Kerangka Teori

Sumber: Susilowati, 2008 Sanitasi Rumah

Sakit

Ruang Perawatan

Agent Mikroorganisme

Environment - Suhu

- Kelembaban - Pencahayaan

- Penanganan alat-alat - Penanganan

makanan minuman - Pembersihan ruangan - Penggantian

perlengkapan Host

- Pasien - Karyawan - Pengunjung - Penunggu

Pertumbuhan Mikroorganisme


(24)

7

G. Kerangka Konsep

Persiapan PASI yang tidak baik (Variabel Bebas)

Pemeriksaan Mikrobiologi

Pertumbuhan Mikroorganisme (Variabel Terikat)


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu dapat memberikan ASI pada bayinya. Menurut Dinkes Propinsi Sumatera Utara (2005) penggunaan susu formula sebagai PASI dapat dimengerti jika alasannya:

- Bayi sakit seperti kekurangan cairan, radang mulut atau infeksi paru-paru - Bayi lahir dengan berat badan rendah

- Bayi lahir sumbing (bawaan)

Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu:

- Jumlah dan mutu ASI tidak mencukupi, sakit dan karena sakitnya dilarang menyusui oleh dokter, baik untuk kepentingan ibu maupun bayinya, seperti ginjal atau penyakit menular - Ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis)

- Ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi

- Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi

Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi


(26)

9

yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh karena ASI yang paling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI (Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2005).

Susu formula bayi adalah susu yang dihasilkan oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedang susu formula tidak steril (WHO, 2004).

Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus dikontrol dari kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau terjadinya kontaminasi yang dapat menyebabkan diare. Untuk mencukupi kebutuhan bayi maka susu diberikan sesuai dengan takarannya. Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur bayi. Jadwal menyusui dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi ASI (Nadesul, 2005).

Perbedaan komposisi susu sapi dan komposisi ASI terdapat pada konsentrasi vitamin dan mineral yang lebih tinggi dan laktosa yang lebih rendah. ASI mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh sehingga mudah dicerna sedangkan susu sapi tidak demikian. ASI mengandung lebih banyak asam linoleat, asam lemak yang esensial bagi manusia. Kandungan kolesterol ASI lebih tinggi jika dibandingkan kolesterol yang terdapat pada susu sapi. ASI mengandung cukup vitamin dan zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi (Pudjadi, 2005).


(27)

10

1. Perbandingan Kandungan ASI dan Susu Formula (Obstetri Williams Volume 1 edisi 21) Komposisi/100ml ASI Matur Susu Formula

Kalori 75 69

Protein 1,1 3,5

Air 87,1 87,3

Lemak 4,5 3,5

Karbohidrat 7,1 4,9

Mineral

Na 16 50

K 53 144

Ca 33 118

P 14 93

Mg 4 13

Fe 0,05 Trace

Zn 0,15 0,4

Vitamin

A 182 140

C 5 1

D 2,2 42

E 0,18 0,04

Tiamin 0,01 0,04

Ribovlafin 0,04 0,03

Niasin 0,2 0,17

pH Basa Asam

Kandungan Bakteri Steril Non Steril

Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus adalah formula pengganti ASI atau Formula Bayi yang diolah atau diformulasi secara khusus sebagai tatalaksana diet yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan gangguan, penyakit atau kondisi medis khusus selama beberapa bulan pertama kehidupannya sampai saat pengenalan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan hanya boleh digunakan dibawah pengawasan tenaga medis (POM, 2009).


(28)

11

Mengacu pada Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 (Badan Standardiasasi Nasional, 2000) ada empat macam susu yaitu susu segar, susu pasteurisasi, susu bubuk dan susu steril/UHT. Susu segar adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah sehat, dengan cara pemerahan yang benar, terus menerus dan tidak dikurangi sesuatu dan/atau ditambah kedalamnya sesuatu bahan lain. Setelah mendapat perlakuan terhadap susu segar diperoleh beberapa macam susu, antara lain lain:

• Susu pasteurisasi adalah susu yang sudah dipanaskan pada suhu 630C selama 15 menit atau dipanaskan pada suhu 720C selama 15 detik yang biasa disebut dengan HTST (high tempetature short time) pasteurisasi. Proses pasteurisasi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun patogen. Susu pasteurisasi memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari pada suhu rendah (50C sampai 60C).

• Susu bubuk adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk dengan perlakuan pengeringan. Pada ummumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller drayer. Berdasarkan SNI 01-2970-1992 (Badan Standardisasi Nasional, 1992) ada 2 macam susu bubuk yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk prowder) dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk prowder). Umur simpan susu bubuk dalam penanganan yang baik dan benar maksimal dua tahun.

• Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan pada suhu 1350C dan dalam waktu yang singkat selama 2-5 detik (SNI 01-3950-1998) (Badan Standardisasi Nasional, 1998). Pemanasan pada suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun patogen dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu


(29)

12

serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya. Susu UHT dapat disimpan pada suhu kamar selama tidak lebih dari 8 minggu. • Susu kental manis adalah cairan kental yang terdiri dari sebagian penambahan air dan

susu encer yang diuapkan, gula, dengan atau tanpa penambahan lemak nabati dan atau penambahan vitamin D (SNI 01-2971-1992) (Badan Standardisasi Nasional, 1992).

Muchtadi (1994) menyatakan bahwa produk susu formula berupa tepung susu yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati ASI. Komposisi susu formula bervariasi tergantung pada industri pembuatannya. Di Indonesia beredar berbagai macam susu formula dengan berbagai merek dagang, akan tetapi dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut:

1. Susu Formula “Adapted”

Adapted berarti disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi. Susu formula ini komposisinya sangat mendekati ASI sehingga cocok digunakan bagi bayi baru lahir sampai berumur 4 bulan.

2. Susu Formula “Complete Starting”

Susu formula ini susunan zat gizinya lengkap dan dapat diberikan sebagai formula permulaan. Kadar protein dan kadar mineral dalam susu formula ini lebih tinggi daripada susu formula adapted, karena cara pembuatannya lebih mudah dibandingkan dengan susu formula adapted, maka susu formula ini harganya lebih murah. Untuk menghemat, biasanya bayi diberikan susu formula adapted sampai berumur 3 bulan, kemudian dilanjutkan dengan susu formula ini.


(30)

13

3. Susu Formula Follow-up

Pengertian follow-up dalam susu formula ini adalah lanjutan, yaitu menggantikan susu formula yang sedang digunakan dengan susu formula ini. Susu formula ini diperuntukan untuk bayi berumur 6 bulan ke atas. Pada umumnya susu formula follow-up mengandung protein dan mineral yang lebih tinggi daripada susu formula adapted dan susu formula complete starting.

B. Jenis Mikroba yang Dapat Mencemari Susu

Mikroba pada susu formula a. Staphylococcus aureus

Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu adalah S. aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwegia, S. aureus merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu (Jorgensen et al. 2005). Sumber-sumber S. aureus terdapat di sekitar kita, yaitu bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit kepala. Pemeriksaan S.aureus dapat menggunakan metode isolasi dilanjutkan uji koaglutinasi plasma kelinci (AOAC, 1996).

b. Salmonella sp.

Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan dan manusia bersama dengan feses. Salmonella enteritidis merupakan salah satu serotipe yang sering mengontaminasi susu di samping Salmonella typhimurium (Sarati, 1999). Berdasarkan SNI 01-6366-2000, pemeriksaan Salmonella sp. dilakukan secara


(31)

14

kualitatif dan harus negatif. Salah satu metode untuk pemeriksaan Salmonella sp. adalah metode AOAC (1996).

c. Escherichia coli

E. coli termasuk bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan diare. Salah satu syarat E. coli dalam SNI 01-6366-2000 harus negatif. Pemeriksaan E. coli dapat menggunakan metode AOAC (1996).

d. Bacillus spp.

Bacillus cereus merupakan salah satu spesies penyebab terjadinya foodborne disease (penyakit bawaan pangan). B. cereus dan B. licheniformis merupakan spesies dari genus Bacillus yang sering dijumpai pada susu segar (Crielly et al., 1994; Phillips dan Griffths, 1986). B. cereus menghasilkan toksin ektraseluler dan metabolit yang membahayakan kesehatan masyarakat. Dua tipe toksin yang dihasilkan dan memiliki sifat yang berbeda yaitu diarrhoeagenic toxin dan emetic toxin. Diarrhoeagenic toxin sebagai penyebab keracunan makanan dapat diproduksi selama fase pertumbuhan di dalam usus kecil, sebaliknya emetic toxin diproduksi pada makanan sebelum di konsumsi (Granum dan Lund, 1997).

e. Brucella spp.

Beberapa spesies dari genus Brucella yang bersifat patogen pada manusia adalah B. melitensis, B. abortus, B. suis dan B. canis (Enright, 1990) dan memiliki hewan target sebagai reservoir masing-masing berurutan pada kambing, sapi, babi dan anjing (Alton, et


(32)

15

al., 1988). Brucella menyebabkan penyakit brucellosis yang dapat terjadi baik pada hewan maupun manusia. Penyakit yang terjadi bersifat zoonosis, ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak langsung dengan bahan keguguran, karkas yang tercemar, minum susu sapi atau susu hewan lain penderita brucellosis atau makan produk ternak yang tercemar (Fensterbank, 1987).

f. Campylobacter spp.

Di banyak negara sebagian besar kejadian infeksi yang disebabkan oleh cemaran campylobacter pada susu disebabkan oleh karena susu tidak dipasteurisasi (Hahn, 1994). Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli tidak dapat mempertahankan hidup dengan perlakuan pasteurisasi (Wallace, 2003).

g. Enterobacter sakazakii

Enterobacter merupakan salah satu genus dari famili Enterobacteriaceae yang dikelompok ke dalam kelompok coliform. Menurut Nazarowhite dan Farber (1997), diduga cemaran dalam produk asal susu terjadi selama proses pengeringan atau pengemasan. Terjadi kasus neonatal meningitis yang bersifat sporadik yang diakibatkan susu formula bayi yang mengandung bakteri E. sakazakii (Craven et al., 2003). Walaupun demikian mengapa bakteri tersebut ada dan dapat bertahan didalam susu formula bayi tidak jelas (Breeuwer et al., 2003).


(33)

16

h. Listeria monocytogenes

Keberadaan bakteri ini dalam susu kemungkinan akibat pencemaran baik dari hewan, manusia dan lingkungan selama proses produksi (Lovett et al., 1990).

i. Mycobacterium spp.

Menurut Katoch (2004) dalam genus Mycobacterium terdapat lebih dari 70 spesies, dan dari jumlah tersebut lebih dari 30 spesies diklasifikasikan sebagai patogen. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat spesies yang lebih umum dikenal adalah:

Mycobacterium tuberculosis. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat menjadi sarana penularan M. tuberculosis dari orang yang terinfeksi ke konsumen susu (Burton, 1986). Menurut Juffs dan Deeth (2007) M. tuberculosis masih tahan hidup setelah dipanaskan pada suhu 620C selama 15 detik.

Mycobacterium bovis. Bakteri disebarkan ke berbagai spesies lain termasuk manusia yang minum susu tidak dipasteurisasi atau menghirup/mengisap bakteri tersebut dari hewan penderita (Animal Health Australia, 2005). M. bovis tidak rusak jika dipanaskan pada suhu 620C selama 15 detik.

• Spesies lain adalah Mycobacterium avium subsp. Paratuberculosis (Mycobacterium paratuberculosis). Sumber infeksi adalah susu ternak yang sakit atau susu yang tercemar feces dari ternak penderita (Office Internaional of Epizooties, 2000). Menurut Juffs dan Deeth (2007). M. paratuberculosisa tahan pada pemanasan suhu 620C selama 15 detik.


(34)

17

j. Streptococcus spp

Streptococci sebagai penyebab infeksi oleh makanan telah ditetapkan sejak awal tahun 1900, ketika scarlet fever dan sakit tenggorokan setelah mengkonsumsi susu yang tercemar oleh S. pyogenes (Lancefield Group A Streptococci). Infeksi lain yang disebabkan oleh spesies tersebut termasuk tonsilitis, toksik shock sindrom, rematik akut dan glomerulonephritis. Spesies lain yang lebih dikenal di lingkup kesehatan masyarakat veteriner adalah S. agalactiae (Lancefield Group B Streptococci), penyebab utama mastitis pada sapi perah. Bakteri dapat dipindahkan ke manusia terutama ibu-ibu yang minum susu segar (row milk) dan juga dihubungkan dengan kematian beberapa bayi penderita infeksi sepsis pada ileum setelah minum susu sapi segar (Thahir et al., 2005).

k. Yersinia enterocolitica

Beberapa strain Y. enterocolitica telah diisolasi dari susu dan susu pasteurisasi di New South Wales (Hughes, 1979). Kemudian penelitian dilanjutkan untuk membuktikan bahwa keberadaan bakteri tersebut dalam susu yang sudah dipasteurisasi ternyata adalah merupakan kontaminasi setelah proses pasteurisasi karena bakteri tersebut bukanlah organisme yang tahan terhadap pasteurisasi (Hughes, 1980).


(35)

18

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu (dalam satuan CFU/gram atau ml)

Jenis Cemaran Mikroba

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) Susu Segar Susu

Pateurisasi

Susu Bubuk

Susu steril/UHT Jumlah total (ToTal

Plate Count)

1x106 <3x104 5x104 <10/0,1

Coliform 2x101 <0,1x101 0 0

Escherichia coli (patogen) *

0 0 0 0

Enterococci 1x 102 1x 102 1x 101 0

Staphylococcus aureus 1x 102 1x 101 1x 101 0

Clostridium sp 0 0 0 0

Salmonella sp ** negatif negatif negatif negatif

Camphylobacter sp 0 0 0 0

Listeria sp 0 0 0 0

Keterangan:

(*) : dalam satuan MPN /gram atau ml (**) : dalam satuan kualitatif

(Standar Nasional Indonesia, 2000)

C. Air Minum

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/Menkes/PER/VI/2010, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Jenis air minum meliputi :

1. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga 2. Air yang didistribusikan melalui tangki air

3. Air kemasan

4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat


(36)

19

Syarat-syarat air minum adalah tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air minum pun seharusnya tidak mengandung kuman patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis, dan dapat merugikan secara ekonomis (Slamet, 2004). Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib seperti pada tabel 3 (Menkes, 2002).

Penyakit yang Dapat Ditimbulkan oleh Air

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia, karena air merupakan salah satu media dalam berbagai macam penularan penyakit. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2006):

1. Water borne mechanism

Penyakit pada mekanisme ini disebabkan oleh kuman patogen dalam air yang ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis. Penyakit- penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Water washed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-penyakit


(37)

20

tertentu dapat dikurangi penularannya pada manusia. Mutu air yang diperlukan tidak perlu seketat mutu air bersih untuk air minum, yang lebih menentukan dalam hal ini adalah banyaknya air yang tersedia. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu: a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.

b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakhoma.

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis 3. Water based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis. Badan-badan air yang potensial untuk menjangkitkan jenis penyakit ini adalah badan-badan air yang terdapat di alam, yang sering berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia seperti menangkap ikan, mandi, cuci,dan sebagainya.

4. Water related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam adalah filariasis, DBD, malaria, dan yellow fever. Nyamuk aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit dengue dapat berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan terdapat tempat-tempat sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan sebagainya.


(38)

21

Tabel 3. Parameter wajib persyaratan air minum (Menkes, 2002)

No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum

yang Diperbolehkan 1. Parameter yang berhubungan

langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologis

1. Escherichia coli Jumlah per 100ml sampel

0 2. Total bakteri koliform Jumlah per 100ml

sampel

0 b. Kimia anorganik

1. Arsen mg/l 0,01

2. Fluorida mg/l 1,5

3. Total Kromium mg/l 0,05

4. Kadmium mg/l 0,003

5. Nitrit, (sebagai NO2) mg/l 3

6. Nitrat, (sebagai NO3) mg/l 50

7. Sianida mg/l 0,07uu

8. Selenium mg/l 0,01

2. Parameter yang tidak

berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter Fisik

1. Bau Tidak berbau

2. Warna TCU 15

3. Total Zat Padat Terlarut (TDS)

mg/dl 500

4. Kekeruhan NTU 5

5. Rasa Tidak berasa

6. Suhu 0C Suhu udara ± 30C

b. Parameter Kimiawi

1. Alumunium mg/l 0,2

2. Besi mg/l 0,3

3. Kesadahan mg/l 500

4. Khorida mg/l 250

5. Mangan mg/l 0,4

6. pH 6,5-8,5

7. Seng mg/l 3

8. Sulfat mg/l 250

9. Tembaga mg/l 2


(39)

22

D. Metode MPN (Most Probable Number)

Metode MPN merupakan uji deret tabung yang menyuburkan pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sampel yang diuji. Jumlah koliform ini bukan penghitungan yang tepat namun merupakan angka yang mendekati jumlah yang sebenarnya (Lay, 2001).

Prinsip pengerjaan metode MPN ini adalah dengan melakukan Uji Penduga atau Presumptive Test dengan menggunakan set tabung 3-3-3 atau 5-5-5 kaldu laktosa, dilanjutkan Uji Penguat atau Confirmed Test, dan yang terakhir dilakukan Uji Pelengkap atau Completed Test (Novel dkk, 2010).

Dalam metode MPN digunakan media cair, berbeda dengan metode cawan yang menggunakan media padat atau Agar. Penghitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan timbulnya kekeruhan atau terbentuk gas pada tabung durham (Sutedjo, 1991).

Untuk mengetahui jumlah bakteri koliform umumnya digunakan tabel Hopkins atau tabel MPN yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri di dalam 100ml sampel air yang diteliti (Suriawiria, 2008).


(40)

23

Dari tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1x24 jam, suspensi diinokulasikan pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilap metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya (Widiyanti, 2004).

Tabung yang memperlihatkan pembentukan gas diuji lebih lanjut dengan menggunakan uji penguat yang dilakukan untuk memperkuat dugaan bahwa gas yang terbentuk disebabkan oleh kuman koliform dan bukan disebabkan oleh kerja sama beberapa spesies sehingga menghasilkan gas. Untuk uji penguat dilakukan dengan menggunakan media Brilliant Green Bile Lactose Broth (BGLB) yang diinokulasikan dengan satu mata ose media dan diinkubasi pada suhu 350C selama 48 jam (Lay, 2001).

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji pelengkap untuk menentukan bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji penguat diinokulasikan pada medium Lactose Broth dan medium agar miring Nutrient Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara aseptik. Diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam. Bila hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada Lactose Broth, maka sampel positif mengandung Escherichia coli. Dari media agar miring NA dibuat pewarnaan gram dimana bakteri Escherichia coli merupakan gram negatif berbentuk batang pendek (Widiyanti, 2004).


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar lampung dan identifikasi mikroorganisme dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Bandar Lampung, pada bulan bulan Desember 2012-Januari 2013.


(42)

25

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah PASI di Unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan accidental sampling dengan jumlah sampel 16 dengan pengambilan 2 minggu.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah PASI yang akan diberikan kepada bayi, diperoleh dari Unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung. PASI yang digunakan dalam penelitian adalah susu formula dalam bentuk bubuk yang dicampurkan air yang berasal dari air minum isi ulang.

E. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang dipakai adalah alat-alat yang terdapat di Laboratorium Mikrobiologi, seperti lemari pengeram (incubator), rak dan tabung reaksi, tabung durham, gelas beker, pipet ukur, cawan petri, kapas steril, bunsen, ose serta peralatan lain yang lazim digunakan di Laboratorium Mikrobiologi.


(43)

26

F. Media yang Digunakan

1. Lactose Broth Single Strength 2. Brlliant Green Lactose Bile Broth 3. Eosin Metilen Blue

4. Media gula-gula: glukosa, laktosa, manitol, maltose, sukrosa 5. Agar SIM

6. Agar Sitrat

G. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Spesimen

PASI dan air diperoleh dari Unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan menggunakan tabung dan botol kecil yang sudah disterilkan telebih dahulu sebanyak 5 ml.

2. Prosedur Penelitian

a. Uji kualitas PASI dan air dengan menggunakan metode MPN a) Uji Penduga (Presumptive Test)

Spesimen cair ditanam pada:

1) Tiga tabung Lactose Broth Single Strenght (10 ml) masing-masing 1 ml


(44)

27

2) Tiga tabung Lactose Broth Single Strenght (10 ml) masing-masing 0,1 ml

3) Tiga tabung Lactose Broth Single Strenght (10 ml) masing-masing 0,01 ml.

Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Tabung-tabung yang menghasilkan gas dilanjutkan dengan uji penegasan.

b) Uji Penegasan (Confirmed Test)

1) Dari tabung-tabung Lactose Broth pada uji penduga yang menghasilkan gas diambil sedikit dengan mencelupkan ose ke dalamnya kemudian dicelupkan kembali ke dalam tabung Brilliant Green Lactose Bille Broth, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam.

2) Tabung-tabung yang menghasilkan gas dicatat dan dicocokkan dengan tabel MPN untuk menentukan jumlah terdekat bakteri koliform yang terkandung di dalam sampel.

c. Uji Kelengkapan (Completed Test)

1) Tabung Brilliant Green Lactose Broth yang menghasilkan gas dicelupkan dengan ose setipis mungkin, kemudian ditanam pada agar EMB dan diinkubasi dalam inkubator 370C selama 24 jam.


(45)

28

2) Koloni yang terbentuk dilakukan dengan uji biokimia. Ose digoreskan pada koloni yang terbentuk kemudian ditanam pada tabung-tabung uji biokimia (glukosa, laktosa, manitol, maltose, sukrosa, SIM, agar sitrat). Tabung-tabung tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator 370C selama 24 jam.

b. Identifikasi bakteri a) Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram adalah pewarnaan yang sering dilakukan untuk identifikasi bakteri awal dari spesimen karena dengan pewarnaan ini akan dapat dilihat bentuk dan warna dari bakteri yang ada. Setelah didapatkan sampel maka dilakukan pewarnaan gram. Buat hapusan diatas kaca objek kemudian difiksasi diatas nyala api, kemudian letakkan sediaan diatas rak pewarnaan. Setelah itu tuang larutaan kristal violet diatas sediaan diamkan selama 1 menit, cuci dengan air mengalir, tuangi dengan larutan lugol, diamkan selama 1 menit kemudian larutan tersebut dibuang, beri larutan alkohol 95% selama 15 detik. Cuci dengan air lalu tuangi sediaan dengan larutan safranin sebanyak 1 tetes diamkan selama 30 detik. Setelah itu, cuci dengan air dan keringkan diudara, lihat dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x.


(46)

29

b) Uji biokimia untuk bakteri gram negatif 1) Uji Gula-Gula

Dengan menggunakan ose steril, diambil biakan bakteri, kemudian ditanam pada media Glukosa, Sukrosa, Laktosa, Maltosa dan Manitol dengan cara mengaduk dengan ose secara perlahan-lahan dipermukaan tabung. Lalu dihomogenkan. Diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam.

Uji ini dilakukan untuk mengindetifikasi bakteri yang mampu memfermentasikan karbohidrat. Jika pada uji gula-gula hanya terjadi perubahan warna pada media glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Jika pada media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung durham yang diletakan terbalik didalam tabung media, artinya hasil fermentasi berbentuk gas.

2) Uji TSIA

Dengan menggunakan ose steril, tanam spesimen pada media TSIA dengan cara menusuk ose sampai sepertiga dasar tabung. Kemudian diangkat dan digores secara zig zag pada permukaannya. Diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam. Media ini biasanya digunakan untuk membedakan Salmonella dan Shigella dengan bakteri Gram negatif bentuk batang lainnya bedasarkan pola fermentasi penghasil hidrogen sulfide.


(47)

30

3) Uji Sitrat

Dengan menggunakan ose steril, tanam pada media Simmon’s citrat dengan cara digores secara zig zag pada permukaannya. Diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam. Jika hasilnya ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna hijau menjadi biru, artinya bakteri ini tidak mempunyai enzim sitrat permiase yaitu enzim spesifik yang membawa sitrat ke dalam sel.

c) Uji biokimia untuk bakteri gram positif 1) Uji Katalase

Uji katalase dilakukan dengan cara meneteskan cairan H2O2 pada koloni yang diambil sebanyak satu ose dan dipindahkan ke atas kaca objek. Hasil positif apabila terdapat gelembung udara yang menandakan Staphylococcus sp dan hasil negatif apabila tidak terdapat gelembung udara yang menandakan Streptococcus sp (Steven et al., 2004).

2) Uji SIM

Dengan menggunakan ose steril, tanam pada media SIM dengan cara menusuk ose tegak lurus. Inkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam. Jika terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi maka menunjukan adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagella. Jika dari uji juga terlihat ada warna hitam, maka menandakan bakteri ini menghasilkan Hidrogen Sulfit (H2S).


(48)

31

3. Penyajian Data


(49)

32

H. Alur Penelitian

48 jam

Inkubasi pada suhu 370C selama 48 jam

Tanamkan pada media BGLB, diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam.

Cocokkan dengan tabel perkiraan terdekat jumlah bakteri koliform, kemudian tanam pada EMB pada suhu 370C selama 24 jam.

Uji biokimia dan diinkubasi pada Suhu 370C selama 24 jam

Sampel PASI dan Air

1 ml 0,1 ml 0,01 ml

Lactose Broth Single Strenght 10

ml (3 tabung)

Lactose Broth Single Strenght 10

ml (3 tabung)

Lactose Broth Single Strenght 10

ml (3tabung)

Gas (+) Gas (+)

Identifikasi bakteri

Agar Mac Conkey untuk bakteri Gram (-) Pewarnaan gram

Media agar darah untuk bakteri Gram (+)

-Uji Katalase - Uji SIM -Uji Gula-gula

-Uji Sitrat - Uji SIM -Uji gula-gula - Uji TSIA


(50)

33

I. Identifikasi Variabel

Terdapat dua variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel terikat (dependent variable) adalah pertumbuhan mikroorganisme. 2. Variabel bebas (inpendent variable) adalah PASI.

J. Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Kriteria Hasil Skala

Pertumbuhan mikroorganisme

Kualitas PASI

Penambahan panjang, diameter, luas, jumlah sel volume, komponen, dan dari segi metabolisme. Kualitas PASI yang diketahui dengan menggunakan metode MPN a. Ya b. Tidak a. Baik b. Buruk Terdapat pertumbuhan mikroorganisme Tidak terdapat pertumbuhan mikroorganisme Kandungan bakteri koliform 0/100 ml sampel Kandungan bakteri koliform >0/100 ml sampel

Ordinat


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan umum dan khusus :

1. Kesimpulan Umum

Terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada PASI di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Kesimpulan Khusus

a. Beberapa jenis bakteri yang ditemukan pada PASI di unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung adalah Enterobacter sp., Escherichia coli, Staphylococcus sp., Streptococcus sp., dan Bacillus spp.

b. Dari 16 sampel PASI yang telah diuji maka jumlah mikroorganisme dalam PASI sesuai dengan kombinasi 3 tabung metode MPN adalah 0,93 CFU/gram 1 sampel, 2,4 CFU/ml 1 sampel, 0,43 CFU/ml 1 sampel, 11,0 CFU/ml 1 sampel, 0,07 CFU/ml 1 sampel, >11,0 CFU/ml sebanyak 3 sampel, 2 sampel tidak dapat teridentifikasi jumlahnya dan 6 sampel memperlihatkan tidak terdapat pertumbuhan mikroba


(52)

49

sehingga didapat 50% sampel melebihi standar batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI No. : 01-6366-2000.

c. Beberapa jenis bakteri yang ditemukan pada air pencampur PASI di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung adalah Citrobacter freundii, Enterobacter sp. dan Escherichia coli.

d. Dari kedua sampel air yang telah diambil maka jumlah mikroorganisme dalam air sesuai dengan kombinasi 3 tabung metode MPN adalah > 11,0 CFU/ml.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disebutkan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung, khususnya ruang perinatologi dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi dan juga sebagai saran perbaikan higiene khusunya mengenai penyajian PASI.

2. Bagi tenaga kesehatan sebaiknya pada saat menyiapkan dan menyajikan susu harus memperhatikan benar mengenai kebersihannya, misalnya saat mencuci botol susu maka harus menggunakan air bersih dan sabun lalu disimpan ditempatnya. Saat akan menyajikan susu maka tenaga kesehatan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dan saat mengaduk susu tersebut tangan perawat sebaiknya jangan mengenai botol dotnya karena memungkinkan terjadinya pencemaran bakteri.

3. Bagi peneliti lain, dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk memeriksa penyebab terdapatnya mikroorganisme pada PASI di Unit Perinatoogi Rumah Sakit Abdul


(53)

50

Moeloek Bandar Lampung, misalnya dengan meneliti kebersihan dot ataupun cara penyajian oleh tenaga kesehatan yang saat itu bertugas membuat susu untuk bayi. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesies bakteri yang terdapat dalam sampel dengan melakukan uji yang lebih spesifik.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, SL. 2007. Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Plesiomonas and other Enterobacteriaceae. In P.R. Murray, E,J. Baron, J.H. Jorgensen, M.A. Pfaller and M.L. Landry (Eds.), Washington, DC; ASM press.

Adam, D. Infection in neonates and prematures. Phil J Microbiol Infect Dis 1992; 22(3):332-45. Alton, G., Jones, J., Angus, R and Verger, J. 1988. Technique for the brucellosis laboratory.

Institute National de la Recherche Agronomique. Paris. pp. 33-60.

Amiruddin, R. 2006. Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 Bulan. 8 September 2012

http://ridwanamiruddin.com/2007/04/26/susu-formula-menghambat-pemberian-asi-ekslusif/ Animal Health Australia. 2005. Nasional Animal Health Information System (NAHIS). Bovine

tuberculosis. Website of the Australian Animal Health Council Limited, http://www. aahc.com..au/nahis/disease/TB.htm

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1996. Official Methods of Analysis, 16th Ed. Association of Official Analytical Chemist, Washington, DC.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia NO. HK.00.05.1.52.3920 Tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus. 2009.

Breeuwer, P., Lardeau, A., Peterze, M and H.M.Josten. 2003. Dessication and heat tolerance of Enterobacter sakazakii. J. Appl. Microbiol. 95:967-973.

Burton, H. 1986. Mycrobiological aspects. In: International Dairy Federation Bulletin. No.200. Monograph on Pasteurized milk. International Daity Federation. Brussels. pp. 9-14.

Chairudin, L. 2003. Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. 8 September 2012.

http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit &lid=68

Craven, H., Eyles, M and Davey, J. 2003. Enteric indicator organisms in food. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. 6th Ed. A.D. Hocking (Eds.). Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated (NSW Branch). pp. 267-310.


(55)

52

Crielly, E., Logan, N and Anderton, A. 1994. Studies on the Bacillus flora of milk and milk product. J. Appl. Bacteriol. 77. 256-263.

Cunningham, F. G, dkk. 2006. Obstetri William Volume 1-2 edisi 21. Jakarta: EGC. Depkes. 2000. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Dirjen PPM & PLP. Jakarta. Derek. 2005. Setiap Wanita. Jakarta. Bhuana Ilmu Popular.

Dinkes Prop Sumut, 2005. Buku Saku Aturan-aturan Promosi Pemasaran Pengganti ASI (PASI). Medan.

Dwiari, S.R., Asadayanti D.D., Nurhayati, Sofyaningsih M., Yudhanti S.A., Yoga I.B. 2008. Teknologi Pangan. Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan

Fensterbank, R. 1987. Brucellosis in catlle, sheep and goat: diagnosis, control and vaccination. Rev. Sci. Tech. Int. Epiz. 5(3): 605-618.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London: Arnold Pr.

Granum, P.E., and Lund T. 1997. Mini Review: Bacillus cereus and its food poisoning toxin. FEMS Microbiol. Lett. 157: 223-228.

Habib, I. 2011. Mengenai Susu Formula Berbakteri, Masyarakat Perlu Diberi Pengetahuan yang Benar. 12 November 2012.

http://www.fk.umy.ac.id/?p=2075

Herlina, A. 2010. Hubungan Cara Penyediaan Susu Formula dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian Keperawatan Komunitas, Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Hughes, D. 1980. Isolation of Yersinia enterocolitica from milk and a dairy farm in Australia. J. Appl. Bacteriol. 46: 125-130.

Hughes, D. 1980. Repeated isolation of Yersinia enterocolitica from pasteurized milk in holding vat at a dairy factory. J. App. Bacteriol. 48: 383-385.

ICMSF. 1996. Microorganism in Foods: Vol. 5 Microbiological Specifications of Food Pathogens. Blackie Academic and Professional. London

Jay, J. 2000. Modern Food Microbiology. Edisi ke-6. Maryland: Aspen Publishing.

Jorgensen, H., Mork, T., Hogasen, H and Rorvik, L. 2005. Enterotoxigenic Staphylococcus aureus in bulk milk in Norway. J. Appl. Microbiol. (99): 158−166.


(56)

53

Juffs, H and Deeth, H. 2007. Scientific Evaluation of Pasteurisation for Pathogen Reduction in Milk and Milk Production. Food Standards Australia New Zealand. pp.. 84-85.

Katoch, V.M. 2004. Infections due to nontuberculous mycobacteria (NTM). Indian J. Med. Res. 120: 290-304.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Lamka, K., LeChevallier, M., Seidler, R. 1980. Bacterial Contamination of Drinking Water Supplies in a Modern Rural Neighborhood. Appl Environ Microbiol; 39(4): 734–738.

Lay, B. 2001. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta. Manajemen PT Raja Grafindo Persada.

Lovett, J., Wesley, I., Vandermaaten, M., Bradshaw, J., Francis, D., Crawford R and Messer, J. 1990. Hightemperature short-time pasteurization inactivates Lysteria monocytogenes. J.Food Prot. 53: 734-738.

Merck Manual Professional. Infections in neonates.

Didapat dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279a.html

Miliotis, MD, Bier, JW, editor. Handbook of Foodborne Pathogens. 2003; New York: Marcel Dekker.

Muchtadi, (1994). Gizi Untuk Bayi, ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Nadesul, H, 2005. Makanan Sehat Untuk Bayi. Jakarta. Puspa Swara. Nasir. 2011. Cara Penyajian Susu Formula yang Benar. 8 September 2012.

http://wwww/carapenyajian-susu-formula-yang-benar.html

Nataro, J.P. and Kaper J. 1998. Diarrhegenic Escherichia coli. Clinical Microbiol. Rev. 1(11): 15−38.

Nazaro-White, M. and Farber. J. 1997. Thermal resistance of Enterobacter sakazakii in reconstituted dried-infant formula. Lett. Appl. Microbiol. 24:9-13.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Novel, S.S., Wulandari, A.P., dan Safitri, R., 2010. Praktikum Mikrobiologi Dasar. Jakarta. Trans Info Medika.


(57)

54

Office International of Epizooties. 2000. Paratuberculosis. In: Manual of Standard Diagnostic Test and Vaccines. Office International des Epizooties. pp. 292-303.

Pakpahan, R. 2003. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Air Minum Kemasan Isi Ulang yang di Pasarkan di Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 Tentang Tatalaksana Pengawasan Kualitas Air Minum

Rahayu, A. 2011. Enterobacter Sakazakii (Cronobacter Sakazakii) Sebagai Bakteri Pencemar Susu Bubuk Formula Bayi. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Ryan, KJ. 2004. Enterobacteriaceae. In K.J. Ryan, & C.G. Ray (Eds.), Sherris Medical Microbiologi; An Introduction to Infectious disease (4th ed.,pp.343-371), USA:Mc Graw-Hill

Sarati, A. 1999. Pemeriksaan angka kuman dan jenis kuman Salmonella pada air susu sapi segar yang diperoleh dari loper/penjual di kota Semarang. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.

Simjee S, editor. Foodborne Diseases. 2007; Totowa New Jersey: Humana Press.

Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. SNI No. : 01-6366-2000

Sunarno, P., Melatiwati. 2010. Survey Kontaminasi Bakteri Patogen Pada Makanan dan Minuman yang Dijual di Sekitar Gedung Perkantoran Jakarta.

Sunatmo, TI. 2009. Mikrobiologi Esensial. Jakarta: Ardy Agency

Supardi I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air. Bandung: PT Alumni. Sutedjo, M.M., 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwito, W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi dan Cara Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Yogyakarta.

Tennant, SM., dkk. 2008. Influnce of Gastric Acid on Susceptibility to Infection with Ingested Bacterial Pathogens. Infect Immun., Feb, 76 (2), 639-645


(58)

55

Thahir, R., Munarso, S.J dan Usmiati, S. 2005. Revew Hasil-hasil Penelitian Produk Keamanan Pangan Produk Peternakan. Pros. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 18-26.

Vimont, A., Rozand C., and Muller, M. 2006. Isolation of E. coli O157:H7 and nonO157 STEC in different matrices: Review of the most commonly used enrichment protocols. Lett. Appl. Microbiol. (42): 102−108.

Wallace, R.B. 2003. Campylobacter. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. 6th Ed. A.D. Hocking (Eds.). Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated. (NSW Branch). pp. 311-332.

Widiyanti, N.L.P.M, dan Ristianti N.P., 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Coliform Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Sisingaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 3, No. 1, pp: 64-73

Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wron, B. 2006. Microbiological Risk Assessment for Emerging Pathogens. Di dalam: Motarjemi M, Adams M, editor. Emerging Foodborne Pathogens. New York: CRC Pr.


(1)

50

Moeloek Bandar Lampung, misalnya dengan meneliti kebersihan dot ataupun cara penyajian oleh tenaga kesehatan yang saat itu bertugas membuat susu untuk bayi. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesies bakteri yang terdapat dalam sampel dengan melakukan uji yang lebih spesifik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, SL. 2007. Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Plesiomonas and other Enterobacteriaceae. In P.R. Murray, E,J. Baron, J.H. Jorgensen, M.A. Pfaller and M.L. Landry (Eds.), Washington, DC; ASM press.

Adam, D. Infection in neonates and prematures. Phil J Microbiol Infect Dis 1992; 22(3):332-45. Alton, G., Jones, J., Angus, R and Verger, J. 1988. Technique for the brucellosis laboratory.

Institute National de la Recherche Agronomique. Paris. pp. 33-60.

Amiruddin, R. 2006. Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 Bulan. 8 September 2012

http://ridwanamiruddin.com/2007/04/26/susu-formula-menghambat-pemberian-asi-ekslusif/ Animal Health Australia. 2005. Nasional Animal Health Information System (NAHIS). Bovine

tuberculosis. Website of the Australian Animal Health Council Limited, http://www. aahc.com..au/nahis/disease/TB.htm

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1996. Official Methods of Analysis, 16th Ed. Association of Official Analytical Chemist, Washington, DC.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia NO. HK.00.05.1.52.3920 Tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus. 2009.

Breeuwer, P., Lardeau, A., Peterze, M and H.M.Josten. 2003. Dessication and heat tolerance of Enterobacter sakazakii. J. Appl. Microbiol. 95:967-973.

Burton, H. 1986. Mycrobiological aspects. In: International Dairy Federation Bulletin. No.200. Monograph on Pasteurized milk. International Daity Federation. Brussels. pp. 9-14.

Chairudin, L. 2003. Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. 8 September 2012.

http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit &lid=68

Craven, H., Eyles, M and Davey, J. 2003. Enteric indicator organisms in food. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. 6th Ed. A.D. Hocking (Eds.). Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated (NSW Branch). pp. 267-310.


(3)

52

Crielly, E., Logan, N and Anderton, A. 1994. Studies on the Bacillus flora of milk and milk product. J. Appl. Bacteriol. 77. 256-263.

Cunningham, F. G, dkk. 2006. Obstetri William Volume 1-2 edisi 21. Jakarta: EGC. Depkes. 2000. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Dirjen PPM & PLP. Jakarta. Derek. 2005. Setiap Wanita. Jakarta. Bhuana Ilmu Popular.

Dinkes Prop Sumut, 2005. Buku Saku Aturan-aturan Promosi Pemasaran Pengganti ASI (PASI). Medan.

Dwiari, S.R., Asadayanti D.D., Nurhayati, Sofyaningsih M., Yudhanti S.A., Yoga I.B. 2008. Teknologi Pangan. Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan

Fensterbank, R. 1987. Brucellosis in catlle, sheep and goat: diagnosis, control and vaccination. Rev. Sci. Tech. Int. Epiz. 5(3): 605-618.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London: Arnold Pr.

Granum, P.E., and Lund T. 1997. Mini Review: Bacillus cereus and its food poisoning toxin. FEMS Microbiol. Lett. 157: 223-228.

Habib, I. 2011. Mengenai Susu Formula Berbakteri, Masyarakat Perlu Diberi Pengetahuan yang Benar. 12 November 2012.

http://www.fk.umy.ac.id/?p=2075

Herlina, A. 2010. Hubungan Cara Penyediaan Susu Formula dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian Keperawatan Komunitas, Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Hughes, D. 1980. Isolation of Yersinia enterocolitica from milk and a dairy farm in Australia. J. Appl. Bacteriol. 46: 125-130.

Hughes, D. 1980. Repeated isolation of Yersinia enterocolitica from pasteurized milk in holding vat at a dairy factory. J. App. Bacteriol. 48: 383-385.

ICMSF. 1996. Microorganism in Foods: Vol. 5 Microbiological Specifications of Food Pathogens. Blackie Academic and Professional. London

Jay, J. 2000. Modern Food Microbiology. Edisi ke-6. Maryland: Aspen Publishing.

Jorgensen, H., Mork, T., Hogasen, H and Rorvik, L. 2005. Enterotoxigenic Staphylococcus


(4)

Juffs, H and Deeth, H. 2007. Scientific Evaluation of Pasteurisation for Pathogen Reduction in Milk and Milk Production. Food Standards Australia New Zealand. pp.. 84-85.

Katoch, V.M. 2004. Infections due to nontuberculous mycobacteria (NTM). Indian J. Med. Res. 120: 290-304.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Lamka, K., LeChevallier, M., Seidler, R. 1980. Bacterial Contamination of Drinking Water Supplies in a Modern Rural Neighborhood. Appl Environ Microbiol; 39(4): 734–738.

Lay, B. 2001. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta. Manajemen PT Raja Grafindo Persada.

Lovett, J., Wesley, I., Vandermaaten, M., Bradshaw, J., Francis, D., Crawford R and Messer, J. 1990. Hightemperature short-time pasteurization inactivates Lysteria monocytogenes. J.Food Prot. 53: 734-738.

Merck Manual Professional. Infections in neonates.

Didapat dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279a.html

Miliotis, MD, Bier, JW, editor. Handbook of Foodborne Pathogens. 2003; New York: Marcel Dekker.

Muchtadi, (1994). Gizi Untuk Bayi, ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Nadesul, H, 2005. Makanan Sehat Untuk Bayi. Jakarta. Puspa Swara. Nasir. 2011. Cara Penyajian Susu Formula yang Benar. 8 September 2012.

http://wwww/carapenyajian-susu-formula-yang-benar.html

Nataro, J.P. and Kaper J. 1998. Diarrhegenic Escherichia coli. Clinical Microbiol. Rev. 1(11): 15−38.

Nazaro-White, M. and Farber. J. 1997. Thermal resistance of Enterobacter sakazakii in reconstituted dried-infant formula. Lett. Appl. Microbiol. 24:9-13.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Novel, S.S., Wulandari, A.P., dan Safitri, R., 2010. Praktikum Mikrobiologi Dasar. Jakarta. Trans Info Medika.


(5)

54

Office International of Epizooties. 2000. Paratuberculosis. In: Manual of Standard Diagnostic Test and Vaccines. Office International des Epizooties. pp. 292-303.

Pakpahan, R. 2003. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Air Minum Kemasan Isi Ulang yang di Pasarkan di Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 Tentang Tatalaksana Pengawasan Kualitas Air Minum

Rahayu, A. 2011. Enterobacter Sakazakii (Cronobacter Sakazakii) Sebagai Bakteri Pencemar Susu Bubuk Formula Bayi. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Ryan, KJ. 2004. Enterobacteriaceae. In K.J. Ryan, & C.G. Ray (Eds.), Sherris Medical Microbiologi; An Introduction to Infectious disease (4th ed.,pp.343-371), USA:Mc Graw-Hill

Sarati, A. 1999. Pemeriksaan angka kuman dan jenis kuman Salmonella pada air susu sapi

segar yang diperoleh dari loper/penjual di kota Semarang. Skripsi, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.

Simjee S, editor. Foodborne Diseases. 2007; Totowa New Jersey: Humana Press.

Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. SNI No. : 01-6366-2000

Sunarno, P., Melatiwati. 2010. Survey Kontaminasi Bakteri Patogen Pada Makanan dan Minuman yang Dijual di Sekitar Gedung Perkantoran Jakarta.

Sunatmo, TI. 2009. Mikrobiologi Esensial. Jakarta: Ardy Agency

Supardi I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air. Bandung: PT Alumni. Sutedjo, M.M., 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwito, W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi dan

Cara Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Yogyakarta.

Tennant, SM., dkk. 2008. Influnce of Gastric Acid on Susceptibility to Infection with Ingested


(6)

Thahir, R., Munarso, S.J dan Usmiati, S. 2005. Revew Hasil-hasil Penelitian Produk Keamanan Pangan Produk Peternakan. Pros. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 18-26.

Vimont, A., Rozand C., and Muller, M. 2006. Isolation of E. coli O157:H7 and nonO157 STEC in different matrices: Review of the most commonly used enrichment protocols. Lett. Appl. Microbiol. (42): 102−108.

Wallace, R.B. 2003. Campylobacter. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. 6th Ed. A.D. Hocking (Eds.). Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated. (NSW Branch). pp. 311-332.

Widiyanti, N.L.P.M, dan Ristianti N.P., 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Coliform Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Sisingaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 3, No. 1, pp: 64-73

Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wron, B. 2006. Microbiological Risk Assessment for Emerging Pathogens. Di dalam: Motarjemi M, Adams M, editor. Emerging Foodborne Pathogens. New York: CRC Pr.