KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DI INKUBATOR UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DI INKUBATOR UNIT PERINATOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh ERIN IMANIAR

Inkubator merupakan ruang perawatan neonatus yang harus steril dikarenakan kondisi bayi yang mempunyai daya imun rendah sehingga rentan terkena infeksi. Infeksi dapat disebabkan kualitas mikrobiologi udara ruang perawatan, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab infeksi dapat ditularkan melalui udara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

Pengambilan sampel udara di inkubator dilakukan dengan cara meletakkan plate yang dibuka selama 15 menit dalam inkubator. Pengukuran kualitas mikrobiologi udara yaitu jumlah angka kuman yang dihitung dengan metode Total Plate Count (TPC). Identifikasi bakteri dilakukan dengan pewarnaan gram, kultur bakteri, dan uji biokimia. Sedangkan identifikasi jamur dengan kultur jamur dan pewarnaan dengan Lactophenol Cotton Blue.

Hasil penelitian didapatkan indeks angka kuman udara di inkubator masih dalam batas normal yaitu mulai dari 8,16 cfu/m3 dan yang tertinggi 179,52 cfu/m3. Terdapat 8 jenis bakteri, yaitu Neisseria sp., S. aureus, Streptococcus pneumonia, E.coli, Shigella sp., Salmonella sp., E. aerogenes., P. aeruginosa., dan Klebsiella pneumonia. Didapatkan juga 4 jenis jamur yaitu Rhizopus sp., Saccharomyces sp., Aspergillus sp., dan Penicillium sp. Disimpulkan bahwa kualitas mikrobiologi udara di inkubator bayi tidak bagus karena adanya pencemaran yang memungkinkan terjadinya infeksi.


(2)

KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DI INKUBATOR UNIT PERINATOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh ERIN IMANIAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

Judul Skripsi : KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DI INKUBATOR UNIT

PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ABDUL MOELOEK

Nama Mahasiswa : Erin Imaniar

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011002

Program Studi : Pendidikan Dokter Umum

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Ety Apriliana, M. Biomed NIP. 197804292002122002

dr. Prambudi Rukmono, Sp. A NIP. 196707261998031002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Ety Apriliana, M. Biomed

Sekretaris : dr. Prambudi Rukmono, Sp. A

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. C.N. Ekowati, M. Si __________

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 7 Juni 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Ibu Eva Afresia dan Bapak Iman Rusmansyah, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Sukapura pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 8 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.

Setelah lulus SMA, pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalurPenulusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswi penulis tergabung dalam keanggotaan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK Unila sebagai anggota periode 2009-2010 dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai anggota periode 2009-2010.


(6)

Persembahan

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

“Mama, Papa, Kak Entep,

Kak Iyan, dan

adikku tercinta A

nisa”

Persembahan Spesial untuk yang selalu ku kenang


(7)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Kualitas Mikrobiologi Udara di Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Ety Apriliana, M. Biomed, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak dr. Prambudi Rukmono, Sp. A., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(8)

5. Ibu dr. Rika Lisiswanti, selaku Pembimbing Akademik semester 1−4 yang sedang menjalani pendidikan lanjutannya, terima kasih atas bimbingan, pesan, dan nasehat yang telah diberikan selama ini;

6. Ibu dr. Fidha Ramayani, selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa mendoakan, memberikan pengarahan, saran, dan motivasi;

7. Mama (Eva Afresia) dan Papa (Iman Rusmansyah, S.Pd) yang selalu mendoakan setiap waktu, menguatkan, dan memberikan motivasi yang luar biasa untukku. Terima kasih atas kesabarannya, keikhlasannya, kasih sayangnya, dan segala sesuatu yang telah diberikan kepadaku hingga saat ini. 8. Kakak-kakakku tercinta, Evan Kurniawan dan Julian Saputra yang senantiasa

mendoakan, member nasehat, dan memberikan motivasi.

9. Adikku tersayang, Anisa Maya Sari yang selalu menyediakan waktu untuk membantu, menghibur,dan memberikan semangat bagi penulis;

10. Almh. Nenek (Hj. Siti Saidah) atas doanya yang dari dulu selalu menginginkan penulis menjadi seorang dokter yang sukses;

11. Mbak Romi dan Mas Bayu selaku Asisten Laboratorium yang sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian;

12. Seluruh staf dan Bapak kepala ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek;

13. Seluruh staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;


(9)

Agung, Icha, Arri, dan Diana yang sudah banyak membantu, berbagi canda dan tawa serta berjuang bersama dalam menyelesaikan skripsi ini;

16. Teman-temanku Anak Alam, Tiny, Aqsha, Cyndy, dan Wida atas kebersamaannya selama ini baik suka maupun duka;

17. Teman-temanku kelompuk Tutorial 4, Kharisma, Teh Lewi, Ajo, Widhi, Riska, Evi, Tiffany dan Apga yang selalu berbagi canda dan tawa selama ini; 18. Teman-teman angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima

kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan member motivasi belajar;

19. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terimakasih.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ... B.Perumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Kerangka Teori ... F. Kerangka Konsep... II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Bakteri Udara ... 1. Jenis Bakteri Udara RS…... 2. Penyebaran Penyakit Melalui Udara ... 3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyebaran Udara ... B.Kualitas Udara Ruang RS... C.Konsep Infeksi ... D.Infeksi Nosokomial...

a. Definisi ... b. Etiologi ……... c. Patogenesis ……... d. Faktor Resiko ………... e. Cara Penularan ...

iii iv 1 4 5 6 7 8 9 9 11 12 13 17 18 18 18 20 21 21


(11)

f. Pencegahan ... E. Sterilitas Ruangan ... F. Unit Perinatologi ... III. METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian …... B.Waktu dan Tempat ... C.Populasi dan Sampel Penelitian ... D.Alat dan Bahan Penelitian ... E. Prosedur Penelitian ...

a. Pengambilan Sampel ………

b. Penanaman dan Pembiakan ………..

c. Penghitungan Angka Kuman ………

d. Isolasi Bakteri ………

e. Identifikasi Bakteri ………

f. Uji Biokimia .……….

F. Alur Penelitian ... G.Definisi Operasional ...

H.Penyajian Data ..……….

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... B.Pembahasan ... V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... B.Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN 22 23 26 28 28 29 29 30 30 30 31 32 32 35 38 39 39 40 42 50 51 52


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit ... 2. Definisi operasional ………... 3. Hasil Penghitungan Angka Kuman Pada Inkubator bayi ….…. 4. Hasil Identifikasi Bakteri .………... 5. Hasil Identifikasi Jamur Pada Media SDA ……….... 6. Sampel Penelitian ……….. 7. Hasil Penanaman Sampel pada Media PCA dan Pewarnaan

Gram ………..

8. Isolasi bakteri pada media Agar Darah dan Mac Conkey .…… 9. Hasil Uji Biokimia Sampel Bakteri dari Agar Darah ……….... 10.Hasil Uji Biokimia Sampel Bakteri dari Mac Conkey Agar …. 11.Hasil Identifikasi Uji Biokimia Sampel dari Mac Conkey …... 12.Hasil Identifikasi Jamur Gambaran Makroskopis Jamur .……. 13.Gambaran Mikroskopis Jamur ………..

14 39 40 41 42 57

57 58 59 60 60 61 61


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 2. Kerangka konsep penelitian ... 3. Pewarnaan Gram …...

4. Alur Penelitian ………

5. Koloni Bakteri pada Media Plate Count Agar (PCA) ……… 6. Bakteri Gram (-) batang dan Gram (+) kokus pada pewarnaan

Gram ………...

7. Bakteri Gram (-) kokus pada pewarnaan Gram .……… 8. Bakteri Gram (+) kokus pada pewarnaan Gram .………... 9. Isolasi Bakteri pada Media Agar Darah .……… 10.Isolasi Bakteri pada media Mac Conkey Agar ..………. 11.Hasil Uji Biokimia Bakteri .……… 12.Uji katalase positif ..……… 13.Uji katalase negatif ..………... 14.Melihat Gambaran Mikroskopis Jamur ...………... 15.Aspergillus sp. secara mikroskopis dengan perbesaran 100x ...…. 16.Saccharomyces sp. secara mikroskopis dgn perbesaran 100x ...… 17.Rhizopus sp. secara mikroskopis dengan perbesaran 100x ………

7 8 33 38 62 62 63 63 64 64 65 65 66 66 67 67 68


(14)

18.Penicillium sp. secara mikroskopis dengan perbesaran 100x ……. 19.Inkubator bayi di Unit Perinatologi RSUAM ..………...

68 69


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi nosokomial masih merupakan masalah yang penting bagi kesehatan karena dapat meningkatkan angka kematian dan salah satu komplikasi tersering bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Diperkirakan Infeksi ini menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004). Data dari WHO tentang infeksi nosokomial, di Negara berkembang, diperkirakan >40% pasien di RS terserang infeksi nosokomial dan 8,7% pasien RS menderita infeksi selama menjalani perawatan di RS. Infeksi nosokomial paling tinggi ditemukan di ruang perawatan bayi. Di Indonesia, kejadian infeksi nosokomial pada bayi baru lahir di berbagai rumah sakit bervariasi dari 1,4% sampai dengan 19,2%. Hasil penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Spritia, 2006). Sekitar 10-20% Infeksi nosokomial dapat disebabkan kualitas udara ruang perawatan pada Rumah Sakit, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab infeksi dapat ditularkan melalui air borne atau udara (Depkes, 1995). Kualitas udara di rumah sakit dipengaruhi oleh sumber kontaminan


(16)

udara dalam ruangan, pengendalian kontaminan udara, jalur kontaminan, dan peghuni ruangan tersebut. Kualitas udara di RS yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap pasien, tenaga kesehatan, maupun pengunjung pasien. Parameter yang harus dipantau untuk mengukur mutu kualitas udara dalam ruangan suatu Rumah Sakit antara lain meliputi kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi karena selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara yaitu monoksida, karbondioksida, bakteri, jamur, dan lain-lain. Mengingat banyak terdapat mikroba dalam udara yang kita hirup maka mikroba yang terdapat di udara merupakan salah satu faktor penentu kualitas udara di RS dari segi mikrobiologi (Anonim, 2002).

Sesuai keputusan Permenkes Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan 3 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, batasan indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit (CFU/m3) khususnya pada ruang perawatan bayi dan ruang perawatan prematur sebesar 200 CFU/m3. Jika indeks angka kuman udara kurang dari 200 CFU/m3, maka udara bebas dari kuman pathogen (Anonim, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Lia dkk terdapat kontaminasi bakteri dan jamur di ruang perawatan sub Bagian Penyakit Dalam RSUD Banjarbaru yaitu Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus β hemolyticus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Rhizopus sp., Aspergillus sp., dan Penicillium sp. Selain itu penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek mengenai sterilitas udara di ruang bedah saraf menunjukkan bahwa terdapat bakteri dan jamur dari


(17)

udara yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus sapropthycus, Streptococcus sp., Salmonella sp., Shigella sp., Rhizopus sp., Aspergillus sp., dan Mucor sp. (Tutik, 2009).

Salah satu ruangan yang berpotensi terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek adalah inkubator unit perinatologi. Pada umumnya pasien yang dirawat di inkubator ini adalah bayi baru lahir (usia 0-28 hari) dengan resiko tinggi seperti bayi dengan gawat nafas, bayi prematur, bayi dengan infeksi berat, dan lain-lain. Pasien juga mempunyai keadaan umum yang lemah dan imunitas yang belum matur sehingga mudah terjangkit infeksi. Walaupun inkubator unit perinatologi selalu dalam keadaaan bersih dengan berbagai pengaturan suhu dan udara, namun tidak menutup kemungkinan terdapat mikroorganisme pada inkubator terutama melalui udara. Penelitian mengenai kualitas mikrobiologi udara di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek baru dilakukan di ruang bedah saraf dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kualitas mikroorganisme udara yang terdapat di inkubator unit perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek.

Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diteliti ada tidaknya mikroorganisme pada udara sehingga dapat diketahui kualitas mikrobiologi udara inkubator unit Perinatologi di Rumah Sakit Umum Dr. Abdul Moeloek.


(18)

B. Rumusan Masalah

Udara merupakan salah satu pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kemungkinan dimuati mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat di udara merupakan salah satu faktor penentu kualitas udara dari segi mikrobiologi. Inkubator merupakan salah satu ruangan yang cukup steril dengan pengaturan suhu dan kelembaban, akan tetapi tidak menutup kemungkinan udara dalam inkubator dimuati mikroorganisme akibat pencemaran dari luar. Untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran mikroorganisme udara di inkubator yang memungkinkan terjadinya infeksi maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimana kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek?


(19)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat mikroorganisme pada udara di inkubator unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui jenis mikroorganisme udara di inkubator unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek.

b. Mengetahui indeks angka kuman pada udara di inkubator unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek.

c. Mengetahui kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek.


(20)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti

a. Peneliti dapat mengetahui kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi RSUAM.

b. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian mikrobiologi khususnya mengenai infeksi nosokomial yang dilihat dari kualitas mikrobiologi udara suatu rumah sakit.

2. Bagi instansi terkait

a. Memberikan informasi terkait kualitas udara khususnya kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi RSUAM.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pengendalian dan pencegahan infeksi di rumah sakit melalui kontaminasi udara khususnya di unit perinatologi.

3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai acuan atau bahan pustaka untuk penelitian lebih lanjut.


(21)

E. Kerangka Teori

Kualitas Udara Ruang Rumah Sakit

INFEKSI NOSOKOMIAL

Gambar 1. Kerangka Teori (Ducel, G., 2002 dan Indoor Air Quality Handbook) Kualitas Fisik

Kualitas Kimia

Kualitas Mikrobiologi


(22)

F. Kerangka Konsep

Kontaminasi

Kualitas Mikrobiologi Udara Udara Inkubator

Indeks Angka Kuman (TPC) Jenis Mikroorganisme (identifikasi)


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakteri Udara

1. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit

Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Bakteri yang berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi di rumah sakit misalnya Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus sp., Coliform, dan Clostridium sp. (Bibiana, 1992).

Mikroorganisme di udara bersifat sementara dan beragam.

Keberadaan mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, serta jenis mikroorganisme. Semakin lembab maka kemungkinan semakin banyak kandungan mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di


(24)

permukaan. Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi konsentrasi dan semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan berdampak pada kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi dapat menaikkan suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air. Aliran udara yang tinggi juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu. Pada umunya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu memiliki konsentrasi mikroorganisme yang rendah. Selain itu jenis mikroba udara juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Untuk melakukan pengujian mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup maupun terbuka harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara pernafasan, jendela dan pintu, letak dan sistem ventilasi, ada atau tidaknya sistem penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, AC, tekanan udara dalam suatu ruangan, jumlah orang/petugas yang lalu lalang, dan lain-lain.

Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Selain itu, jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia melalui batuk dan bersin.


(25)

2. Penyebaran Penyakit Melalui Udara

Udara terutama merupakan media penyebaran bagi mikroorganisme. Kelompok mikroorganisme yang paling banyak tersebar di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalga. Belum ada mikroorganisme yang habitat aslinya di udara. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan di air atau di tanah. Mikroorganisme udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).

a. Mikroorganisme di Luar Ruangan

Mikroorganisme yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun terestrial. Mikroorganisme di udara pada ketinggian 300-1.000 kaki atau lebih dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup angin. Mikroorganisme yang paling banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis. Mikroorganisme yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora


(26)

fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium (Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).

b. Mikroorganisme di dalam Ruangan

Debu dalam udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita penyakit menular, telah banyak ditemukan mikroorganisme seperti bakteri tuberculosis sp., streptococcus sp., pneumococcus sp., dan staphylococcus sp. Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan yang mengandung patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat berisi ribuan mikroorganisme. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar antara 10.000 sampai 100.000 (Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Mikroba di Udara

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol.


(27)

Studi dengan Serratia marcesens dan E.coli menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan suhu. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan. Ada peningkatan yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18°C sampai 49oC. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel influenza, poli, dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur rendah, yaitu 7oC sampai 24°C. Tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan hidup mikroorganisme adalah antara 40% sampai 80%. Kelembaban relatif yang lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian mikroorganisme. Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang partikel cenderung turun oleh gravitasi.

B. Kualitas Udara Ruang Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, standar kualitas udara ruang rumah sakit adalah sebagai berikut ini:

1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amonia).

2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata- rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 µg/ m3, dan tidak mengandung debu asbes.


(28)

Tabel 1. Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit

Sumber: Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004

Kualitas udara dalam ruangan adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruangan yang akan dimasukkan kedalam ruangan yang ditempat oleh manusia (Idham, 2001).

Parameter kualitas udara dalam ruangan dibagi menjadi : a. Kualitas fisik udara

1. Debu partikulat

Debu partikulat merupakan salah satu polutan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara dengan ukuran 1 mikron No. Ruang atau unit Konsentrasi maksimum mikroorganisme

per m3 udara (CFU/ m3)

1 Operasi 10

2 Bersalin 200

3 Pemulihan/perawatan 200-500

4 Observasi bayi 200

5 Perawatan bayi 200

6 Perawatan prematur 200

7 ICU 200

8 Jenazah/autopsy 200-500

9 Penginderaan medis 200

10 Laboratorium 200-500

11 Radiologi 200-500

12 Sterilisasi 200

13 Dapur 200-500

14 Gawat darurat 200

15 Administrasi, pertemuan 200-500


(29)

sampai 500 mikron. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan (Pudjiastuti, et al., 1998).

2. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya kualitas udara. Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme. Beberapa jenis virus hidup dalam kelembaban yang relatif tinggi atau rendah tapi tidak pada level kelembaban yang sedang. Sedangkan bakteri hidup pada range kelembaban yang terbatas yaitu sekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol (bioaerosol). Pada tingkat kelembaban rendah, permukaan menjadi dingin dapat mempercepat pertumbuhan jamur dan penggumpalan debu (Binardi, 2003). Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Anonim, 2011).

3. Kecepatan aliran udara

Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya suhu tubuh dan menyebabkan tubuh merasakan suhu yang lebih rendah. Namun apabila kecepatan aliran udara stagnan (minimal


(30)

air movement) dapat membuat udara terasa sesak dan buruknya kualitas udara (Binardi, 2003).

b. Kualitas kimia udara

Kualitas kimia udara merupakan proses tidak langsung dari pencemaran udara, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara sehingga menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Berikut adalah parameter pencemar udara yang memberikan dampak terhadap kesehatan manusia yaitu SO2, CO2, CO, NO2, Oksidan, Hidrokarbon, dan H2S.

c. Kualitas mikrobiologi udara

Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas mikroorganisme atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Mikroorganisme terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umunya terjadi melalui sistem ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi. Kontaminasi bioaerosol pada sumber udara sistem ventilasi (humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai ragam seperti demam, pilek, sesak nafas, nyeri


(31)

otot dan tulang. Pencemar yang bersifat biologis akibat mikroba terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain bakteri, jamur, protozoa, maupun virus yang dapat ditemukan di saluran udara. Penyakit yang disebabkan seringkali diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne disease) (Anonim, 2011).

C. Konsep Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan, serta gejala-gejala yang dialami baru muncul selama seseorang itu dirawat atau selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu yang rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, dan dengan kontak langsung. Di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas, dan dari petugas ke pasien dan antar petugas (Sulianti, 2007).


(32)

D. Infeksi Nosokomial

a. Definisi

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted, 1996 dan Ducel, 2002).

b. Etiologi

Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmsisi mikroorganisme patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.

a. Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat antibiotik, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius (Ducel, 2002). Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat


(33)

disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan, udara, dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Ducel, 2002).

b. Respon dan toleransi tubuh pasien

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid serta intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi (Babb et al., 1995).

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.


(34)

Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Babb et al., 1995).

Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi. Bayi yang lahir mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa muda sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda (Purwandari, 2006).

c. Patogenesis

Mikroorganisme patogen yang menimbulkan infeksi nosokomial akan masuk ke penjamu melalui port d’entrée dan setelah melewati masa inkubasi akan timbul reaksi sistemik pada penderita berupa manifestasi klinik ataupun laboratorium. Bakteremia merupakan respon sistemik penderita terhadap infeksi, di mana mikroba atau toksinnya berada di dalam aliran darah dan menimbulkan reaksi sistemik berupa reaksi inflamasi. Proses inflamasi dapat berlanjut hingga menimbulkan sepsis (Ducel, 2002).


(35)

d. Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Nosokomial pada Pasien

Infeksi secara langsung atau tidak langsung

Infeksi dapat terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung. Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan, kulit dan baju yang disebabkan oleh golongan Staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan secara intravena dan jarum suntik, peralatan serta instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan dapat menyebabkan terjadinya cross infection (Babb et al., 1995; Ducel, 2002).

Resistensi Antibiotika

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Sehingga banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Peningkatan resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama pada pasien yang immunocompromised (Ducel, 2002).

e. Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.


(36)

Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan (Environmental infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain (Depkes, 1995).

Menurut Jemes H., Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu:

1. Kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien.

2. Kontak tidak langsung ketika objek dalam kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau disterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi.

3. Penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne).

4. Penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman (Depkes, 1995).

f. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Administrasi rumah sakit harus ada waktu yang teratur


(37)

untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik dapat menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring udara dan menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri (Wenzel, 2002). Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV serta pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara yang menuju keluar (Babb et al., 1995).

E. Sterilitas Ruangan

Sterilisasi adalah proses (kimia atau fisika) yang digunakan untuk membunuh semua bentuk kehidupan mikroorganisme, untuk menghilangkan pencemaran oleh jasad renik baik hidup maupun mati (Jensen, 1998).


(38)

Pengendalian bakteri sangat penting di dalam industri dan produksi pangan, obat-obatan, kosmetika,dan lainnya.

Alasan utama pengendalian organisme adalah : a. Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi.

b. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi.

c. Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme. Bakteri dapat dikendalikan dengan beberapa cara. Dapat dengan diminimalisir, dihambat, dan dibunuh dengan sarana atau proses fisika atau bahan kimia.

Ada beberapa cara untuk mengendalikan jumlah populasi bakteri, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi

Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi bakteri pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar populasi mikroba.

2. Desinfeksi

Desinfeksi adalah proses pengaplikasian bahan kimia (desinfektans) terhadap peralatan, lantai, dinding atau lainnya untuk membunuh sel vegetatif microbial. Desinfeksi diaplikasikan pada benda dan hanya berguna untuk membunuh sel vegetatif saja, tapi tidak mampu membunuh spora.


(39)

3. Antiseptis

Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.

4. Sterilisasi

Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas. 5. Pengendalian Mikroba dengan Suhu Panas lainnya

Misalnya dengan pasteurisasi, tyndalisasi, boiling, red heating, dan flaming.

6. Pengendalian Mikroba dengan Radiasi

Bakteri terutama bentuk sel vegetatifnya dapat terbunuh dengan penyinaran sinar ultraviolet (UV) dan sinar-sinar ionisasi. Bakteri yang berada di udara atau yang berada di lapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar UV akan mati.

7. Pengendalian Mikroba dengan Filtrasi

Ada dua filter, yaitu filter bakteriologis dan filter udara.

1. Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin, dll.

2. Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara yang berisikan partikel (High Efficiency Particulate Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam


(40)

ruangan tertutup dengan system aliran udara laminar (Laminar Air Flow) (Jensen, 1998).

F. Unit Perinatologi

Ruang perinatologi merupakan sebuah unit pelayanan khusus semua bayi baru lahir (usia 0-28 hari) terutama dengan resiko tinggi, misalnya bayi dengan gawat napas, bayi prematur, bayi berat lahir rendah, infeksi berat, kelainan bawaan, dan lain-lain.

Ruangan yang dimiliki unit perinatologi RSUAM : 1. Ruang SCN I

2. SCN II

3. Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) 4. Ruang Isolasi

Fasilitas yang dimiliki unit perinatologi : 1. Ruangan Tindakan dan Perawatan Bayi

2. Sistem Pengawasan Pasien Menyeluruh/Monitor EKG 3. Inkubator

4. Blue light 5. Syringe Pump 6. Infaant Warmer 7. Infus Pump 8. CPAP


(41)

10.Suction Pump

Inkubator Bayi merupakan salah satu alat medis yang berfungsi untuk menjaga suhu sebuah ruangan supaya suhu tetap konstan /stabil. Pada modifikasi manual-otomatis inkubator bayi , terdapat sebuah boks kontrol yang dibagi menjadi 2 bagian (bagian atas dan bagian bawah). Boks bagian atas digunakan untuk meletakkan sensor, display sensor, kontroler, dan rangkaian elektronik. Sedangkan pada boks bagian bawah dibagi menjadi 3 ruangan yang dibatasi dengan sekat digunakan untuk meletakkan heater, tempat /wadah air, dan kipas.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator Unit Perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek dengan melakukan isolasi dan identifikasi mikroorganisme (bakteri dan jamur), serta penghitung angka kuman udara dengan metode Total Plate Count (TPC). B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember-Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Unit Perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek dan pemeriksaan serta analisis sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(43)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah mikroorganisme udara di seluruh ruangan yang berada di unit perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek. Sampel penelitian adalah mikroorganisme udara pada inkubator bayi unit perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung sebanyak 16 inkubator.

D. Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Cawan petri

2. Tabung reaksi 3. Tabung Erlenmeyer 4. Gelas kimia

5. Corong

6. Lampu Bunsen

7. Ose bulat dan ose jarum 8. Mikroskop

9. Pipet tetes 10.Autoklaf

11.Inkubator dengan pengaturan suhu 37oC dan 25oC 12.Stir magnet

13.Kaca Objek

14.Kaca Penutup dan bahan-bahan lain yang lazim digunakan di laboratorium mikrobiologi.


(44)

Bahan penelitian yang dipakai dalam penelitian adalah : 1. Plate Count Agar

2. Saboraud Dekstrose Agar

3. Agar SIM (Sulfur, Indol, Motilitas) 4. Nutrient broth (NB)

5. Gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, manitol) 6. Simon Citrat

7. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

8. Pewarnaan Gram (Gentian violet, lugol, alkohol 70%, safranin) 9. Aquades

10.Pewarnaan LPCB (Lactophenol Cotton Blue) E. Prosedur Penelitian

a. Pengambilan Sampel

Cawan petri yang telah berisi media PCA (Plate Count Agar) dan SDA (Saboraud Dekstrose Agar) diletakkan dan dibuka selama 15 menit di dalam inkubator bayi yang diperiksa. Setelah itu cawan petri ditutup dengan parafilm dan disimpan di dalam termos es selama perjalanan menuju laboratorium.

b. Penanaman dan Pembiakan

Media PCA yang berisi sampel penelitian diinkubasi dengan keadaan terbalik pada suhu 37oC selama 2 x 24 jam dan media SDA diinkubasi pada suhu 25oC selama 1-2 minggu. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya lalu dilanjutkan dengan pewarnaan Gram dan


(45)

isolasi bakteri, sedangkan untuk koloni jamur yang tumbuh dilanjutkan dengan pewarnaan jamur.

c. Penghitungan Angka Kuman

Koloni kuman yang tumbuh setelah diinkubasi dihitung dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Koloni besar, kecil, menjalar dihitung 1 koloni karena dianggap berasal dari satu bakteri.

2. Penghitungan dapat dilakukan secara manual dengan memberi tanda titik pada koloni yang sudah dihitung (Soemarno, 2000). 3. Menurut Permenkes indeks angka kuman yang didapat diberi

satuan CFU/m3, indeks angka kuman dihitung dengan rumus:

Keterangan :

Volume Inkubator = 0,12255 m3

Tidak ada persyaratan batas maksimal angka kuman udara inkubator yang ditetapkan. Akan tetapi, inkubator termasuk dalam ruang perawatan bayi dan prematur, maka persyaratan angka kuman bisa mengacu pada persyaratan angka kuman berdasarkan fungsi ruang dan unit di ruang perawatan bayi dan prematur yang ditetapkan Permenkes yaitu 200 cfu/m3.


(46)

d. Isolasi Bakteri

Setelah koloni bakteri tumbuh pada media PCA dan dihitung, masing-masing koloni bakteri ditanam di media agar darah untuk pembiakan bakteri gram positif dan media agar Mac Conkey untuk pembiakan bakteri gram negatif. Diawali dengan mengambil koloni menggunakan ose, diratakan di seluruh permukaan agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Soemarno, 2000).

e. Identifikasi Mikroorganisme dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:

1. Identifikasi mikroorganisme secara makroskopis untuk melihat karakteristik koloni bakteri dan jamur berdasarkan bentuk, warna, dan permukaan koloni.

2. Identifikasi mikroorganisme secara mikroskopis dengan pewarnaan Gram untuk bakteri yang tumbuh pada media PCA dilakukan untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna dengan pengamatan menggunakan mikroskop. Jamur pada media SDA diidentifikasi dengan pewarnaan jamur Lactophenol Cotton Blue (LPCB) untuk melihat miselium, tipe hifa (Stolon, Rhizoid, Sporangiosphore), dan kantung spora.


(47)

Langkah kerja pewarnaan gram :

1. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada nyala api Bunsen sehingga bebas dari kotoran dan lemak.

2. Membuat olesan tipis isolat bakteri dengan jarum ose secara aseptis, dikeringkan, dan difiksasi dengan melewatkan di atas api Bunsen sebanyak tiga kali.

3. Olesan tersebut ditetesi kristal violet (Gram A = cat utama) sampai menutupi seluruh sediaan, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicuci pada air mengalir.

Gambar 3. Pewarnaan Gram

4. Kemudian ditetesi dengan larutan iodin (Gram B = larutan mordan), dibiarkan selama 1 menit, kemudian dicuci pada air mengalir hingga tetesan menjadi bening.


(48)

5. Lalu dilakukan dekolorisasi dengan ditetesi etil alkohol 95% (Gram C) selama 10-30 detik sampai terlihat adanya warna yang luntur, segera aliri dengan air selama beberapa detik untuk menghentikan aktivitas dekolorisasi.

6. Selanjutnya bakteri ditetesi dengan safranin selama 20-30 detik, dicuci dengan air mengalir selama beberapa detik untuk menghabiskan sisa-sisa cat sampai bersih dan dikeringkan. Setelah itu diamati dengan mikroskop untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna.

Langkah kerja pewarnaan Lactophenol Cotton Blue (LPCB) untuk jamur :

1. Ditetesi satu tetes Lactophenol Cotton Blue (LPCB) pada gelas objek.

2. Diambil satu pecimen atau bahan pemeriksaan dengan menggunakan ose kemudian diletakkan pada gelas objek tersebut. Setelah itu ditutup dengan menggunakan kaca objek. 3. Ditunggu selama 10 menit, kemudian diamati di bawah

mikroskop dengan perbesaran 40x atau 100x untuk melihat miselium, tipe hifa, dan kantung spora.


(49)

f. Selanjutnya dilakukan identifikasi hasil biakan dengan uji biokimia yaitu :

a) Bakteri Gram Positif 1. Uji Katalase

Cairan H2O2 ditetesi pada kaca objek pada koloni yang diambil sebanyak satu ose. Hasil positif apabila terdapat gelembung udara yang menandakan Staphylococcus sp. dan hasil negatif apabila tidak terdapat gelembung udara yang menandakan Streptococcus sp. (Steven et al., 2004).

2. Uji gula-gula

Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa, manitol, dan sukrosa. Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk memfermentasi gula-gula tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahuibakteri yang menghasilkan gas dan asam. Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven et al., 2004).


(50)

3. Uji SIM

Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).

b) Bakteri Gram Negatif

1. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Media TSIA digunakan untuk menilai kemampuan bakteri memfermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa. Hal ini ditandai dengan perubahan warna akibat timbulnya suasana asam, serta terbentuknya H2S dan gas. Media diamati pada 2 tempat, yaitu bagian lereng dan bagian dasar (Steven et al., 2004).

2. Uji Sitrat

Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan natrium sitrat sebagai sumber utama metabolism dan pertumbuhan. Hasil positif apabila agar sitrat yang semula berwarna hijau berubah menjadi biru yang timbul akibat suasana asam (Steven et al., 2004).


(51)

3. Uji gula-gula

Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa, manitol, dan sukrosa. Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk memfermentasi gula-gula tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahuibakteri yang menghasilkan gas dan asam. Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven et al., 2004).

4. Uji SIM

Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).


(52)

F. Alur Penelitian

Udara pada Inkubator Bayi

Uji Biokomia Pewarnaan Gram Pertumbuhan koloni jamur (+)

Pewarnaan LPCB

Identifikasi makroskopis

Hitung Angka Kuman

Media SDA Media PCA

Identifikasi mikroskopis (sel, spora, dan hifa)

Agar Darah (Bakteri Garam +) Mac Conkey (Bakteri Gram -) Identifikasi makroskopis

Gram (+/-) kokus inkubasi 37oC, 24 jam

- Tes Katalase - Uji gula-gula - Uji SIM

Gram (-) batang inkubasi 37oC, 24 jam

- Uji TSIA - Uji gula-gula - Uji SIM - Uji Sitrat Inkubasi 37oC, 48 jam

Inkubasi 37oC, 24 jam

Inkubasi 37oC, 24 jam

Gambar 4. Alur Penelitian Inkubasi 25oC, 1-2 minggu


(53)

G. Definisi Operational

Table 2. Definisi Operational

Variabel Definisi Cara ukur

Kualitas Mikrobiologi

Udara

Mikroorganisme udara baik itu dari lingkungan

luar (jamur, spora) maupun dari dalam ruang (bakteri) yang mempengaruhi kualitas

atau mutu udara dalam suatu ruangan

Penghitungan angka kuman (Jumlah) Identifikasi mikroorganisme udara (Jenis Mikroorganisme)

Indeks Angka kuman

Jumlah kuman yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel kuman hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasikan dalam

media biakan dan lingkungan yang sesuai.

Penghitungan angka kuman udara di inkubator dengan metode Total Plate Count.

Dihitung dengan rumus :

H. Penyajian Data


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai mikroorganisme udara di inkubator bayi Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek pada 16 inkubator bayi, didapatkan 13 sampel positif tumbuh bakteri dan 3 sampel tidak tumbuh bakteri/negatif dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Hasil Penghitungan Angka Kuman Pada Inkubator Bayi Sampel Jumlah koloni

(CFU)

Angka Kuman Indeks angka kuman (CFU/m3)

1 5 5 cfu/0,12255m3 40,8 cfu/m3

2 13 13cfu/0,12255m3 106,08 cfu/m3

3 1 1cfu/0,12255m3 8,16 cfu/m3

4 2 2cfu/0,12255m3 16,32 cfu/m3

5 10 10cfu/0,12255m3 81,6 cfu/m3

6 - - -

7 - - -

8 - - -

9 1 1cfu/0,12255m3 8,16 cfu/m3

10 8 8cfu/0,12255m3 65,28 cfu/m3

11 6 6cfu/0,12255m3 48,96 cfu/m3

12 2 2cfu/0,12255m3 16,32 cfu/m3

13 7 7cfu/0,12255m3 57,12 cfu/m3

14 3 3cfu/0,12255m3 24,48 cfu/m3

15 22 22cfu/0,12255m3 179,52 cfu/m3


(55)

Dari tabel di atas, setelah indeks angka kuman inkubator dibandingkan dengan indeks angka kuman berdasarkan standar kualitas udara sebesar 200 CFU/m3, didapatkan bahwa indeks angka kuman di inkubator bayi masih sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes.

Hasil identifikasi bakteri berdasarkan isolasi dan uji biokimia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Hasil Identifikasi Bakteri

Sampel Agar Darah Mac Conkey

1 Neisseria sp. -

2 Neisseria sp. Enterobacter aerogenes

3 Neisseria sp. -

4 Neisseria sp. Pseudomonas aerogenosa

5 Neisseria sp. -

6 - -

7 - -

8 - -

9 Staphylococcus aureus -

10 Neisseria sp. Shigella sp.

11 Neisseria sp. Klebsiella pneumonia

12 Streptococcus pneumonia -

13 Neisseria meningitides Escherichia coli

14 Neisseria sp. -

15 Neisseria sp. Shigella sp.


(56)

Isolasi jamur pada media SDA diidentifikasi secara mikroskopis dengan melihat miselium, kantung spora, dan tipe hifa sehingga didapatkan hasil pada tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Identifikasi Jamur Pada media SDA

Nomor Sampel Nama Spesies

1 Rhizopus sp.

2 -

3 Rhizopus sp.

4 Rhizopus sp.

5 Saccharomyces sp.

6 -

7 -

8 -

9 -

10 -

11 Rhizopus sp.

12 -

13 Penicillium sp.

14 -

15 Aspergillus sp.

16 -

B. Pembahasan

Hasil pemeriksaan bakteri udara pada inkubator bayi menggunakan media PCA, didapatkan 13 sampel positif tumbuh bakteri dengan indeks angka kuman mulai dari 8,16 cfu/m3 dan yang tertinggi 179,52 cfu/m3. Besar Indeks angka kuman menunjukkan jumlah koloni kuman yang ada di udara. Indeks ini merupakan indikator adanya pencemaran udara. Setelah dibandingkan dengan indeks angka kuman berdasarkan Permenkes untuk ruang perawatan bayi dan prematur sebesar 200cfu/m3, tabel penghitungan angka kuman menunjukkan bahwa angka kuman untuk inkubator masih


(57)

sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Adanya bakteri atau jamur udara di inkubator menunjukkan adanya pencemaran udara. Walaupun indeks angka kuman masih memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, tidak menutup kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial mengingat kondisi pasien yang dirawat di ruangan tersebut rentan terjadinya infeksi karena sistem imun masih lemah.

Banyak tidaknya jumlah koloni ditentukan oleh paparan udara dari luar serta kurangnya higienitas tenaga medis dalam melakukan tindakan terhadap pasien di dalam inkubator bayi. Angka kuman di udara juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelembaban yang tinggi dan mengakibatkan perkembangan kuman pathogen meningkat sehingga memicu terjadinya infeksi (Pelczar et al., 2008). Inkubator bayi mempunyai pengaturan suhu 31oC-38oC yang disesuaikan dengan suhu tubuh bayi dan kelembaban 75%-85% RH untuk menjaga stabilitas suhu tubuh bayi (36,5oC-37,5oC) sehingga kecil kemungkinan terjadinya resiko infeksi melalui udara yang tercemar (Syaryadhi et al., 2005).

Dari hasil identifikasi koloni bakteri dengan uji biokimia didapatkan berbagai bakteri kontaminan udara pada inkubator yaitu Neisseria sp., Neisseria meningitidis, E.coli, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas aerogenosa, Klebsiella pneumonia, Shigella sp., dan Salmonella sp.

Neisseria sp. merupakan bakteri udara paling banyak (55%) yang ditemukan di inkubator bayi unit perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah


(58)

Dr. Abdul Moeloek. Bakteri ini merupakan flora normal saluran nafas manusia serta jarang menyebabkan penyakit. Neisseria meningitides merupakan bakteri pathogen yang masuk melalui nasofaring. Bakteri ini terpapar di udara melalui udara pernafasan, batuk, bersin, atau lewat percikan ludah. Bila daya tahan tubuh pejamu abnormal, bakteri tersebut dapat menimbulkan infeksi saluran nafas bagian atas yang kemudian masuk kedalam peredaran darah sehingga menyebabkan meningitis (Jawetz et al., 2007).

Bakteri selanjutnya yang ditemukan pada udara di inkubator bayi unit perinatologi adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan flora normal saluran nafas pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara bersifat pathogen invasif sehingga apabila bakteri tersebut masuk melalui saluran pernafasan dapat menyebabkan pneumonia pada infeksi primer ataupun sekunder. Jika Staphylococcus menyebar luas dalam darah dapat menyebabkan infeksi paru (Jawetz et al., 2007 ; Warsa, 1994).

Selain Staphylococcus aureus, juga ditemukan Streptococcus pneumonia. Streptococcus pneumonia normalnya terdapat di saluran nafas sekitar 5-40%. Apabila bakteri ini terdapat di udara dan melebihi batas angka kuman dan daya tahan tubuh pejamu abnormal, bakteri tersebut akan masuk ke saluran pernafasan sehingga dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, dan bronchitis (Jawetz et al., 2007).


(59)

Bakteri terbanyak kedua yang ditemukan pada udara di inkubator unit perinatologi adalah Shigella sp. Bakteri ini mempunyai habitat asli di saluran cerna dan bersifat pathogen. Apabila bakteri ini tersebar di udara dapat menimbulkan enteritis dan enterokolitis. Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit menular melalui udara yang disebabkan bakteri shigella (Jawetz et al, 2007; Hariadi, 1993).

Bakteri Gram negatif lainnya yang ditemukan adalah Enterobacter aerogenes dan E.coli. Bakteri ini merupakan flora normal usus, bakteri tersebut ditemukan di udara bersifat sementara. Bakteri tersebut bersifat pathogen di udara. Apabila melebihi batas angka kuman, bakteri itu dapat masuk ke saluran nafas kemudian beredar dalam darah sehingga menyebabkan meningitis (Jawetz et al, 2007).

Adanya Shigella sp., E.coli, dan Enterobacter aerogenes di udara terkait dengan kotoran manusia yg terbawa oleh aliran udara (Athanasios, 2013). Terpaparnya bakteri-bakteri tersebut pada udara di inkubator berasal dari feses bayi yang terbawa aliran udara saat petugas medis sedang membersihkan dan mengganti popok bayi dalam inkubator.

Jenis bakteri Gram negatif lain yang mengkontaminasi udara dan dapat menyebabkan bahaya pada saluran pernafasan adalah Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa.

Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit, saluran usus, dan udara namun habitat alami dari bakteri ini adalah di tanah. Bakteri ini


(60)

terdapat dalam saluran nafas sekitar 5% dari orang normal. Apabila bakteri ini lebih dari normal pada udara dan terhirup melalui saluran pernafasan, maka dapat menimbulkan pneumonia dan bronkopneumoniae (Jawetz et al., 2007).

Pseudomonas aeruginosa banyak ditemukan di tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Bakteri ini sering terdapat di dalam flora normal usus dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil. Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di lingkungan rumah sakit yang lembab. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pneumonia yang disebabkan nekrosis bila daya tahan tubuh pejamu abnormal (Jawetz et al,, 2007).

Bakteri yang ditemukan hampir sama dengan bakteri yang diperoleh Lia dkk, pada tahun 2007 yang melakukan penelitian di ruang perawatan sub Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Bakteri udara yang paling banyak adalah Staphylococcus epidermidis, kemudian terbanyak kedua terdapat bakteri E. coli, selanjutnya terdapat jenis bakteri lain seperti Streptococcus β hemolitikus, Streptococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Namun yang membedakan adalah didapatkannya bakteri Neisseria sp. yang merupakan bakteri terbanyak ditemukan pada udara di inkubator bayi unit perinatologi. Selain itu terdapat juga jenis-jenis bakteri lain yang membedakan seperti Streptococcus pneumoniae, klebsiella pneumoniae, Shigella sp., dan Enterobacter aerogenes.


(61)

Pada penelitian di unit lain mengenai kualitas mikrobiologi udara di Rumah Sakit Daerah Dr. Abdul Moeloek, seperti di ruang bedah saraf yang dilakukan oleh Tutik pada tahun 2009, bakteri yang ditemukan di udara adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylooccus sapropthycus, Streptococcus sp., Salmonella sp., dan Shigella sp.

Hasil pemeriksaan dan identifikasi jamur udara di inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung diperoleh empat jenis jamur yaitu Rhizopus sp., Saccharomyces sp., Penicillium sp., dan Aspergillus sp. Jamur-jamur tersebut termasuk mempunyai kemampuan menghasilkan dan menyebarkan spora melalui udara. Umumnya jamur yang tersebar di udara menginfeksi melalui mekanisme yang disebut droplet infection, yaitu suatu proses penyebaran spora melalui butir-butir debu atau melalui residu tetesan air ludah yang kering (Brooks, 2008).

Rhizopus sp. merupakan jamur terbanyak yang ditemukan pada udara di inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek. Jamur ini biasanya tumbuh pada roti, sayuran, buah-buahan, dan produk makanan lainnya. Namun apabila jamur tersebut tersebar di udara dan terhirup melalui saluran pernafasan, secara klinis dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe II dan III seperti asma dan pneumonitis hipersensitivitas (Pelczar, 2008; Anonim, 2000).


(62)

Jamur lainnya yang ditemukan yaitu Aspergillus sp. dan Penicicllium sp. Aspergillus sp. merupakan kapang pathogen yang sering mencemari udara. Aspergillus sp. tersebar di udara dapat masuk melalui saluran nafas dan menyebabkan bronchopulmonary, radang paru, dan pulmonary aspergillosis (Soubani et al., 2002).

Penicillium sp. juga dapat mengakibatkan asma, rhinitis, dan sinusitis apabila menyerang saluran nafas (Curtis et al., 2004; Mazur et al., 2006). Adanya Aspergillus sp., Rhizopus sp., dan Penicillium sp. yang tersebar di udara melalui butir-butir debu atau melalui residu tetesan air ludah yang kering (Bonang, 1986). Sumber kontaminasi jamur pada udara di inkubator bayi tersebut berasal dari udara di luar yang masuk ke dalam inkubator saat petugas medis melakukan tindakan kesehatan. Pertumbuhan jamur juga dipengaruhi oleh kontaminasi sistem kelembaban akibat inkubator yang terlalu sering dibuka.

Hasil penelitian lain mengenai jamur udara juga diperoleh Lia dkk, pada tahun 2007 yang melakukan penelitian di ruang perawatan sub Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Jamur yang ditemukan hampir sama yaitu Rhizopus sp. yang merupakan jamur terbanyak, Aspergillus niger, Trichosporon sp., dan Penicilluim sp. Begitu pula penelitian yang dilakukan di ruang Bedah Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeleok, ditemukan jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Mucor sp., Nicordia sp., dan Streptomices sp.


(63)

Berdasarkan beberapa penelitian di tempat lain mengenai mikroorganisme (bakteri dan jamur) udara di atas maka hasilnya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di inkubator unit perinatologi RSUAM. Walaupun indeks angka kuman masih memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, bila daya tahan tubuh pejamu lemah maka bakteri-bakteri dan jamur tersebut yang tadinya tidak bersifat pathogen dapat menimbulkan penyakit atau bersifat oportunis.

Dengan diketahuinya pencemaran bakteri dan jamur udara di inkubator bayi unit perinatologi RSUAM, maka perlu dilakukan upaya pencegahan infeksi karena pada umumnya pasien yang dirawat mempunyai daya tahan tubuh lemah sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu perlu upaya pencegahan yang melibatkan seluruh tenaga medis untuk menjaga higienitas inkubator bayi dan petugas medis itu sendiri dalam mencegah infeksi nosokomial.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan umum

Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan mikroorganisme udara yaitu bakteri dan jamur pada udara di inkubator unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek.

2. Kesimpulan khusus

Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :

1. Mikroorganisme yang terdapat pada udara di inkubator bayi unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek yaitu a. Bakteri yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,

Neisseria sp., Escherichia coli, Shigella sp., Pseudomonas aerugoenosa, Enterobacter aerogenes, dan Klebsiella pneumonia. b. Jamur yaitu Rhizopus sp., Aspergillus sp., Saccharomyces sp., dan

Penicillium sp.

2. Angka kuman pada udara di inkubator bayi unit perinatologi RSUD Dr. Abdul Moeloek didapatkan indeks angka kuman paling rendah


(65)

yaitu 8,16 cfu/m3 dan paling tinggi 179,52 cfu/m3. Hal ini menunjukkan bahwa indeks angka kuman di inkubator bayi masih memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes.

3. Kualitas Mikrobiologi Udara di inkubator unit perinatologi tidak bagus karena adanya pencemaran.

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat menjaga kebersihan inkubator bayi agar tidak terjadi pencemaran mikroorganisme.

2. Bagi instansi terkait diharapkan tetap menjaga higienitas ruangan khususnya inkubator berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Kepmenkes untuk ruangan rumah sakit.

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai indeks angka kuman untuk ruangan perinatologi secara keseluruhan.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Infectious Disease Epidemiology Section. Diunduh dari www.oph.dhh.louisiana.gov.

Anonim. 2000. Jamur Rhizopus sp. diunduh pada http://www.indoormold.ca/rhizopus.html.

Anonim. 2002. Kepmenkes RI No. 1335/ Menkes/ SK/ X/ 2002 Tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara

Ruangan di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Anonim. 2007. Pedoman Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

Kesehatan. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 381/Menkes/III/2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2011. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Samarinda: STIKES Wiyata

Husada Samarinda.

Anonim. 2002. Prevention of hospital-acquired infections A practical guide 2nd edition World Health Organization Department of Communicable Disease, Surveillance and Response. Diunduh dari

http://www.who.int/emc.

Athanasius, N., DeLeon-Rodriguez, N., L. Lathem, T., M. Rodriguez-R, L., M.

Barazesh, J., E. Anderson, B., J. Beyersdorf, A., D. Ziemba, L., Bergin,

M., and T. Konstantinidis, K. 2013. Microbiome of the upper troposphere:

Species composition and prevalence, effects of tropical storms, and atmospheric implications. Biological Sciences - Environmental Sciences.

PNAS 2013 110 (7) 2575-2580; published ahead of print January 28,


(67)

Ayni, Tutik Nur.2009. Sterilitas Udara Ruang Operasi Bedah Saraf RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Skipsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Babb, JR. Liffe, AJ. 1995. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press limited Cleveland Street. London.

Bibiana, WL. 2000. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Bibiana, W. Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers, Jakarta. hal 47, 59. BiNardi, Salvatore R. 2003. The Occupational: It’s Evaluation, Control, and

Managing. 2nd edn. AIHA Press. Washington DC.

Bonang., G., Koeswardono, E. 1986. Mikrobiologi Kedokteran Untuk

Laboratorium & Klinik. Universitas Katolik Indonesia. Atma Jaya, hlm 77-78. Jakarta.

Brooks, G. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Dalam: Jawetz, Melnick, & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23. EGC: Jakarta.

Budiyanto, M.A.K. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Budjang, Rahma F. 1983. Infeksi Nosokomial di Bangsal Bayi Baru Lahir RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kongres I Perkumpulan Perinatologi Indonesia. Yogyakarta.

Burroughs, H.E. 2008. Managing indoor air quality. 4th Ed. Fairmont Press. United States of America.

Chairuddin P., Lubis. 2003. Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-chairuddin3.pdf. Curtis, L., A. Lieberman, M. Stark, W. Rea & M. Vetter. 2004. Adverse healt

effect of indoor molds. Journal of Nutritional & Environment, 14(3): 261

– 274.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Salemba Medika. Jakarta.

Darmstadt GL, Bhutta ZA, Cousens S, Adam T, Walker N, Bernis L. 2005. Evidence-based, cost-effective interventions: how many newborn babies can we safe?. Lancet. Pp 365: 977-88.


(68)

Depkes RI. Kepmenkes No. 1335/Menkes/SK/X/2002. Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Rumah Sakit. Dirjen PPM dan PL Depkes RI. Jakarta.

Depkes. 2001. Parameter Pencemaran Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Ditjen PPM dan PL. Jakarta.

Ducel, G., et al. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. (2nd ed).World Health Organization.Department of Communicable disease, Surveillance and Response. Geneva.

Dwi, H. 1997. Kesehatan Masyarakat Indonesia. Journal of the Indonesia Public Health association 1 Februari; Tahun XXV. No 1:68.

Dwi, H. 1997. Faktor Resiko yang berhubungan infeksi pada pasien di bagian perawatan penyakit dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta 1993. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia; Tahun XXV. No. 1. P. 68-71.

EPA. 2003. A Standardized EPA Protocol for Characterization Indoor Air Quality in Large Office Building. Indoor Environtments Division (6609J).

Washington DC 20460.

Harr, Robert. R. 1995. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Penerbit EGC. Jakarta. Hermawan, A.G.2007. The Role of Cefepime: Empirical Treatment in Critical

illness. Diunduh dari:

http://www.DexaMedia/publication_upload07064306550001180931345D exaMedia/edisi/april-jun2007.pdf.

Idham, Muhammad. 2001. Managemen Kualitas Udara dalam Gedung Bertingkat. Hiperkes. Jakarta.

Jawetz E., Melnick J.L., Adelberg E.A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. EGC Press. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Surveilans Infeksi di Rumah Sakit. Diunduh dari http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =123:surveilans-infeksi-di-rumah-sakit.

Light, RW. 2001. Infectious disease, nosocomial infection. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room.

Malcolm SA. 1978. Meningococcal meningitis. In Vinken PJ (ed). Handbook of clinical neurology. Vol. 33. North Holland 2: 21-30. Amsterdam.


(1)

yaitu 8,16 cfu/m3 dan paling tinggi 179,52 cfu/m3. Hal ini menunjukkan bahwa indeks angka kuman di inkubator bayi masih memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes.

3. Kualitas Mikrobiologi Udara di inkubator unit perinatologi tidak bagus karena adanya pencemaran.

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat menjaga kebersihan inkubator bayi agar tidak terjadi pencemaran mikroorganisme.

2. Bagi instansi terkait diharapkan tetap menjaga higienitas ruangan khususnya inkubator berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Kepmenkes untuk ruangan rumah sakit.

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai indeks angka kuman untuk ruangan perinatologi secara keseluruhan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Infectious Disease Epidemiology Section. Diunduh dari www.oph.dhh.louisiana.gov.

Anonim. 2000. Jamur Rhizopus sp. diunduh pada http://www.indoormold.ca/rhizopus.html.

Anonim. 2002. Kepmenkes RI No. 1335/ Menkes/ SK/ X/ 2002 Tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara

Ruangan di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Anonim. 2007. Pedoman Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

Kesehatan. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 381/Menkes/III/2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2011. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Samarinda: STIKES Wiyata

Husada Samarinda.

Anonim. 2002. Prevention of hospital-acquired infections A practical guide 2nd edition World Health Organization Department of Communicable Disease, Surveillance and Response. Diunduh dari

http://www.who.int/emc.

Athanasius, N., DeLeon-Rodriguez, N., L. Lathem, T., M. Rodriguez-R, L., M. Barazesh, J., E. Anderson, B., J. Beyersdorf, A., D. Ziemba, L., Bergin, M., and T. Konstantinidis, K. 2013. Microbiome of the upper troposphere: Species composition and prevalence, effects of tropical storms, and

atmospheric implications. Biological Sciences - Environmental Sciences. PNAS 2013 110 (7) 2575-2580; published ahead of print January 28, 2013,doi:10.1073/pnas.1212089110.


(3)

Ayni, Tutik Nur.2009. Sterilitas Udara Ruang Operasi Bedah Saraf RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Skipsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Babb, JR. Liffe, AJ. 1995. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press limited Cleveland Street. London.

Bibiana, WL. 2000. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Bibiana, W. Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers, Jakarta. hal 47, 59. BiNardi, Salvatore R. 2003. The Occupational: It’s Evaluation, Control, and

Managing. 2nd edn. AIHA Press. Washington DC.

Bonang., G., Koeswardono, E. 1986. Mikrobiologi Kedokteran Untuk

Laboratorium & Klinik. Universitas Katolik Indonesia. Atma Jaya, hlm 77-78. Jakarta.

Brooks, G. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Dalam: Jawetz, Melnick, & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23. EGC: Jakarta.

Budiyanto, M.A.K. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Budjang, Rahma F. 1983. Infeksi Nosokomial di Bangsal Bayi Baru Lahir RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kongres I Perkumpulan Perinatologi Indonesia. Yogyakarta.

Burroughs, H.E. 2008. Managing indoor air quality. 4th Ed. Fairmont Press. United States of America.

Chairuddin P., Lubis. 2003. Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-chairuddin3.pdf. Curtis, L., A. Lieberman, M. Stark, W. Rea & M. Vetter. 2004. Adverse healt

effect of indoor molds. Journal of Nutritional & Environment, 14(3): 261 – 274.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Salemba Medika. Jakarta.

Darmstadt GL, Bhutta ZA, Cousens S, Adam T, Walker N, Bernis L. 2005. Evidence-based, cost-effective interventions: how many newborn babies can we safe?. Lancet. Pp 365: 977-88.


(4)

Depkes RI. Kepmenkes No. 1335/Menkes/SK/X/2002. Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Rumah Sakit. Dirjen PPM dan PL Depkes RI. Jakarta.

Depkes. 2001. Parameter Pencemaran Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Ditjen PPM dan PL. Jakarta.

Ducel, G., et al. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. (2nd ed).World Health Organization.Department of Communicable disease, Surveillance and Response. Geneva.

Dwi, H. 1997. Kesehatan Masyarakat Indonesia. Journal of the Indonesia Public Health association 1 Februari; Tahun XXV. No 1:68.

Dwi, H. 1997. Faktor Resiko yang berhubungan infeksi pada pasien di bagian perawatan penyakit dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta 1993. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia; Tahun XXV. No. 1. P. 68-71.

EPA. 2003. A Standardized EPA Protocol for Characterization Indoor Air Quality in Large Office Building. Indoor Environtments Division (6609J).

Washington DC 20460.

Harr, Robert. R. 1995. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Penerbit EGC. Jakarta. Hermawan, A.G.2007. The Role of Cefepime: Empirical Treatment in Critical

illness. Diunduh dari:

http://www.DexaMedia/publication_upload07064306550001180931345D exaMedia/edisi/april-jun2007.pdf.

Idham, Muhammad. 2001. Managemen Kualitas Udara dalam Gedung Bertingkat. Hiperkes. Jakarta.

Jawetz E., Melnick J.L., Adelberg E.A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. EGC Press. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Surveilans Infeksi di Rumah Sakit. Diunduh dari http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =123:surveilans-infeksi-di-rumah-sakit.

Light, RW. 2001. Infectious disease, nosocomial infection. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room.

Malcolm SA. 1978. Meningococcal meningitis. In Vinken PJ (ed). Handbook of clinical neurology. Vol. 33. North Holland 2: 21-30. Amsterdam.


(5)

Mazur, L.J., J. Kim & the Committee on Environmental Health. 2006. Spectrum of noninfectious healt effects from molds. Pediatrics, 118: 1909 – 1926. United States of America.

Nirwati, H. 2001. Pembuatan preparat dan pengecatan petunjuk praktikum mikrobiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.

Olmsted, RN. 1996. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby.

Parhusip. 2005. Jurnal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Serta Pengendalian di BHG. UPF. Paru RS. Dr.

Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU Medan. e-USU Repository. Medan. Pelczar, J. Michael., dan Chan, E.C.S.2008. Dasar-dasar Mikrobiologi.

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.

Potter, A.P. & Perry, A.G.2005. Fundamental Keperawatan. Penerbit EGC. Jakarta.

Prof. Dr. Sulianto Saroso. 2007. Cuci Tangan Cara Mudah Cegah Penyakit. Redaksi RS Penyakit Infeksi. Diunduh dari http://www.infeksi.com. Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer

Associates Inc. New York.

Pudjiastuti, L., Rendra, S., Santosa, H.R. 1998. Kualitas Udara dalam Ruang. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Robinson, Richard. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference. USA.

S. Tambunan, E. 2011. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dan Infeksi Nosokomial di Ruang Perinatologi. Diunduh pada

www.jurnalkesmas.org/berita-143-hubungan-berat-badan-lahir-bayi-dan-infeksi-nosokomial-di-ruang-perinatologi.html.

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Edisi ketiga. Akademi Analisis Kesehatan Yogyakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Yogyakarta.

Soeparman, et al. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.


(6)

Soubani, A.O. & P.H. Chandrasekar. 2002. The clinical spectrum of pulmonary aspetgillosis. Chest, 121(6): 1988 – 1999. 13. Verhoeff, A.P., et al.1992. Presence of viable mold propagules in air in relation to house damp and outdoor air. Allergy 47: 83 – 91.

Syaryadhi dan Nasrullah. 2005. Sistem Pengontrol Suhu Pada Inkubator.

Laboratorium Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Aceh.

Tietjen, L., et al. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka, JNPKKR. Jakarta.

Trilla, A.2005. Epidemiology of nosocomial infections in adult intensive care units. Barcelona, Spain: Infection Control Program, Infectious Diseases Unit, Hospital Clinic, University of Barcelona. Diunduh dari

http://www.springerlink.com/content/j08704314868gp76/.

U.C., Warsa. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110. Jakarta.

Utama, H.W. 2006. Infeksi Nosokomial. Diunduh dari

http://klikharry.wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/. Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhammadiyah

Malang Press. Malang.

Wenzel. 2002. Infection control in the hospital, in International society for infectious diseases.(2nd ed). Bast Companies. Boston.

WHO. 2004. Prevention of Hospital Acquired Infection, A Practical Guide, 2nd Edition. Diunduh pada http://www. Who.int/research/en/emc.

Yayasan Spiritia. 2006. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal. Diunduh dari

http://spiritia.or.id/bacacst.php?artno=1043&menu=perawmenu. Yulianury, Wenty. 2010. Faktor - faktor lingkungan fisik yang berhubungan

dengan kualitas mikrobiologis udara pada ruang perawatan rumah sakit banyumanik semarang. Undergraduate thesis, Diponegoro University. Semarang.