HUBUNGAN DERAJAT DIFERENSIASI HISTOPATOLOGIK DENGAN REKURENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
HUBUNGAN DERAJAT DIFERENSIASI HISTOPATOLOGIK DENGAN REKURENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh
RATNA AGUSTINA
Kanker payudara merupakan salah satu pembunuh utama wanita di dunia maupun di Indonesia. Terapi kanker payudara pun terus dilakukan seperti pembedahan, terapi hormonal, kemoterapi, maupun radiasi. Namun ternyata, banyak sekali kasus kanker payudara yang kembali kambuh atau rekuren setelah dilakukan pengobatan walaupun sudah dikatakan sembuh. Salah satu faktor risiko yang menyebabkan rekurensi kanker payudara yaitu derajat diferensiasi histopatologik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara.Metode penelitian ini adalah observasional analitik retrospektif dengan pendekatan Case Control Design. Data didapat dari rekam medis penderita kanker payudara yang mengalami rekurensi maupun tidak mengalami rekurensi di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2010-2015.Variabel yang dinilai meliputi derajat diferensiasi histopatologik dan rekurensi kanker payudara, selanjutnya dianalisis bivariat dengan Uji chi square. Dari hasil penelitian didapatkan 35 pasien yang mengalami rekurensi sebagai kasus dan 35 pasien tidak mengalami rekurensi sebagai kontrol. Dengan menggunakan analisis bivariat, derajat diferensiasi histopatologik antara kasus dan kontrol bermakna secara statistik (p=0,004) dan memiliki hubungan yang kuat sebagai faktor risiko rekurensi (OR=6,303). Kesimpulan dari penelitian ini adalah derajat diferensiasi histopatologik merupakan faktor risiko terjadinya rekurensi kanker payudara.
(2)
ABSTRACT
THE RELATION OF HISTOPATHOLOGIC DIFFERENTIATION DEGREES OF BREAST CANCER RECURRENCE IN GENERAL
HOSPITAL ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
By
RATNA AGUSTINA
Breast cancer is one of the major killers of women in the world and in Indonesia. Treatments of breast cancer continues to be done such as surgery, hormonal therapy, chemotherapy, and radiation. However it turns out, there are many cases of breast cancer who relapsed or recurrent after treatment despite being said to be cured. One of the risk factors that lead to recurrence of breast cancer is the degree of histopathologic differentiation. The aim of this study was to determine the relationship between the degree of histopathologic differentiation with breast cancer recurrence. The Method of this study is a retrospective observational analytic with Case Control Design approach. Data obtained from the medical records of patients who experience a recurrence of breast cancer or did not experience recurrence in the General Hospital Abdul Moeloek Bandar Lampung in the years 2010-2015. In this research we use which degree of histopathologic differentiation and recurrence of breast cancer as variabels then analyzed bivariate with chi square test. The results of this study are 35 patients who experienced recurrence as cases and 35 patients who had not experienced recurrence as a control. By using bivariate analysis, the degree of histopathologic differentiation between cases and controls statistical significance (p = 0,004) and had a strong relationship as a risk factor for recurrence (OR = 6.303). The conclusion of this study is the degree of histopathologic differentiation a risk factor for breast cancer recurrence.
(3)
HUBUNGAN DERAJAT DIFERENSIASI HISTOPATOLOGIK DENGAN REKURENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh
RATNA AGUSTINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2016
(4)
HUBUNGAN DERAJAT DIFERENSIASI HISTOPATOLOGIK DENGAN REKURENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
RATNA AGUSTINA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2016
(5)
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi mammae anterior dan lateral ... 9
2. Histologi Payudara ... 11
3. Invasive Lobular Carcinoma ... 12
4. Invasive Ductal Carcinoma ... 13
5. Persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun. ... 17
6. Reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2/neu) . .. 21
7. Kerangka teori ... 31
(6)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN . ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Umum ... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Payudara ... 8
2.1.1 Anatomi Payudara ... 8
2.1.2 Histologi Payudara ... 10
2.1.3 Fisiologi Payudara ... 11
2.2 Kanker Payudara ... 12
2.2.1 Patogenesis Kanker Payudara ... 12
2.2.2 Kanker Payudara yang Rekuren atau berulang ... 14
2.2.3 Sistem Grading Pada Kanker Payudara ... 18
2.2.4 Reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2/neu) ... 20
2.3 Prosedur Diagnostik ... 22
2.3.1 Anamnesis ... 22
2.3.2 Pemeriksaan Fisik ... 22
2.3.3 Pemeriksaan Penunjang ... 24
2.4 Terapi Kanker Payudara ... 28
2.4.1 Pembedahan ... 28
2.4.2 Kemoterapi ... 28
2.4.3 Radiasi ... 29
2.4.4 Terapi Hormonal ... 30
2.5 Kerangka Penelitian ... 30
2.5.1 Kerangka Teori ... 31
2.5.2 Kerangka Konsep ... 32
(7)
ii
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ... 34
3.2 Tempat dan Waktu... 35
3.3 Populasi dan Sampel ... 35
3.3.1 Kriteria Inklusi ... 36
3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 36
3.4 Identifikasi Variabel ... 36
3.4.1 Variabel Bebas ... 36
3.4.2 Variabel Terikat ... 36
3.5 Definisi Operasional ... 37
3.6 Prosedur Penelitian ... 37
3.7 Pengolahan Data ... 38
3.8 Analisis Data ... 39
3.8.1 Analisis Univariat ... 39
3.8.2 Analisis Bivariat ... 40
3.9 Etika Penelitian ... 40
1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 42
4.1.1. Karakteristik Usia ... 43
4.1.2. Riwayat Rekurensi Kanker Payudara ... 44
4.1.3. Analisis Univariat ... 45
4.1.3.1 Derajat diferensiasi histopatologik kanker payudara... 45
4.1.4 Analisis Bivariat ... 45
4.2Pembahasan ... 47
4.2.1 Karakteristik Usia... 47
4.2.2 Riwayat Rekurensi Kanker Payudara... 48
4.2.3 Derajat diferensiasi histopatologik kanker payudara ... 50
4.2.4 Hubungan derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara ... 51
4.2.5 Kelemahan Penelitian... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA
(8)
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Pasien
2. Riwayat Rekurensi Pasien 3. Hasil Pengolahan Data 4. Dokumentasi
(9)
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Derajat HER-2 ... 22
2. Daftar Penegakan Diagnosis Penyakit Payudara ... 26
3. Definisi Operasional ... 37
4. Karakteristik usia pasien kanker payudara . ... 43
5. Karakteristik usia yang mengalami rekurensi maupun tidak mengalami rekurensi ... 43
6. Riwayat rekurensi kanker payudara ... 44
7. Distribusi derajat diferensiasi kanker payudara ... 45
(10)
(11)
(12)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Derajat Diferensiasi Histopatologik dengan Rekurensi Kanker
Payudara di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung”. Penyusunan
penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Skripsi. Selain itu, untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas berkenaan dengan judul penelitian yang saya susun. Dalam penyusunan skripsi ini saya menemukan beberapa kendala, namun berkat partisipasi dari berbagai pihak, akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan para pembaca.
Bandar Lampung, Januari 2016
(13)
(14)
ALHAMDULILLAHIRABBIL’AALAMIIN...
Dengan ridha Allah SWT, rasa syukur senantiasa kupanjatkan atas
terselesaikannya skripsi ini.
Kupersembahkan penelitian ini teruntuk orang-orang yang aku cintai dan
kusayangi, Ayah, Ibu, keluarga besar, Dosen FK Unila, Sahabat dan
teman-teman semua.
“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak
pernah jatuh.
Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang
yang tidak pernah melangkah.
Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat
menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah
yang kedua.”
-Buya Hamka-
(15)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 14 Agustus 1994, sebagai anak ke-4, dari bapak Ahmad Mardi dan Ibu Rubiyati.
Pendidikan Sekolah Dasar ( SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah Gisting pada tahun 2006, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SMP Negeri 1 Gisting pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2012.
Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) tertulis. Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah aktif dalam organisasi yaitu ketua Biro KIK BEM FK Unila 2014-2015, sebagai anggota Pengabdian Masyarakat Pakis Rescue Team 2013-2015 serta anggota paduan suara FK Unila 2012-2014.
(16)
SANWACANA
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Skripsi dengan judul “Hubungan Derajat Diferensiasi Histopatologik Dengan Rekurensi Kanker Payudara di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
3. dr. M. Ricky Ramadhian, M.Sc., selaku Pembimbing I yang telah memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bemanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
(17)
4. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah memberikan nasihat, bimbingan, saran,dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Evi Kurniawaty, M.Sc., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;
6. dr. Indri Windarti, Sp.PA yang telah membimbing dalam pengerjaan skripsi. Terima kasih ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;
7. dr. Novita Carolia, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas motivasi, arahan, waktu, ilmu, serta saran-saran yang telah diberikan;
8. dr. Indri Windarti, Sp.PA, dr. Mukhlisin, dan Mas Bayu atas nasihat dan bimbingannya terutama di bidang Patologi Anatomi
9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
10. Seluruh staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
11. Seluruh staf TU, Administrasi, bagian Diklat dan Rekam Medis Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
12. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahku Ahmad Mardi dan ibuku Rubiyati yang tiada hentinya selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, perhatian yang menjadi alasan penulis untuk terus berjuang sampai saat ini;
(18)
13. Teruntuk kakak-kakakku tercinta dr. Andriyan Nuryadi dan kakak ipar dr. Nike Septembriana, Suryadi Wibowo, ST dan kakak ipar Fitri Aprianti, S.Pd., Tria Desma Ariyani, Amd.Keb dan kakak ipar Taufik Akbar serta keponakan tercinta Azzura Syarafani Akbar dan Bagas Gilang yang selalu menghibur, memberikan semangat dan do’a bagi penulis;
14. Terima kasih buat kakekku Mukiman dan nenekku Sarinah atas do’a, dukungan, semangat yang telah diberikan bagi penulis;
15. My Big Family ‘Bugenk’, Fairuz Rabbaniyah, Andika Yusuf Ramadhan, Nico Aldrin Avesina, Gheavani Legowo, Desti Nurul Q, Farida Hakim, Ferina Nur Haqiqi, Nindriya Kurniandari, Hanifah Rahmania, Hani Zahiyyah, Idzni Mardhiyah yang selalu ada suka dan duka, selalu membantu dalam belajar serta selalu memberi semangat dan dukungan;
16. Teman-teman satu tim penelitian Ria Janita Riduan dan Singgih Suhan Nanto atas bantuan, kerja sama, dukungan dan ilmu yang sudah diberikan mulai dari sebelum penelitian dimulai hingga skripsi ini selesai;
17. Teman-teman Asdos Patologi Anatomi Zahra Zettira, Seffia Riandini, Sartika Safitri, Idzni Mardhiyah serta Singgih Suhan Nanto yang telah membantu, menghibur, memberi semangat dan membagi ilmu;
18. Teman-teman tutorial terakhir fauziyah paramitha, Ade Marantika, Dina Ikrama Putri, Hanarisha Putri, Septina Ashariani, Sartika Safitri, Nindia Dara Utama, Alfan Tammi, Christopher Alexander, Singgih Suhan Nanto, Rivandi Arief H yang telah membantu, membagi ilmu, memberi semangat serta menghibur;
(19)
19. Nuria Arifiani, Merliana Astri Agustina serta Zahra Noor sahabat kecil yang selalu berbagi kebahagian, memberi semangat dan semoga kita semua sukses kedepannya;
20. Kosan YS dan AKBP yang telah memberi semangat dan berbagi kebahagian, semoga kita semua sukses kedepannya;
21. Teman SMA ‘DIPOL’ yang telah memberikan kebahagiaan dan dukungan selama ini;
22. Teman-teman KKN Bangun Jaya kak richard, kak nyimas, ira, ovi, dan yoga yang selalu memberi semangat dan berbagi kebahagiaan dari KKN sampai sekarang;
23. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 atas kebersamaannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang sukses dunia akhirat;
24. Adik-adik angkatan 2013, 2014, dan 2015, terima kasih atas dukungan dan doanya, semoga bisa menjadi dokter yang sukses kedepannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis
(20)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini pemerintah disibukkan dengan penyakit kanker payudara yang saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara seperti pada jaringan lemak, pada jaringan ikat payudara dan pada kelenjar susu (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005). Selama beberapa dekade terakhir, perkembangan risiko kanker payudara telah meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang yaitu 1% sampai 2% per tahunnya (WHO, 2006). Jumlah kasus kanker payudara di dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks, disamping itu kanker payudara menjadi salah satu pembunuh utama wanita di dunia dengan lebih dari 1 juta kasus yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan adanya kecenderungan peningkatan kasus baik di dunia maupun di Indonesia (Bansal et al., 2014).
(21)
2
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan sebanyak 206.966 wanita di Amerika Serikat terdiagnosa kanker payudara dan sebanyak 40.996 wanita meninggal dunia akibat kanker payudara (U.S. Cancer Statistics Working Group, 2014). Pada tahun 2013 menurut American Cancer Society (ACS) dan National Cancer Institute (NCI) terdapat sekitar 232.340 kasus baru kanker payudara invasif dan 39.620 kematian akibat kanker payudara (American Cancer Society, 2013). Pada penelitian, insidensi kanker payudara didapatkan 727 kasus pada tahun 2008 yaitu 16% adalah ILC (Invasive Lobular Carcinoma) dan 84% adalah IDC (Invasive Ductal Carcinoma) (Engstrom et al., 2015). Tiap tahun sekitar 180.000 kasus baru invasive breast cancer terdiagnosis dengan lebih dari 40.000 angka kematian terjadi di AS sedangkan lebih dari 1 juta kasus baru dan 370.000 kematian tiap tahunnya terjadi di seluruh dunia (Desantis et al., 2014).
Di Indonesia, insidensi kanker payudara berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) pada tahun 2000 sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk) dan mortalitas akibat kanker payudara di Indonesia sebesar 10,1 (10,1/100.000 penduduk). Pada tahun 2005 mortalitas akibat kanker payudara sebesar 10,9/100.000 penduduk dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 12.352 orang (Indrati et al., 2005). Di Provinsi Lampung pada tahun 2013 belum terdapat data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
(22)
3
Provinsi Lampung mengenai insidensi kanker payudara (Dinkes Provinsi Lampung, 2013). Namun, angka morbiditas di Kota Bandar Lampung berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada Bulan Februari tahun 2013, ditemukan 36 kasus lama dan 21 kasus baru kanker payudara di beberapa puskesmas yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek pada kelompok usia 20-69 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan metode pengobatan yang efektif untuk memberantas penyakit ini (Dinkes Kota Bandar Lampung, 2013).
Etiologi kanker payudara belum diketahui secara pasti, berbagai faktor risiko dapat mempengaruhi perkembangan penyakit ini termasuk faktor genetik, hormonal, lingkungan, sosiobiologis dan fisiologis. Kemajuan teknologi dan kesadaran masyarakat terutama dalam deteksi dan tindakan terapi merupakan faktor penting yang berperan dalam penekanan tingkat kejadian kanker payudara (Reynolds, 2007). Diagnosis kanker payudara dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus (tergantung pada ketersediaan keahlian lokal) sebelum prosedur bedah (WHO, 2006). Dari hasil biopsi didapatkan derajat diferensiasi histopatologik atau grading. Derajat diferensiasi histopatologik merupakan hasil penilaian mikroskopis sel kanker berdasarkan jumlah sel yang mengalami mitosis, kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal dan susunan homogenitas dari sel ( Damjanov & Fan, 2007). Kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal dan jumlah
(23)
4
mitosis menjadi poin utama dari sistem derajat diferensiasi histopatologik. Sel dianggap semakin ganas jika perubahan bentuk yang terjadi semakin tidak terkendali dan tidak mirip dengan sel asalnya, sehingga derajat diferensiasi histopatologik berfungsi untuk menentukan tingkat keagresifan dan sifat biologis dari sel kankernya (Stankov et al., 2012). Nomenklatur untuk kanker payudara menggunakan kriteria WHO yaitu sistem grading Nottingham yang merupakan sistem modifikasi Elston-Ellis dari sistem grading Scarff-Bloom-Richardson). Skala penilaian ini terlihat pada 3 gambaran sel yang berbeda. Klasifikasi tersebut yaitu Grade I dengan skor 3-5 untuk grade rendah dengan kanker berdiferensiasi baik (well differentiated) dimana sel kanker tidak tumbuh dengan cepat dan tampak tidak menyebar. Grade II dengan skor 6-7 untuk
kanker dengan diferensiasi sedang (moderately/intermediate
differentiated) yang memiliki gambaran antara grade 1 dan 3. Grade III dengan skor 8-9 untuk kanker dengan diferensiasi buruk (poorly differentiated or undifferentiated) dimana sel kanker tumbuh dengan cepat dan lebih mungkin untuk menyebar ( Canadian Cancer Society, 2015).
Terapi kanker payudara dapat berupa pembedahan, terapi hormonal, kemoterapi, maupun radiasi yang memberikan efek kuratif atau penyembuhan (WHO, 2006). Namun ternyata, banyak sekali kasus kanker payudara yang kembali kambuh atau rekuren setelah satu tahun atau lebih
(24)
5
paska terapi walaupun sudah dinyatakan sembuh dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan. Faktor risiko yang menyebabkan kambuhnya kanker payudara antara lain usia, ukuran tumor, batas tumor, karakteristik kanker, kurangnya pengobatan radiasi setelah lumpektomi (eksisi lokal luas), derajat diferensiasi dan stadium klinis. Secara teoritis, derajat diferensiasi berperan dalam keagresifan sel kanker (Jeong et al., 2013). Untuk saat ini belum ada yang meneliti mengenai hubungan derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut apakah terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara sehingga pemberian terapi pada penderita dengan risiko rekurensi yang tinggi bisa direncanakan lebih efektif.
1.2 Perumusan Masalah
Secara teoritis derajat diferensiasi histopatologik berhubungan dengan keagresifan sel kanker pada rekurensi kanker payudara. Oleh sebab itu, masalah penelitian ini adalah ingin mengetahui lebih lanjut apakah terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung?
(25)
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi praktisi kesehatan
Penelitian ini dapat digunakan dalam memperhitungkan derajat diferensiasi histopatologik terhadap kejadian rekurensi kanker payudara.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh derajat diferensiasi histopatologik terhadap terjadinya rekurensi kanker payudara sekaligus menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam terapi kanker payudara.
(26)
7
3. Bagi Ilmu Kedokteran
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
(27)
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Payudara
2.1.1 Anatomi Payudara
Kelenjar payudara dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan. Saat pubertas, secara fungsional kelenjar ini merespon estrogen pada perempuan dan pada laki-laki biasanya tidak berkembang. Saat kehamilan, payudara mencapai perkembangan puncaknya dan berfungsi untuk memproduksi susu (laktasi) setelah melahirkan bayi. Payudara terletak diatas otot pektoralis mayor dan melekat pada otot tersebut melalui jaringan ikat. Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan lemak yang tertutup kulit pada dinding anterior dada. Variasi ukuran payudara bukan bergantung pada jumlah glandular tetapi pada jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat (Sloane, 2004).
Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor dan duktus laktiferus mengaliri setiap lobus yang membesar menjadi sinus lakteferus (ampula). Lobus-lobus tersebut dikelilingi jaringan lemak dan dipisahkan oleh ligamen suspensorium cooper (berkas
(28)
9
jaringan ikat fibrosa). Lobus mayor terdiri dari 20 sampai 40 lobulus, setiap lobulus bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di alveoli sekretori. Puting memiliki kulit berkerut dan berpigmen membentang keluar sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola. Perdarahan arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal, yang merupakan cabang arteri subklavia. Perdarahan arteri tambahan berasal dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui vena profunda dan vena superfisial yang menuju vena kava superior. Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar payudara, kulit, puting, dan aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila sehingga aliran limfatik dari payudara mengalir melalui pembuluh limfatik aksilar (Sloane, 2004). Adapun gambaran anatomi payudara tersaji pada gambar 1.
(29)
10
2.1.2 Histologi Payudara
Pada kelenjar payudara, tubuloalveolar kompleks yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus terdiri dari 15−20 lobus. Setiap lobus yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan suatu kelenjar sendiri dengan duktus ekskretorius laktiferusnya sendiri. Duktus ini bermuara pada puting payudara. Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia dan status fisiologis (Junqueira & Carneiro, 2007).
Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan beberapa cabang sinus ini, yaitu duktus laktiferus. Struktur khas kelenjar dan lobus pada wanita dewasa berkembang pada ujung duktus terkecil. Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke dalam satu duktus terminal dan terdapat dalam jaringan ikat longgar. Duktus laktiferus menjadi lebar dan membentuk sinus laktiferus di dekat puting payudara. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara luarnya yang kemudian berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid. Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal merupakan epitel selapis kuboid dan dibungkus sel mioepitel yang berhimpitan
(30)
11
(Junqueira & Carneiro, 2007). Adapun gambaran histologi payudara tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Histologi Payudara Perbesaran 60x (Junqueira & Carneiro, 2007)
2.1.3 Fisiologi Payudara
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas sampai menopause. Berkembangnya duktus dan timbulnya sinus sejak pubertas disebabkan oleh estrogen dan progesteron. Perubahan kedua, sesuai dengan daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI dan
(31)
12
disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).
2.2 Kanker payudara
2.2.1 Patogenesis Kanker Payudara
Kanker payudara paling banyak berasal dari dalam lapisan duktus ataupun lobulus sebagai akibat mutasi dari gen yang bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel dan menjaga mereka tetap sehat (Jemal et al., 2006). Perubahan fibrokistik digunakan untuk berbagai perubahan di payudara perempuan yang berkisar dari kelainan tidak berbahaya hingga pola yang berkaitan dengan peningkatan risiko karsinoma payudara. Perubahan fibrokistik dapat dibedakan dari karsinoma dengan pemeriksaan bahan aspirasi jarum-halus atau secara lebih pasti dengan biopsi dan evaluasi histologik (Kumar et al., 2007). Adapun gambaran histopatologi kanker payudara tersaji dalam gambar 3 dan 4.
(32)
13
Gambar 4. Invasive Ductal Carcinoma Perbesaran 4x (Kumar et al., 2007)
Pola perubahan fibrokistik dibagi menjadi dua, yaitu lesi nonproliferatif dan lesi proliferatif. Lesi nonproliferatif merupakan perubahan yang tersering yang ditandai dengan peningkatan stroma fibrosa disertai dilatasi duktus dan pembentukan kista dengan berbagai ukuran. Lesi proliferatif berupa serangkaian hiperplasia sel epitel duktulus serta adenosis sklerotikans. Hiperplasia epitel mencakup serangkaian lesi proliferatif di dalam duktulus, duktus terminalis, dan terkadang lobulus payudara. Pada adenosis sklerotikans, tampak mencolok adanya fibrosis intralobularis serta proliferasi duktulus kecil dan asinus. Payudara dengan perubahan fibrokistik berupa hiperplasia atipikal, duktulus atau lobulus peningkatan risiko yang bermakna (5 kali) untuk mengarah pada karsinoma (Kumar et al., 2007).
(33)
14
2.2.2 Kanker Payudara yang Rekuren atau Berulang
Kanker payudara rekuren atau berulang adalah kanker payudara yang datang kembali setelah pengobatan awal. Meskipun pengobatan awal bertujuan untuk menghilangkan semua sel kanker, namun ada beberapa yang kembali berulang atau kambuh. Faktor risiko yang menyebabkan kambuhnya kanker payudara yaitu usia, ukuran dan batas tumor, karakteristik kanker, kurangnya pengobatan radiasi setelah lumpektomi (eksisi lokal luas), derajat diferensiasi dan stadium klinis (Jeong et al., 2013). Kanker dapat datang kembali di tempat yang sama seperti kanker yang asli (kekambuhan lokal), atau mungkin menyebar ke area lain dari tubuh (kekambuhan jauh). Memiliki kanker payudara berulang mungkin lebih sulit daripada berurusan dengan diagnosis awal. Tetapi memiliki kanker payudara berulang jauh dari harapan. Pengobatan dapat menghilangkan kanker payudara berulang lokal, regional atau jauh (metastasis). Tanda dan gejala kanker payudara berulang bervariasi tergantung di mana kanker datang kembali. Dalam kekambuhan lokal, kanker muncul kembali di area yang sama dengan kanker asli. Jika telah mengalami lumpektomi, kanker bisa kambuh dalam jaringan payudara yang tersisa. Jika telah mengalami mastektomi, kanker bisa kambuh dalam jaringan yang
(34)
15
melapisi dinding dada atau kulit. Tanda dan gejala kekambuhan lokal dalam payudara yang sama mungkin termasuk :
Benjolan baru pada payudara atau daerah yang tidak teratur ketegasan.
Perubahan pada kulit payudara peradangan kulit atau kemerahan Nipple discharge
Tanda dan gejala kekambuhan lokal pada dinding dada setelah mastektomi mungkin termasuk:
Satu atau lebih nodul menyakitkan pada atau di bawah kulit dinding dada.
Penebalan kulit di wilayah baru atau dekat bekas luka mastektomi.
Kekambuhan kanker payudara berarti kanker telah kembali di kelenjar getah bening di sekitarnya. Tanda dan gejala daerah kekambuhan dapat mencakup benjolan atau pembengkakan di kelenjar getah bening berada seperti:
Di bawah lengan
Dekat tulang selangka (American Cancer Society, 2013). Kekambuhan regional lebih serius dari pada kekambuhan lokal karena biasanya menunjukkan kanker telah menyebar melewati payudara dan
(35)
16
ketiak (tambahan) kelenjar getah bening. Daerah rekuren kanker payudara dapat terjadi pada otot dada, di kelenjar getah bening payudara interna bawah dada dan di antara tulang rusuk, nodus di atas tulang selangka dan nodus sekitar leher. Dua lokasi terakhir kekambuhan cenderung kanker yang lebih agresif. Secara Keseluruhan, kekambuhan regional sangat umum, terjadi pada sekitar 2% sampai 5% dari semua kasus kanker payudara. Pengobatan dapat menjadi kompleks termasuk operasi untuk menghapus simpul kanker, radioterapi, kemoterapi dan terapi endokrin adjuvant namun, tergantung pada pengobatan sebelumnya yang digunakan (Hoy & Lieberman, 2014).
Kekambuhan jauh, juga dikenal sebagai metastasis adalah jenis yang paling serius dari kekambuhan dan terkait dengan kelangsungan hidup secara signifikan yang lebih rendah. Setelah meninggalkan batas batas jaringan payudara, kanker biasanya menyebar pertama ke kelenjar getah bening aksila. Pada 65-75% rekurensi kanker payudara kemudian menyebar dari kelenjar getah bening ke tulang. Kanker payudara lebih jarang metastasis ke organ lain termasuk paru-paru, hati, otak atau organ lainnya. Pembedahan jarang menjadi pilihan bagi kanker payudara yang metastasis karena kanker biasanya tidak terbatas pada satu situs tertentu pada organ tertentu. Pendekatan yang
(36)
17
dipakai untuk pengobatan yaitu kemoterapi, terapi radiasi atau terapi endokrin (Hoy & Lieberman, 2014). Kejadian rekurensi kanker payudara dapat terjadi dalam satu tahun maupun beberapa tahun paska terapi walaupun sudah dinyatakan sembuh dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan. The Early Breast Cancer Trialists Collaboration Group melakukan meta analisis dari 55 uji klinis pada pasien rekuren kanker payudara yang melibatkan 37.000 pasien. Hasil ini jelas menunjukkan pengelompokan risiko kekambuhan pada beberapa tahun pertama setelah diagnosis awal kanker payudara dini untuk pasien-pasien yang tidak menerima terapi adjuvant. Adapun persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun setelah operasi tersaji pada pada gambar 5.
Gambar 5. Persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun (Cancer Research UK, 2005).
Berdasarkan diagram diatas, angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun pertama, dan tetap terjadi pada evaluasi
(37)
18
10 tahun setelah operasi. Tingkat kekambuhan pada pasien yang tidak menerima terapi hormonal adjuvant hampir 50% pada pasien nodul positif dan 32,4% pada pasien nodul negatif (Cancer Research UK, 2005).
2.2.3 Sistem Grading Pada Kanker Payudara
Dalam dekade terakhir, grading secara histologis telah diterima secara luas sebagai indikator kuat dari prognosis kanker payudara dan untuk pemeriksaan penunjang kanker payudara. Grading diartikan sebagai penilaian terhadap morfologi sel yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan tumor. Penilaian kanker dilakukan oleh ahli patologi anatomi dengan didasarkan pada:
Ukuran dari sel-sel tumor dimana semakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin buruk
jumlah sel yang mengalami mitosis
kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal susunan homogenitas dari sel.
Poin utama dari penilaian grading adalah jumlah mitosis dan kemiripannya dengan sel asal. Dua kategori ini akan memperjelas keagresifan dan prognosis dari tumor tersebut. Semakin banyak mitosisnya menunjukan bahwa pertumbuhan sel-sel tersebut
(38)
19
semakin tidak terkendali. Sementara, kemiripan dengan sel asal dapat dilihat dari bentuk sel itu sendiri. Nomenklatur untuk kanker payudara, menggunakan kriteria WHO yaitu sistem grading Nottingham yang merupakan modifikasi sistem Elston-Ellis dari sistem grading Scarff-Bloom-Richardson. Skala penilaian ini terlihat pada 3 gambaran sel yang berbeda. Klasifikasi tersebut yaitu:
Grade I dengan skor 3-5 untuk grade rendah dengan kanker berdiferensiasi baik (well differentiated) dimana sel kanker tidak tumbuh dengan cepat dan tampak tidak menyebar.
Grade II dengan skor 6-7 untuk kanker dengan
diferensiasi sedang (moderately/intermediate
differentiated) yang memiliki gambaran antara grade 1 dan 3.
Grade III dengan skor 8-9 untuk kanker dengan
diferensiasi buruk (poorly differentiated or
undifferentiated) dimana sel kanker tumbuh dengan cepat dan lebih mungkin untuk menyebar (Canadian Cancer Society, 2015). Manfaat lain dari penentuan derajat diferensiasi adalah untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Pada derajat diferensiasi buruk, di mana
(39)
20
pertumbuhan dan penyebaran sel dianggap lebih cepat atau agresif, dibutuhkan terapi tambahan selain definitif, yakni dengan pemberian kemoradiasi (Damjanov & Fan, 2007).
2.2.4 Reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2/neu)
Reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2/neu) merupakan anggota dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal yang berlokasi pada kromosom 17q21. HER-2 berperan dalam kelangsungan hidup sel seperti pembelahan sel normal, regulasi pertumbuhan, serta proliferasi sel. Peningkatan ekspresi gen HER-2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis yang dapat menginduksi anti-apoptosis dan angiogenesis (Gray & Gallick, 2010; Grushko & Olopade, 2008). Prognosis buruk pada HER-2 yang meningkat menyebabkan tidak adanya respon hormon steroid pada HER2(+), terjadinya peningkatan metastasis sel-sel kanker seperti angioinvasi dan angiogenesis serta resistensi terhadap terapi sehingga terjadinya respon buruk pada terapi yang diberikan. Reseptor HER-2 Amplifikasi dari gen HER-2 yang terjadi pada 20% sampai 25% dari kanker payudara dan berhubungan dengan diferensiasi buruk, terjadinya kekambuhan, keganasan tumor, kejadian metastasis otak serta proliferasi sel yang
(40)
21
lebih tinggi, terjadinya resistensi terapi, prognosis buruk dan aneuploid DNA (Chabner & Longo, 2011), sehingga saat ini HER-2/neu dijadikan pemeriksaan rutin untuk penanda prognosis kanker. Berikut ini merupakan gambar HER-2 yang tersaji pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2/neu) (Conzen, 2008).
Pada sel kanker payudara yang mengekspresikan HER-2 berlebihan maka aktivitas pertumbuhan dan diferensiasi sel kanker akan bertambah pula. Selain itu, terdapat hubungan antara ukuran tumor dengan proliferasi yang tinggi pada karakteristik fase–S yang tinggi. HER-2 berhubungan dengan tingginya grading tumor, kurangnya reseptor estrogen dan meningkatnya fase S (Conzen,
(41)
22
2008). Berikut ini merupakan derajat HER-2 yang tersaji pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Derajat HER-2 derajat
HER-2 Deskripsi Interpretasi
0 Tidak ada reaktivitas/ reaktivitas pada membran <10% dari sel tumor
Negatif
1 Samar/ reaktivitas membran hampir tidak terlihat pada >10% sel tumor. Sel tumor imunoreaktif hanya sebagian dari membran
Negatif
2 Reaktivitas membran lemah sampai
sedang terlihat pada > 10% sel tumor.
Reaktivitas borderline 3 Reaktivitas membran kuat terlihat pada >
10% sel tumor.
Positif (Sumber: Ellis, 2003)
2.3 Prosedur Diagnostik 2.3.1 Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau d’orange, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Pada anamnesis juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar getah bening, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak
(42)
23
napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati. Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesis (Gleadle, 2007).
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan (Gleadle, 2007).
Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah
(43)
24
lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran. Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur darah, dan pus. (Gleadle, 2007).
2.3.3 Pemeriksaan Penunjang
Mammografi dan Ultrasonografi (USG)
Mammografi adalah pemeriksaan payudara menggunakan sinar X sedangkan USG adalah pemeriksaan menggunakan gelombang suara. Keuntungan melakukan pemeriksaan tersebut adalah dapat mendeteksi benjolan yang tak teraba secara lebih akurat (Yu et al., 2012).
(44)
25
Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA)
Pemeriksaan PA dilakukan di laboratorium dengan memeriksa contoh jaringan tumor yang diambil melalui biopsi. Tujuan dari pemeriksaan PA ini adalah untuk menentukan apakah jenis sel kanker ganas atau jinak. Pemeriksaan PA yang paling penting adalah mengetahui status ER (Estrogen), PR (Progesteron) dan HER2 (Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2) untuk mendapatkan terapi yang tepat. Salah satu cara biopsi yaitu menggunakan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). FNAB merupakan metode invasif pada biopsi dan biasanya tidak meninggalkan bekas luka. Pertama, dilakukan penyuntikkan anestesi lokal untuk mematikan payudara. Dokter bedah atau ahli radiologi menggunakan jarum tipis dengan pusat berongga untuk menghapus sampel sel dari daerah yang mencurigakan. Dalam kebanyakan kasus, dokter bisa merasakan benjolan dan memandu jarum ke tempat yang tepat (Yu et al., 2012). Dalam kasus di mana benjolan tidak bisa dirasakan, ahli bedah atau ahli radiologi mungkin perlu menggunakan pencitraan untuk memandu jarum ke lokasi yang tepat. Ini disebut biopsi ultrasound dipandu ketika USG digunakan, atau biopsi jarum stereotactic saat mammogram digunakan. Dengan biopsi ultrasound-dipandu, dokter akan
(45)
26
melihat jarum pada monitor USG untuk memandu ke bidang perhatian. Dengan mamografi stereotactic, mammogram yang diambil dari sudut yang berbeda untuk menentukan lokasi massa payudara. Dokter kemudian memasukkan jarum untuk menghapus sampel sel. (FNAB) memberikan diagnosis yang tepat dan mengurangi risiko diagnosis terjawab kanker payudara untuk <1% (Yu et al., 2012). Tabel 2 berikut adalah daftar penegakan diagnosis penyakit payudara.
Tabel 2. Daftar rekomendasi berbasis bukti penegakan diagnosis penyakit payudara
Topik Kualitas
petunjuk
Rekomendasi Kekua tan dari rekom endasi Keterangan Angka Referen si yang relevan Pemerik saan payudara
Rendah Pemeriksaan klinis payudara harus ditunjukkan dengan adanya gejala kanker payudara
Kuat 2 Barton,
Smith Mammog ram, skrining Sedang Sedang Skrining dengan mammogram sebaiknya direkomenda sikan setiap 1 atau 2 tahun untuk wanita usia 50-75 tahun. Skrining dengan Kuat Lemah
9 Arm
strong, Badgwe ll, Gotzsc, Hum phy, Jons son. Nor man,
(46)
27 mammogram dapat direkomenda sikan untuk wanita usia 40-49 dan lebih dari usia 75 tahun. Qaseem dan Tabar Mammog ram, massa di payudara
Rendah Mammogram
dan ultrasound harus diberlakukan pada pasien dengan adanya massa di payudara. Pasien dibawah usia 30 tahun harus menerima ultrasound
Lemah 16 Pisano
Biopsi Rendah Pasien
dengan adanya massa residual di payudara atau adanya aspirasi darah harus dilakukan biopsi atau dilakukan konsultasi pembedahan
Kuat 28 Ciatto,
Hamed, Parker, Verkooi jen
(47)
28
2.4 Terapi Kanker Payudara
2.4.1 Pembedahan
Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal dan bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas. Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke struktur sekitarnya (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).
2.4.2 Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel-sel kanker yang diberikan dalam bentuk infus atau dalam bentuk oral (tablet). Kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur yang berbeda. Kombinasi kemoterapi bisa berbeda-beda dari satu pasien ke pasien lainnya, tergantung pada kanker payudara yang diderita. Umumnya terapi agresif (kombinasi lebih dari 2 macam modalitas, antara lain: radiasi, kemoterapi, hormonal, target terapi, monoklonal antibodi) dapat diberikan pada pasien yang kondisi dan keadaan umumnya baik dengan tujuan untuk menghilangkan tumor dengan cepat (berpacu dengan waktu). Manfaat kelangsungan hidup terlihat pada 5 tahun pertama dengan manfaat tambahan selama 5 tahun kedua. Kemoterapi secara signifikan dapat
(48)
29
menurunkan risiko kekambuhan atau rekurensi kanker payudara (WHO, 2006).
2.4.3 Radiasi
Radiasi adalah pengobatan dengan sinar-X yang berintensitas tinggi dan berfungsi untuk membunuh sel kanker. Radiasi biasanya dilakukan setelah pembedahan, untuk membersihkan sisa-sisa sel kanker yang masih ada. Radiasi bisa mengurangi risiko kekambuhan hingga 70%. Tahap pertama pengobatan kanker payudara adalah pengambilan sel-sel kanker. Prosedur yang dilakukan pada pasien kanker payudara ini tergantung pada stadium penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi pasien. Umumnya dokter melakukan lumpektomi atau pengambilan sebagian dari payudara pasien. Tetapi ada juga yang memerlukan proses
mastektomi, pengambilan keseluruhan payudara yang
bersangkutan. Diperlukan untuk mengecilkan ukuran tumor yang ada dan mempertahankan payudara pasien. Keberagaman jenis kanker payudara mengharuskan dilakukannya diagnosis yang rinci sebelum memutuskan jenis terapi yang akan dipakai, sehingga pilihannya bersifat individual. Sangat penting untuk mengetahui apakah terjadi penyebaran ke kelenjar getah bening. Dokter baru bisa mengidentifikasi apakah kelenjar getah bening terpengaruh
(49)
30
oleh sel-sel kanker sesudah proses pembedahan. Keberagaman jenis kanker payudara mengharuskan dilakukannya diagnosis yang rinci sebelum memutuskan jenis terapi yang akan dipakai, sehingga pilihannya bersifat individual (WHO, 2006).
2.4.4 Terapi Hormonal
Terapi hormonal bekerja melawan kanker payudara yang Pertumbuhannya dipengaruhi oleh reseptor hormon yang positif atau tumor dengan status ER (estrogen) atau PR (progesteron) positif pada pemeriksaan jaringan patologi anatomi. Terapi hormonal bekerja melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dalam tubuh dan menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tergantung pada reseptor hormon (WHO, 2006).
(50)
31
2.5 Kerangka Penelitian 2.5.1 Kerangka Teori
Adapun kerangka teori tersaji pada gambar 7.
Gambar 7. Diagram kerangka teori (sumber: Chabner & Longo, 2011; Conzen, 2008)
Kanker payudara
Peningkatan derajat diferensiasi histopatologik
Rekurensi kanker payudara Peningkatan ekspresi gen HER-2
tidak adanya respon hormon steroid pada HER2(+)
terjadinya peningkatan metastasis sel-sel kanker seperti angioinvasi dan angiogenesis
resistensi
terhadap terapetik
Pada derajat diferensiasi yang lebih tinggi terjadi progesifitas mutasi gen yang lebih cepat
(51)
32
2.5.2 Kerangka Konsep
Penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara sehingga didapatkan keluaran derajat diferensiasi histopatologik sebagai faktor risiko kanker payudara atau tidak. Kerangka konsep pada penelitian ini tersaji pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram kerangka konsep
2.5.3 Hipotesis
Berdasarkan paparan di atas, hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik Derajat
diferensiasi histopatologik
Rekuren Variabel
bebas
Variabel terikat
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Rekuren Tidak Rekuren
Tidak Rekuren
Rekuren Tidak Rekuren
(52)
33
dengan rekurensi kanker payudara pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung. Hubungan tersebut yaitu semakin tinggi derajat diferensiasi histopatologik maka kemungkinan rekurensi kanker payudara semakin tinggi juga pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
(53)
34
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik dengan rancangan penelitian secara case-control design yang mempelajari hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara, dengan cara membandingkan kelompok kasus (rekuren baik lokal, regional maupun metastasis) dan kelompok kontrol (tidak rekuren) dengan perbandingan 1:1. Setiap subjek penelitian hanya diobervasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain penelitian kasus kontrol adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Kasus : Penderita kanker payudara yang rekuren (baik lokal, regional maupun metastasis).
(54)
35
Kontrol : Penderita kanker payudara yang tidak rekuren.
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di bagian Rekam Medis dan Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung pada bulan September - Oktober 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua kasus kanker payudara yang mengalami rekurensi (baik lokal, regional maupun metastasis) sebagai kasus dan tidak rekurensi sebagai kontrol setelah dikatakan sembuh dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan, masa di mana penyakit berada di bawah kontrol. Jumlah sampel didapatkan 35 sampel pada kelompok kasus, dipilih menggunakan teknik total sampling yang memenuhi kriteria inklusi serta terhindar dari kriteria eksklusi. Kelompok kontrol didapatkan 52 sampel, namun menyesuaikan dengan jumlah kelompok kasus yaitu 35 sampel sehingga untuk pemilihannya menggunakan teknik simple random sampling. Simple random sampling yaitu suatu tipe sampling probabilitas, dimana peneliti dalam memilih sampel dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria sampel meliputi kriteria
(55)
36
inklusi dan eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut dapat digunakan. Pasien yang memenuhi kriteria metode pemilihan sampel ini yaitu sebagai berikut:
3.3.1 Kriteria inklusi
a. Pasien kanker payudara yang mengalami rekurensi (baik lokal, regional maupun metastasis) atau tidak mengalami rekurensi di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung setelah dinyatakan sembuh dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan minimal satu tahun paska-terapi. b. Pasien yang memiliki diagnosis derajat diferensiasi histopatologik
dari hasil biopsi pre-terapi pada rekam medis. 3.3.2 Kriteria eksklusi
a. Pasien yang mengalami parsial respon
b. Pasien dengan status rekam medis hilang atau tidak lengkap.
3.4 Identifikasi Variabel 3.4.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah grading atau derajat diferensiasi histopatologik penderita kanker payudara.
3.4.2 Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah rekurensi kanker payudara.
(56)
37
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional disajikan pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
Derajat diferensiasi histopatologik Hasil penilaian mikroskopis sel kanker berdasarkan jumlah sel yang mengalami mitosis, kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal dan susunan homogenitas dari sel sesuai dengan kriteria Elston- Ellis.
Mikroskop Grade 2:
derajat diferensiasi baik + sedang Grade 3: derajat diferensiasi buruk Ordinal Rekurensi kanker payudara Diagnosa keganasan sel epitel payudara yang kembali diderita pasien setelah dinyatakan sembuh minimal satu tahun paska-terapi.
Mikroskop Rekuren: 1
Tidak rekuren: 0
Nominal
3.6 Prosedur Penelitian
Dari catatan medik penderita kanker payudara yang mengalami rekurensi ataupun non rekurensi paska terapi di RSAM Bandar Lampung setelah
(57)
38
dinyatakan sembuh dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan minimal satu tahun paska-terapi. Kemudian dicari derajat diferensiasi histopatologik dari sediaan biopsi pre-terapi pasien tersebut saat pertama kali terkena kanker payudara.
3.7 Pengolahan Data
Tahap-tahap pengolahan data adalah sebagai berikut : a. Editing
Kegiatan editing dilakukan untuk meneliti kembali formulir data dan untuk memeriksa kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap,
Pencarian data rekam medik Penderita Kanker Payudara di bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Rekuren paska terapi ( kasus)
Tidak rekuren paska terapi (kontrol )
Mencari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi operasi terdahulu
Dilihat grading atau derajat diferensiasi histopatologik kanker payudara
(58)
39
terbaca dengan jelas, tidak meragukan, apakah ada kesalahan, dan sebagainya.
b. Coding
Pengkodean dilakukan untuk mengubah data yang sudah terkumpul terbentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Data entry
Menyusun data dalam bentuk tabel-tabel yaitu tabel distribusi frekuensi.
d. Tabulating
Menyusun data dengan bantuan komputer. Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diolah mengguanakan komputer (Notoatmodjo, 2010).
3.8 Analisis Data
Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan program statistik dengan menggunakan analisis univariat untuk menilai normalitas data dan analis bivariat untuk menilai hubungan antara variabel bebas dan terikat. 3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel, baik bebas, dan variabel terikat. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
(59)
40
menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu persentasi atau proporsi.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dapat dilakukan dengan uji parametrik yaitu Chi-Square untuk mengetahui hubungan (Dahlan, 2010) yang signifikan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada signifikan (nilai p) yaitu:
a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak. b. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 21.0 for Windows.
3.9 Etika Penelitian
Dilakukan penelitian hubungan derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung pada Bulan September sampai dengan Bulan Oktober 2015. Dalam penelitian ini peneliti selalu berpedoman pada norma dan etika penelitian yaitu anonimity (tanpa nama) dengan tidak mencantukan nama responden, menuliskan inisial pada lembar pengumpulan data dan kerahasiaan (Confidentiality) yaitu kewajiban untuk tetap menjaga penelitian ini agar tidak tersebar luas mengenai identitas responden. Data
(60)
41
yang diperoleh merupakan data sekunder rekam medis pasien kanker payudara. Penelitian ini telah mendapatkan Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 1471/UN26/8/DT/2015.
(61)
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung. Hubungan tersebut yaitu semakin tinggi derajat diferensiasi histopatologik maka semakin tinggi pula risiko terjadinya rekurensi kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
5.2 Saran
Saran yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi masyarakat, terutama penderita kanker payudara agar lebih peduli dalam mengikuti terapi secara teratur dan patuh terhadap pengobatan yang diberikan karena bisa saja terjadi rekurensi dari sel kanker payudara.
2. Bagi rumah sakit yang menangani kasus kanker payudara agar lebih memperhitungkan derajat diferensiasi histopatologik terhadap kejadian rekurensi kanker payudara sehingga kasus rekurensi dapat dikurangi.
(62)
54
3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menganalisis faktor lain seperti dosis kemoterapi yang digunakan, multiparitas, dan menopause dan hubungannya dengan kejadian rekurensi.
(63)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A. (2013). Pathways to breast cancer recurrence. ISRN Oncology. 2013(1):1-16
American Cancer Society. (2013a). Cancer facts & figures 2013. Atlanta: American Cancer Society. Hlm. 1-64
American Cancer Society. (2013b). When cancer comes back : cancer recurrence. Diakses pada tanggal 10 April 2015. Tersedia dari :http://www.cancer.org/.
Bansal C, Punjabi M, Sharma KL, Srivastava AN, Singh US. (2014). Grading systems in the cytological diagnosis of breast cancer : a review. Journal of Cancer Research and Theraupetics. 10(4):839.
Canadian Cancer Society. (2015). Grades of breast cancer. Diakses pada tanggal
16 Juni 2015. Tersedia dari https://www.cancer.ca/en/cancer
information/cancer-type/breast/grading.
Cancer Research UK. (2005). Statistics and prognosis for breast cancer. Diakses
pada tanggal 1 September 2015. Tersedia dari
http://www.cancerresearchuk.org
Cardoso F, Fallowfield L, Costa A, Castiglione M & Senkus E. (2011). Locally recurrent or metastatic breast cancer: ESMO clinical practice guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. 22(6):25-30
Chabner BA, Longo DL. (2011). Cancer chemotherapy and biotherapy : principles and practice. Philadelphia: Lippincott. Hlm. 1-15
Conzen SD. (2008). Nuclear receptor and breast cancer. Mol Endocrinol. 22(10):2215–2228.
(64)
Dahlan MS. (2010). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan seri evidence based medicine seri 1 edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 1-30
Damjanov I, Fan F. (2007). Cancer grading manual. New York : Springer. Hlm. 75-81
Davis LM, Harris C, Tang L, Doherty P, Hraber P, Sakai Y et al. (2007). Amplification patterns of three genomic regions predict distant recurrence in breast carcinoma. JMD. 9(3): 327-336
Desantis C, Ma J, Bryan L, Jemal A. (2014). Breast cancer statistics 2013. CA Cancer J Clin. 64(1):52–62.
Diest PJV, Wall EVD & Baak JPA. (2015). Prognostic value of proliferation in invasive breast cancer: a review. J Clin Pathol. 2004(57):675–681.
Dinkes Provinsi Lampung. (2013). Buku Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2013. Provinsi Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Hlm. 3-7
Dinkes Kota Bandar Lampung. (2013). Laporan Bulanan Data Kesakitan ICDX Bulan Februari 2013. Bandar Lampung : Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Hlm. 1-5
Ellis IO, Schnitt SJ, Sastre GX. (2003). Invasive breast carcinoma in world health organization classification of tumors pathology & genetics tumors of the breast and female genital organs. Lyon: IARC Press. Hlm. 1-50
Engstrom MJ, Opdahl S, Vatten LJ, Haugen OA, Bofin, AM. (2015). Invasive lobular breast cancer: the prognostic impact of histopathological grade, E-cadherin and molecular subtypes. Histopathology. 66(1):409–19.
Gleadle J. (2007). ʿ Pemeriksaan payudara’, dalam At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik, eds. Gleadle and Jonathan. Jakarta : Erlangga. Hlm. 1-50 Gray MJ & Gallick GE. (2010). The role of oncogene activation in tumor
progression. Mechanisms of oncogenesis. USA: Springer. Hlm. 19-22
Grushko TA & Olopade OI. (2008). Genetic markers in breast tumors with hereditary predisposition. Principle of molecular oncology.3rd edition. New Jersey : Humana Press. Hlm. 85-93
Hastuti RY. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker payudara dengan perilaku deteksi dini kanker payudara pada wanita usia subur di
(65)
Desa Mojodoyong Kedawung Sragen. Karya tulis ilmiah. Surakarta: Prodi DIV Kebidanan FK UNS. Hlm. 1-52
Hoy J, Lieberman G. (2014). Recurrence surveillance in breast cancer survivors.
Diakses pada tanggal 5 mei 2015. Tersedia dari
http://eradiology.bidmc.harvard.edu/
Indrati, setyawan, Handojo D. (2005). Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara wanita. Thesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 1-8
Institute for Clinical Systems Improvement . (2012). Diagnosis of breast disease health care guideline : diagnosis of breast disease fourteenth edition. Tersedia dari https://www.icsi.org/. Diakses pada tanggal 25 April 2015. Jemal A, Siegel R, Ward E, Murray T, Xu J, Smigal C et al. (2006). Cancer
statistics. CA Cancer J Clin. 56(1):106-30
Jeong Y, Kim SS, Gong G, Lee HJ, Ahn SH, Son BH et al. (2013). Treatment results of breast cancer patients with locoregional recurrence after mastectomy, Radiat Oncol J. 31(3): 138–146.
Junqueira LC, Carneiro ROK. (2007). Basic histology text & atlas edisi ke-5. Tambayang J, penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. Jakarta : EGC. Hlm. 512-517
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, dan Mitchell R. (2007). Robbins basic pathology 8th edition. Philadelphia: Elsevier. Hlm. 363-948
Lari SA, Kuerer HM. (2011). Review: biological markers in dcis and risk of breast recurrence: a systemetic review. Journal of Cancer. 24(2):232-61. Leong SPL, Shen ZZ, Liu TJ, Agarwal G, Tajima T, Paik NS. (2010). Is breast
cancer the same disease in asian and western countries?. World Journal of Surgery. 34(30):2308–24
Moore KL, Agur AMR. (2002). Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates. Hlm. 35-36
National Institutes of Health. (2011). When cancer returns. U.S: Department of Health and Human Services. Hlm. 1-48
(66)
Notoatmodjo S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hlm. 1-45
Rahman A, Sampepajung D, Hamdani W. (2011). Hubungan ekspresi her-2/neu dan hormonal reseptor dengan grading histopatologi pada penderita kanker payudara wanita usia muda. skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 1-12
Reynolds RK. (2007). Overview of gynecologic oncology. Diakses pada tanggal 14 Juli 2015. Tersedia dari http://www.mcancer.org/files/gynecologic-cancers/blue-book.pdf.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. (2005). Buku ajar ilmu bedah edisi ke-2. Jakarta: EGC. Hlm. 387-402
Sloane E. (2004). Anatomi dan fisiologi bagi pemula. Jakarta: EGC. Hlm. 353-360
Stankov A, Rocha JEB, Silvio ANS, Ramirez MT, Ninova KS, Garcia AM. (2012). Prognostic factors and recurrence in breast cancer: experience at the National Cancer Institute of Mexico. ISRN Oncology, 2012(1):1-5
U.S. Cancer Statistics Working Group. (2014). United States Cancer Statistics: 1999–2011 incidence and mortality web-based report. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. Tersedia dari www.cdc.gov/uscs/.
WHO. (2006). Guidelines for management of breast cancer. Egypt: WHO EMRO Publications. Hlm. 1-57
Windarti I. (2014). Characteristic of breast cancer in young women in H.Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung. JUKE. 4(7):131-135.
Yu YH, Wei W, Liu JL. (2012). Diagnostic value of fine-needle aspiration biopsy for breast mass: a systematic review and meta-analysis. BMC Cancer. 12(1): 41.
(1)
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker payudara pada penderita kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung. Hubungan tersebut yaitu semakin tinggi derajat diferensiasi histopatologik maka semakin tinggi pula risiko terjadinya rekurensi kanker payudara di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
5.2 Saran
Saran yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi masyarakat, terutama penderita kanker payudara agar lebih peduli dalam mengikuti terapi secara teratur dan patuh terhadap pengobatan yang diberikan karena bisa saja terjadi rekurensi dari sel kanker payudara.
2. Bagi rumah sakit yang menangani kasus kanker payudara agar lebih memperhitungkan derajat diferensiasi histopatologik terhadap kejadian rekurensi kanker payudara sehingga kasus rekurensi dapat dikurangi.
(2)
54
3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menganalisis faktor lain seperti dosis kemoterapi yang digunakan, multiparitas, dan menopause dan hubungannya dengan kejadian rekurensi.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A. (2013). Pathways to breast cancer recurrence. ISRN Oncology. 2013(1):1-16
American Cancer Society. (2013a). Cancer facts & figures 2013. Atlanta: American Cancer Society. Hlm. 1-64
American Cancer Society. (2013b). When cancer comes back : cancer recurrence. Diakses pada tanggal 10 April 2015. Tersedia dari :http://www.cancer.org/.
Bansal C, Punjabi M, Sharma KL, Srivastava AN, Singh US. (2014). Grading systems in the cytological diagnosis of breast cancer : a review. Journal of Cancer Research and Theraupetics. 10(4):839.
Canadian Cancer Society. (2015). Grades of breast cancer. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015. Tersedia dari https://www.cancer.ca/en/cancer information/cancer-type/breast/grading.
Cancer Research UK. (2005). Statistics and prognosis for breast cancer. Diakses pada tanggal 1 September 2015. Tersedia dari http://www.cancerresearchuk.org
Cardoso F, Fallowfield L, Costa A, Castiglione M & Senkus E. (2011). Locally recurrent or metastatic breast cancer: ESMO clinical practice guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. 22(6):25-30
Chabner BA, Longo DL. (2011). Cancer chemotherapy and biotherapy : principles and practice. Philadelphia: Lippincott. Hlm. 1-15
Conzen SD. (2008). Nuclear receptor and breast cancer. Mol Endocrinol. 22(10):2215–2228.
(4)
Dahlan MS. (2010). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan seri evidence based medicine seri 1 edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 1-30
Damjanov I, Fan F. (2007). Cancer grading manual. New York : Springer. Hlm. 75-81
Davis LM, Harris C, Tang L, Doherty P, Hraber P, Sakai Y et al. (2007). Amplification patterns of three genomic regions predict distant recurrence in breast carcinoma. JMD. 9(3): 327-336
Desantis C, Ma J, Bryan L, Jemal A. (2014). Breast cancer statistics 2013. CA Cancer J Clin. 64(1):52–62.
Diest PJV, Wall EVD & Baak JPA. (2015). Prognostic value of proliferation in invasive breast cancer: a review. J Clin Pathol. 2004(57):675–681.
Dinkes Provinsi Lampung. (2013). Buku Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2013. Provinsi Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Hlm. 3-7
Dinkes Kota Bandar Lampung. (2013). Laporan Bulanan Data Kesakitan ICDX Bulan Februari 2013. Bandar Lampung : Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Hlm. 1-5
Ellis IO, Schnitt SJ, Sastre GX. (2003). Invasive breast carcinoma in world health organization classification of tumors pathology & genetics tumors of the breast and female genital organs. Lyon: IARC Press. Hlm. 1-50
Engstrom MJ, Opdahl S, Vatten LJ, Haugen OA, Bofin, AM. (2015). Invasive lobular breast cancer: the prognostic impact of histopathological grade, E-cadherin and molecular subtypes. Histopathology. 66(1):409–19.
Gleadle J. (2007). ʿ Pemeriksaan payudara’, dalam At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik, eds. Gleadle and Jonathan. Jakarta : Erlangga. Hlm. 1-50 Gray MJ & Gallick GE. (2010). The role of oncogene activation in tumor
progression. Mechanisms of oncogenesis. USA: Springer. Hlm. 19-22
Grushko TA & Olopade OI. (2008). Genetic markers in breast tumors with hereditary predisposition. Principle of molecular oncology.3rd edition. New Jersey : Humana Press. Hlm. 85-93
Hastuti RY. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker payudara dengan perilaku deteksi dini kanker payudara pada wanita usia subur di
(5)
Desa Mojodoyong Kedawung Sragen. Karya tulis ilmiah. Surakarta: Prodi DIV Kebidanan FK UNS. Hlm. 1-52
Hoy J, Lieberman G. (2014). Recurrence surveillance in breast cancer survivors. Diakses pada tanggal 5 mei 2015. Tersedia dari http://eradiology.bidmc.harvard.edu/
Indrati, setyawan, Handojo D. (2005). Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara wanita. Thesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 1-8
Institute for Clinical Systems Improvement . (2012). Diagnosis of breast disease health care guideline : diagnosis of breast disease fourteenth edition. Tersedia dari https://www.icsi.org/. Diakses pada tanggal 25 April 2015. Jemal A, Siegel R, Ward E, Murray T, Xu J, Smigal C et al. (2006). Cancer
statistics. CA Cancer J Clin. 56(1):106-30
Jeong Y, Kim SS, Gong G, Lee HJ, Ahn SH, Son BH et al. (2013). Treatment results of breast cancer patients with locoregional recurrence after mastectomy, Radiat Oncol J. 31(3): 138–146.
Junqueira LC, Carneiro ROK. (2007). Basic histology text & atlas edisi ke-5. Tambayang J, penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. Jakarta : EGC. Hlm. 512-517
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, dan Mitchell R. (2007). Robbins basic pathology 8th edition. Philadelphia: Elsevier. Hlm. 363-948
Lari SA, Kuerer HM. (2011). Review: biological markers in dcis and risk of breast recurrence: a systemetic review. Journal of Cancer. 24(2):232-61. Leong SPL, Shen ZZ, Liu TJ, Agarwal G, Tajima T, Paik NS. (2010). Is breast
cancer the same disease in asian and western countries?. World Journal of Surgery. 34(30):2308–24
Moore KL, Agur AMR. (2002). Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates. Hlm. 35-36
National Institutes of Health. (2011). When cancer returns. U.S: Department of Health and Human Services. Hlm. 1-48
(6)
Notoatmodjo S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hlm. 1-45
Rahman A, Sampepajung D, Hamdani W. (2011). Hubungan ekspresi her-2/neu dan hormonal reseptor dengan grading histopatologi pada penderita kanker payudara wanita usia muda. skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 1-12
Reynolds RK. (2007). Overview of gynecologic oncology. Diakses pada tanggal 14 Juli 2015. Tersedia dari http://www.mcancer.org/files/gynecologic-cancers/blue-book.pdf.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. (2005). Buku ajar ilmu bedah edisi ke-2. Jakarta: EGC. Hlm. 387-402
Sloane E. (2004). Anatomi dan fisiologi bagi pemula. Jakarta: EGC. Hlm. 353-360
Stankov A, Rocha JEB, Silvio ANS, Ramirez MT, Ninova KS, Garcia AM. (2012). Prognostic factors and recurrence in breast cancer: experience at the National Cancer Institute of Mexico. ISRN Oncology, 2012(1):1-5
U.S. Cancer Statistics Working Group. (2014). United States Cancer Statistics: 1999–2011 incidence and mortality web-based report. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. Tersedia dari www.cdc.gov/uscs/.
WHO. (2006). Guidelines for management of breast cancer. Egypt: WHO EMRO Publications. Hlm. 1-57
Windarti I. (2014). Characteristic of breast cancer in young women in H.Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung. JUKE. 4(7):131-135.
Yu YH, Wei W, Liu JL. (2012). Diagnostic value of fine-needle aspiration biopsy for breast mass: a systematic review and meta-analysis. BMC Cancer. 12(1): 41.