Penetapan Kadar Air dalam Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan

(1)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM BISKUIT CRACKERS DENGAN METODE PENGERINGAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

DIDI NURHADI ILLIAN NIM 092410051

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Illian Zuhri dan Ibunda Rita Zahara, kedua adik penulis, Abbas Adam Az-Zuhri dan Muhammad Adil, serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan


(4)

5. Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak Drs. Agus Prabowo, M.S., Apt., selaku Kepala BBPOM di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL.

8. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL di BBPOM di Medan.

9. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.

10.Bang Rio, Bang Abdi, Bang Ya’qub, Mas Bayu, Bang Taqin, Bang Agus Salim, terima kasih buat semua nasihat dan sarannya. Ayu Dewiani, Arief, Mas Pandu, yang selalu memberi motivasi dan menghibur disaat lelah. 11.Bang Farouq, muchas gracias.

12.Sahabatku Yudhi, Rahmat, Imam, Dadang, Arnis, Rahayu, Yuyun, Rani, Kiki Dewi, Piwa yang senantiasa memberiku semangat dan terus memacuku.

13.Kak Uci, Kak Ayu Sari, Kak Meli, Bang Andre, Bang Hafiz, Kak April, terima kasih buat masukan-masukan dan nasihat-nasihatnya.

14.Lia, Ghita dan Arminanda, teman sekelompok yang membantu dalam melaksanakan PKL di BBPOM di Medan.

15.Abang-abang dan kakak-kakak serta rekan-rekan asisten Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi USU.


(5)

16.Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2009, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. 17.Adik-adik mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis

Farmasi dan Makanan angkatan 2010 dan 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis,

DIDI NURHADI ILLIAN NIM 092410051


(6)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM BISKUIT CRACKERS DENGAN METODE PENGERINGAN

ABSTRAK

Jaringan tanaman merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi. Penetapan kadar air dalam biskuit crackers bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam biskuit crackers

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar air dalam biskuit crackers dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam biskuit

crackers dilakukan dengan metode pengeringan. Biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%. Dari hasil yang diperoleh, biskuit crackers

yang diuji memenuhi persyaratan kadar air, sesuai dengan SNI 01-2973-1992, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk biskuit crackers adalah maksimal 5%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……… i

LEMBAR PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ……….... iii

ABSTRAK …..……… vi

DAFTAR ISI ……….. vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………...………... 1

1.2 Tujuan ………...……….……… 2

1.3 Manfaat ………...……… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Crackers ………...………. 3

2.1.1 Definisi Biskuit Crackers ……… 3

2.1.2 Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit Crackers dan Fungsinya ……… 3

2.2 Syarat Mutu Biskuit Crackers ……….. 5

2.3 Penetapan Kadar Air ………. 6

2.3.1 Metode Pengeringan ………...……….. 6

2.3.2 Metode Pengeringan Vakum ………..… 7

2.3.3 Metode Destilasi ……….… 8

2.3.4 Metode Kimiawi ……….. 8


(8)

BAB III METODE

3.1 Tempat Pengujian ………...……….. 11

3.2 Penetapan Kadar Air Dalam Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan ……….…..… 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ………... 13

4.2 Pembahasan ……… 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….... 14

5.2 Saran ………..…… 14

DAFTAR PUSTAKA ……….…...…………. 15


(9)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM BISKUIT CRACKERS DENGAN METODE PENGERINGAN

ABSTRAK

Jaringan tanaman merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi. Penetapan kadar air dalam biskuit crackers bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam biskuit crackers

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar air dalam biskuit crackers dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam biskuit

crackers dilakukan dengan metode pengeringan. Biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%. Dari hasil yang diperoleh, biskuit crackers

yang diuji memenuhi persyaratan kadar air, sesuai dengan SNI 01-2973-1992, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk biskuit crackers adalah maksimal 5%.


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, meskipun ada juga yang dikonsumsi seperti bahan mentahnya. Secara umum jaringan tanaman merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan ini juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi (Purnomo, 1995).

Kerusakan bahan pangan pada umumnya merupakan kerusakan kimiawi, enzimatik, mikrobiologik atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut. Semua jenis kerusakan ini memerlukan air selama prosesnya, oleh sebab itu banyaknya air dalam bahan pangan ikut menentukan kecepatan terjadinya kerusakan. Pengurangan air dari bahan pangan atau penambahan zat yang dilarutkan dapat dilakukan sampai keadaan dimana pertumbuhan mikroba dapat dikendalikan. Pada saat itu bahan pangan akan lebih peka terhadap perubahan-perubahan kimiawi dan fisik (Purnomo, 1995).

Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan kimiawi, enzimatik, dan mikrobioligik pada suatu produk makanan sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air dalam


(11)

Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan“. Adapun pengujian dilakukan

selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Analisis penetapan kadar air dalam biskuit crackers dilakukan dengan metode pengeringan, karena merupakan proses yang sederhana, penyiapan sampelnya mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar air dalam biskuit crackers adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam biskuit crackers

memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air dalam biskuit crackers

adalah agar dapat mengetahui bahwa produk makanan yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar air Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Crackers

2.1.1 Definisi Biskuit Crackers

Dalam Standar Nasional Indonesia (1992) biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang diizinkan (SNI, 1992).

Biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Crackers dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

Cookies dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila

dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Wafer dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (SNI, 1992).

2.1.2 Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit Crackers dan Fungsinya

Untuk menghasilkan biskuit crackers yang bermutu tinggi, yang sangat ideal atau cocok digunakan adalah tepung terigu keras atau hard wheat. Tepung terigu keras mempunyai kadar protein 10%-11%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum hard. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang


(13)

mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan menahan udara atau gas dan mempunyai daya serap tinggi (Munandar, 1995).

Tepung terigu dalam pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pembentuk adonan yang mengembang karena adanya pembentukan gluten pada saat proses fermentasi, memberi kualitas dan rasa yang enak dari hasil produknya serta warna dan tekstur yang bagus (Sondakh, dkk., 1999).

Fungsi ragi dalam pembuatan biskuit crackers yaitu sebagai pembentuk gas dalam adonan sehingga adonan mengembang, memperkuat gluten, menambah rasa dan aroma. Pada saat adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi lembab dan sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus ditutup rapat (Munandar, 1995).

Gula dapat mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat mengambang (U.S. Wheat Association, 1983).

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit crackers, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit crackers yaitu dapat berasal dari lemak susu

(butter) atau dari lemak nabati (margarin) atau campuran dari keduanya (U.S. Wheat Association, 1983).

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata,


(14)

memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan (Munandar, 1995).

Bahan pengembang merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan natrium bikarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder

menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit

crackers. Fungsi bahan pengembang dalam pembuatan biskuit crackers adalah mengembangkan adonan dengan sempurna (Munandar, 1995).

Pada pembuatan biskuit crackers penambahan garam berfungsi memberi rasa dan aroma, mengatur kadar peragian, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih pada remahan (Munandar, 1995).

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers adalah susu skim yang merupakan hasil pengeringan (dengan spray dryer) dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Pada pembuatan biskuit

crackers susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk (U.S. Wheat Association, 1983).

2.2 Syarat Mutu Biskuit Crackers

Syarat mutu untuk biskuit crackers yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia pada tahun 1992 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Syarat Mutu Biskuit Crackers

No. Kriteria Uji Satuan Spesifikasi 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 Organoleptis: Bau Rasa Warna Tekstur Normal Normal Normal Normal Normal


(15)

4. Abu %, b/b Maks. 2 5.

5.1 5.2

Bahan tambahan makanan: Pewarna

Pemanis

Sesuai SNI. 0222 – M No. 722/Men. Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada

6. 6.1 6.2 6.3 6.4 Cemaran logam: Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 10,0 Maks. 1,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05

7. Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

8. 8.1 8.2 8.3 8.4 Cemaran mikroba: Angka lempeng total Coliform E. coli Kapang Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g

Maks. 1,0 x 106 Maks. 20 < 3

Maks. 1,0 x 102 Keterangan: APM adalah angka paling mungkin

2.3 Penetapan Kadar Air

Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.1 Metode Pengeringan

Prinsip penentuan kadar air dengan metode pengeringan adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110°C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan (bobot tetap). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992).


(16)

Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995).

Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.2 Metode Pengeringan Vakum

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).

Pengeringan pada kondisi vakum dilakukan pada suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan atmosferik. Saat kondisi vakum, air menguap pada suhu yang lebih rendah. Air menguap tersebut ditampung dalam suatu bagian alat pengering vakum (Estiasih & Ahmadi, 2009).

Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat panas dapat diminimalisir. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama pengeringan juga dapat dihindari. Pengering vakum mempunyai


(17)

komponen-komponen yaitu, wadah vakum (vacuum chamber), sumber panas, pompa vakum dan alat untuk menampung uap air (Estiasih & Ahmadi, 2009).

Pengering vakum telah digunakan untuk mengeringkan berbagai produk pangan yang peka terhadap panas dan proses oksidasi. Karena suhu yang digunakan rendah dan dalam kondisi vakum, maka perubahan produk akibat proses pengeringan dapat diminimalisir. Bahan yang dikeringkan dapat berbentuk cairan, pasta, partikel diskret seperti tepung, maupun produk dalam bentuk potongan atau serpihan (flake) (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2.3.3 Metode Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.4 Metode Kimiawi

a. Cara Titrasi Karl Fischer

Cara ini adalah dengan mentitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembapan udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena


(18)

memberikan hasil yang tepat dan tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, dkk., 1989).

b. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah (Sudarmadji, dkk., 1989).

c. Cara Asetil Khlorida

Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.5 Metode Gravimetri

Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang (Basset, et. al., 1994).

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan).


(19)

Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, pengeringan, pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga konstan (Rohman, 2007).

Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).

Pengeringan adalah penghilangan cairan dari sistem padat, gas atau sistem cair. Ini diartikan penghilangan sisa lembab yang terdiri dari air atau pelarut organik. Dalam gravimetri endapan dikeringkan pada suhu kamar dalam eksikator yang berisi zat pengering seperti asam sulfat pekat, silika gel, fosfor pentoksida, kalium hidroksida padat. Pengeringan berlangsung lama sampai didapat berat yang konstan, yaitu jika hasil dua penimbangan berturut-turut tidak berbeda lebih dari 0,0005 gram (Kisman & Ibrahim, 1998).


(20)

BAB III METODE 3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar air dalam biskuit crackers dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Penetapan Kadar Air dalam Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah krus porselin, spatula, timbangan analitik (Analitic Balance Digital Precisa XB 220 A), oven (Drying Oven Lab Tech LDO 060E) dan eksikator. Bahan yang digunakan adalah biskuit crackers.

b. Prosedur

Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Sebanyak 1 gram cuplikan ditimbang seksama pada sebuah krus porselin yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini diulang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dalam cuplikan dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air =

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)


(21)

Gambar 1. Oven

Gambar 2. Eksikator

Gambar 3. Timbangan Analitik


(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar air dalam biskuit crackers dengan metode pengeringan, diketahui bahwa biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Biskuit crackers yang diuji memenuhi persyaratan kadar air, karena menurut SNI 01-2973-1992 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk biskuit

crackers adalah maksimal 5% (SNI, 1992).

Kadar air dalam makanan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan pada makanan, karena semua kerusakan pada makanan memerlukan air dalam prosesnya. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk pertumbuhan mikroba serta akan memperpendek daya simpan dari makanan tersebut (Purnomo, 1995).


(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air dalam biskuit crackers dengan metode pengeringan, diketahui bahwa biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%, biskuit crackers yang diuji memenuhi persyaratan kadar air karena menurut SNI 01-2973-1992 rentang kadar air yang di perbolehkan untuk biskuit crackers adalah maksimal 5%.

5.2 Saran

Sebaiknya penetapan kadar air dapat dilakukan juga pada produk biskuit lain misalnya biskuit keras, cookies dan wafer. Sebaiknya dilakukan uji parameter syarat mutu biskuit crackers lainnya, seperti uji pewarna dan pemanis, uji cemaran logam, arsen, uji cemaran mikroba serta uji protein. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi bagi masyarakat serta biskuit crackers yang dihasilkan dapat menjadi sarana perbaikan gizi masyarakat.


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., Denny, R. C., Jeffrey, G. H., dan Mendham, J. (1994). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental Analysis. Jakarta: EGC. Hal. 472.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. xlviii-xlix.

Estiasih, T., dan Ahmadi, Kgs. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 97.

Kisman, S., dan Ibrahim, S. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 118-119.

Munandar, A. I. (1995). Teori Pastry. Yogyakarta: Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta. Hal. 1, 30, 31.

Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 1-3.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Hal. 309.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91, 97.

Sondakh., Marsye., dan Manaffe. (1999). Pengolahan Kue dan Roti. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 49.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal. 57-60, 63-68.

Standar Nasional Indonesia. (1992). Syarat Mutu Biskuit. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

U.S. Wheat Association. (1983). Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta: Djambatan. Hal. 15, 24, 35.

Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 13.


(25)

Lampiran

Penetapan Kadar Air dalam Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan

Nama contoh : Cream Crackers Biscuit No. Kode contoh : 01/D1/MM/12

Wadah/kemasan : Bungkus Plastik/280 gram

Pabrik : PT. Universal Indofood Product-Indonesia Komposisi : Tepung terigu, tapioka, minyak nabati, bahan

pengembang, amonium bikarbonat, sodium bikarbonat, susu bubuk, yeast, garam.

Waktu daluarsa : 18 Desember 2012

No. Reg. : BPOM RI MD 227102125003

Bentuk : Padat

Rasa : Gurih

Warna : Krim

Bau : Normal

Penimbangan I

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 29,3520 gram Bobot wadah + cuplikan : 30,3801 gram Bobot cuplikan : 1,0281 gram


(26)

Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 30,3471 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9951 gram Rumus Perhitungan:

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)

W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)

Kadar air =

= 3,21%

Penimbangan II

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 28,7647 gram Bobot wadah + cuplikan : 29,7773 gram Bobot cuplikan : 1,0126 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 29,7439 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9792 gram Rumus Perhitungan:

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)

W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)

Kadar air =


(27)

Kadar air rata-rata =

= = 3,25%


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar air dalam biskuit crackers dengan metode pengeringan, diketahui bahwa biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran. 4.2 Pembahasan

Biskuit crackers yang diuji memenuhi persyaratan kadar air, karena menurut SNI 01-2973-1992 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk biskuit crackers adalah maksimal 5% (SNI, 1992).

Kadar air dalam makanan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan pada makanan, karena semua kerusakan pada makanan memerlukan air dalam prosesnya. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk pertumbuhan mikroba serta akan memperpendek daya simpan dari makanan tersebut (Purnomo, 1995).


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air dalam biskuit crackers dengan metode pengeringan, diketahui bahwa biskuit crackers yang diuji mengandung air dengan kadar 3,25%, biskuit crackers yang diuji memenuhi persyaratan kadar air karena menurut SNI 01-2973-1992 rentang kadar air yang di perbolehkan untuk biskuit crackers adalah maksimal 5%.

5.2 Saran

Sebaiknya penetapan kadar air dapat dilakukan juga pada produk biskuit lain misalnya biskuit keras, cookies dan wafer. Sebaiknya dilakukan uji parameter syarat mutu biskuit crackers lainnya, seperti uji pewarna dan pemanis, uji cemaran logam, arsen, uji cemaran mikroba serta uji protein. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi bagi masyarakat serta biskuit crackers yang dihasilkan dapat menjadi sarana perbaikan gizi masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., Denny, R. C., Jeffrey, G. H., dan Mendham, J. (1994). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental Analysis. Jakarta: EGC. Hal. 472.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. xlviii-xlix.

Estiasih, T., dan Ahmadi, Kgs. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 97.

Kisman, S., dan Ibrahim, S. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 118-119.

Munandar, A. I. (1995). Teori Pastry. Yogyakarta: Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta. Hal. 1, 30, 31.

Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 1-3.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Hal. 309.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91, 97.

Sondakh., Marsye., dan Manaffe. (1999). Pengolahan Kue dan Roti. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 49.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal. 57-60, 63-68.

Standar Nasional Indonesia. (1992). Syarat Mutu Biskuit. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

U.S. Wheat Association. (1983). Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta: Djambatan. Hal. 15, 24, 35.

Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 13.


(4)

Lampiran

Penetapan Kadar Air dalam Biskuit Crackers dengan Metode Pengeringan Nama contoh : Cream Crackers Biscuit

No. Kode contoh : 01/D1/MM/12

Wadah/kemasan : Bungkus Plastik/280 gram

Pabrik : PT. Universal Indofood Product-Indonesia Komposisi : Tepung terigu, tapioka, minyak nabati, bahan

pengembang, amonium bikarbonat, sodium bikarbonat, susu bubuk, yeast, garam.

Waktu daluarsa : 18 Desember 2012

No. Reg. : BPOM RI MD 227102125003 Bentuk : Padat

Rasa : Gurih

Warna : Krim

Bau : Normal

Penimbangan I

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 29,3520 gram Bobot wadah + cuplikan : 30,3801 gram Bobot cuplikan : 1,0281 gram


(5)

Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 30,3471 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9951 gram Rumus Perhitungan:

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)

W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)

Kadar air =

= 3,21%

Penimbangan II

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 28,7647 gram Bobot wadah + cuplikan : 29,7773 gram Bobot cuplikan : 1,0126 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 29,7439 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9792 gram Rumus Perhitungan:

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)


(6)

Kadar air rata-rata =

= = 3,25%