To Increase Motivation And Study Result Students Thematic Learning In Fourth B Grade SD N 8 Metro Timur Of Academy Year 2013/2014

(1)

KELAS IVB SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(Skripsi)

Oleh

Ni Komang Megasari

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

PENERAPAN MODELCOOPERATIVE LEARNINGTIPEGROUP INVESTIGATIONUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN

HASIL BELAJAR MELALUI TEMA CITA-CITAKU SISWA KELAS IVB SD NEGERI 05 METRO TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

NI KOMANG MEGASARI

Penelitian dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur. Hasil pengamatan menunjukkan pembelajaran tematik belum dilaksanakan secara optimal, dan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 50%. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar melalui tema cita-citaku.

Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan setiap siklus, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data penelitian adalah soal tes formatif dan lembar observasi. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan, peningkatan motivasi belajar siswa pada siklus I nilai rata-rata motivasi siswa 59,34 dengan kategori cukup dan pada siklus II nilai rata-rata motivasi siswa 73,15 dengan kategori baik, persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I mencapai 67,86% dengan nilai rata-rata 71,44 dan pada siklus II ketuntasan kelas 85,71% dengan nilai rata-rata kelas 81,17.Penerapan modelcooperative learningtipegroup investigationdapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Peneliti dilahirkan di Desa Wirata Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah tanggal 25 Januari 1992, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan bapak I Kadek Daria dan ibu Ni Nengah Kertiasih.

Pendidikan peneliti dimulai dari SD Negeri 1 Wirata Agung dan selesai pada tahun 2004. Kemudian peneliti melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Seputih Mataram dan selesai pada tahun 2007. Peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Seputih Mataram dan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010 peneliti melanjutkan ke Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(8)

Betapa ringan langkah kita jika diawali doa dan senyuman karena itu menggambarkan ketulusan hati yang kuat dalam

menghadapi banyak hal (Mario Teguh)


(9)

i

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan terimakasih serta bangga kepada :

Ayahanda I Kadek Daria dan Ibunda Ni Nengah

Kertiasih

Yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, dan mencurahkan kasih sayangnya serta memotivasi agar menjadi anak yang lebih baik

dan mendoakan untuk keberhasilan ananda.

Kakak-kakakku

I Wayan Sukma Adinata, Nita Santi, Ni Made

Sugandhi, dan I Ketut Surya Darma

Yang telah memberikan doa dan dukungan untuk keberhasilanku. Serta saudara-saudara dan sahabat-sahabat yang memberiku motivasi

untuk dapat berbuat lebih baik dalam menyelesaikan studi


(10)

ii

Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kebahagian dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Melalui Tema Cita-Citaku Siswa Kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014, sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M. Sc., selaku Rektor Universitas Lampung, yang telah menandatangani ijazah.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Unila yang telah memberikan pengesahan terhadap skripsi ini.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Unila yang telah menyetujui skripsi ini.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD yang telah memberikan masukan, saran, nasihat, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku Ketua PGSD UPP Metro yang telah memberikan dukungan dan saran serta masukan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Bapak Drs. Muncarno, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing II yang telah membantu, membimbing, dan memberikan saran serta motivasi terhadap pengajuan judul skripsi ini serta memberikan


(11)

iii

7. Bapak Drs. Sarengat, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu, membimbing, dan memberikan saran, motivasi serta nasihat, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Bapak Dr. Alben Ambarita, M. Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah membantu, membimbing, dan memberikan saran, motivasi serta nasihat, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan S1 PGSD UPP Metro, yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.

10. Ibu Yuliana, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SDN 05 Metro Timur yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

11. Ibu Dian Anita Sari, S. Pd., selaku guru kelas IVB SDN 05 Metro Timur yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu dalam melaksanakan penelitian.

12. Dewan guru dan siswa-siswi kelas IVB SDN 05 Metro Timur yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. 13. Sahabat seperjuangan (Putu, Rani, Rimba, Mbak Rizky) serta sahabat yang

selalu membantu, memberi dukungan dan memotivasi peneliti (Ratih, Melsa). 14. Teman-teman PGSD kelas B angkatan 2010 (Hardi, Yuyun, Rizka, Serlia, Neni, Umy, Mbak Suli, Rina, Sinta, Hardiana, Dita C, Nyoman, Ratna, Cahya, Via, Maulinda, Marlita, Reni, Risty, Saras, Indah, Mayang, Ve, Riri, Sherli, Dita E, Mbak Zulia, Kak Syaiful, Jaya, Fauzi, Akmal, Fahmi, Bagus, Aji, dan Gusti Ayu Rini) terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini belum memenuhi kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih pada keilmuan pendidikan.

Metro, 4 Juni 2014 Peneliti


(12)

iv

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. ModelCooperative Learning ... 9

1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 9

2. Karakteristik ModelCooperative Learning ... 10

3. Tujuan ModelCooperative Learning ... 12

4. Tipe-tipe ModelCooperative Learning... 13

B. Cooperative LearningTipeGroup Investigation... 15

1. PengertianGroup Investigation... 15

2. KarakteristikGroup Investigation ... 17

3. Tahap-TahapGroup Investigation... 19

4. Kelebihan dan KelemahanGroup Investigation ... 23

C. Belajar ... 25

1. Teori Belajar ... 25

2. Motivasi Belajar ... 27

3. Fungsi Motivasi Belajar ... 28

4. Jenis motivasi ... 30

5. Prinsip Motivasi Belajar ... 31

6. Alat Ukur Motivasi ... 32

7. Hasil Belajar ... 33

D. Kurikulum 2013 ... 35

1. Pengertian Kurikulum ... 35

2. Karakteristik Kurikulum 2013... 35


(13)

v

1. Pengertian tematik ... 44

2. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik... 45

3. Keunggulan Pembelajaran Tematik ... 46

4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Tematik 47 5. Tema Cita-citaku ... 48

H. Hasil Penelitian yang Relevan... 48

I. Kerangka Pikir... 49

J. Hipotesis Tindakan... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Prosedur Penelitian ... 52

C.SettingPenelitian ... 53

1. Tempat ... 53

2. Waktu... 53

D. Subjek Penelitian ... 54

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Teknik non tes... 54

2. Tes... 54

F. Alat Pengumpulan Data... 55

1. Lembar Observasi ... 55

2. Tes Hasil Belajar... 59

G. Teknik Analisis Data ... 59

1. Analisis Deskriptif Kualitatif... 59

2. Analisis Kuantitatif ... 62

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas... 63

1. Siklus 1 ... 63

2. Siklus 2 ... 66

I. Indikator Keberhasilan ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 68

A. Profil Sekolah ... 68

B. Deskripsi Awal ... 69

C. Hasil Penelitian... 71

1. Siklus 1 ... 71

a. Perencanaan... 71

b. Pelaksanaan ... 72

c. Pengamatan ... 91

d. Refleksi ... 99

2. Siklus II... 102

a. Perencanaan... 102

b. Pelaksanaan ... 102

c. Pengamatan ... 121


(14)

vi

3. Hasil Belajar Siswa ... 132

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 135

A. Kesimpulan... 135

B. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA... 139


(15)

vii

Tabel Halaman

Hala

1. Hasil Ulangan Semester Ganjil... 4

2. Kisi-kisi Instrument Penilaian Kinerja Guru ... 55

3. Kisi-kisi Penilaian Motivasi Belajar Siswa ... 57

4. Kisi-Kisi Penilaian Hasil Belajar Afektif ... 58

5. Kisi-Kisi Penilaian Hasil Belajar Psikomotor... 59

6. Kategori Motivas Belajar Per Individu ... 60

7. Kriteria Motivasi Belajar Secara Klasikal dalam Satuan Persen (%) 60 8. Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 61

9. Kategori Nilai Afektif... 61

10. Kategori Nilai Psikomotor... 62

11. Kriteria Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa dalam Persen (%)... 63

12. Jadwal Rincian Kegiatan PTK Tiap Siklus ... 71

13. Rata-Rata Kinerja Guru Siklus I... 92

14. Rekapitulasi Rata-Rata Motivasi Belajar Siswa Siklus I... .... 93

15. Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif Siklus I ... ... 95

16. Rekapitulasi Rata-Rata Hasil Belajar Afektif Siklus I ... 96

17. Rekapitulasi Rata-Rata Hasil Belajar Psikomotor Siklus I... 98

18. Rata-Rata Kinerja Guru Siklus II ... 122

19. Rekapitulasi Rata-Rata Motivasi Belajar Siswa Siklus II ... 123

20. Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif Siklus II... 125

21. Rekapitulasi Rata-Rata Hasil Belajar Afektif Siklus II ... 126

22. Rekapitulasi Rata-Rata Hasil Belajar Psikomotor Siklus II ... 128

23. Rekapitulasi Kinerja Guru ... 130

24. Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa ... 131

25. Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 132

26. Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa ... 134


(16)

viii

Gambar Halaman

1. Langkah-Langkah PendekatanScientific ... 38

2. Kerangka Pikir Penelitian ... 50

3. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 53

4. Diagram Kinerja Guru ...………. 130

5. Diagram Motivasi Siswa... 131

6. Diagram Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 133

7. Diagram Hasil Belajar Afektif Siswa ... 134


(17)

ix

Lampiran Halaman

1. Surat Penelitian Pendahuluan dari Unila ... 143

2. Surat Izin Peneliti dari Unila ... 144

3. Surat Keterangan dari Unila ... 145

4. Surat Izin Penelitiaan dari SD... 146

5. Surat Keterangan dari SD ... 147

6. Surat Pernyataan dari SD... 148

7. Rencana Perbaikan Pembelajaran ... 150

8. Soal Tes Formatif... 155

9. Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa ... 168

10. Lampiran Hasil Observasi Kinerja Guru ... 172

11. Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa ... 176

12. Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 182

13. Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa ... 184

14. Rekapitulasi Hasil Belajar Psikomotor Siswa ... 190


(18)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu, membentuk kepribadian individu yang cakap dan kreatif, serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sagala (2010: 4) menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan perubahan pada dirinya yang memungkinkan, sehingga berfungsi sesuai kompetensinya dalam kehidupan masyarakat.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Tantangan pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) di masa depan disadari akan semakin berat. Hal ini merupakan konsekuensi kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan taraf


(19)

hidup dengan sendirinya berdampak terhadap dunia pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya aspirasi terhadap perluasan kesempatan belajar maupun tuntutan akan pendidikan yang bermutu. Menjawab tuntutan tersebut, guru sebagai agen pembaharuan dalam pendidikan harus berinovasi dan mengembangkan pembelajaran.

.Salah satu bentuk inovasi pendidikan adalah perubahan kurikulum. Dalam kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik. Prastowo (2013: 117) mengemukakan pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna, sebagai bentuk usaha dalam memajukan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya.

Kurikulum 2013 yang menerapkan pembelajaran tematik, menjadikan siswa dapat belajar dari pengalaman maupun lingkungan sekitar. Pembelajaran dapat bermakna karena berbagai faktor, salah satunya adalah penerapan pendekatan pembelajaran yang dipandang mampu menunjang proses belajar. Kurikulum 2013 sebagai inovasi baru dalam dunia pendidikan juga menjadikan pendekatan scientific sebagai elemen penting dalam proses pembelajaran tematik. Kemendikbud (2013: 209) menjelaskan bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, mempertanyakan, percobaan mengolah informasi dan menyimpulkan atau mengkomunikasikan.


(20)

Pendekatan scientific mengarahkan proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran ini dimaksudkan agar memberikan ilmu dalam proses penemuan konsep pengetahuan. Selain itu, pendekatanscientific memberikan relevansi materi ajar dengan konteks dunia nyata siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal bagi kehidupannya.

Hasil wawancara dan observasi dengan guru kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur pada tanggal 22 dan 23 Januari 2014 diperoleh permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran adalah Pertama,dalam pelaksanaan proses pembelajaran tematik, belum dilaksanakan secara optimal dan belum mengacu pada tujuan yang ditetapkan kurikulum 2013. Kedua, guru masih mendominasi proses pembelajaran dan masih terpaku pada buku (text book).

Ketiga, guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran, baik dengan menggunakan strategi, model, dan metode pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik mengikuti proses pembelajaran hal ini menyebabkan motivasi belajar siswa kurang. Keempat, guru belum memaksimalkan penerapan pendekatan scientific dengan benar sehingga siswa cenderung pasif. Kelima

guru juga kurang dapat mengaitkan pembelajaran dengan situasi nyata siswa sehingga pemahaman konsep siswa tidak berkembang, dan siswa belum diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri.Keenam, siswa belum mampu berfikir kritis untuk mengolah informasi dari berbagai sumber yang diperoleh. Ketujuh, kurangnya minat, motivasi, dan kerjasama siswa dalam pembelajaran kelompok sehingga menyebabkan pembelajaran menjadi monoton sehingga siswa merasa jenuh dan tidak berkembangnya potensi,


(21)

sikap, dan keterampilan siswa. Berdasarkan masalah-masalah yang telah dipaparkan di atas berdampak pada hasil belajar siswa yang belum optimal. Hal ini dibuktikan dari data hasil ulangan semester ganjil tahun ajaran 2013/2014.

Tabel 1. Hasil Ulangan Semester Ganjil Pembelajaran Tematik.

KKM Jumlah siswa Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang tidak tuntas Persentasi ketuntasan (%) Persentasi ketidaktuntasan (%)

≥66 28 14 14 50,0 50,0

Berdasarkan tabel 1 ditemukan bahwa dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditentukan, yaitu66 hanya 14 siswa atau 50% siswa yang tuntas dan siswa yang tidak tuntas 14 siswa atau 50% dari 28 siswa di kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur. Melihat fakta-fakta yang telah dipaparkan di atas, maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar motivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut, hendaknya guru dapat mengubah model pembelajaran sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation

(GI) diyakini mampu mengatasi permasalahan di atas, karena tipe ini dapat menumbuhkan cara berpikir kritis, dan memungkinkan siswa belajar secara aktif, dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri

dan menitik beratkan pada kerjasama siswa dalam menginvestigasi suatu permasalahan yang hendak dicari jalan keluarnya dengan langkah-langkah


(22)

yang terstruktur sehingga keterlibatan semua anggota kelompok dibutuhkan dalam menginvestigasi persoalan atau suatu topik yang ada.

Guru harus dapat mengadakan perubahan, dari yang membosankan menjadi kelas yang menyenangkan salah satunya adalah merubah metode, pendekatan ataupun model pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, untuk mencapai motivasi dan hasil belajar secara maksimal, dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya

Dalam pembelajaran tipe GI, interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skemamental yang baru. Kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada pembelajar untuk berpikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. Pola pengajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermawan (2012: 72) yaitu dengan judul ”Penggunaan Model Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas VC SD Negeri 06 Metro Barat Tahun Pelajaran 2011/2012” terbukti bahwa melalui penerapan model Cooperative Learning

tipe GI dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, akan dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model

Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Melalui Tema Cita-Citaku Siswa Kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014”


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Guru masih mendominasi proses pembelajaran dan masih terpaku pada buku (text book).

2. Guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran, baik dengan menggunakan strategi, model, dan metode pembelajaran, sehingga siswa kurang tertarik mengikut proses pembelajaran, hal ini menyebabkan motivasi belajar siswa kurang.

3. Guru belum memaksimalkan penerapan pendekatan scientific dengan benar sehingga siswa cenderung pasif.

4. Kurangnya minat, motivasi, dan kerja sama siswa dalam pembelajaran kelompok

5. Guru kurang mengaitkan pembelajaran dengan situasi nyata siswa sehingga pemahaman konsep siswa tidak berkembang, dan siswa belum diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri.

6. Guru belum membimbing siswa saat bekerja kelompok dalam mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi hingga membuat kesimpulan.

7. Siswa belum mampu berfikir kritis untuk mengolah informasi dari berbagai sumber yang diperoleh.

8. Rendahnya hasil belajar tematik siswa, yang dibuktikan dengan persentase siswa yang tidak mencapai KKM, yaitu 50%


(24)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur dalam penerapan modelCooperative LearningtipeGroup Investigationpada pembelajaran tematik Tahun Pelajaran 2013/2014? 2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan tipe

Group Investigation pada pembelajaran tematik kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran tematik di kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur dengan menerapkan tipe Group Investigation

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik di kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur dengan menerapkan tipe Group Investigation

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur adalah:


(25)

1. Bagi siswa

Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa melalui tipe Group Investigation di kelas IVB SD Negeri 05 Metro Timur.

2. Bagi guru

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelasnya, serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai model pembelajaran tipeGroup Investigation

3. Bagi sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas siswa dan guru dalam pembelajaran

4. Bagi peneliti

Menambah pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sebagai rujukan untuk diimplementasikan pada mata pelajaran lainnya sehingga dapat menjadi guru yang profesional.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ModelCooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Model-model pembelajaran memiliki banyak variasi, salah satunya yaitu model Cooperative Learning. Menurut Rusman (2011: 202) Cooperative Learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang. Sejalan dengan pendapat Rusman, Slavin (dalam Isjoni 2007: 15)

Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Komalasari (2011: 62) menjelaskan bahwa Cooperative Learning

adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.


(27)

Sedangkan menurut Johnson (dalam Isjoni, 2007: 15) mengemukakan,

cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups member cooperative learning is the intructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own

and each other as learning”.

Berdasarkan uraian tersebut, maka Cooperative Learning

mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur Cooperative Learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja sama secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang secara heterogen untuk menyelesaikan masalah dalam tugas mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

2. Karakteristik ModelCooperative Learning

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning sebagaimana dikemukakan Slavin (dalam Isjoni 2007: 21) yaitu


(28)

penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

a. Penghargaan kelompok

Model Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. b. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Model Cooperative Learning menggunakan metode Scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. penggunaan metode Scoring ini untuk setiap siswa yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik Cooperative Learning yaitu penghargaan kelompok,


(29)

pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Dengan adanya karakteristik ini, dapat membedakan model

Cooperative Learningdengan model pembelajaran lainnya.

3. Tujuan ModelCooperative Learning

Model Cooperative Learning pada penerapannya memiliki tujuan-tujuan yang dikembangkan sesuai apa yang diharapkan oleh guru. Menurut Jhonson & Jhonson (dalam Trianto 2011: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Sedangkan menurut Ibrahim (dalam Isjoni 2007: 27) model Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya ada tiga tujuan, yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Dalam Cooperative Learning meskipun mencangkup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Disamping mengubah norma yang berhubung dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.


(30)

Sehubungan dengan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Cooperative Learning memiliki tujuan-tujuan tertentu, diantaranya meningkatkan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

4. Tipe-tipe ModelCooperative Learning

Trianto (2011: 67) menyatakan terdapat enam tipe dalam model

Cooperative Learning.yaitu :

a. Student Teams Achievement Division (STAD), merupakan salah satu tipe dari model cooperative learningdengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang secara heterogen.

b. Jigsaw, merupakan tipe model cooperative learning yang terdiri dari kelompok pakar dan kelompok awal, dimana setiap kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari bagian akademik dari semua bahan akademik yang diberikan guru.

c. Group Investigation(GI), merupakan tipe modelcooperative learning

yang paling kompleks dan menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi mapun dalam keterampilan proses kelompok karena siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka.


(31)

d. Number Head Together (NHT), merupakan tipe model cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagaialternativeterhadap struktur kelas tradisional.

e. Team Games Tournament (TGT), model ini memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

f. Think Pair Share (TPS) merupakan tipe model cooperative learning

yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa.

Sedangkan Isjoni (2007: 51) juga berpendapat, modelcooperative learning ini terbagi menjadi beberapa jenis variasi tipe yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya: (1) Student Team Acievement Division

(STAD), (2) Jigsaw, (3) Group Investigastion (GI), (4) Rotating Trio Exchange, (5)Group Resume.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, model Cooperative Learningmemiliki beberapa tipe yang dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran dan tipe GI merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan perilaku bersama diantara siswa dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok kecil sangat dipentingkan untuk mengatasi masalah bersama dan dapat meningkatkan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan keterampilan proses kelompok antar sesama anggota kelompok sehingga mereka lebih menguasai materi ajar.


(32)

B. Cooperative LearningTipeGroup Investigation 1. PengertianGroup Investigation

Model Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang mempunyai banyak tipe yang bervariasi, salah satunya yaitu model Cooperative Learning tipe GI. Menurut Slavin, (2005 : 216) “GI adalah perencanaan kooperatif siswa atas apa yang di tuntut dari mereka”. Anggota kelompok mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntunan dari proyek mereka. Bersama mereka menentukan apa yang mereka ingin menginvestigasikan sehubungan dengan upaya mereka untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, sumber apa yang mereka butuhkan, siapa akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan melakukan proyek mereka yang sudah selesai ke hadapan kelas. Menurut Sharan dan Sharan (dalam Huda, 2013: 292) GI merupakan salah satu tipe kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Sejalan dengan Sharan dan Sharan, Nurhadi, dkk (dalam Wena, 2009: 196) mengungkapkan GI merupakan salah satu bentuk tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Tipe GI dapat melatih siswa untuk


(33)

menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Dalam tipe GI terdapat tiga konsep utama, yaitu: Penelitian atau Inquiri, Pengetahuan atau Knowledge, dan Dinamika kelompok atau

The Dynamic Of The Learning Group, (Winataputra, 2007: 75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling beragumentasi.

Menurut Winataputra dalam Narudin (http://ipotes.wordpress.com) tipe GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya tipe ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Sehingga, guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi, tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran, serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan tipe ini adalah segala sesuatu


(34)

yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa GI menekankan pada partisipasi siswa yang baik dalam berkomunikasi dan keterampilan proses kelompok antar sesama anggota kelompok, sehingga mereka lebih menguasai materi ajar untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia dan melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri.

2. KarakteristikGroup Investigation

Pembelajaran kooperatif tipe GI memiliki beberapa karakteristik menurut Kurniajanti (http://kurniajanti.wordpress.com/2012/12/30/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi/), yaitu :

a. Tujuan kognitif untuk menginformasikan akademik tinggi dan keterampilan inkuiri.

b. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 atau 5 siswa yang heterogen dan dapat dibentuk berdasarkan pertimbangan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. c. Siswa terlibat langsung sejak perencanaan pembelajaran (menentukan

topik dan cara investigasi) hingga akhir pembelajaran (penyajian laporan).


(35)

e. Adanya sifat demokrasi dalam kooperatif (keputusan-keputusan yang dikembangkan atau diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang diselidiki).

f. Guru dan murid memiliki status yang sama dalam mengatasi masalah dengan peranan yang berbeda.

Menurut Killen (Aunurrahman, 2009 : 152) memaparkan beberapa ciri esensial investigasi kelompok sebagai tipe pembelajaran adalah:

1. Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru.

2. Kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan.

3. Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisinya dan mencapai beberapa kesimpulan.

4. Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar.

5. Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik GI adalah siswa dibagi menjadi beberapa kelompok belajar dengan topik yang telah ditentukan sehingga siswa bersama kelompoknya masing-masing melakukan kerjasama untuk menyelesaikan tugas kelompok. Selanjutnya dalam penelitian ini kegiatan yang dilakukan siswa lebih fokus pada upaya menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan yaitu bagaimana kelompok menyelesaikan tugas yang ada dalam kelompoknya, sumber apa saja yang akan dugunakan, dan kemudian siswa secara aktif melakukan berbagai kegiatan dalam upaya untuk menyelesaikan tugas kelompok dan adanya sifat demokrasi atau tukar pemikiran antar siswa, adanya kegiatan investigasi/penyelidikan yang


(36)

dilakukan siswa seperti mengumpulkan data, menganalisis dan membuat kesimpulan.

3. Tahap-TahapGroup Investigation

Pembelajaran Cooperative Learning memiliki beberapa tahapan, Slavin (2005: 218) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran GI murid bekerja melalui enam tahap, yaitu:

a. Tahap Pemilihan Topik dan Pengelompokkan(Grouping)

Tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta membentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini:

1) Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan

2) Siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki

3) Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.

b. Tahap Perencanaan kooperatif (Planning)

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang:

1) Apa yang mereka pelajari? 2) Bagaimana mereka belajar?


(37)

3) Siapa dan melakukan apa?

4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut c. Tahap Penyelidikan (Investigation)

Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki

2) Masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok

3) Siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mempersatukan ide dan pendapat.

d. Tahap Pengorganisasian (Organizing)/ Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut:


(38)

1) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proyeknya masing-masing

2) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya

3) Wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi

e. Tahap Presentasi hasil final (Presenting)

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian

2) Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar

3) Pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.

f. Tahap Evaluasi (Evaluating)

Kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa


(39)

penilaian individual atau kelompok. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut:

1) Siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya

2) Guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan

3) Penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.

Tahapan-tahapan siswa didalam pembelajaran yang menggunakan tipe GI. Menurut Sharan (dalam Trianto, 2011: 80) membagi langkah -langkah model investigasi kelompok menjadi 6 fase.

1) Memilih topik

Siswa memilih sub topik khusus didalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota, tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas, komposisi kelompok-kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis. 2) Perencanaancooperative

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan sub topik yang telah dipilih pada tahap pertama. 3) Implementasi

Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan ketrampilan yang luas. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.

4) Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.


(40)

5) Presentasi hasil

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelisikan dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif yang luas pasa topik itu. Presentsi dikordinasikan oleh guru.

6) Evaluasi

Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap GI adalah tahap pemilihan topik dan Pengelompokkan(Grouping), tahap perencanaan kooperatif (Planning),

tahap penyelidikan (Investigation), tahap pengorganisasian (Organizing), tahap presentasi hasil final (Presenting), tahap evaluasi (Evaluating).

4. Kelebihan dan KelemahanGroup Investigation

Kelebihan pembelajaran tipe GI menurut Kurniajanti (http://kurniajanti.wordpress.com/2012/12/30/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi/):

a. Metode ini mampu melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi. b. Melatih siswa menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri

c. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

d. Aplikasi metode pembelajaran ini membuat siswa senang dan merasa menikmati proses belajarnya.


(41)

Sedangkan kelemahannya karena siswa bekerja secara kelompok dari tahap perencanaan sampai investigasi untuk menemukan hasil jadi metode ini sangat komplek, sehingga guru harus mendampingi siswa secara penuh agar mendapatkan hasil

yang diinginkan. Menurut Santoso

(http://ras- eko.blokspot.Com/2011/05/model-pembelajaran-group-investigation567.html) sebagai berikut:

a. Kelebihan:

1) Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.

2) Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

3) Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.

4) Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

b. Kekurangan

1) Waktu yang dibutuhkan relative lebih lama

2) Bagi siswa yang tidak dapat bekerjasama pasti akan sangat sulit untuk mengerjakan materi yang diberikan karena metode ini membutuhkan kerjasama oleh stiap anggota.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian GI adalah pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi, dan menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi, dengan tahapan pemilihan topik dan pengelompokkan (Grouping), perencanaan kooperatif (Planning), penyelidikan (Investigation), pengorganisasian (Organizing), presentasi hasil final (Presenting), tahap evaluasi (Evaluating).


(42)

C. Belajar

1. Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Ada beberapa teori-teori belajar yang melandasi model pembelajaran yaitu teori belajar konstruktivisme, teori belajar perkembangan kognitif Piaget, teori penemuan Jerome Bruner, dan teori pembelajaran perilaku (Trianto, 2011: 28-39). Salah satu teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Menurut Hanafiah (2010: 62) teori konstruktivisme diprakarsai oleh Piaget dan Vigotsky. Pada dasarnya teori konstruktivisme dalam belajar merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Teori Vygotsky pula berdasarkan pada premis bahwa pengetahuan terbina daripada interaksi kumpulan dalam menyelesaikan masalah. Teori perlakuan menekankan peranan penting ganjaran dalam cooperative learning. Teori perlakuan yang diperbincangkan dalam kajian ini melibatkan perspektif, sikap, motivasi, ke-mampuan berpikir kritis, memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang dinyatakan Slavin (dalam Isjoni, 2007: 30) yaitu pemberian ganjaran dapat member perangsang kepada pelajar-pelajar untuk bekerjasama dalam kumpulan belajar.

Menurut teori Vigotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain kognitif dengan social budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruang kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam


(43)

bentuk kerja sama antara pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini guru. Ide lain yang diturunkan Vigotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, member contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri. Trianto (2011: 28) menjelaskan teori konstruktivisme memiliki satu prinsip yang paling penting yaitu guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.

Menurut Winataputra, dkk (2007: 6.7) perspektif konstruktivisme pada pembelajaran di kelas dilihat sebagai proses ‘konstruksi’ pengetahuan oleh siswa. Perspektif ini mengharuskan siswa bersikap aktif. Dalam proses ini siswa mengembangkan gagasan atau konsep baru berdasarkan analisis dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh pada masa lalu dan masa kini.

Sejalan dengan pendapat Winataputra, Piaget (dalam Rusman, 2011: 202) mengemukakan bahwa belajar merupakan sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun didalam pikiran siswa. Dengan menyusun pengetahuan siswa didalam pikirannya, ini sesuai dengan karateristik teori konstruktivisme.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa teori belajar yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu teori konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa dalam


(44)

belajar siswa dituntut untuk membangun pengetahuannya sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator. Di samping itu, guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa melainkan juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.

2. Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata “motif”, yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan menurut Fathurrohman (2010: 19). Motivasi sebagai daya penggerak dapat diartikan sebagai suatu daya atau upaya yang ada di dalam diri siswa sehingga dapat memberikan dorongan dalam kegiatan belajar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut Hanafiah (2010: 26) motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendorong, atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dari peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Uno (2007: 23) motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

Motivasi yang ada dalam diri siswa dapat berpengaruh terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Motivasi belajar adalah proses yang member semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku


(45)

yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama (Suprijono, 2011: 163). Menurut Sudjana (2011: 61) keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, hal ini dapat dilihat dalam hal: minat, semangat, tanggung jawab, reaksi dan rasa senang siswa. Menurut Uno (2007: 23) indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa, motivasi belajar merupakan suatu kekuatan atau dorongan baik dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa yang dapat merubah perilaku siswa dalam belajar. Dengan adanya perubahan perilaku pada diri siswa ke arah yang lebih baik dapat dijadikan indikator bahwa siswa memiliki motivasi belajar.

3. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu aspek utama bagi keberhasilan dalam belajar. Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Hamalik (2008: 108) mengemukakan 3 fungsi motivasi yaitu (1) mendorong timbulnya tingkah


(46)

laku atau perbuatan, (2) motivasi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan (3) motivasi berfungi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang

Sedangkan menurut Hanafiah (2010: 26) ada 4 fungsi motivasi yaitu sebagai berikut.

1. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar peserta didik.

2. Motivasi merupakan alat untuk memengaruhi prestasi belajar peserta didik.

3. Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

4. Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebih bermakna.

Menurut Sardiman (2011: 85) adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik. Sejalan dengan pendapat Sardiman, Suprijono (2011: 163) mengungkapkan fungsi motivasi belajar yaitu: (1) mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau motor dari setiap kegiatan belajar, (2) menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni kearah tujuan belajar yang hendak dicapai, dan (3) menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa, fungsi motivasi yaitu sebagai pendorong dan penggerak untuk mengarahkan siswa untuk lebih baik lagi dalam belajarnya sehingga dapat motivasi yang timbul dari diri siswa itu sendiri dan adanya usaha yang


(47)

tekun yang didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik.

4. Jenis Motivasi

Jenis motivasi menurut hanafiah & Suhana (2010: 26) adalah:

a. Motivasi Instrinsik, yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari diri peserta didik itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri (self awareness) dari lubuk hati yang paling dalam.

b. Motivasi Ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya disebabkan factor-faktor di luar diri peserta didik seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya, hadiah (reward) kompetensi sehat antar peserta didik, hukuman (funishment) dan sebagainya.

Motivasi belajar dapat timbul karena dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu, karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar (fathurrohman, 2010: 31)

Peranan motivasi baik instrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan motivasi siswa dapat mengembangkan dan mengarahkan ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu perlu diketahui cara dan jenis menumbuhkan


(48)

motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik hal ini guru harus cermat dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para siswa. Menurut Sardiman (2011: 92) ada beberapa bentuk dan cara menimbulkan moltivasi dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu : (1) member angka, (2) hadiah, (3) saingan/kompetisi, (4) memberi ulangan, (5) mengetahui hasil, (6) pujian dan (7) hukuman.

5. Prinsip Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh didalam proses belajar mengajar. Motivasi pada dasarnya memiliki prinsip-prinsip di dalam penerapannya.

Menurut Kennet H. Hoover (dalam Hamalik, 2008: 114) ada beberapa prinsip-prinsip motivasi belajar, yaitu: (1) pujian lebih efektif daripada hukuman, (2) motivasi yang bersumber dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi dari luar, (3) pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar, (4) teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (5) motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas.

Menurut Hanafiah (2010: 27) prinsip-prinsip motivasi belajar, yaitu: (1) peserta didik memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda, (2) motivasi belajar peserta didik yang satu dapat merambat kepada peserta didik yang lain, dan (3) motivasi belajar peserta didik akan berkembang jika disertai dengan implementasi keberagaman metode.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip motivasi belajar, yaitu: adanya motivasi intrinsik siswa dalam belajar akan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik, metode pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,


(49)

pemahaman yang motivasi belajar siswa akan berkembang jika disertai pujian dari pada hukuman.

6. Alat Ukur Motivasi Belajar

Motivasi dan keterampilan dapat diukur dengan tes perbuatan, adapun perubahan sikap dan perhatian siswa dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik non-tes, misalnya observasi, wawancara, skala sikap, dan lain-lain, Arifin (2011: 152). Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui motivasi seseorang menurut Notoatmodjo (2005: 135) yaitu: (a) tes proyektif, (b) kuesioner, dan (c) observasi. Observasi/pengamatan adalah proses penilaian dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap tingkah laku peserta didik didalm kelas maupun diluar kelas. Sebagai alat evaluasi observasi dipakai untuk (a) menilai minat, sikap dan nilai-nilai yang terkandung dalam diri peserta didik dan (b) melihat proses kegiatan pembelajaran baik individu maupun kelompok. Trianto, (2011: 233).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan atau dorongan baik dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa, yang dapat merubah perilaku siswa dalam belajar, motivasi belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi 1) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran, 2) antusias siswa untuk melakukan tugas-tugas belajar, 3) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan turas-tugas belajarnya, 4) reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru, 5) rasa senang dan puas dalam


(50)

mengerjakan tugas yang diberikan. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengetahui motivasi seseorang yaitu observasi.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa terutama menyangkut kemampuan yang dimiliki siswa (Kosasih, 2007: 50). Menurut Sudjana (2011: 3) hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sejalan dengan pendapat Sudjana, Suprijono (2011: 7) menjelaskan hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja. Sedangkan menurut Bloom (dalam Suprijono 2009: 8) mengemukakan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian). Domain afektif (menerima, menanggapi, menilai, mengelola, menghayati). Domain psikomotor (menirukan, memanipulasi, pengalamiahan, artikulasi).

Sedangkan Bloom, dkk (dalam Sudjana 2011: 32) menjelaskan bahwa ranah kognitif memiliki enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang paling tinggi. Keenam jenjang itu adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Ranah afektif memiliki jenjang yaitu menerima, merespon,


(51)

menilai, mengorganisasikan, berkarakter. Sedangkan ranah psikomotor meliputi kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, penyesuaian, respon nyata kompleks.

Mulyasa (2013: 147) menjelaskan bahwa aspek sikap meliputi: tanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, bersikap santun. Kompetitif, dan jujur. Sedangkan dalam kompetensi inti, sikap yang diharapkan muncul pada siswa meliputi jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku setelah mengalami proses pembelajaran secara keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja namun yang menyangkut tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini hasil belajar kognitif diperoleh dari hasil tes formatif, karakter afektif yang dinilai adalah dispilin, santun, peduli, jujur, percaya diri, dan tanggung jawab. Psikomotor indikator yang dinilai adalah mendiskusikan materi yang sedang dipelajari dengan teman, mengangkat tangan dan bertanya pada guru, mencari tahu dalam menemukan jawaban atas soal yang diberikan, melakukan interaksi dengan teman kelompok saat kegiatan diskusi, melakukan komunikasi antar siswa dan guru.


(52)

D. Kurikulum 2013

1. Pengertian Kurikulum

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

2. Karakteristik Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik. Kurikulum 2013 mempunyai karakter berorientasi pada tujuan dan fokus pada proses, sehingga bisa menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang tepat guna dan efektif, sehingga siswa tidak terbebani dan dapat merancang cita-cita mereka dengan akurat.


(53)

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: a) Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap

spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;

b) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

c) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

d) Waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan memberi berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

e) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;

f) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;

g) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). (Yuni Supangat, https://sites.google.com/site/webipssmpdkijakarta/in-the

news/karasteristikdantujuankurikulum2013)

3. Tujuan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. (Yuni Supangat, https://sites.google.com/site/webipssmpdkijakarta/in-the

news/karasteristikdantujuankurikulum2013)

E. PendekataanScientific

Menurut Kemendikbud (2013: 200-201) pendekatan scientific ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. proses pembelajaran


(54)

menggunaan pendekatan Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu.

Proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik

dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.


(55)

5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.

7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Gambar 1. Langkah-langkah PendekatanScientific

Menurut Kemendikbud (2013: 231-277), Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.

1. Mengamati

Guru dan peserta didik SD perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan saat penyajian pembelajaran. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual.


(56)

2. Menanya

Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

3. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa


(57)

lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.

4. Mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum, (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan, (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya, (4) melakukan dan mengamati percobaan, (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, (6) menarik simpulan atas hasil percobaan, dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

5. Mengkomunikasikan

Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar


(58)

atau ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada standar proses.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi dan mengarahkan peserta didik dalam mencari tahu informasi dari berbagai sumber yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.

F. Penilaian Autentik

Menurut Poerwanti (2008: 1.9) penilaian (evaluation) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauhmana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Tes (test) adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Sedangkan asesmen (assesment) adalah proses pengukuran dan nonpengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu.

Penilaian autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Menurut American Librabry Associationn (dalam


(59)

Kemendikbud, 2013: 240-241), penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Nurgiyantoro (2008: 251) mengungkapkan penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dalam penilaian autentik, selain memperhatikan aspek kompetensi sikap (afektif), kompetensi pengetahuan (kognitif) dan kompetensi keterampilan (psikomotorik) serta variasi instrument atau alat tes yang digunakan juga harus memperhatikan input, proses, output peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik juga harus dilaksanakan pada awal pembelajaran (penilaian input), selama pembelajaran (penilaian proses) dan setelah pembelajaran (penilaian output). Penilaian proses adalah penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian proses bertujuan untuk mengecek tingkat pencapaian kompetensi peserta didik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Hasil penilaian proses bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Teknik penilaiannya bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Teknik penilaiannya bisa dilakukan dengan memberikan soal latihan, pengamatan waktu diskusi kelompok, pekerjaan rumah (PR). Dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan tipe GI guru melakukan penilaian autentik saat proses pembelajaran berlangsung dimana saat siswa melakukan kerja kelompok dan melakukan investigasi, saling bertukar pendapat/pemikiran, disana juga guru ikut memantau jalannya kerja kelompok sehingga secara langsung guru juga


(60)

dapat melakukan penialain tersebut baik secara individu siswa maupun kelompok. Guru juga akan mengetahui perkembangan setiap individunya secara langsung. Dalam melakukan penilaian proses, guru perlu membuat instrument, seperti lembar observasi atau pengamatan. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran.Penilaian autentik mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang kondisi seseorang yang telah belajar, sehingga metode atau teknik evaluasi harus mampu memeriksa perkembangan kemampuannya. Penilaian autentik harus dapat menyajikan tantangan dunia nyata, sehingga peserta didik dituntut menggunakan kompetensi dan pengetahuan yang relevan.

Penilaian autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada kompetensi yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan merupakan bagian dari pembelajaran. Penilaian autentik juga sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar, berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan melalui berbagai cara. Penilaian autentik dapat dilakukan melalui penilaian kinerja (hasil karya), portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), performansi (unjuk kerja), dan penilaian diri.


(61)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik dan penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan pada awal pembelajaran, selama pembelajaran dan setelah pembelajaran yang meliputi ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan dan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada kompetensi yang ditetapkan.

G. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Tematik

Kurikulum 2013 yang saat ini sudah mulai diterapkan di SD di Indonesia, sekarang ini tidak hanya di kelas rendah saja akan tetapi di kelas tinggi juga. Sedangkan tahun ini sudah mulai diterapkan pada kelas IV SD. Sebagaimana diketahui bahwa kurikulum 2013 memang menerapkan pembelajaran tematik sehingga pemisah antara mata pelajaran tidak terlalu tampak.

Menurut Mamat (dalam Prastowo, 2013: 125) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik merupakan proses pembelajaran yang penuh makna karena menekankan pada penguasaan bahan (materi) yang lebih bermakna bagi kehidupan siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir agar dapat mandiri dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan nyata. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual baik didalam maupun antarmatapelajaran, akan memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna.


(62)

Pembelajaran tematik menurut Rusman (2011: 254) model pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

Berdasarkan beberapa uraian dan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran dengan menggunakan tema agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, sehingga pembelajaran tersebut dipadukan menjadi sebuah tema atau dapat dikatakan bahwa tema tersebut merangkul beberapa mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya masih berhubungan.

2. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik

Menurut Rusman (2011: 259) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik yang harus diperhatikan oleh guru adalah sebagai berikut:

a) Tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan.

b) Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester c) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan

untuk dipadukan dan agar diintegrasikan secaran tersendiri

d) Kompetensi dasar yang tidak tercangkup pada tema harus tetap diajarkan bisa melalui tema lain ataupun disajikan tersendiri

e) Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral


(1)

67

c. Tahap Pengamatan

Dalam tahap ini dilakukan pengamatan oleh observer tentang jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Pengamatan dilakukan dengan mengamati aktivitas guru dan motivasi siswa selama proses pembelajaran, menggunakan lembar panduan observasi.

d. Tahap Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka peneliti dapat merefleksi tentang berhasil atau tidaknya kegiatan yang dilakukan pada siklus II. Hasil refleksi siklus II digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya.

H. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian tindakan kelas ini antara lain sebagai berikut:

1. Rata-rata motivasi belajar siswa meningkat dengan kategori baik dan mencapai ≥75% dari jumlah siswa

2. Adanya peningkatan hasil belajar secara klasikal, yaitu siswa dianggap tuntas belajar apabila memperoleh nilai ≥66 (KKM) dan mencapai ≥75% dari jumlah siswa


(2)

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab IV, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran tematik melalui penerapan model cooperative learning tipe GI dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Pada siklus 1 nilai rata-rata motivasi siswa 59,34 dengan kategori cukup baik dan pada siklus II nilai rata-rata motivasi siswa 73,15 dengan kategori baik

2. Penerapan model cooperative learning tipe GI pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini tampak pada persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata hasil belajar dari siklus I mencapai 67,86% dengan nilai rata-rata 71,44 dan pada siklus II persentase ketuntasan kelas 85,71 % dengan nilai rata-rata kelas 81,17.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan di atas, berikut disampaikan saran-saran dalam menggunakan modelcooperative learning tipe GI yakni:


(3)

138

1. Bagi siswa

Siswa harus mempersiapkan bahan materi yang akan dipelajari terlebih dahulu. Selain itu, siswa juga harus berani berperan aktif dalam pelaksanaan modelcooperative learningtipe GI

2. Bagi guru

Diperlukan persiapan yang matang untuk menggunakan model cooperative learning tipe GI yaitu perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus, RPP, LKS serta guru harus memperhatikan alokasi waktu dalam pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Sekolah dapat mengikutsertakan guru-guru menghadiri workshopuntuk menambah wawasan dan pengetahuan guru. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan perlu ditingkatkan.

4. Bagi peneliti berikutnya

Peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dengan menerapkan model cooperative learning tipe GI pada tema di kelas yang berbeda. Di samping itu model cooperative learning tipe GI dapat diterapkan secara terpisah, seperti model cooperative learning tipe GI dengan media yang berbeda ataupun sebaliknya.


(4)

Agung, Iskandar. 2012.Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Jakarta Bentari Buana Murni.

Andayani. 2009.Pemantapan Kemampuan Professional. Jakarta. Universitas terbuka.

Angga, kadek. 2012.Contoh kisi-kisi.

http://anggagocill.blogspot.com/2011/12/contoh-kisi-kisi,html. Diakses Jumat, 17 Januari 2013 @15.00 WIB.

Arifin, Zainal. 2011.Evaluasi Pembelajaran. Bandung. Remaja Rosdakarya. Aunurrahman. 2009.Belajar dan Pembelajaran.Bandung. Alfabeta.

Aqib. Zainal, dkk. 2009.Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, & TK. Bandung. Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara.

Fathurrohman, Pupuh & M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. Refika Aditama.

Hamalik, Oemar. 2008.Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara. _______, 2011.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung. Refika Aditama.

Hermawan, Rendi. 2012. Penerapan Metode Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VC SDN 6 Metro Barat

Huda, Miftahul. 2013.Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.


(5)

140

Isjoni. 2007.Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung. Alfabeta.

Kemendikbud. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Kemendikbud.Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2011.Pembelajaran Kontekstual. Bandung. Refika Aditama. Kosasih, A & Angkowo. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta.

Grasindo.

Kunandar. 2013. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Kurniajanti. 2012. http://kurniajanti.wordpress.com/2012/12/30/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi/. Diakses Senin, 10 Februari 2014 @11.15 WIB.

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistic Pendidikan. Metro. PGSD.

Narudin, Davit. 2008.Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation. (http://wordpress.com/2008/04/08/pembelajaran-cooperative-tipe-group-investigation-gi/) Diakses Jumat, 24 Januari 2014 @15.40 WIB.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Nurgiyantoro, B. 2008. Penilaian Otentik. Cakrawala Pendidikan,(Online), Th. XXVII, No.3, (http://eprints.uny.ac.id/1552/1/NOV_08_BURHAN.pdf.) Diakses Selasa, 24 Desember 2013 @07.00 WIB.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen pembelajaran SD. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta. Diva Press.

Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung. Rosda.

Rusman. 2011.Model-Model Pembelajaran. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Sagala, Syaiful. 2010.Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung. Alfabeta. Santoso, Eko Budi. 2011.Model Pembelajaran Group Investigation.

(http://ras-eko.blokspot.Com/2011/05/model-pembelajaran-group-investigation567.html.)


(6)

Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Slavin, Robert E. 2005.Cooperatif Learning. Bandung. Nusa Media.

Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Supangat, Yuni. 2013. https://sites.google.com/site/webipssmpdkijakarta/in-the news/karasteristikdantujuankurikulum2013). Diakses Senin 10 februari 2014. @13. 10 WIB.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Tambun Nian, Bagus. 2011. Penerapan pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Dampak Globalisasi Siswa Kelas IV SDN Majulancar

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Tim Penyusun. 2011.UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sinar Grafika.

Trianto. 2011.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya. Kencana.

Uno, Hamzah B. 2007.Teori Motivasi & Pengukurannya.. Jakarta. Bumi Aksara. Wardhani, IGAK. 2007.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Unversitas Terbuka. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta. Bumi

Aksara.

Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Universitas Terbuka.


Dokumen yang terkait

An Error Analysis On The Use Of Gerund To The Fourth Semester Students Of English Department Faculty Of Cultural Studies University Of Sumatera Utara In The Academic Year of 2012/2013

1 36 154

The Correlation Between Students’ Motivation In Reading And Their Reading Speed (A Correlational Study In The Second Grade Of Department Of English Education Syarif Hidayatullah State Islamic University 2012/2013)

1 12 80

The Correlation Between Students’ Motivation In Learning Speaking And Their Speaking Ability (A Correlational Study In The Second Grade Of Sma Darussalam Ciputat)

4 35 82

The Relationship Between Students’ Motivation And Their English Learning Achievement (A Correlational Study At The Second Grade Of The Sman 3 Tangsel)

0 5 71

To Increase Motivation And Study Result Students Thematic Learning In Fourth B Grade SD N 8 Metro Timur Of Academy Year 2013/2014

2 11 89

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Development of ‘Snake and Ladder’ Learning Media to Enrich Indonesian Vocabulary in Thematic Instruction for Fourth Grade Students

0 0 18

A. Background of the Study - The Correlation Between The Learning Motivation And The Reading Comprehension Of Freshman Students Of English Study Program Of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 12

A. Motivation - The Correlation Between The Learning Motivation And The Reading Comprehension Of Freshman Students Of English Study Program Of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 18

A. The Result of Students‟ English Learning Motivation Test - The Correlation Between The Learning Motivation And The Reading Comprehension Of Freshman Students Of English Study Program Of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 17

A. Related Study - The Effectiveness Of Using Flash Card On Learners’ Vocabulary Mastery At The Eighth Grade Students Of MTs Muslimat NU Palangka Raya In Academic Year 2013/2014 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 18