Kajian pustaka 1. KAJIAN TEORITIS

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id biasa dan bukan artis dengan tema umumnya menampilkan kenyataan yang di modifikasi. 6 Program reality sebagai perekaman dari kegiatan- kegiatan kehidupan seseorang atau grup usaha untuk menstimulasi kegiatan kehidupan nyata melalui berbagai bentuk rekonstruksi dramatis dan penggabungan ke semuanya itu ke dalam suatu program televisi yang di kemas secara menarik. Tema yang dijadikan jaln cerita dari sebuah reality show berdasrkan kisah nyata yang mana dalam kehidupan sosial masyarakat memiliki pebedaan dari status siosialnya dan di ambil dari masyarakat biasa dan bukan artis. Adapun bentuk- bentuk dari tayangan reality show adalah : a. Hidden camera : merupakan kamera video yang diletakkan tersembunyi dan digunakan untuk merekam orang dan aktivitasnya tanpa mereka ketahui sadari sebelumnya . b. Competition show : program ini melibatkan beberapa rang yang saling bersaing dalam berkompetisi yang berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu untuk memenangkan perlombaan, permainan atau pertanyaan. Setiap peserta akan tersingkir satu persatu memulai pemungutan suara voting baik oleh peserta sendiri ataupun audien. Pemenangnya adalah mereka yang paling lama bertahan. c. Relationship show : seorang kontestan harus memilih satu sejumlah orang yang berminat untuk menjadi pasangannya.para peminat harus 6 Imelda Bancin, Motivasi Konsumsi Terhadap Tayangan Reality Show Dan Pemenuhan Kebutuhan Informasnya, jurnal : fakultas ilmu social dan politik departemen ilmu komunikasi universitas sumatra utara medan. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bersaing untuk merebut perhatian dari kontestan agar tidak tersingkir dari permainan. Pada setiap episode ada seorang peminat yang tersingkir dari acara. d. Fly on the wall : program acara yang memperlihatkan kehidupan keseharian dari seseorang biasanya orang terkenal mulai dari kegiatan pribadi hingga aktivitas profesionalnya. Dalam hal ini, kamera membuntuti kemana saja orang bersangkutan pergi. e. Mistik : program yang berkaitan hal-hal supranatural menyajikan tayangan terkait dengan dunia ghaib, para normal, praktik spirilitual magis. Acara ini melakukan kontak langsung dengan roh atau arwah orang yang sudah meninggal. Program acara mistik menggunakan realitas dari para pesertanya apakah melihat penampakan dari roh atau tidak.

2. Analisis Framing a. P engertian Framing

Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita olehmedia. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan tautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perpektifnya. Ada beberapa definisi framing dalam Eriyanto. Definisi tersebut dapat diringkas dan yang disampaikan oleh beberapa ahli. Meskipun berbeda dalam penekanannya dan pengertian. Masih ada titik singgung utama dari definisi tersebut, yaitu antara lain: 1 Menurut Robert Etman Proses seleksi di berbagai aspek realitas sehingga aspek tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lainnya. Ia juga menyatakan informasi-informasi 7 dalam konteks yang khas sehingga tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi lainnya. 2 Menurut Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan dan presentasi aspek tertentu dari realitas. 3 Menurut David Snow dan Robert Benford Pemberian makna untuk ditafsirkan peristiwa dari kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, seperti anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi dan kalimat tertentu. 7 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Simiotik, dan Analisis Framing . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Hal 162 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4 Menurut Zhongdan Pan dan Gerald M. Konsicki Sebagai konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. 8 Proses pembentukan dan konstruksi realita tersebut hasil akhirnya ada bagian-bagian tertentu yang ditonjolkan dan ada bagian-bagian yang lain disamarkan atau bahkan dihilangkan. Aspek yang tidak ditonjolkan kemudian akan terlupakan oleh khalayak karena khalayak digiring pada satu realitas yang ditonjolkan oleh media tersebut. Framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Di tambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan dengan berita tersebut. 9 Disini media memberikan ruang kepada salah satu realita untuk terus ditonjolkan. Dan ini merupakan sesuatu realita yang direncanakan oleh suatu media untuk ditampilkan. Dalam menampilkan suatu realita ada pertimbangan terkait dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan. Secara selektif media menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Seperti menyunting bahkan wartawan sendiri memilih mana berita yang disajikan dan mana yang disembunyikan. Dengan demikian media mempunyai kemampuan untuk menstruktur dunia dengan memilah berita tertentu dan mengabaikan yang lain. Media membentuk citra seperti apa yang disajikan oleh 8 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,Hal 67-68 9 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 167 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id media dengan cara menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah realitas dengan ruang dan waktu secara tertentu. Ada dua aspek dalam framing, yaitu: 1 Memiliki fakta atau realitas Proses pemilihan fakta adalah berdasarkan asumsi dari wartwan akan memilih bagian mana dari realitas yang akan diberitakan dan bagian mana yang akan dibuang. Setelah itu wartawan akan memilih angle dan fakta tertentu untuk menentukan aspek tertentu akan menghasilkan berita yang berbeda dengan media yang menekankan aspek yang lain. 2 Menuliskan fakta Proses ini berhubungan dengan penyajian fakta yang akan dipilih kepada khalayak. Cara penyajian itu meliputi pemilihan kata, kalimat, preposisi, gambar dan foto pendukung yang akan ditampilkan. Tahap menuliskan fakta itu berhubungan dengan penonjolan realitas. Aspek tertentu yang ingin ditonjolkan akan mendapatkan alokasi dan perhatian yang lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Teknik Framing Dan Konsep Model Zhondhang Pan Dan Gerald M. Kosicki

Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis framing mencoba untuk membangun sebuah komunikasi bahasa, visual, dan pelaku dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut, menurut Pan dan Konsicki ada dua konsep dari framing yang saling berkaitan, yaitu konsep psikologis dan konsep sosiologis yaitu: Dalam konsep psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi itu menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan seseorang saat membuat keputusan tentang realitas. sedangkan konsep sosiologis framing dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dalam Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki, kedua konsep tersebut diintegrasikan. Secara umum konsepsi psikologis melihat frame sebagai persoalan internal pikiran seseorang, dan konsepsi sosiologis melihat frame dari sisi lingkungan sosial yang dikontruksi seseorang. Menurut Etnman, framing berita dapat dilakukan dengan empat teknik, yakni pertama, problem identifications yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan nilai positif atau negatif apa, causal interpretations yaitu identifikasi penyebab masalah siapa yang dianggap penyebab masalah, treatmen rekomnedations yaitu menawarkan suatu cara penanggulangan masalah dan kadang memprediksikan penanggulannya, moral evaluations yaitu evaluasi moral penilaian atas penyebab masalah.10 Dalam model Zhongdan Pan Konsicki, yang digunakan dibagi dalam empat struktur besar, yaitu: struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. 1. Struktur Sintaksis Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa-pernyataan, opini, kutipan, pengamatan dan peristiwa ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, pernyataan serta penutup. Intinya, ia mengamati bagaimana wartawan memahami peristiwa yang dapat dilihat dari 10 Ibid …..hal 172 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id cara ia menyusun fakta ke dalam bentuk umum berita. 11 Namun, karena pada penelitian ini peneliti hendak menganalisis film, maka yang akan diamati adalah judul, latar, keadaan, dan akhir cerita yang terdapat dalam film. 2. Struktur Skrip Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. 12 Sehingga dalam penelitian ini yang akan diamati adalah bagaimana unsur dari inti cerita yang terdapat dalam film. 3. Struktur Tematik St ruktur ini berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. 13 Dalam hal ini, unsur tersebut terletak pada karakter tokoh, dialog, dan parenthetical. 4. Struktur Retoris Struktur ini berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Dengan kata lain, struktur retoris akan 11 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2002, hlm. 255 12 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2002, hlm. 255-256 12 Ibid, hlm. 255-256 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga memberi penekanan pada arti tertentu. 14 Maka dalam penelitian ini hal tersebut terletak pada scene atau gambar visualisasi yang menunjukkan pesan pendidikan. Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan atau kecondongan sutradara dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati dari keempat struktur tersebut. Dengan kata lain, ia dapat diamati dari bagaimana sutradara menyusun peristiwa ke dalam cerita, cara sutradara mengisahkan cerita, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika menulis cerita dan menekankan cerita, sutradara akan memakai semua strategi untuk meyakinkan khalayak penonton. Pendekatan itu dapat di gambar ke dalam bentuk skema sebagai berikut: 14 Ibid, hlm. 256 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id STRUKTUR UNIT YANG DIAMATI SINTAKSIS judul, latar informasi cara sutradara keadaan dan akhir cerita menyusun cerita SKRIP Cara sutradara unsur cerita plot Mengisahkan cerita TEMATIK Karakter tokoh, Dialog Cara sutradara dan parentional Menulis cerita RETORIS Scene gambar Cara sutradara visualisasi yang menun- Menekan cerita kan pesan displin Tabel 2.1 Perangkat Framing PERANGKAT FRAMING 1. Skema Cerita - Skematik 2. Kelengkapan cerita 3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti 7. Leksigon 8. Grafis 9. Metafora digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

c. Proses Framing

Dengan analisis framing juga untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Proses pemberitaan dalam organisasi media, akan sangat mempengaruhi suatu berita yang akan diproduksinya. Frame yang diproses dalam organisasi media tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai ideology institusi media tersebut. Tiga proses framing dalam organisasik berita antara lin sebagai berikut: 1 Proses framing sebagai metode penyajian realitas. Dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibalik secara halus. Dengan memberikan sorotan aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat-alat ilustrasi lainnya. 2 Proses Framing merupakan bagian yang tidak terpisahkan diproses penyutingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak redaktur dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, dalam menetukan laporan reporter akan dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang akan diberikan. 15 3 Proses framing juga tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus 15 Muhammad Qodari, Papua Merdeka dan Pemaksaan Skenario Media. Maret-April, 2000. Hal digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tertentu, yang masing-masing berusaha menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkan, sambil menyembunyikan sisi lain. 16 Dalam analisis yang akan dilakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi suatu realita. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for Grated, sebaliknya wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas. Realitas tercipta dalam konsepsi wartawan. Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang diabstrakan menjadi peristiwa yang kemudian hadir dihadapan khalayak. Jadi, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu, sehinggan yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberikan negative atau positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.

d. Efek Framing

Framing berkaitan dengan bagaimana realitas di bingkai dan disajikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa saja dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa saja akan sangat berbeda. Realitas begitu komplek dan penuh dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi realitas satu dimensi. Framing berhubungan dengan pendefinisian realitas. Bagaimana peristiwa dipahami sumber siapa yang diwawancarai. Peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita dan pada akhirnya realitas yang berbeda ketika peristiwa tersebut dibingkai dengan cara yang berbeda. 17 16 http. Kritisisme media: AG. Eka Wenats Wiryanto.com digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas social yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu. Teori framing menunjukan bagaimana jurnalis membuat simplikasi, prioritas dan struktur tertentu dalam peristiwa. Karenanya framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahamin oleh media dan ditafsirkan dalam bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu. Maka realitas setelah dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah terbentuk oleh bingkai media. Framing pada umunya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai focus berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya adalah aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Disini, menampilkan aspek tertentu menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita. Berita juga sering kali memfokuskan pemberitaan aktor tertentu. Tetapi efek yang akan segera terlihat adalah memfokuskan apda satu pihak actor tertentu yang menyebabkan actor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. 18 17 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2002, hlm. 140 18 Ibid, hlm 140 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Realitas

Dalam mengkonstruk sebuah realita banyak faktor yang mendukung dalam mengkostruk realita. Diantaranya adalah factor Ekonomi, Politik, Idiologi, yaitu sebagai berikut: a. Ekonomi Isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi. Factor pemilik media, modal dan pendapatan media sangat menentukan bagaimana wujud isi media. Factorfaktor inilah, yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaannya, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan.. Isi media juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal diluar diri pengelola media. Pengelola media dipandang sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi berbagai strukur yang mamaksanya untuk memberitakan fakta dengan cara tertentu. Bahkan ketika factor capital telah menjadi unsure yang esensial dalam system suatu Negara hingga menciptakan fenomena konglomerasi media, maka media hanya merupakan alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industry kapitalis beserta factor produksi dan hubungan produksinya. Media cenderung dimonopoli oleh kelas kapitalis yang penanganannya dilaksanakan untuk memenuhi kepentingan kelas social tertentu. Para kapitalis melakukan hal tersebut dengan mengeksploitasi pekerja budaya dan konsumen secara material demi memperoleh keuntungan yang berlebihan. Disamping itu para digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kapitalis juga bekerja secara ideologis dengan menyebarkan ide dan cara pandang kelas penguasa, yang menolak ide lain yang dianggap berkemungkinan untuk menciptakan perubahan atau mengarah kepada terciptanya kesadaran kelas pekerja akan kepentingannya.14Maka proses konstruksi realitas diselaraskan dengan pertimbangan- pertimbangan modal. Menurut Murdock dan golding, efek kekuatan ekonomi tidak berlangsung secara acak tetapi terus menerus: “Mengabaikan suara kelompok yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya. Perimbangan untung rugi diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu bergerak. Oleh karena itu pendapat yang dapat diterima kebanyankan berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan kritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya mereka cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas”. Dalam konteks seperti ini, aktifitas jurnalis dengan sikap partisan yang sangat tinggi bersifat negative. Para penerbit lebih memilih pencapaian sirkulasi yang tinggi untuk menarik minat pemasang iklan, dibandingkan tulisan jurnalis yang sangat bagus. Mereka lebih berhati-hati dan jelas sangat khawatir mengecewakan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pembaca potensialnya. Terlebih lagi ketika control kepemilikan berpusat diantara satu atau tiga pemilik, sikap partisan jurnalis harus mengabdi pada kepentingan pemilik media dan pemasang iklan daripada mewakili kepentingan masyarakat. b. Politik Sistem politik yang diterapkan oleh sebuah Negara ikut menentukan mekanisme kerja, serta mempengaruhi cara media massa dalam mengkonstruksi realitas. Dalam sistem nagara yang otoritan, selera penguasa menjadi acuan dalam mengkonstruksi realita. Sebaliknya dalam iklim politik yang liberal, media massa mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam mengkonstruksi realitas. namun, satusatunya kebijakan yang dipakai adalah kebijaksanaan redaksi media masing-masing yang boleh jadi dipengaruhi oleh kepentingan idealis, ideology, politis dan ekonomis. Tetapi apapun yang menjadi pertimbangan adalah adanya realitas yang ditonjolkan bahkan dibesar- besarkan, disamakan atau bahkan tidak diangkat sama sekali dalam setiap pengkonstruksian realitas. c. Ideologi Ketika media dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologis yang ada dibaliknya, media sering dituduh sebagai perumus realitas, sesuai dengan ideology yang melandasinya, bukan menjadi cermin realitas. ideology tersebut menyusup dan menanamkan pengaruhnya lewat Media secara tersembunyi dan mengubah pandangan seseorang secara tidak sadar.17 Sekarang ini istilah ideology memang mempunyai digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dua pengertian yang saling bertolak belakang. Secara positif, ideology dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai-nilai suatu kelompok social tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentinagan mereka. Sedangkan secara negative, ideology dilihat sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas social. Sebuah media yang lebih ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan terhadap kelompok yang sealiran dan penyerahan kepada kelompok yang berbada haluan. Dalam system libertarian, kecenderungan ini akan melahirkan fenomena media partisan dan non partisan. Disamping faktaor-faktor yang disebut, masi banyak factor lain yang berpotensi yang mempengaruhi konstruksi realitas media yaitu, kepentingan-kepentinagn yang bersifat tumpang tindih pada tingkat perorangan atau kelompok dalam sebuah organisasi media yakni kepentingan agama, kedaerahan, serta struktur organisasi media itu sendiri. Sedangkan factor internalnya adalah berupa kebijakan redaksional media, kepentingan para pengelolah media dan relasi media dengan sebuah kekuatan tertentu. Disamping itu seorang jurnalis juga mempunyai sikap, nilai, kepercayaan, dan orientasi tertentu dalam politik, agama, ideology, dan semua komponen yang berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Selain itu latar pendidikan, jenis kelamin, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id etnisitas, turut pula mempengaruhi jurnalis dalam mengkonstruksi realitas.

B. Kajian Teori 1. Teori Konstruktivisme

Paradigma ini hampir merupakan antithesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan. Secara tegas paham ini menyatakan bahwa positivism dan post positivisme keliru dalam mengungkap realitas dunia dan harus ditinggalkan dan digantikan oleh paham yang bersifat konstruktif. Secara ontologi, aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat local dan spesifik, serta tergantung pada pihak yang melakukannya. Karena itu, realitas yang diamati seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang sebagaimana yang biasa dilakukan di golongan positivis atau post positivis. Atas dasar filosofis ini, aliran ini menyatakan bahwa hubungan epistimologis antara pengamat dan obyek merupakan satu kesatuan, subyektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya. Secara metodologis, aliran ini menerapkan metode hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode pertama yang dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat per orang, sedangkan metode kedua mencoba untuk membandingkan dan menyilangkan pendapat orang per orang yang digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id diperoleh melalui metode pertama, untuk memperoleh suatu kosensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian, hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relative, subyektif dan spesifik mengenai hal-hal tertentu. 19 Kemunculan paradigma konstruktivisme melalui proses yang cukup lama, setelah sekian generasi ilmuan memegang teguh positivism selama berabad-abad. Aliran ini muncul setelah sejumlah ilmuan menolak prinsip dasar positivism, yaitu: 1 ilmu merupakan upaya mengungkap realitas; 2 hubungan subyek dan obyek penelitian harus dapat dijelaskan; 3 hasil temuan yang memungkinkan untuk digunakan dalam proses generalisasi pada waktu dan tempat yang berbeda. Implikasi pandangan ini adalah bahwa fenomena yang akan diteliti 1 harus dapat diobservasi dan 2 harus dapat diukur, serta 3 eksistensi fenomena tersebut, harus dapat dijelaskan melalui karakteristik yang ada di dalamnya. a. Komponen Keilmuan Dilihat dari aksioma keilmuan yang dikembangkan baik ontologi, epistimologi, maupun metodologi, paradigm ini secara frontal bertolak belakang dengan paradigma positivisme. Pada sisi ontologi, paradigma ini menyatakan bahwa realitas bersifat sosial dan karenanya akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk di dalam masyarakat. Oleh karenanya, dalam memandang suatu fenomena alam atau sosial, paham ini menganut 19 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006, hlm. 71-72 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id prinsip realitivitas. Jika dalam positivism tujuan penemuan ilmu adalah untuk membuat generalisasi terhadap fenomena alam lainnya, maka dalam konstruktivisme tujuan itu lebih condong kepada penciptaan ilmu yang diekspresikan dalam bentuk pola-pola teori, jaringan atau hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, local dan spesifik. Pada sisi epistimologi, hubungan periset dan obyek yang diteliti bersifat interaktif, sehingga fenomena dan pola-pola keilmuan dapat dirumuskan dengan memperhatikan gejala hubungan yang terjadi diantara keduanya. Karena itu, hasil rumusan ilmu yang dikembangkan juga sangat subyektif. Pada sisi metodologi, paham ini secara jelas menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan di luar laboratorium, yaitu di alam bebas, secara wajar guna menangkap fenomena apa adanya dari alam, dan secara menyeluruh tanpa campur tangan dan manipulasi dari pengamat atau pihak periset. b. Implikasi Paradigma Terdapat sejumlah implikasi dari kemunculan paradigma konstruktivisme ini. Pertama, fenomena interpretif yang dikembangkan bisa menjadi alternative untuk menjelaskan fenomena realitas yang ad. Jika demikian halnya, sangat mungkin terjadi pergeseran model rasionalitas, yakni dari model rasionalitas, praktis yang menekankan peranan contoh dan interpretasi mental. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kedua, munculnya paradigma baru dalam melihat realitas sosial akan menambah khazanah paham dan aliran, sebagai alternative bagi para ilmuan untuk melihat kebenaran dari sudut pandang yang berbeda. Ketiga, konstruktivisme memberi warna dan corak yang berbeda dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu-ilmu sosial yang memerlukan intensitas interaksi antara periset dan objek yang diteliti. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi nilai-nlai yang dianut, etika, akumulasi pengetahuan, model pengetahuan dan diskusi ilmian yang mengiringinya. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis : 1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah suatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. 2. Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari isi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari isi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. 20 20 Elvinaro Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, hlm. 40-41 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 49

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subyek Penelitian

Peneliti akan menguraikan secara deskriptif subyek penelitian, dengan uraian ini nantinya akan dapat dijadikan sebagai penjelasan yang utuh sehingga hasilnyapun diperoleh secara maksimal dengan harapan peneliti.

1. Deskripsi Tayangan 86

Subyek yang dikaji adalah sebuah tayangan yang berjudul 86. Tayangan 86 merupakan sebuah tayangan reality show. Reality show adalah suatu bentuk gambaran suatu peristiwa seperti sebenarnya, dikatakan seperti sebenarnya karena tayangan ini berupa adegan - adegan keseharian tanpa ada skrip atau arahan sutradara. Tayangan ini di produseri oleh Roan Y. Anprira, dengan mengambil tema penegakan kedisiplinan oleh pihak kepolisian dan mulai di tayangkan di Net Mediatama Televisi pada tahun 2014 dengan tujuan untuk menyadari pentingnya berdisiplin dalam mematuhi aturan-aturan yang berlaku agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menentukan sikap terhadap peraturan-peraturan negara. Tayangan ini merupakan hasil kerjasama pemilik stasiun televisi wishnutama dan pihak kepolisian republik indonesia dengan tujuan penegakan hukum kedisiplinan. Progam 86 ini selalu menayangkan beragam kasus yang ditumpas polisi di tiap episodenya. Setiap kasus

Dokumen yang terkait

Konstruksi Perempuan Muslim dalam Pemberitaan Ajang World Muslimah 2013 di Kompas.Com

0 23 154

Analisis framing pemberitaan konflik internal partai persatuan pembangunan dalam menentukan koalisi pada pemilu 2014 oleh harian online republika.com

1 4 132

Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi Pada Reality Show Net 86 Di Net. TV

11 40 77

Pemberitaan Kematian Qadafi dan Revolusi Libya:Studi Analisis Framing Model Zhongdan Pan & Gerald M. Kosicki Terhadap Republika dan Kompas Edisi 21-26 Oktober 2011.

0 0 2

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG MUNDURNYA HARY TANOE SOEDIBYO DARI PARTAI HANURA PADA MEDIA ONLINE (Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Tentang Berita Mundurnya Hary Tanoe dari Partai Hanura di Vivanews.com dan Tempo.com Periode Tanggal 17 s.

0 1 113

Jessica dalam bingkai media online: analisis framing pendekatan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki pada viva.co.id dan kompas.com.

0 4 115

KONTRUKSI PESAN KEHIDUPAN DALAM SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI EPISODE 1861-1865 : ANALISIS FRAMING MODEL ZHONGDANG PAN DAN GERALD M.KOSICKI.

0 4 125

KONSTRUKSI PEMIKIRAN MEDIA BULETIN AL ISLAM : ANALISIS FRAMING ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI EDISI 708-710.

0 2 122

PEMBINGKAIAN BERITA PEMUKULAN TERHADAP PRAMUGARI SRIWIJAYA AIR DI MEDIA ONLINE (Analisis Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki terhadap Berita Pemukulan Pramugari Sriwijaya Air di metrotvnews.com dan inilah.com Edisi 6 Juni – 10 Juni 2013)

0 0 19

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG MUNDURNYA HARY TANOE SOEDIBYO DARI PARTAI HANURA PADA MEDIA ONLINE (Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Tentang Berita Mundurnya Hary Tanoe dari Partai Hanura di Vivanews.com dan Tempo.com Periode Tanggal 17 s.

0 0 21