PERANAN LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR LAMPUNG DALAM PENDAMPINGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA

(1)

ABSTRACT

THE ROLE OF WOMEN ADVOCACY INSTITUTION OF DAMAR LAMPUNG IN A CONTIGUITY TO VICTIMS OF INCEST CRIMINAL

ACT

By

Rizki Adhya Pratama., Diah Gustiniati M., S.H.,MH., Eko Raharjo., S.H.,M.H

Universitas Lampung Rizki_adhya@yahoo.com

Damar Lampung is an advocacy institution which focuses to criminal acts of women and children especially in Lampung. One of the focuses is children sexual abuse which is one of problems that has to be finished soon. Generally, incest is a sexual contact between 2 siblings. Ironically, there are many incest cases in society which aren't revealed because of taboo reasons. The first formulation of this research is how the role of woman advocacy institution of Damar Lampung in a contiguity to victims of incest criminal act is and the second is what the obstacles of the woman advocacy institution of Damar Lampung in a contiguity to victims of incest criminal act are.

This research uses normative law method. The data collection is done by searching the secondary data by collecting some legislation stipulations, documentations, literatures, and browsing some web pages on internet which are related to this script, also from the result of interview with some experts or Law academicians.

The result of this research bases on the role of women advocacy institution of Damar Lampung in a contiguity to incest victims is using 3 ways, those are law contiguity, medical contiguitu, and counseling contiguity which are appropriated to what victims need. The first obstacle which is faced by Damar Lampung advocacy institution in handling incest criminal act are four factors which are cultural factor, law upholder factor, human resources factor, and society factor.


(2)

The author suggests to increase the efforts which are done by Damar Lampung Advocacy Intitution in contributing to help incest victims, in order to push or decrease the total of incest victims. One of them is establishing researches and training about gender basis crime.

Keywords: Damar Advocacy Institution, Victims


(3)

ABSTRAK

PERANAN LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR LAMPUNG DALAM PENDAMPINGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA

INCEST

Oleh

Rizki Adhya Pratama

Lembaga Advokasi Damar Lampung merupakan Lembaga Advokasi yang berfokus pada tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya yang berada di provinsi Lampung. Salah satu yang menjadi fokus Lembaga Advokasi

Damar Lampung adalah perilaku seksual terhadap anak (sexual abuse) yang

merupakan salah satu masalah yang harus segera diselesaikan. Secara umum incest adalah hubungan seksual antara dua orang saudara kandung atau yang

masih terkait hubungan darah. Ironisnya banyak kasus incest di dalam masyarakat

yang tidak terungkap karena alasan yang tabu. Rumusan masalah skripsi ini yang pertama adalah bagaimana peranan lembaga advokasi perempuan damar lampung

dalam pendampingan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan incest dan yang

kedua apa faktor penghambat lembaga advokasi perempuan damar lampung dalam pendampingan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan incest.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pencarian data sekunder berupa mengumpulkan berbagai ketentuan Perundang-Undangan, dokumentasi, literatur, dan mengakses internet yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini serta hasil dari wawancara dengan para ahli atau sarjana hukum.

Hasil penelitian berdasarkan Peranan Lembaga Advokasi Damar Lampung dalam

pendampingan terhadap perempuan korban incest dengan 3 cara yaitu

pendampingan hukum, pendampingan medis, dan pendampingan konseling sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh korban. Kendala utama yang di hadapi oleh


(4)

Lembaga Advokasi Damar Lampung dalam menangani tindak pidana

pemerkosaan incest ada 4 faktor yaitu faktor budaya, faktor penegak hukum,

faktor sumber daya manusia, dan faktor masyarakat.

Penulis memberikan saran perlu ditingkatkan lagi upaya-upaya yang dilakukan oleh Lembaga Advokasi Damar Lampung dalam menjalankan kontribusinya

untuk membantu korban incest, sehingga dapat menekan atau mengurangi jumlah

korban incest. Salah satunya adalah dengan mengadakan penelitian dan pelatihan

tentang isu kekerasan yang berbasis gender. Kata Kunci: Lembaga Advokasi Damar, Korban


(5)

Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam

Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana

Incest

Oleh

Rizki Adhya Pratama

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bumi 12 September 1992, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Zaini, S.H. dan Ibu Anna Zomami.

Penulis mengawali jenjang pendidikan pada tahun 1997 di Taman Kanak-Kanak Bakti Ibu Bandar Lampung. Kemudian pada tahun 1998 masuk ke Sekolah Dasar Negeri 6 Kota Bumi yang diselesaikan tahun 2004.

Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMPN 10 Kota Bumi dan diselesaikan pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007 penulis melanjutkan ke SMAN 1 Lampung Barat dan lulus pada tahun 2010.

Kemudian tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Pidana.


(9)

MOTTO

kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang

sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa

yang belum kita capai

(Schopenhauer)

Selalu jadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi

orang lain meskipun mereka tampak lebih baik dari

kita.

(Penulis)

Ketika kita tidak pernah melakukan kesalahan, itu

berarti kita tidak pernah mencoba dan melakukan

sesuatu

(Penulis)


(10)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas

Rahmat dan Hidayah-Nya serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan karya sederhanaku ini kepada :

Papah dan Mamah, Zaini, S.H dan Anna Zomami yang

senantiasa tulus mendoakan keberhasilanku dengan segenap cinta, kasih sayang, tetesan keringat dan air mata.

Kakak-kakakku Yuyun Fenilia Zoka,S.Pt dan Yunesha Ratih Fitriyani, S.H.,M.H, Leksi Ariandi S.Pd, Dedi Prastio. serta adikku tersayang M Zaki Anna Zuka yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa depan yang jauh lebih baik dari sekarang.

Untuk semua sanak saudara, keluarga, sahabat-sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan, saran serta bantuan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini, serta semua pihak yang membantu sehingga dapat terselesainya skripsi ini.


(11)

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Sebab hanya dengan kehendak-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Implementasi Asas Pembuktian Terbalik Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia , sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus selaku pembimbing I atas kesediaannya yang memberikan kritik dan saran dalam penulisan ini.

3. Ibu Hj. Firganefi, S.H., M.H., selaku sekertaris Bagian Hukum Pidana


(13)

4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan motivasi, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skiripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku pembahas I atas masukan dan saran

yang diberikan selama proses perbaikan skripsi ini.

6. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H. selaku pembahas II atas kesediaannya yang

memberikan kritik dan saran dalam penulisan ini.

7. Bapak Dr. Edy Rifai S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik atas

bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh dosen dan staff Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

9. Kedua orang tuaku, Zaini, S.H dan Anna Zomami. yang telah mendidik,

membesarkan dan selalu mendukung segala yang saya lakukan.

10. Kakak-kakakku Yuyun Fenilia Zoka, S.P dan Yunesha Ratih Fitriyani,

S.H.,M.H, Leksi Ariandi S.pd. Dedi Prastio. serta adikku tersayang M Zaki Anna Zuka yang tak pernah lupa mendoakan dalam setia langkahku.

11. Untuk seseorang yang selalu setia dan tidak pernah letih menemani serta

selalu memberikan motivasi semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

12. Sahabat-sahabatku Hukum Pidana 2010 (Ines Taufik, friangga aditama,

Muhammad Rusjana, Bagus Priasmoro, Ichsan Jaya Kelana, Ardi Saputra, Alvian bayhaki dan Lukman Hakim, dll).

13. Sahabat-sahabatku satu kosan (Yudo Kr, Leo Nandra, zul)


(14)

15. Seluruh angkatan 2010, terutama teman-teman jurusan Hukum Pidana 2010 atas bantuan, dukungan, dan kerjasamanya.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, dukungan, kerelaannya.

17. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Penulis berdoa semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapat balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Februari 2014

Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Advokasi ... 15

B. Pengertian Korban ... 17

C. Pengertian Tindak Pidana ... 18

D. Pengertian Tindak Pidana Incest ... 21

E. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 28

B. Sumber dan Jenis Data ... 29

C. Penentuan Narasumber ... 30

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 31


(16)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 34 B. Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam

Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest ... 35

C. Faktor Penghambat Peranan Lembaga Advokasi Damar Lampung Dalam

Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest ... 43

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 48 B. Saran ... 49


(17)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tindak pidana kejahatan merupakan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu sampai sekarang; Perkembangan kejahatan yang terjadi melalui informasi berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik, mengkaji tentang perkembangan kejahatan, selain perkembangan kejahatan juga terjadi peningkatan pada modus operandi atau teknik dan taktik

dalam melakukan kejahatan.1

Pemberitaan yang ramai di bicarakan tentang terjadinya kejahatan dan catatan-catatan pada statistik kriminal, belum mampu menyampaikan semua jenis kejahatan yang terjadi; Artinya, masih banyak kejahatan yang terjadi yang tidak dilaporkan atau tidak berhasil dideteksi oleh media massa, yang menjadi angka

gelap kejahatan (dark number of crime) sehingga kejahatan yang diketahui belum

menunjukkan angka yang sesungguhnya.2

Selain kejahatan yang non konvensional, dalam perkembangan kehidupan sehari-hari terjadi juga kejahatan konvensional, misalnya kejahatan terhadap harta kekayaan (pencurian, penggelapan, pemerasan, penipuan dan lain-lain), kejahatan

1

Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan (Suatu Kumpulan Karangan). Cet II, Akademi Pressindo, Jakarta, 1999 hlm 32

2


(18)

2

terhadap tubuh dan nyawa, misalnya pembunuhan, penganiayaan, dan lain-lain serta berbagai jenis kejahatan di bidang kesusilaan.

Terjadinya berbagai jenis kejahatan seperti tindak kejahatan pemerkosaan incest

di tengah masyarakat mengindikasikan, bahwa korban demi korban terus berjatuhan dengan kerugian dan penderitan yang sangat besar; Kerugian yang timbul sebagai akibat kejahatan, dapat terjadi dalam berbagai bentuk, Sahetapy mengemukakan kerugian-kerugian akibat suatu kejahatan . Kerugian yang diderita oleh korban kejahatan bukan hanya dalam bentuk fisik seperti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyembuhkan luka fisik, tetapi juga kerugian nonfisik yang susah bahkan tidak dapat dinilai dengan uang. Hilangnya keseimbangan jiwa, hilangnya semangat hidup, dan kepercayaan diri karena kecemasan dan ketakutan dari bayang-bayang kejahatan yang selalu terbayang menghantui, adalah salah

satu dari sekian banyak kerugian nonfisik yang bisa timbul.3

Menurut Reksodiputro, penderita dan kerugian korban kejahatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

a) kerugian yang bersifat materiel (dapat diperhitungkan dengan uang)

b) kerugian yang bersifat immateriel misalnya perasaan takut, sedih, kejutan

psikis dan lain-lain. Bentuk-bentuk kerugian dan penderitaan korban ini dikemukakan juga oleh Muladi dan Arief ternyata esensi kerugian, tidak hanya bersifat materiel atau penderitaan fisik saja, melainkan juga bersifat psikologis; Hal ini dalam bentuk trauma, kehilangan kepercayaan terhadap masyarakat dan ketertiban umum; Sintom dan Sindrom tersebut dapat berupa kegelisahan, rasa curiga, sinisme, depresi, kesepian dan berbagai

perilaku penghindaran yang lain. 4

Mencermati ketiga pendapat yang dikemukakan tersebut, dapat diperoleh gambaran betapa besar penderitaan yang dialami seseorang atau kelompok orang

3

Indrasyah, Muhammad, 2010, Perlindungan Korban Tindak Pidana, Jakarta: Raja Grafindo. hlm 20

4


(19)

3

yang menjadi korban kekerasan seksual karena selain penderitaan fisik, mereka juga mengalami penderitaan psikis yang sangat berat

Secara umum terjadinya kejahatan sangat merugikan masyarakat, khususnya korban kejahatan; salah satu jenis kejahatan yang terjadi yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, ialah: tindak pidana perkosaan, lebih tragis lagi bila perkosaan itu dilakukan di kalangan keluarga sendiri (kekerasan seksual/ perkosaan sedarah/ Incest).

Incest adalah hubungan seksual antara dua orang saudara kandung atau yang masih terkait hubungan darah Sementara Barda Nawawi, mengemukakan bahwa: incest adalah persetubuhan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau samping sampai derajat ketiga; Sedangkan Margaret Mead yang dikutip majalah

Intisari memaparkan incest “sebagai pelanggaran atas perbuatan seksual yang

terlarang antara dua anggota keluarga inti, kecuali hubungan seksual suami isteri”

seperti: hubungan seksual yang dilakukan antara Bapak dan anak, sesama saudara kandung, atau juga yang dilakukan oleh ibu dengan anaknya. Dampaknya dapat ditebak, bagaimana traumatisnya baik terhadap si pelaku maupun si korban, sehingga pelaku incest cenderung memilih bungkam daripada aibnya diketahui

oleh public.5

Singgih Wijaya menegaskan bahwa tindakan incest dapat dibedakan kepada beberapa kategori:

5


(20)

4

1. Praktek Pedophilic Incest; yaitu dilakukan seorang ayah yang tidak matang

sikoseksualnya atau mengalami kesulitan seksual; Untuk memenuhi fungsi seksualnya ia berhubungan dengan anak gadisnya;

2. Psycopathic incest adalah perilaku incest yang dilakukan seorang penderita

sakit jiwa (psycopat) yang menganggap kebanyakan orang, termasuk anaknya

sendiri sebagai objek seksual. Karenanya, pelaku incest semacam ini hampir tidak pernah menunjukan rasa bersalah atas perbuatannya, bahkan cenderung nekat, tak segan melakukan perkosaan terhadap orang lain yang bukan penghuni rumahnya; Seperti sepupuan atau terdapat hubungan saudara lainnya; 3. Family generated incest dimana seorang ayah yang fasif sementara sang isteri

terganggu keperibadiannya; akibatnya, kehidupan perkawinan bagi mereka hambar dan anak-anak menjadi sasaran seksual; Si anak dijadikan semacam

gundik ayahnya sendiri.6

Tindakan incest bukanlah masalah perempuan semata, tapi problema yang harus dihadapi oleh seluruh masyarakat; Sedangkan dampak terjadinya incest ini terhadap si korban, selain memojokan kedudukan korban, juga si-korban menjadi rendah diri, pemalu, traumatis, bahkan beban penderitaan korban tidak akan sirna untuk selamanya, sehingga tidak menutup kemungkinan beban yang tidak dapat dipikul itu menyebabkan korban bunuh diri atau gila.

Menurut Catatan Lembaga Advokasi Damar media Massa yang terbit di Lampung melalui pemberitaannya untuk kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, sangat membantu mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Lampung, termasuk tindak pidana perkosaan sedarah didalamnya. Percaya atau

6Ibid hlm 14


(21)

5

tidak, kenyataan dan fakta membuktikan bahwa incest dapat terjadi dibelahan

negara Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan mayoritas beragama.7

Contoh Kasus : Lampung Post, Senin 17 Mei 2010 menyajikan berita, (Ap 16 tahun) yang tinggal di Kabupaten Tanggamus mengaku empat kali diperkosa oleh Muk alias Black, umur 43 tahun dan telah mempunyai empat anak, yang menjabat sebagai sekdes sekaligus paman korban. Akibatnya Ap yang masih duduk dibangku kelas 3 SMP ini hamil 04 bulan, sementara Muk tidak mau bertanggung jawab, selanjutnya Lampung Post memberitakan: seorang Bapak dari 7 anak berinisial Sug (43 th) memerkosa anak kandung sendiri Ina (17 th) yang waktu kejadian masih duduk di kelas 3 MTs lantaran naksir melihat kemontokan anaknya sendiri; Ironisnya pemerkosaan itu dilakukan selain di tempat tidurnya sendiri, juga dilakukan di tengah kebon dan diterlentangkan di atas tumpakan ilalang kering.

Radar Lampung, Senin 28 Nopember 2011 mengangkat berita tentang seorang anak SD berumur 12 tahun yang sekaligus anak angkatnya diperkosa oleh ayah angkatnya berinisial Ch umur 48 tahun.

Radar lampung, Sabtu 05 Maret 2012 menyajikan berita tentang ulah ayah tiri Ed (50 tahun) yang memperkosa anaknya (sebut saja Hf) selam 9 tahun lamanya, sejak Hf tersebut duduk dibangku SD, sehingga tidak terhitung lagi berapa kali Bapak meniduri Hf, imbasnya sang anak melahirkan anak laki-laki.

Peran Lembaga Advokasi Perempuan Damar sangat diperlukan karena seorang korban tindak pidana masih memiliki hak untuk dilindungi. Di Provinsi Lampung

7


(22)

6

Lemabaga Advokasi Damar merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertugas melindungi korban tindak pidana dan melakukan pendampingan terhadap korban tindak pidana hal ini dilakukan dengan memandang bahwa setiap orang memiliki kesamaan dalam hukum.

Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji lebih lanjut dalam

skripsi yang berjudul “Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest”. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

Adapun permasalahan yang ada dalam proposal penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest?

2. Apakah faktor penghambat Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest?

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah :

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan dari permasalahan yang timbul, maka penulis membatasi pada lingkup Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Materil. Ruang lingkup substansi dalam penelitian ini adalah peranan lembaga advokasi perempuan Damar Lampung dalam pendampingan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan Incest. Ruang lingkup tempat penelitian di Kota Bandar Lampung dan tahun penelitian ini yaitu pada tahun 2014.


(23)

7

C. Tujuan dan Kegunanaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Lampung dalam Pendampingan terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest

2. Untuk mengetahui faktor penghambat peranan Lembaga Advokasi

Perempuan Damar Lampung dalam Pendampingan terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest.

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka memberikan penjelasan mengenai Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana

Pemerkosaan Incest

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai

Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam


(24)

8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti.8

Teori peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang untuk menghadapi dan memenuhi. Penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan, Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan di mana kedudukan itu sendiri merupakan wadah yang berisi hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban

tadi merupakan peranan atau role. Hak sebenarnya merupakan wewenang

sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Soerjono Soekanto membagi peran menjadi:

a. Peranan Yang Seharusnya (expected role)

Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku pada kehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal (Ideal Role)

Peranan Ideal adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

8


(25)

9

c. Peranan Yang Sebenarnya Dilakukan (Actual Role).

Peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau di masyarakat sosial yang terjadi secara nyata. Soerjono Soekanto juga menjelaskan unsur-unsur peranan di atas, yaitu:

“Peranan yang ideal dan yang seharusnya datang dari pihak-pihak lain, sedangkan peranan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan

berasal dari diri pribadi”

Peranan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan

Menurut Soerjono Soekanto menjelaskan ada 5 (lima) Faktor-faktor penghambat

penegakan hukum agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi, yaitu :9

1) Kaedah Hukum itu sendiri

Berlakunya kaedah hukum di dalam masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu sendiri, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya kaedah hukum, yaitu :

a) Berlakunya secara yuridis, artinya kaedah hukum itu harus dibuat sesuai

dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat berlakunya suatu kaedah hukum.

b) Berlakunya secara sosiologis, artinya kaedah hukum itu dapat berlaku secara

efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa walau tidak diterima masyarakat ataupun berlaku dan diterima masyarakat.

9

. Soerjono Soekanto. 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada hlm 41


(26)

10

c) Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai

positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka kaedah

hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius

constituendum).

2) Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki undang-undang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.

3) Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan. Fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras.

4) Masyarakat

Setiap warga masyarakat atau kelompok pasti mempunyai kesadaran hukum, yakni kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah. Sebagaimana diketahui kesadaran hukum merupakan suatu proses yang mencakup pengetahuan hukum, sikap hukum dan perilaku hukum. Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap suatu peraturan tinggi, maka peraturan tersebut memang berfungsi.


(27)

11

5) Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Variasi kebudayaan yang banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum. Variasi-variasi kebudayaan sangat sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum

harus disesuaikan dengan kondisi setempat. 10

.

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang

berkaitan dengan istilah itu.11

a. Peranan yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang

berkedudukan di masyarakat dan menjadi bagian dari tugas utama yang harus

dilksanakan.12

b. Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang

dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi

adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan ( policy makers) atau

pembuat keputusan (decision makers) baik di institusi pemerintah maupun

swasta.13

c. Lembaga Advokasi Perempuan Damar didirikan sejak 10 Februari 2000 para

pengurus ELSAPA bersepakat membentuk lembaga DAMAR. Adapun tujuan

10

. Ibid, hlm.18 11

. Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat). Hlm 32. 12

. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 845 13


(28)

12

dari lembaga ini terutama adalah ingin memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada kaum perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya tanpa membedakan agama, keturunan, suku, keyakinan politik, maupun sosial budaya, dan menyebarluaskan hak dan kewajiban nilai-nilai hukum dan hak

asasi manusia pada kaum perempuan dan anak sebagai subjek hukum.14

d. Korban adalah orang yang baik secara individual maupun kolektif telah

menderita kerugian termasuk kerugian fisik maupun mental, emosional, ekonomi, gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hokum pidana di

masing-masng Negara termasuk penyalah gunaan kekuasaan.15

e. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai

kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun

peraturan perundang-undangan lainnya.16

f. Pemerkosaan Incest adalah hubungan seksual antara dua orang saudara

kandung atau yang masih terkait hubungan darah Sementara Barda Nawawi, mengemukakan bahwa: incest adalah persetubuhan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau samping sampai derajat ketiga; Sedangkan Margaret

Mead yang dikutip majallah Intisari memaparkan incest “sebagai pelanggaran

atas perbuatan seksual yang terlarang antara dua anggota keluarga inti,

kecuali hubungan seksual suami isteri” seperti: hubungan seksual yang

14

. http://www.langitperempuan.com/damar-dulu-elsapa/ diakses tanggal 30/03/2014 pukul 10.00 WIB

15

. Hawari. Dadang. 1991. Perlindungan Korban Perkosaan. Solo hlm 22 16

.Maidin gultom.2012.Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan .Bandung: PTRefikaAditam, hal 27


(29)

13

dilakukan antara Bapak dan anak, sesama saudara kandung, atau juga yang

dilakukan oleh ibu dengan anaknya.17

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan hukum ini bisa tersusun dengan baik, sistematis dan mudah dimengerti yang akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan yang menyeluruh, Dengan pedoman pada sistematika penulisan karya ilmiah pada umumnya maka penulis berusaha untuk mendeskripsikan gambaran umum yang berhubungan dengan cakupan skripsi ini, maka penulisan skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) Bab, yaitu sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan antara lain tentang latar belakang, permasalahan yang akan diangkat, tujuan dan manfaat penelitian, dilanjutkan pula dengan uraian mengenai ruang lingkup penelitian, dan terakhir memuat sistematika penulisan yang membahas pokok bahasan tiap-tiap bab dalam penulisan hukum ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara ringkas mengenai pengertian Advokasi, teori perlindungan hukum, pengertian tindak pidana incest dan Teori efektivitas hukum.

17


(30)

14

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode yang digunakan pada penulisan skripsi. Selain itu, juga digambarkan secara ringkas tentang pendekatan masalah dalam penulisan skripsi ini. Bagian berikutnya diuraikan mengenai sumber data serta mekanisme yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Terakhir, ditampilkan analisis data untuk mengetahui cara-cara yang digunakan dalam penelitian skripsi.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini, akan dijelaskan Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest dan faktor penghambat Peranan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Dalam Pendampingan

Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Incest.

V. PENUTUP

Pada bab ini diuraikan secara singkat mengenai kesimpulan akhir yang merupakan jawaban atas permasalahan dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan sebagai alternatif pemecahan masalah.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Advokasi

Advokasi adalah suatu kata yang telah digunakan berpuluh-puluh tahun dalam kesehatan dan kedokteran. Manifestasi awal advokasi digambarkan sebagai langkah yang dilakukan oleh seseorang atau suatu lembaga/organisasi untuk mewakili konsumen kesehatan dan pelayanan publik yang kurang beruntung. Beberapa rumah sakit misalnya, mempunyai advokat bagi pasien, yang merupakan cikal bakal pembela hak pasien pada dewasa ini. Sejak 1983, istilah advokasi menjadi salah satu istilah dalam kesehatan masyarakat, dan merupakan

salah satu kunci dari Ottawa.1

Menurut Johns Hopkins Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan

publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Istilah

advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif menggunakan

3 strategi pokok,yaitu :2

1). Advocacy, 2). Social support,

1

Irma Setyowati.1990,Advokasi dan Bantuan Hukum. Jakarta: Bumi Aksara hlm 21 2


(32)

16

3). Empowerment.

Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para

pemimpin atau pengambil kebijakan( policy makers) atau pembuat

keputusan(decision makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta.

Advokasi adalah suatu alat untuk melaksanakan suatu tindakan (aksi), merupakan ikhtiar politis yang memerlukan perencanaan yang cermat untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Diperlukan langkah-langkah sistematis dengan

melibatkan “masyarakat” yang akan diwakili. Masyarakat di sini bisa bervariasi

tergantung siapa yang melakukan advokasi. Masyarakat atau suatu komunitas tertentu suatu saat bisa berperan sebagai advokat, tetapi di lain waktu bisa juga berperan sebagai saluran advokasi itu sendiri, dan pada saat lain bisa berperan sebagai kelompok yang diwakili oleh seseorang dalam melakukan suatu advokasi. Dalam contoh kasus flu burung, seorang petugas peternakan yang menyadari penyakit akibat kerja yang dapat diperolehnya, bisa berperan sebagai advokat

dengan mewakili teman-temannya sesama pekerja di peternakan.3

Di lain pihak dia juga dapat berperan sebagai kelompok yang diwakili, bila seorang pemerhati Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berperan sebagai advokat memperjuangkan nasib pekerja peternakan tersebut. Dalam melakukan advokasi, pemerhati K3 tersebut dapat menggunakan pekerja peternakan sebagai saluran advokasinya atau mungkin dengan menggunakan

3


(33)

17

media lain. Perlu diingat bahwa advokasi merupakan suatu strategi, bukan merupakan tujuan. Setiap advokasi yang dilakukan harus selalu dipertimbangkan dengan cermat tujuannya serta kemudian dievaluasi seberapa jauh sumbangannya terhadap masyarakat.

B. Pengertian Korban

Korban adalah mereka yang menderita fisik, mental, sosial sebagai akibat tindakan jahat mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau pihak

yang menderita.4

Berbeda dengan Arif Gosita, menurut Muladi yang dimaksud dengan korban adalah orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik maupun mental, emosional, ekonomi, gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hokum pidana di masing-masng Negara termasuk penyalah

gunaan kekuasaan.5

Lebih luas di jabarkan mengenai definisi dan jenis-jenis korban sebagai berikut:6

1) Korban perseorangan, adalah setiap orang sebagai individu mendapat penderitaan baik jiwa, fisik, materil maupun non materil.

2) Korban institusi, adalah setiap institusi mengalami penderitaan kerugian dalam menjalankan fungsinya yang menimbulkan kerugian berkepanjangan akibat dari kebijakan pemerintah, kebijakan swasta maupun bencana alam.

4

. Hawari. Dadang. 1991. Perlindungan Korban Perkosaan. Solo hlm 12 5

. Santoso, Topo, Seksualitas dan Hukum Pidana, Cet. I, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1997 hlm 34 6


(34)

18

3) Korban lingkungan hidup, adalah setiap lingkungan alam yang di dalamnya berisikan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan masyarakat serta semua jasad hidup yang tumbuh berkembang dan kelestariannya sangat tergantung pada lingkungan alam tesebut yang telah mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah yang salah dan perbuatan manusia baik individu maupun masyarakat yang tidak bertanggungjawab. 4) Korban masyarakat, bangsa dan Negara, adalah masyarakat yang

diperlakukan diskriminatif tidak adil, tmpang tindih pembagian hasil pembangunan serta hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya.

C. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana berasal dari bahasa Belanda, Strafbaar feit. Menurut Meoljatno,

tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

yang melanggar aturan tersebut.7 Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro,

tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.8

Tindak pidana di dalam KUHP tidak dirumuskan secara tegas tetapi hanya menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut telah dirumuskan atau diformulasikan, misalnya dalam konsep KUHP dirumuskan dalam Pasal 11 yang menyatakan bahwa:

7

http://minsatu.blogspot.com/2011/02/tindak-pidana--delik.html/m=1. 5 Desember 2013, 01:17. 8


(35)

19

1. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu

yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.

2. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang

dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.

3. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali

ada alasan pembenar.

Muladi mendefinisikan tindak pidana, yaitu merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang

mengakibatkan gangguan individual ataupun masyarakat.9 Berdasarkan kajian

etimologis tindak pidana berasal dari kata „strafbaar feit‟ di mana arti kata ini menurut Simons adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab10. Rumusan tersebut

menurut Jonkers dan Utrecht merupakan rumusan yang lengkap, yang meliputi:11

1. diancam dengan pidana oleh hukum,

2. bertentangan dengan hukum,

3. dilakukan oleh orang yang bersalah,

4. orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.

9

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung, Alumni, 2002, hlm.61 10

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm.56 11


(36)

20

Komariah E. Sapardjaja menggunakan istilah Tindak Pidana dalam

menerjemahkan „strafbaar feit‟. Menurutnya bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan

hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.12

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar tersebut, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak ada kesatuan pendapat di anatara para ahli dalam memberikan definisi tentang tindak pidana. Dalam memberikan definisi mengenai pengertian tindak pidana para ahli terbagi dalam 2 pandangan /

aliran yang saling bertolak belakang, yaitu:13

a. Pandangan / aliran monistis adalah pandangan / aliran yang tidak memisahan

antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.

b. Pandangan / aliran dualistis adalah pandangan / aliran yang memisahkan

antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan

dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat (criminal responsibility atau

mens rea).

Penganut pandangan / aliran monistis adalah Wirjono Prodjodikoro. Dalam aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dipidana. Sedangkan penganut pandangan / aliran dualistis adalah Moeljatno. Dalam aliran dualistis, pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan

12

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung-jawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana, 2008, hlm.27

13


(37)

21

pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam

merumuskan unsur-unsur tindak pidana.14

D. Pengertian Tindak Pidana Incest

Incest adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk

pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis.15

Hubungan sumbang diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua tetua pada satu individu (anak) terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.

Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk

kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras.16

14

. Op.Cit. hal. 83. 15

. Soegiono, 2009, Tindak Pidana Sedarah, Bandung : Alumni hlm 12 16. Ibid


(38)

22

Menurut Hayati incest adalah perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai anggota keluarganya. Kekerasan seksual dalam kategori ini adalah yang terberat mengingat bahwa si pelaku adalah orang dekat atau keluarga sendiri sehingga incest biasanya terjadi berulang, dan diantara si korban dan si pelaku besar kemungkinan untuk saling bertemu. Keadaan ini tentu saja sangat berat bagi korban, karena pertemuan dengan si pelaku akan

memacu ingatan korban akan kejadian perkosaan yang dialaminya.

Dalam tulisan lainnya dijelaskan pengertian incest adalah ketika orang tua, keluarga, kakak atau seseorang dalam keluarga yang memiliki kekuasaan melakukan hubungan seksual dengan orang dari keluarga yang sama. Incest yang sering terjadi adalah antara ayah dengan anak perempuannya. Menurut Masland dan Estridge incest adalah jenis perlakuan atau penyiksaan secara seksual yang melibatkan dua anggota keluarga dalam satu keluarga, ayah dengan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki, saudara laki-laki dengan saudara perempuan dan kakek dengan cucu perempuan. incest biasanya dapat terjadi karena rumah mereka sangat sempit, akses untuk main keluar tidak ada atau sangat terbatas.17

E. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menserasikan hubungan nilai-nilai yan terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

17


(39)

23

pergaulan hidup. Pengertian penegakan hukum dapat diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan

hukum yang berlaku.18

Penegakan hukum pidana pada dasarnya adalah merupakan penegakan kebijakan

hukum melalui tiga tahap, yaitu:19

a. Tahap formulasi (kebijakan legislatif), yaitu tahap penegakan hukum in

abstracto oleh pembuat undang-undang yang disebut juga tahap legislatif atau merupakan tahap strategis dalam penanggulangan kejahatan dan proses fungsional hukum. Tahap formulasi juga tahap yang menjadi dasar atau pedoman bagi tahap fungsionalisasi berikutnya.

b. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif), merupakan tahap penerapan pidana

oleh aparat penegak hukum atau badan hukum mulai dari kepolisian sampai dengan pengadilan. Tahap ini disebut juga sebagai tahap yudikatif.

c. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif), tahap pelaksanaan dari hukum

pidana secara konkret yang ditegakkan oleh penegak hukum sebagai pelaksanaan pidana.

Penegakan hukum bukanlah berarti hanya pada pelaksanaan perundang-undangan saja atau yang berupa keputusan-keputusan hakim. Masalah pokok yang melanda penegakan hukum yakni terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor penegakan hukum itu pun menjadikan agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi.

Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktornya adalah :20

18

. Soekanto, Soerjano. Op. Cit. hal. 84. 19


(40)

24

a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Dapat dilihat dari adanya peraturan yang berupa undang-undang, yang dibuat oleh pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan di dapatkan dari penegaka hukum yang dijalankan menurut isi peraturan undang-undang tersebut sehingga mencapai tujuan yang efektif. Pada undang-undang itu sendiri masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat penegakan hukum, yakni :

1) Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang.

2) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang.

3) Ketidakjelasan arti kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan

kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.

b. Faktor penegak hukum

Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum. Istilah penegak hukum mencakup mereka yang berkecimpung di bidang penegakan hukum, seperti: di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang sudah seharusnya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu guna menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu keasadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan penegakan hukum itu sendiri.

20


(41)

25

c. Faktor sarana atau fasilitas

Sarana atau fasilitas sangat mempengaruhi penegakan hukum. Dengan adanya fasilitas yang mendukung maka proses penegakan hukum akan lebih muda untuk dicapai. Kepastian penanganan suatu perkara senantiasa tergantung pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu yang ikut mendukung dalam pelaksanaannya. Maka menurut Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, sebaiknya untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum perlu dianut jalan pikiran sebagai berikut :

1) Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru,

2) Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan,

3) Yang kurang, harus ditambah,

4) Yang macet, harus dilancarkan,

5) Yang mundur atau merosot, harus dimajukan dan ditingkatkan.

d. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat merupakan faktor lingkungan di mana hukum tersebut berlaku dan diterapkan penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari pendapat masyarakat mengenai hukum. Maka muncul kecendrungan yang besar pada masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas, dalam hal ini adalah


(42)

26

penegakan hukumnya sendiri. Ada pula dalam golongan masyarakat tertentu yang mengartikan hukum sebagai tata hukum atau hukum positif tertulis.

Di setiap kegiatan atau usaha dalam rangka penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat sebagai sikap tindak yang baik, ada kalanya ketaatan terhadap hukum yang dilakukan dengan hanya menengahkan sanksi-sanksi negatif yang berwujud hukuman atau penjatuhan pidana apabila dilanggar, hal itu hanya menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap para penegak hukum semata atau petugasnya saja.

e. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan yaitu hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik yang seharusnya dihindari. Mengenai faktor kebudayaan terdapat pasangan nilai-nilai yang berpengaruh dalam hukum, yakni :

1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman,

2) Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah,

3) Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.

Kelima faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penegak hukum, baik pengaruh positif maupun pengaruh yang bersifat negatif. Dalam hal ini faktor penegak hukum bersifat sentral, hal ini disebabkan karena undang-undang yang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum itu sendiri dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas.


(43)

27

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini tergantung pada faktor-faktor, diantaranya :

a. Harapan masyarakat yakni apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau

tidak dengan nilai-nilai masyarakat,

b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan pelanggaran hukum

kepada organ-organ penegak hukum,


(44)

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan dibahas berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara

kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian.1

Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

A. Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

masalah secara yuridis normatif. Di dalam penulisan skripsi terdapat 2 macam pendekatan masalah yang di kenal dengan yuridis normatif dan yuridis empiris:

a) Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan

pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan, yang erat hubungannya dengan penulisan penelitian ini.

1


(45)

29

b) Pendekatan yuridis empiris adalah adalah dengan mengadakan penelitian

lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dan mengenai pelaksanaannya. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari kenyataan yang terjadi pada praktek lapangan, dimana pendekatan ini dilakukan dengan wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui dan ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas dan diperoleh atau didapatkan dilokasi penelitian.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.2

secara langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan dan wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan asalah penullisan skripsi ini.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur

maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder

dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera.3 Data

sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

a) Bahan hukum primer, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2

Amirudin, S.H.,M.Hum, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hal.30.

3


(46)

30

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

4) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti, rancangan undang-undang, hasil penelitian dan pendapat para pakar hukum.

c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup bahan

memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,, seperti kamus, bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan

dapat memberikan tanggapan terhadapinformasi yang diberikan.4 Pada penelitian

ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang

2. Anggota LSM Damar Bandar Lampung : 1 Orang

2 Orang

4


(47)

31

D. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data

Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Prosedur Pengumpuan Data

a Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang bersumber dari dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas, yang berhubungan dengan informan yang dikehendaki oleh peneliti. Data atau informasi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder . pengumpulan data sekunder adalah terlebih menerima sumber pustaka, buku-buku, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan

b Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan cara obserasi dan wawancara untuk pengumpulan dan memperoleh data primer. Studi lapangan diakukan dengan cara mengadakan wawancara dengan responden, wawancara dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban terbuka untuk mendapatkan jawaban yang utuh.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi lapangan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut :

a Editing, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data.

b Interpretasi, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c Sistematisasi, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan pokok permasalahan secara sistematis sehingga memudahkan analisis data.


(48)

32

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum.Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.


(49)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penemuan dalam penelitian ini pendampingan yang ditempuh oleh Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung tergantung dengan permintaan dan kebutuhan dari korban maupun pihak keluarga korban, dari hasil penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang berkaitan dengan hasil penelitian yaitu:

1. Peran Lembaga Advokasi sebagaimana di atur di dalam pasal 18 UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, di atur bahwa “setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum atau bantuan lainnya” dan Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Lampung dalam mendampingi korban incest menggunakan teori peranan

ideal, hal itu terlihat melalui pendampingan pendampingan yang dilakukan

Lembaga Advokasi Damar Lampung terhadap perempuan korban incest

dengan cara yaitu :

Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak hak korban dan proses pradilan, Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban

untuk secara lengkap memaparkan tindakan pemerkosaan incest yang di alaminya

dan, Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagai mestinya.


(50)

49

Selain itu, perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan juga dilakukan selama proses peradilan yang dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:

1. Sebelum Sidang Pengadilan

Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban tindak pidana perkosaan, pertama kali diberikan oleh polisi pada waktu korban melapor. Saat ini Polri telah membentuk Unit perlindungan perempuan dan anak. Unit perlindungan hukum dan anak adalah sebuah unit khusus yang tertutup, dimana perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual dapat melaporkan kasusnya dengan aman kepada Polwan yang empatik, penuh pengertian dan profesional.

2. Selama Sidang Pengadilan

Selama proses sidang pengadilan, korban dalam memberikan kesaksian didampingi oleh anggota LBH/LSM supaya korban dapat lebih tenang dan tidak merasa takut dalam persidangan. Apalagi dalam persidangan, korban harus dipertemukan lagi dengan pelaku yang dapat membuat korban trauma sehingga akan mempengaruhi kesaksian yang akan diberikan dalam persidangan.


(51)

50

Kendala utama yang di hadapi oleh Lembaga Advokasi Permpuan Damar

Lampung dalam menangani tindak pidana pemerkosaan incest ada 4 (empat)

faktor yaitu :

1. Faktor Budaya : budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi atau

adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Dapat dikatakan bahwa walaupun sekarang ini masyarakat Lampung sudah banyak yang memiliki kesadaran hukum namun dalam hal pemerkosaan incest, budaya yang berkembang dan tetap tertanam bahwa keluarga yang terlibat merasa malu untuk melaporkan nya karna akan menjadi aib keluarga,

2. Faktor Penegak hukum : penegak hukum adalah orang yang melakukan

upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata menurut aturan yang berlaku sebagai pedoma hubungan-hubungan hukum namun dalam kehidupan bermasyaraka masih ada aparat penegak hukum yang tidak memiliki perspektip terhadap korban perempuan yaitu cara pikir aparat penegak hukum khusus nya polisi yang memandang sebelah mata karena korban dan pelaku yang masih memiliki ikatan keluarga dekat.

3. Faktor Sumber Daya Manusia : sumber daya manusia merupakan potensi

yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya

sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu

mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang


(52)

51

dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi menurut sofyan jumlah tenaga ahli di dalam menangani kasus Incest tidak sebanding bahkan sangat kurang dengan jumlah korban yang

ada, sehingga penanganan kasus tindak pidana pemerkosaan incest

menjadi sangat penting untuk dapat diperhatikan penanganannya.

4. Faktor Masyarakat : masyarakat adalah sekelompok orang yang

membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana

sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada

dalam kelompok tersebut. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani,

sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Dalam hal ini Sofyan berpendapat bahwa masyarakat masih memiliki paradigma salah yang menyatakan

pelaku dan korban tindak pidana incest merupakan tindakan yang

dilakukan suka sama suka sehingga dapat terjadi begitu lama namun disisi

lain masyarakat tidak mengetahui bahwa korban dari pelaku incest berada

dibawah tekanan atau ancaman yang diberikan oleh pelaku incest.

B. Saran

Setelah melihat kesimpulan di atas maka penulis akan memberikan saran saran sebagai berikut


(53)

52

1. pemerintah seharusnya membuat peraturan undang undang yang jelas menganai

korban tindak pidana incest yang biasanya dilakukan oleh seorang ayah kepada

anak perempuannya sehingga jelas hukuman dan efek jera yang diterima oleh

para pelaku incest, seperti yang di sebutkan di dalam Islam bahwa perilaku

incest dapat diancam dengan hukuman mati berdasarkan hadits Nabi :

.فاق ت ل ه محرم ذا ت عل

ق ع م ن

Artinya : Barang siapa melakukan hubungan seksual dengan seorang yang masih ada hubungan kemahraman (yang dilarang untuk dikawini), maka pidana matilah ia.

2. Perlu ditingkatkan lagi upaya upaya yang dilakukan oleh Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung dalam menjalankan kontribusinya untuk

membantu korban incest, sehingga dapat menekan atau mengurangi jumlah

korban incest. Salah satunya adalah dengan mengadakan penelitian dan

pelatihan tentang isu kekerasan yang berbasis gender.

3. Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung harus lebih efektif dalam

melakukan monitoring dalam kasus-kasus Incest yang belum terungkap karna

korban takut untuk melapor. Trmasuk mengadakan sosialisasi kepada

masyarakat terutama yang mengalami perkosaan incest agar jangan ragu lagi


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah, 2008, Korban dalam Konsep Perlindungan Hukum, Jakarta : Bumi

Aksara

Dellyana,Shant.1988,Wanita dan Anak di Mata Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan (Suatu Kumpulan Karangan). Cet II,

Akademi Pressindo, Jakarta, 1993

_________. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung: PT. Eresco

Hawari. Dadang. 1991. Perlindungan Korban Perkosaan. Solo.

Husin, Kadri, Pelaksanaan Penerapan Hak--Hak Tersangka/ Terdakwa Menurut

KUHAP Dalam Proses Peradilan Pidana, Desertasi, Program Pascasarjana UI, Jakarta, 1997

Indrasyah, Muhammad, 2010, Perlindungan Korban Tindak Pidana, Jakarta: Raja

Grafindo


(55)

Jafaruddin, 2011, Permasalahan dan Hambatan dalam Advokasi, Bandung: Alumni

Kunarto, Penyadur. 1996. PBB dan Pencegahan Kejahatan Ikhtisar Implementasi

HakAsasi Manusia Dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Cipta Manunggal, 1996

Made Sadhi, Astuti. 1997. Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak

Pidana, Malang: IKIP.

Santoso, Topo, Seksualitas dan Hukum Pidana, Cet. I, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1997

Soegiono, 2009, Tindak Pidana Sedarah, Bandung : Alumni

Soekito,Wiratmo Sriwidyowati.1989,Anak dan Wanita dalam Hukum. Jakarta:

LP3ES.

Soerjono Soekanto. 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum

Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada

Soerjono Soekanto.1986 ,Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: UI-Press.

Undang-Undang

1. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang PemberantasanTindak


(1)

Selain itu, perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan juga

dilakukan selama proses peradilan yang dapat dilihat dalam uraian sebagai

berikut:

1. Sebelum Sidang Pengadilan

Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban tindak pidana perkosaan,

pertama kali diberikan oleh polisi pada waktu korban melapor. Saat ini Polri

telah membentuk Unit perlindungan perempuan dan anak. Unit perlindungan

hukum dan anak adalah sebuah unit khusus yang tertutup, dimana perempuan

dan anak yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual dapat

melaporkan kasusnya dengan aman kepada Polwan yang empatik, penuh

pengertian dan profesional.

2. Selama Sidang Pengadilan

Selama proses sidang pengadilan, korban dalam memberikan kesaksian

didampingi oleh anggota LBH/LSM supaya korban dapat lebih tenang dan

tidak merasa takut dalam persidangan. Apalagi dalam persidangan, korban

harus dipertemukan lagi dengan pelaku yang dapat membuat korban trauma

sehingga akan mempengaruhi kesaksian yang akan diberikan dalam

persidangan.


(2)

50

Kendala utama yang di hadapi oleh Lembaga Advokasi Permpuan Damar

Lampung dalam menangani tindak pidana pemerkosaan incest ada 4 (empat)

faktor yaitu :

1. Faktor Budaya : budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi atau

adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata

budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Dapat

dikatakan bahwa walaupun sekarang ini masyarakat Lampung sudah

banyak yang memiliki kesadaran hukum namun dalam hal pemerkosaan

incest, budaya yang berkembang dan tetap tertanam bahwa keluarga yang

terlibat merasa malu untuk melaporkan nya karna akan menjadi aib

keluarga,

2. Faktor Penegak hukum : penegak hukum adalah orang yang melakukan

upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata

menurut aturan yang berlaku sebagai pedoma hubungan-hubungan hukum

namun dalam kehidupan bermasyaraka masih ada aparat penegak hukum

yang tidak memiliki perspektip terhadap korban perempuan yaitu cara

pikir aparat penegak hukum khusus nya polisi yang memandang sebelah

mata karena korban dan pelaku yang masih memiliki ikatan keluarga

dekat.

3. Faktor Sumber Daya Manusia : sumber daya manusia merupakan potensi

yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya

sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu

mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam


(3)

dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih

dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu

organisasi menurut sofyan jumlah tenaga ahli di dalam menangani kasus

Incest tidak sebanding bahkan sangat kurang dengan jumlah korban yang

ada, sehingga penanganan kasus tindak pidana pemerkosaan incest

menjadi sangat penting untuk dapat diperhatikan penanganannya.

4. Faktor Masyarakat : masyarakat adalah sekelompok orang yang

membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana

sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada

dalam kelompok tersebut. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani,

sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila

memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan

kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama

mereka berdasarkan kemaslahatan. Dalam hal ini Sofyan berpendapat

bahwa masyarakat masih memiliki paradigma salah yang menyatakan

pelaku dan korban tindak pidana incest merupakan tindakan yang

dilakukan suka sama suka sehingga dapat terjadi begitu lama namun disisi

lain masyarakat tidak mengetahui bahwa korban dari pelaku incest berada

dibawah tekanan atau ancaman yang diberikan oleh pelaku incest.

B. Saran

Setelah melihat kesimpulan di atas maka penulis akan memberikan saran saran


(4)

52

1. pemerintah seharusnya membuat peraturan undang undang yang jelas menganai

korban tindak pidana incest yang biasanya dilakukan oleh seorang ayah kepada

anak perempuannya sehingga jelas hukuman dan efek jera yang diterima oleh

para pelaku incest, seperti yang di sebutkan di dalam Islam bahwa perilaku

incest dapat diancam dengan hukuman mati berdasarkan hadits Nabi :

.

فاق ت ل ه

محرم

ذا ت

عل

ق ع

م ن

Artinya : Barang siapa melakukan hubungan seksual dengan seorang yang masih

ada hubungan kemahraman (yang dilarang untuk dikawini), maka pidana

matilah ia.

2. Perlu ditingkatkan lagi upaya upaya yang dilakukan oleh Lembaga Advokasi

Perempuan Damar Lampung dalam menjalankan kontribusinya untuk

membantu korban incest, sehingga dapat menekan atau mengurangi jumlah

korban incest. Salah satunya adalah dengan mengadakan penelitian dan

pelatihan tentang isu kekerasan yang berbasis gender.

3. Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung harus lebih efektif dalam

melakukan monitoring dalam kasus-kasus Incest yang belum terungkap karna

korban takut untuk melapor. Trmasuk mengadakan sosialisasi kepada

masyarakat terutama yang mengalami perkosaan incest agar jangan ragu lagi


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah, 2008, Korban dalam Konsep Perlindungan Hukum, Jakarta : Bumi Aksara

Dellyana,Shant.1988,Wanita dan Anak di Mata Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan (Suatu Kumpulan Karangan). Cet II, Akademi Pressindo, Jakarta, 1993

_________. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung: PT. Eresco

Hawari. Dadang. 1991. Perlindungan Korban Perkosaan. Solo.

Husin, Kadri, Pelaksanaan Penerapan Hak--Hak Tersangka/ Terdakwa Menurut KUHAP Dalam Proses Peradilan Pidana, Desertasi, Program Pascasarjana UI, Jakarta, 1997

Indrasyah, Muhammad, 2010, Perlindungan Korban Tindak Pidana, Jakarta: Raja Grafindo


(6)

Jafaruddin, 2011, Permasalahan dan Hambatan dalam Advokasi, Bandung: Alumni

Kunarto, Penyadur. 1996. PBB dan Pencegahan Kejahatan Ikhtisar Implementasi HakAsasi Manusia Dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Cipta Manunggal, 1996

Made Sadhi, Astuti. 1997. Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, Malang: IKIP.

Santoso, Topo, Seksualitas dan Hukum Pidana, Cet. I, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1997

Soegiono, 2009, Tindak Pidana Sedarah, Bandung : Alumni

Soekito,Wiratmo Sriwidyowati.1989,Anak dan Wanita dalam Hukum. Jakarta: LP3ES.

Soerjono Soekanto. 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada

Soerjono Soekanto.1986 ,Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: UI-Press.

Undang-Undang

1. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang PemberantasanTindak Pidana Perdagangan Orang.


Dokumen yang terkait

Peranan Pusaka Indonesia Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Memberikan Advokasi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Di Daerah Kota Medan

0 52 102

Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) Dalam Melindungi Saksi Dalam Tindak Pidana Korupsi

1 86 129

Analisis Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif Indonesia Sebagai Wujud Hukum Berkeadilan Gender

5 100 136

Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi di LBH-APIK Medan)

3 112 117

STRATEGI LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN (DAMAR)DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Study Kasus Pada Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR))

1 35 96

Strategi Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR) dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di Kota Bandar Lampung (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR) Kota Bandar Lampung)

2 21 93

PERANAN LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR LAMPUNG DALAM PENDAMPINGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA INCEST

1 22 57

UPAYA KONSELING DALAM MENANGANI KORBAN KEKERASAN PADA ANAK DI LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 117

PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS BAGI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 113

APLIKASI KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELOR BAGI KETERBUKAAN DIRI KONSELI KORBAN PENCABULAN (Studi Kasus di Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR) - Raden Intan Repository

0 0 106